Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MANDIRI

Hukum Bisnis
Kontrak

Nama : Siddiq Juwi Pranata


NPM : 220910242
Kode Kelas : 222-MN029-N1
Dosen Pengampu : Irene Svinarky, S.H., M.Kn.
Program Studi : Manajemen

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS PUTERA BATAM
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul Pembuatan
Kontrak.
Makalah ini menjelaskan tentang informasi  mengenai bagaimana awal kontrak
dibuat.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada, Rekan-Rekan di kelas,
serta Orang Tua yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Amin.

Batam,18 Juni 2023

Penyusun
Siddiq Juwi Pranata

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................4
1.3. Tujuan..........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
2.1. Pengertian Kontrak....................................................................................6
2.2. Syarat Syarat Kontrak...............................................................................7
2.3. Jenis – Jenis Kontrak..................................................................................8
2.4. Point Point Penting dalam kontrak.........................................................12
2.5. Format Surat Kontrak Kerja...................................................................13
Bentuk dan Isi Somasi.................................................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................19
3.1. Kesimpulan................................................................................................19
3.2. Saran..........................................................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan
kepentingan di antara para pihak. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada
umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi di antara para pihak.
Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan
untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui
proses tawar-menawar.Pendek kata, pada umumnya kontrak bisnis justru berawal
dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kontrak.Melalui
kontrak, perbedaan tersebut diakomodasi dan selanjutnya dibingkai dalam
perangkat hukum sehingga mengikat para pihak, dalam kontrak bisnis akan
menyelesaikan pertanyaan mengenai sisi kepastian dan keadilan yang justru akan
tercapai apabila perbedaan yang ada di antara pihak terakomodasi melalui
mekanisme hubungan kontraktual yang bekerja secara proporsional.Hubungan
bisnis yang terjalin di antara para pihak pada umumnya karena mereka bertujuan
saling bertukar kepentingan. Roscoe Pound memberikan definisi “kepentingan”
atau “interest” adalah “a demand or desire which human beings, either
individually or through groups or associations in relations seek to satisfy”

4
(kepentingan sebagai suatu tuntutan atau hasrat yang ingin dipuaskan manusia,
baik secara indvidu ataupun kelompok atau asosiasi).Melalui hubungan bisnis,
pertukaran kepentingan para pihak senantiasa dituangkan dalam bentuk kontrak
mengingat “setiap langkah bisnis adalah langkah hukum (isi Kontrak)”.Ungkapan
ini merupakan landasan utama yang harus diperhatikan para pihak yang
berinteraksi dalam dunia bisnis, meskipun para pihak acap kali tidak
menyadarinya, namun setiap pihak yang memasuki kehidupan bisnis pada
dasarnya melakukan langkah-langkah hukum dengan segala konsekuensinya.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa pengertian Kontrak?
2. Bagaimana jenis dan contoh kontak?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui tentang kontrak
2. Untuk mengetahui mekanisme kontrrak dan contohnya

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kontrak


Pengertian Perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal
1313 KUH Perdata berbunyi : “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu pihak atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih.”

6
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan
dengan perjanjian, adalah “ suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
Menurut Salim H.S., S.H., M.S., perjanjian atau kontark merupakan hubungan
hukum antara subjek hukum yang satu dengan dengan subjek hukum yang lain
dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum ang satu berhak atas prestasi
dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan
prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”
Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan satu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua
orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa
suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang
diucapkan atau ditulis.
Dengan demikian hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah
bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan,
disampingnya sumber-sumber lain. Sumber-sumber lain ini mencakup denga
nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada
perikatan yang lahir dari undang-undang.
Dengan sekian banyak pengertian perjanjian yang telah dipaparkan di atas, ada
tiga unsur yang dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Ada orang yang menuntut, atau dalam istilah bisnis biasa di sebut kreditor
2. Ada orang yang dituntut, atau yang dalam istilah bisnis biasa disebut debitur
3. Ada sesuatu yang dituntut, yaitu prestasi.

2.2. Syarat Syarat Kontrak

Syarat-syarat Kontrak
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan kontrak antara dua
pihak, yaitu:
1. Kesepakatan (Consensus) Dua belah pihak harus menyepakati hal yang sama
dalam kontrak tersebut.

7
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya disederhanakan menjadi
kesepakatan para pihak. Jika diartikan, kesepakatan berarti adanya penyesuaian
kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan
dalam perjanjian.

Dalam hal ini, setiap pihak harus memiliki kemauan yang bebas (sukarela) untuk
mengikatkan diri, di mana kesepakatan tersebut dapat dinyatakan secara tegas
maupun diam-diam. Adapun makna dari bebas adalah lepas dari kekhilafan,
paksaan, dan penipuan.
Apabila adanya unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan hal ini berarti
melanggar syarat sah perjanjian. Ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam
Pasal 1321 KUH Perdata yang menerangkan bahwa tiada suatu persetujuan pun
mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan
paksaan atau penipuan.

2. Kemampuan (Capacity) Para pihak harus bebas dan mampu untuk membuat
keputusan yang mengikat dalam kontrak.
Dalam konteks kecakapan untuk membuat suatu perikatan, yang menjadi subjek
adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Pasal 1329 KUH
Perdata menerangkan bahwa tiap orang berwenang untuk membuat perikatan,
kecuali ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.

Terkait siapa yang dinyatakan tidak cakap, Pasal 1330 KUH Perdata menerangkan
bahwa yang tidak cakap untuk membuat persetujuan adalah anak yang belum
dewasa; orang yang ditaruh di bawah pengampuan; dan perempuan yang telah
kawin dalam hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua
orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.

3. Objek yang Jelas (Certainty of Subject Matter) objek yang dijadikan bahan
kontrak harus jelas dan bukan merupakan objek yang dilarang oleh hukum.

Terkait suatu pokok persoalan atau hal tertentu bermakna apa yang menjadi
perjanjian atau diperjanjikan oleh kedua belah pihak. Pada intinya, barang yang

8
dimaksud dalam perjanjian ditentukan jenisnya, yakni barang yang dapat
diperdagangkan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 1332 KUH Perdata yang
menerangkan bahwa hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat
menjadi pokok persetujuan.

Kemudian, Pasal 1333 KUH Perdata menerangkan bahwa suatu persetujuan harus
mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan
jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat
ditentukan atau dihitung.

4. Legalitas (Legality) Kontrak harus sesuai dengan hukum dan tidak melanggar
ketertiban umum serta moral.

Makna suatu sebab yang tidak terlarang atau halal dalam konteks perjanjian
berkaitan dengan isi perjanjiannya atau tujuan yang hendak dicapai oleh para
pihak yang terlibat. Isi dari suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum.

Hal tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata yang menerangkan
bahwa suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang
atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.

2.3. Jenis – Jenis Kontrak


Adapun jenis-jenis Kontrak antara lain adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan


kewajiban kepada kedua belah pihak. Misalnya : jual beli, sewa-menyewa.
Jual-beli itu adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dimana pihak yang
pertama ( si penjual ) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang,
sedang pihak kedua (pembeli) berjanji untuk membayar harga, yang terdiri atas
sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut .
Dari sebutan jual-beli ini memperlihatkan dari satu pihak perbuatan
dinamakan menjual, sedangkan di pihak lain dinamakan pembeli. Dua perkataan
bertimbal balik itu, adalah sesuai dengan istilah Belanda
Koop en verkoop yang mengandung pengertian bahwa, pihak yang satu
Verkoop (menjual), sedangkan koop adalah membeli.

9
2. Perjanjian Sepihak

Perjanjian sepihak merupakan kebalikan dari pada perjanjian timbal


balik. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban
kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Contohnya : Perjanjian hibah.
Pasal 1666 KUH Perdata memberikan suatu pengertian bahwa
penghibahan adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu
hidupnya dengan cuma-cuma, dan dengan tidak dapat ditarik kembali
menyerahkan suatu barang, guna keperluan si penerima hibah yang
menerima penyerahan itu. Perjanjian ini juga selalu disebut dengan perjanjian
cuma-cuma.

Yang menjadi kreteria perjanjian ini adalah kewajiban berprestasi


kedua belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda
berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah .

3. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alasan hak yang membebani.

Perjanjian cuma-cuma atau percuma adalah perjanjian yang hanya


memberi keuntungan pada satu pihak, misalnya : Perjanjian pinjam pakai.
Pasal 1740 KUH Perdata menyebutkan bahwa : Pinjam pakai adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada
pihak yang lainnya, untuk dipakai dengan cuma-cuma dengan syarat bahwa
yang menerima barang ini setelah memakainya atau setelah lewatnya waktu
tertentu, akan mengembalikannya kembali .

Sedangkan perjanjian atas beban atau alas hak yang membebani, adalah
suatu perjanjian dalam mana terhadap prestasi ini dari pihak yang satu selalu
terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, dan antara kedua prestasi ini ada
hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban
pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya
A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B menyerah
lepaskan suatu barang tertentu kepada A .

4. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

10
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri,
maksudnya bahwa perjanjian itu memang ada diatur dan diberi nama oleh
undang-undang. Misalnya jual-beli ; sewa-menyewa; perjanjian
pertanggungan; pinjam pakai dan lain-lain. Sedangkan perjanjian bernama
adalah merupakan suatu perjanjian yang munculnya berdasarkan praktek sehari-
harui. Contohnya : Perjanjian sewa-beli. Jumlah dari perjanjian ini tidak
terbatas banyaknya.

Lahirnya perjanjian ini dalam praktek adalah berdasarkan adanya suatu


azas kebebasan berkontrak, untuk mengadakan suatu perjanjian atau yang
lebih dikenal Party Otonomie, yang berlaku di dalam hukum perikatan.

Contohnya : A ingin membeli barang B, tetapi A tidak mempunyai


uang sekaligus, dalam hal ini B si empunya barang mengijinkan A untuk
mempergunakan barang tersebut sebagai penyewa, dan apabila dikemudian
hari A mempunyai uang, A diberi kesempatan oleh B (si empunya barang)
untuk membeli lebih dahulu barang tersebut. Perjanjian sewa beli itu adalah
merupakan ciptaan yang terjadi dalam praktek .

Hal di atas tersebut, memang diizinkan oleh undang-undang sesuai


dengan azas kebebasan berkontrak yang tercantum di dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata. Bentuk perjanjian sewa beli ini adalah suatu bentuk
perjanjian jual-beli akan tetapi di lain pihak ia juga hampir berbentuk suatu
perjanjian sewa-menyewa.

Meskipun ia merupakan campuran atau gabungan daripada perjanjian


jual beli dengan suatu perjanjian sewa menyewa, tetapi ia lebih condong
dikemukakan semacam sewa menyewa.

5. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik


dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan
perjanjian obligatoir.

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan,

11
artinya sejak terjadinya perjanjian timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak.

Untuk berpindahnya hak milik atas sesuatu yang diperjual belikan


masih dibutuhkan suatu lembaga, yaitu lembaga penyerahan. Pentingnya
perbedaan antara perjanjian kebendaan dengan perjanjian obligatoir adalah
untuk mengetahui sejauh mana dalam suatu perjanjian itu telah adanya suatu
penyerahan sebagai realisasi perjanjian, dan apakah perjanjian itu sah menurut
hukum atau tidak.

Objek dari perjanjian obligatoir adalah : Dapat benda bergerak dan


dapat pula benda tidak bergerak, karena perjanjian obligatoir merupakan
perjanjian yang akan menimbulkan hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang
membuat perjanjian tersebut. Maksudnya bahwa sejak adanya perjanjian,
timbullah hak dan kewajiban mengadakan sesuatu.

6. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real

Perjanjian konsesual adalah perjanjian yang timbul karena adanya


persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian
disamping adanya persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan
nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak perjanjian penitipan,
pinjam pakai. Salah satu contoh uraian diatas yaitu : Perjanjian penitipan
barang, yang tercantum dalam Pasal 1694 KUH Perdata, yang memberikan
seseorang menerima suatu barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan
menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya.

Dari uraian diatas tergambar bahwa perjanjian penitipan merupakan


suatu perjanjian real, jadi bukan suatu perjanjian yang baru tercipta dengan
adanya suatu penyerahan yang nyata yaitu memberikan barang yang dititipkan.

Setelah dikemukakan tentang keanekaan dari perjanjian, maka telah


dapat dikelompokkan bentuk atau jenis-jenis dari perjanjian yang terdapat
dalam undang-undang maupun di luar undang-undang.
Di samping perjanjian yang telah dikemukakan di atas, terdapat lagi
bentuk-bentuk perjanjian khusus yang berbeda dalam penfsirannya.

Mariam Darus Badrulzaman, dalam bukunya Pendalaman Materi

12
Hukum Perikatan mengungkapkan :

suatu perjanjian yaitu perjanjian campuran. Perjanjian campuran ini ialah


perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian. Misalnya
pemilik hotel yang menyewakan kamar, disini terlihat ada suatu
perjanjian sewa-menyewa di samping itu pula menyediakan makanan yang
dengan sendirinya trebentuk pula perjanjian jual-beli.

Dalam hal perjanjian campuran ini ada beberapa paham. Paham I


mengatakan, bahwa ketentuan-ketentuan yang bersangkutan mengenai
perjanjian khusus hanya dapat diterapkan secara analogis tidak dapat
dibenarkan oleh undang-undang. Karena untuk terciptanya suatu perjanjian itu
harus jelas maksudnya, sehingga apabila tidak jelas maksudnya atau isi dari
perjanjian itu, akan menyebabkan perjanjian itu menjadi tidak sah.
Paham II menyebutkan, ketentuan yang dipakai adalah ketentuan dari
perjanjian yang paling menentukan.
Paham III menyatakan, ketentuan undang-undang yang diterapkan terhadap
perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku
untuk itu .

2.4. Point Point Penting dalam kontrak


Ada beberapa poin penting dalam kontrak kerja yang perlu Anda pahami, antara
lain:

1. Ada hak emisi dan THR


Di tempat kerja, setiap perusahaan harus menawarkan tunjangan karyawannya.
Dengan demikian, kewajiban masing-masing perusahaan harus dikelola sesuai
dengan kebijakan.

2. Kebijakan Pemberhentian dan Pemberhentian


Maka Anda harus tahu bahwa surat itu berisi kebijakan pembatalan dan
pembatalan perusahaan. Agar nanti ketika ingin berhenti dan ada masalah yang
menyebabkan PHK, tidak bingung dalam melangkah.

3. Adanya status ketenagakerjaan

13
Selain itu, Anda harus tahu bahwa Anda memiliki status pekerjaan yang jelas
setiap kali Anda bekerja. Bisa jadi karyawan kontrak yang sudah lama bekerja di
perusahaan, atau karyawan tetap.

4. Ada berapa jam kerja dan liburan


Anda perlu memahami poin ini agar jelas kapan Anda bekerja dan kapan Anda
mengambil cuti. Biasanya kontrak kerja mencantumkan lembur atau tidak. Untuk
hari libur biasanya ada reservasi untuk penjemputan atau saat mendesak.

2.5. Format Surat Kontrak Kerja

Dari sini Anda juga perlu memahami bentuk kontrak kerja tersebut. Lalu ada juga
contoh kontrak kerja yang bisa menjadi visi Anda. Hal ini juga disamakan dengan
kenyataan bahwa pemberi kerja harus mengetahui bentuk perjanjian kerja secara
tertulis, yaitu:

 Sertakan pemahaman umum dan kesepakatan


 Masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban
 Tentukan ruang lingkup pekerjaan
 Ada keterangan jam kerja
 Ini memiliki tunjangan dan gaji yang jelas
 Sebutkan prosedur jika Anda ingin berhenti atau dipecat
 Masukkan perjanjian force majeure
 Jika terjadi perselisihan, solusi dapat ditemukan
 Ada tanda tangan dan stempel kedua belah pihak

Wanprestasi
Anda mungkin sering mendengar istilah nilai Wanprestasi, tetapi tidak tahu persis
apa arti nilai Wanprestasi. Istilah Wanprestasi sering juga disebut sebagai cidera
janji atau wanprestasi dalam pembayaran. Menurut KUH Perdata, ada empat
bentuk wanprestasi, yaitu:

 Gagal untuk melakukan kontrak atau melakukan apa yang dijanjikan;


 Tidak sempurna dalam memenuhi kewajibannya, artinya pihak tersebut
memenuhi kewajibannya tetapi tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

14
 Terlambat memenuhi kewajibannya; dan
 Melakukan hal-hal yang dilarang oleh kontrak.

Lalu bagaimana solusinya jika salah satu pihak lalai? Pihak yang haknya
dilanggar dapat memberikan teguran kepada para wanprestasi, dalam hal teguran
itu dikenal dengan surat peringatan atau somasi, yang akan dijelaskan di bawah
ini.

Somasi
Segera setelah Anda memahami kontrak, kondisi kontrak hukum dan prinsip-
prinsip kesimpulan kontrak berlaku. Sekarang saatnya Anda memahami apa yang
terjadi jika pihak lain gagal memenuhi kontrak? Sebelum membawa masalah ini
ke pengadilan, Anda dapat menyelesaikannya dengan somasi atau panggilan
pengadilan.

Dalam hukum perdata, tindakan pembatalan terdapat dalam pasal 1238


KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata. Pasal 1238 KUHPerdata menyatakan:

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta
sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini
menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg
ditentukan.”
Selain itu, dalam pasal 1243 KUHP menetapkan bahwa tuntutan pelanggaran
kontrak dapat diajukan jika si wanprestasi diperingatkan bahwa ia melalaikan
kewajibannya atau melalaikannya tetapi terus melalaikan kewajibannya.
Peringatan ini lebih dikenal sebagai tantangan. Selain itu, jumlah surat panggilan
yang dikeluarkan tidak diatur secara ketat, tetapi bergantung pada pihak yang
mengeluarkan surat panggilan tersebut.

Bentuk dan Isi Somasi


Bentuk penugasan terhadap orang lalai tidak diatur secara jelas. Namun secara
umum, isi somasi tersebut meliputi:

 Yang dicari (kewajiban pihak yang wanprestasi);


 Dasar hukum permohonan (perjanjian pokok tentang kewajiban para pihak);
dan
 Waktu di mana pihak yang lalai memenuhi kewajibannya.

Ada syarat sah lainnya dalam kontrak, yaitu:

15
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena
mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian,
sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena
mengenai perjanjian sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan
itu.

Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan, bahwa


kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju
atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang
diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga
dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang
sama secara timbal-balik, si pembeli menginginkan sesuatu barang si
penjual .22

Persetujuan atau kesepakatan dari masing-masing pihak itu harus


dinyatakan dengan tegas, bukan diam-diam. Persetujuan itu juga harus
diberikan bebas dari pengaruh atau tekanan yaitu paksaaan.
Suatu kesepakatan dikatakan mengandung cacat, apabila kehendakkehendak itu
mendapat pengaruh dari luar sedemikian rupa, sehingga dapat
mempengaruhi pihak-pihak bersangkutan dalam memberikan kata sepakatnya.
Misalnya karena ditodong, dipaksa atau karena kekeliruan mengenai suatu
sifat dari pada benda yang diperjanjikan dan dapat pula karena penipuan

Pendek kata ada hal-hal yang luar biasa yang mengakibatkan salah satu pihak
dalam perjanjian tersebut telah memberikan perizinannya atau kata sepakatnya
secara tidak bebas dengan akibat perizinan mana menjadi pincang tidak
sempurna.Perjanjian yang diadakan dengan kata sepakat yang cacat itu dianggap
tidak mempunyai nilai. Lain halnya dalam suatu paksaaan yang bersifat relatif,
dimana orang yang dipaksa itu masih ada kesempatan apakah ia akan mengikuti
kemauan orang yang memaksa atau menolaknya, sehingga kalau tidak ada
persetujuan dari orang yang dipaksa itu maka jelas bahwa persetujuan yang telah
diberikan itu adalah persetujuan yang tidak sempurna, yaitu tidak memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Paksaaan seperti inilah yang dimaksudkan undang-undang dapat


dipergunakan sebagai alasan untuk menuntut batalnya perjanjian, yaitu suatu
paksaaan yang membuat persetujuan atau perizinan diberikan, tetapi secara tidak

16
benar. Tentang halnya kekeliruan atau kesilapan undang-undang tidak
memberikan penjelasan ataupun pengertian lebih lanjut tentang apa yang
dimaksud dengan kekeliruan tersebut. Untuk itu harus dilihat pendapat doktrin
yang telah memberikan pengertian terhadap kekeliruan itu, terhadap sifat-sifat
pokok yang terpenting dari obyek perjanjian itu. Dengan perkataan lain bahwa

kekeliruan itu terhadap unsur pokok dari barang – barang yang diperjanjikan
yang apabila diketahui atau seandainya orang itu tidak silap mengenai hal-hal
tersebut perjanjiann itu tidak akan diadakan.

Jadi sifat pokok dari barang yang diperjanjikan itu adalah merupakan motif
yang mendorong pihak—pihak yang bersangkutan untuk mengadakan perjanjian.
Sesuatu kekeliruan atau kesilapan untuk dapat dijadikan alasan guna menuntut
pembatalan perjanjian maka haruslah dipenuhi persyaratan bahwa barang-barang
yang menjadi pokok perjanjian itu dibuat, sedangkan sebagai pembatasan yang
kedua dikemukakan oleh doktrin adalah adanya alasan yang cukup menduga
adanya kekeliruan atau dengan kata lain bahwa kesilapan itu harus diketahui oleh
lawan, atau paling sedikit pihak lawan itu sepatutnya harus mengetahui bahwa ia
sedang berhadapan dengan seseorang yang silap.

Misalnya si penjual lukisan harus mengetahui bahwa si pembelinya mengira


bahwa lukisan itu adalah buah tangan asli dari Basuki Abdullah dan ia
memberikan pembeli itu dalam kesilapannya. Atau dalam hal penyanyi yang
mengetahui bahwa sang Direktur Operasi itu secara silap telah mengadakan
kontrak dengan penyanyi kesohor yang sama namanya.Kekeliruan atau kesilapan
sebagaimana yang dikemukakan diatas adalah kekeliruan terhadap orang yang
dimaksudkan dalam perjanjian. Jadi orang itu mengadakan perjanjian justru
karena ia mengira bahwa penyanyi tersebut adalah orang yang dimaksudkannya.

Syarat kedua untuk sahnya suatu perjanjian adalah, kecakapan para pihak.
Untuk hal ini dikemukakan Pasal 1329 KUH Perdata, dimana kecakapan itu dapat
kita bedakan :
1. Secara umum dinyatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian
secara sah

2. Secara khusus dinyatakan bahwa seseorang dinayatakan tidak cakap


untuk

17
mengadakan perjanjian tertentu, misalnya Pasal 1601 KUH Perdata yang
menyatakan batalnya suatu perjanjian perburuhan apabila diadakan antara
suami isteri.

Sedangkan perihal ketidak cakapan pada umumnya itu disebutkan


bahwa orang-orang yang tidak cakap sebagaimana yang diuraikan oleh Pasal
1330 KUH Perdata ada tiga, yaitu :
1. Anak-anak atau orang yang belum dewasa
2. Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampunan
3. Wanita yang bersuami

Walau demikian, melihat kemajuan zaman dimana kaum wanita telah


berjuang membela haknya yang dikenal dengan emansipasi, kiranya sudah
tepatlah kebijaksanaan Mahkamah Agung yang dengan Surat Edarannya No.3
Tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963 telah menganggap Pasal 108 dan Pasal
110 KUH Perdata tentang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan
hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau
bantuan dari suaminya sudah tidak berlaku lagi.

Dalam halnya perjanjian-perjanjian yang dibuat mereka yang tergolong


tidak cakap ini, pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan oleh mereka
yang dianggap tidak cakap itu sendiri, sebab undang-undang beranggapan
bahwa perjanjian ini dibatalkan secara sepihak, yaitu oleh pihak yang tidak
cakap itu sendiri, akan tetapi apabila pihak yang tidak cakap itu mengadakan
bahwa perjanjian itu berlaku penuh baginya, akan konskwensinya adalah
segala akibat dari perjanjian yang dilakukan oleh mereka yang tidak cakap
dalam arti tidak berhak atau tidak berkuasa adalah bahwa pembatalannya
hanya dapat dimintakan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Pembatalan terhadap orang-orang tertentu dalam hal kecakapan


membuat suatu perjanjian sebagaimana dikemukakan Pasal 1330 KUH Perdata
tersebut, kiranya dapat diingat bahwa sifat dari peraturan hukum sendiri pada
hakekatnya selalu mengejar dua tujuan yaitu rasa keadilan di satu pihak dan
ketertiban hukum dalam masyarakat di pihak lain.

Pembatasan termaksud di atas itu kiranya sesuai apabila dipandang dari


sudut tujuan hukum dalam masyarakat, yaitu mengejar ketertiban hukum

18
dalam masyarakat, dimana seseorang yang membuat perjanjian itu pada
dasarnya berarti juga mempertaruhkan harta kekayaannya. Sehingga logis
apabila orang-orang yang dapat berbuat itu adalah harus orang-orang yang
sungguh-sungguh berhak berbuat bebas terhadap harta kekayaannya itu

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sekian pembahasan singkat mengenai definisi dari hukum kontrak. Pembahasan
kali ini tidak hanya membahas definisi dari hukum kontrak saja namun juga
membahas lebih jauh bagaimana syarat sah dalam sebuah kontrak, asas

19
hukumnya, cara penerapannya, format kontrak, dan solusi apabila sebuah kontrak
mengalami wanprestasi atau cidera dalam kontrak.
Memahami pengertian dari hukum kontrak memberikan kita pengetahuan
tambahan mengenai berbagai hukum yang berlaku dalam sebuah kontrak dan
bagaimana prosedur sebuah kontrak beserta syarat sah dan asas hukum yang
berlaku dalam membuat sebuah kontrak oleh seorang pekerja atau pelaku bisnis
dalam menyepakati sebuah kontrak yang dilakukan antara kedua belah pihak agar
terjalin kesepakatan bersama.

3.2. Saran
Saran kami kepada pembaca supaya makalah ini dapat bermanfaat, dan
kami membutuhkan saran serta kritikan yang membangun dari para pembaca
mengenai makalah kami karena mengingat bahwa makalah kami belum sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-hukum-kontrak/
https://repositori.uma.ac.id/bitstream

20

Anda mungkin juga menyukai