Disusun oleh :
SUMATERA UTARA
2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, yang telah
memberikan petunjuk dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini. Tidak lupa pula Shalawat berangkaikan salam kami sanjungkan ke
pangkuan Nabi besar kita, Muhammad Rasulullah SAW, yang senantiasa mengorbankan
nyawa demi menegakkan agama islam di muka bumi ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, yang bejudul Lembaga Pembiayaan Syari`ah,
khususnya kepada Dosen pembimbing kami Salisa Amini M.E yang telah memberikan tugas
ini. Kami memperoleh banyak manfaat setelah menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, dan kami merasa masih
banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang
kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan penyusunan makalah ini.
Demikian makalah ini kami susun, semoga bisa memberikan manfaat kepada
pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembiayaan yang berlaku di Indonesia dibagi menjadi 2 yaitu secara konvensional
dan syariah. Pembiayaan secara konvensional atau Pembiayaan konsumen merupakan sebuah
sistem model pembiayaan yang dilakukan perusahaan finansial selain daripada aktivitas
berupa leasing dan factoring serta kartu kredit. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009
Tentang Lembaga Pembiayaan Konsumen (consumers finance) adalah kegiatan pengadaan
untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan melakukan pembayaran
secara angsuran.
B. Rumusan Masalah
a) Apa Pengertian Pembiayaan Syari`ah
b) Bagaimana Prinsip-Prinsip Pembiayaan Syari`ah
c) Bagaimana Dasar – Dasar Hukum Pembiayaan Syari`ah
d) Bagaimana Bentuk Bentuk Pembiayaan Syari`ah
e) Bagaimana Penggunaan Akad – Akad Pada Pembiayaan Syari`ah
C.Tujuan Masalah
a) Untuk Mengetahui Pengertian Pembiayaan Syari`ah
b) Untuk Mengetahui Prinsip – Prinsip Pembiayaan Syari`ah
c) Untuk Mengetahui Dasar – Dasar Hukum Pembiayaan Syari`ah
d) Untuk Mengetahui Bentuk – Bentuk Pembiayaan Syari`ah
e) Untuk Mengetahui Penggunaan Akad – Akad pada Pembiayaan Syari`ah
BAB II
PEMBAHASAN
Sedangkan menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana Bank Syariah
baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat
berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen
dan kontinjensi pada rekening administratif serta sertifikat wadiah Bank Indonesia.
Pembiayaan berdasarkan pola operasional adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Atau pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berupa:
a. Transaksi dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik.
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang mudharabah, salam, dan istishna’
d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk Qard, dan
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi jasa.1
1
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,2010, h.78
B. Prinsip-prinsip Pembiayaan Syari’ah
Pemberian pembiayaan konvensional meminjamkan uang kepada yang membutuhkan
dan mengambil bagian keuntungan berupa bunga dan provisi dengan cara membungakan
uang yang dipinjam tersebut. Prinsip meniadakan transaksi semacam ini dan mengubahnya
menjadi pembiayaan dengan tidak meminjamkan sejumlah uang pada customer, tetapi
membiayai proyek customer.Dalam hal ini, 88 bank berfungsi sebagai intermediasi uang
tanpa meminjamkan uang dan membungakan uang tersebut.
Sebagai gantinya, pembiayaan usaha customer tersebut dapat dilakukan dengan cara
membelikan barang yang dibutuhkan customer, lalu bank menjual kembali kepada customer,
atau dapat pula dengan cara mengikutsertakan modal dalam usaha customer.9
Lazimnya dalam bisnis prinsip pembiayaan, ada tiga skim dalam melakukan akad
pada bank syariah, yaitu:
1) Bai‘ al-Murabahah}-yaitu akadjual beli barang tertentu. Dalam transaksi jual beli
tersebut, penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga
pembelian dan keuntungan yang diambil.
3) Bai‘al-Mutlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan
sebagai alat tukar. Jual beli semacam ini menjiwai semua produk lembaga keuangan yang
didasarkan atas prinsip jual beli.
4) Bai‘ as-salam yaitu akad jualbelidimana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas
barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang itu akan diserahkan
kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati.3
2
Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Syariah Lainnya, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,2002, h. 92 .
3
Mikraj Khazanah Ilmu Kementrian Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Ar-Razzaq, (Caringin: Bandung 2012) h. 54
5) Bai‘ al-istisna’ yaitu kontrak jual beli di mana harga atas barang tersebut dibayar lebih
dulu, tetapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang
disepakatibersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian
c. Prinsip sewa-menyewa
Selain akad jual beli yang telah dijelaskan sebelumnya, ada pula akad sewamenyewa
yang dilaksanakan dalam perbankan syari’ah. Prinsip ini terdiri atas dua jenis akad,
yaitu:
1) Akad ijarah yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui
pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/milk)atas barang itu sendiri.
2) Akad ijarah muntahia bit tamlik yaitusejenisperpaduan antara kontrak jual beli dan
sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di
tangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang menandakan dengan
ijarah biasa.
A. Murabahah
Adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan
pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
B. Salam
Adalah akad jual beli barang pesanan antara bank dan nasabah dengan spesifikasi,
harga dan waktu penyerahan barang pesanan disepakati di awal akad serta pembayaran
dilakukan di muka secara penuh. Bank dapat melakukan salam pararel dengan syarat akad
kedua terpisah dari akad pertama dan akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
C. Istishna`
Adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni`) dan
penjual (pembuat, shani`). Jika bank melakukan transaksi istishna` untuk memenuhi
kewajibannya kepada nasabah bank dapat melakukan istishna lagi dengan pihak lain pada
obyek yang sama, dengan syarat istishna pertama tidak bergantung pada istishna` kedua.
D. Mudharabah
Adalah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik,
shahib al mal) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (`amil, mudharib, nasabah)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak.
4. Pembiayaan Sindikasi
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada lebih dari satu lembaga keuangan bank
untuk satu objek pembiayaan tertentu. Pembiayaan ini biasanya diperlukan kepada nasabah
koperasi karena nilai transaksinya yang sangat besar.
5
Peraturan Bank Indonesia No.5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003
Penulis mengemukakan beberapa konsep untuk menjaga akad pembiayaan syariah
mencapai tujuan-tujuan maqāshid Syarīah (Tahdhībul Fardi, lqömatul adl" dan Jalb
Maslahah). Pertama, Regulasi Otoritas Kepatuhan Syariah Compliance kedua, Independensi
Dewan Pengawas Syariah dan ketiga, Spin-off bank syariah pada bank konvensional.
Pertama, Regulasi Otoritas Kepatuhan Syariah Compliance merupakan hal yang harus
diperbaiki kedepan guna memenuhi tuntutan dan tantangan keberlangsungan perbankan
syariah, selama ini pilihan otoritas dipercayakan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Lembaga non negara berbadan hukum privat, secara teoritis masih menyimpan permasalahan
dan problematikanya tersendiri. Perkembangan perbankan syariah diberbagai negara seperti
malaysia, pakistan, Uni emirat arab telah mengarahkan kepada perubahan adanya otoritas
kepatuhan syariah compliance dalam bentuk lembaga independen berbadan hukum publik,
beberapa ahli mengatakan dapat berbentuk organ dalam bank sentral atau komisi mandiri
yang diangkat oleh kepala negara. Dalam problematikanya pada proses RUU perbankan
syariah diusulkan dalam bentuk dewan komisi yang menjadi organ bank sentral karena
kerangka berfikirnya otoritas ini akan mengikat publik sehingga harus dipegang badan
publik, dinamika pembahan RUU tersebut pada akhirnya memilih Majelis Ulama Indonesia
karena keyakinan independensinya.6 7
6
Chandra Warsito, The Image Of Financial Institutions as Islamic Bank in Mediation Service Quality and Customer Satisfaction on
Customer Loyalty in Purwokerto, (Jurnal Al- lqtishad, Vol VIl (2) July, Faculty Syariah and Law Syarifhidayatullah State Islamic
University, Jakarta, 2015, hlm. 222.
7
Rachmad Hidayat, Effect Of Service Quality,Customer Trust and Customer Religius Commitment On Customer Satistaction and Loyalty
Of Islamic Bank in East Java, Jurnal Al-lqtishad, Vol VII (2) July, Faculty syariah and Law syarit Hidayatullah State Islamic University,
Jakarta, 2015, hlm. 159.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep Pembiayaan dalam perbankan syariah tidak menggunakan transaksi yang
berupa utang piutang dengan konsekuensi bunga, akan tetapi menggunakan transaksi yang
berupa sharing modal dengan sistem bagi hasil atau transaksi jual beli dengan margin
keuntungan dan sewa serta fee untuk transaksi yang bersifat jasa.
Dalam pelaksanaan pembiayaan, bank syari’ah harus memenuhi dua aspek yang
sangat penting. Pertama, aspek syar’i, di mana dalam setiap realisasi pembiayaan kepada para
nasabah, bank syari’ah harus tetap berpedoman pada syari’at Islam (anatara lain tidak
mengandung unsur maysir, garar, riba, serta bidang usahanya harus halal). Kedua, aspek
ekonomi, yaitu dengan tetap mempertimbangkan perolehan keuntungan, baik bagi bank
syari’ah maupun bagi nasabah bank syari’ah. Ada tiga prinsip dalam melakukan akad pada
bank syari’ah, yaitu: pertama, prinsip bagi hasil; kedua, prinsip jual beli; ketiga, prinsip sewa.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta :Gema Insani
Press.
Chandra Warsito, The Image Of Financial Institutions as Islamic Bank in Mediation Service
Quality and Customer Satisfaction on Customer Loyalty in Purwokerto, (Jurnal Al- lqtishad,
Vol VIl (2) July, Faculty Syariah and Law Syarifhidayatullah State Islamic University,
Jakarta, 2015, hlm. 222.
Karim, Adiwarman, 2004, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada
Rivai, Veithzal dan Andria Permata Veithzal, Islamic Finansial Management, Jakarta:
RajaGrafindo
Yusuf, Ayus Ahmad dan Abdul Aziz, 2009, Manajemen operasional Bank Syariah, , Cirebon
: STAIN Press.