Anda di halaman 1dari 11

PAPER MATA KULIAH HUKUM INTERNASIONAL

“Analisis Perjanjian Internasional Sebagai Salah Satu


Sumber Hukum Internasional”
Dosen Pengampu : Ardiansyah, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH

RAMANDIKA
MOHAMMAD USMAN
2240501216

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
2023
ABSTRAK

Istilah ‘perjanjian internasional’ merupakan padanan dari istilah ‘traktat’ yang telah lazim
digunakan di Indonesia. Istilah ini merepresentasikan beragam bentuk instrumen internasional
yang digunakan oleh masyarakat internasional dalam membentuk kaidah internasional, di
antaranya traktat (treaty), konvensi (convention), persetujuan (agreement/arrangement), kovenan
(covenant), piagam (charter), statuta (statute), akta (act), deklarasi (declaration), concord,
pertukaran nota (exchange of notes), pertukaran surat (exchange of letters), nota kesepahaman
(memorandum of understanding), pakta (pact), protokol (protocol), process verbal, final act,
modus vivendi, agreed minutes,). Keberadaan perjanjian internasional amat erat kaitannya
dengan hukum internasional publik, khususnya sebagai salah satu sumber hukum internasional.
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa ruang lingkup perjanjian internasional adalah
kesepakatan internasional yang dibentuk oleh subyek-subyek hukum internasional yang
memiliki kapasitas untuk membuat perjanjian internasional di bidang publik, bukan privat.
Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional ‘utama’ yang dikenal
di dalam Article 38 (1) of the Statute of the International Court of Justice selain kebiasaan
internasional dan prinsip-prinsip hukum umum.
Tujuan penulisan paper makalah ini selain sebagai pemenuhan nilai tugas juga memiliki
tujuan untuk, memahami kerja sama antar bangsa, memahami bagaimana negara-negara bekerja
sama dan berkomunikasi dalam lingkup internasional melalui perjanjan,dan memahami konsep
dasar hukum internasional yang mengatur hubungan antarbangsa dan implikasinya dalam
tingkah laku negara-negara, serta mempersiapkan diri untuk memahami dinamika hubungan
internasional, diplomasi, dan hukum internasional dalam beberapa konsep.
Metode yang digunakan dalam penulisan paper karya ilmiah ini ialah menggunakan studi
pustaka atau bisa disebut juga dengan metode literatur, dimana sumber-sumber atau bahan
materi yang diambil berasal dari pencarian data-data dari berbagai sumber yang relevan seperti
artikel, jurnal, maupun media lainnya, selain itu pengambilan judul dari paper makalah ini
berdasarkan poin tugas yang diberikan.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perjanjian Internasional sebenarnya telah telah ada sejak ribuan tahun lalu yang dibuktikan
dengan penemuan prasasti berisi perjanjian perbatasan wilayah yang dilakukan oleh penguasa
Umma dan Lagash di Sumeria kuno pada kisaran tahun 2100 SM. Menyusul kemudian
perjanjian Kadesh yang disepakati oleh Raja Het Hattusilli III dan Raja Firaun Ramses II
sebagai bentuk penyalesaian perang antara keduanya. Perjanjian Internasional pada masa
peradaban kuno masih mencakup tentang budaya dan wilayah geografis saja dan belum ada
konsep organisasi dan hukum internasional seperti yang ada pada masa modern.
Seiring waktu, hubungan antar negara terus mengalami perkembangan-perkembangan dan pada
tahun 1625, Hugo Grotius, seorang pakar hukum Amerika menjelaskan tentang teori traktat
yang diatur berdasarkan keadilan, namun pada masa itu perjanjian Internasional yang berlaku
belum menerapkan aturan dasar yang harus dipatuhi semua negara. Pembahasan tentang traktat
semakin gencar dilakukan pasca perang dunia I secara tertulis hingga ribuan perjanjian yang
didaftarkan ke sekretariat Liga Bangsa-Bangsa. Lagi-lagi di masa ini perjanjian internasional
belum sempurna karena masih terdapat penjelasan yang masih rumpang dan belum memberikan
sumbangsih yang berarti kepada perkembangan hukum Internasional.
Pada tahun 1969, diadakan lah konvensi Wina yang membahas rancangan perjanjian
Internasional yang dilakukan oleh badan khusus yang dibentuk oleh PBB yaitu Komisi Hukum
Internasional. Setelah penetapan hasil rumusan konvensi Wina 1969 ini lah perjanjian
Internasional kemudian menemui titik terang dan akhirnya diberlakukan hingga sekarang.

Hukum internasional pada umumnya diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan subjek-
subjek hukum lainya dalam kehidupan masyarakat internasional.1 Negara- negara mematuhi
hukum internasional demi menjaga dan mengatur hubungannya dengan negara lain dan juga
demi melindungi kepentingannya sendiri. Negara bukan saja sebagai subjek tapi juga sebagai
pemeran utama dalam membuat hukum internasional, baik dalam partisipasinya dalam
hubungan internasional, dalam perjanjian yang dibuatnya dengan negara lain, atau keterikatanya
dalam putusan dan resolusi dari organisasi internasional. Dengan demikian, hukum internasional
dapat dirumuskan sebagai suatu kaidah atau norma-norma yang mengatur hak dan kewajiban
para subjek hukum internasional yaitu negara, lembaga dan organisasi internasional, serta
individu dalam hal-hal tertentu .
PEMBAHASAN
Pengertian Perjanjian Internasional

Secara umum Perjanjian Internasional merupakan hubungan kesepakatan yang dilakukan oleh
negara-negara di dunia, atau lembaga Internasional lainnya yang diresmikan secara hukum
Internasional dan wajib dipatuhi pihak yang terlibat sesuai dengan isi yang telah disepakati.
Menurut Para Ahli
1. Oppenheimer – Lauterpacht
Perjanjian Internasional merupakan suatu persetujuan antar negara yang mana diantara pihak-
pihak yang mengadakan akan menimbulkan hak dan kewajiban.
2. B. Schwarzenberger
Schwarzenberger mengemukakan bahwa perjanjian Internasional merupakan persetujuan yang
menimbulkan kewajiban-kewajiban dalam hukum Internasional yang mengikat dan terjadi
antara subjek hukum Internasional yaitu negara-negara atau lembaga-lembaga Internasional.
Perjanjian tersebut bisa berupa hubungan bilateral maupun multilateral.
3. Dr. Muchtar Kusumaatmadja, S.H, LLM
Mukhtar menyatakan bahwa perjanjian Internasional merupakan perjanjian yang memiliki
tujuan untuk menciptakan akibat-akibat tertentu yang dilakukan antar bangsa.
Menurut UU Dan Konvensi
1. Konvensi Wina 1969
Perjanjian Internasional berdasarkan konferensi Wina tahun 1969 merupakan perjanjian yang
bertujuan untuk mengadakan akibat hukum tertentu yang dilakukan oleh dua negara atau lebih.
2. Konvensi Wina 1986
Konvensi Wina tahun 1986 menjelaskan bahwa perjanjian Internasional merupakan persetujuan
Internasional yang dalam hukum Internasional diatur dan ditandatangai secara tertulis oleh antar
negara atau lebih, antar organisasi Internasional, atau antar satu atau lebih organisasi
Internasional.
3. UU No 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri
Perjanjian yang memiliki sebutan atau bentuk apapun dan diatur dalam hukum Internasional dan
secara tertulis dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain baik satu atau
lebih, organisasi Internasional, atau subjek hukum Internasional lainnya, yang dapat
menimbulkan kewajiban dan hak yang bersifat hukum publik terhadap pemerintah Republik
Indonesia.
4. UU No 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional
Merupakan perjanjian yang diatur dalam hukum Internasional baik dalam bentuk dan nama
apapun yang dibuat secara tertulis dan menimbulkan kewajiban dan hak di bidang hukum
publik.

Jenis Jenis Perjanjian Internasional


Perjanjian Internasional memiliki jenis yang sangat banyak yang disesuaikan dengan beberapa
hal, lebih jelasnya mari kita bahas perjanjian Internasional yang telah diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Berdasarkan Isinya
Berdasarkan isinya, perjanjian Internasional dibagi lagi menjadi beberapa yaitu :
a. Perjanjian yang berisi tentang ekonomi
b. Perjanjian yang berisi tentang politik
c. Perjanjian yang berisi tentang kesehatan
d. Perjanjian yang berisi tentang batas wilayah
e. Perjanjian yang berisi tentang hukum
Contoh perjanjian Internasional berdasarkan isinya adalah SEATO, ANZUS, NATO, IMF,
IBRD, dan CGI.
2. Berdasarkan Proses/Tahapan Pembuatannya
Proses atau tahapan pembuatan perjanjian Internasional dibagi menjadi dua jenis yaitu bersifat
penting dan bersifat sederhana. Perjanjian yang bersifat penting akan melalui tahapan yang lebih
panjang dibanding perjanjian sederhana, yaitu proses perundingan, proses penandatanganan, dan
proses ratifikasi. Sedangkan perjanjian yang bersifat sederhana hanya melalui dua tahapan yaitu
perundingan dan penandatanganan.
Contoh jenis perjanjian Internasional berdasarkan tahapan pembuatannya adalah perjanjian
masalah wabah AIDS yang mencakup penanggulangan dan karantina, serta perjanjian masalah
batas negara, baik laut maupun teritorial lautan.
3. Berdasarkan Subjeknya
Perjanjian Internasional juga diklasifikasikan berdasarkan subjek atau pihak yang melakukan
perjanjian, di antaranya adalah:
a. Perjanjian yang dilakukan antara satu negara dengan negara lain baik satu maupun lebih, di
mana negara tersebut merupakan subjek hukum internasional.
b. Perjanjian yang dilakukan oleh suatu negara dengan subjek hukum Internasional yang dapat
berupa organisasi Internasional dll.
c. Perjanjian yang dilakukan oleh satu subjek hukum Internasional dengan yang lainnya kecuali
negara, dapat berupa antar organisasi Internasional.
Contoh perjanjian Internasional berdasarkan subjeknya adalah kerjasama antara MEE dengan
ASEAN.
4. Berdasarkan Pihak Yang Terlibat
Perjanjian Internasional berdasarkan pihak yang terlibat dibagi menjadi dua yaitu bilateral dan
multilateral dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Perjanjian bilateral yaitu perjanjian yang melibatkan dua pihak atau dua negara yang sifatnya
khusus yaitu berisi hal yang hanya menyangkut kepentingan kedua pihak yang terlibat.
Perjanjian bilateral merupakan perjanjian yang bersifat tertutup, karena selain pihak yang
bersangkutan, pihak lain atau pihak ketiga tidak akan dibiarkan ikut campur di dalamnya.
b. Perjanjian multilateral atau Law Making Treaties yaitu perjanjian yang melibatkan banyak
pihak dan bersifat terbuka karena mengatur hal-hal yang tidak hanya menyangkut pihak yang
terlibat saja tapi kepentingan umum sehingga memungkinkan pihak lain untuk ikut serta di
dalamnya.
Contoh perjanjian Internasional berdasarkan pihak yang terlibat adalah konvensi Wina 1961,
konvensi hukum laut 1958, konvensi Jenewa 1949, dan perjanjian antara Indonesia dan Filipina
yang berisi pemberantasan bajak laut.
5. Berdasarkan Fungsinya
Berdasarkan fungsinya, jenis perjanjian Internasional dibagi menjadi dua yaitu perjanjian yang
menimbulkan suatu hukum dan perjanjian khusus, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Perjanjian yang membentuk hukum ( Law making treaties ) yaitu perjanjian yang bersifat
multilateral karena perjanjian tersebut membentuk sebuah hukum dan meletakkan kaidah serta
ketentuan hukum untuk masyarakat Internasional.
b. Perjanjian khusus ( Treaty contract ) merupakan perjanjian yang bersifat khusus karena hanya
menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak yang terkait atau yang mengadakan perjanjian,
treaty contract biasanya berupa perjanjian bilateral antar negara.
Contoh perjanjian berdasarkan fungsinya adalah perjanjian antara Indonesia dengan Republik
Rakyat China tentang dwikewarganegaraan, dimana isi perjanjian tersebut hanya mengikat
antara kedua pihak.

2.3 Fungsi Perjanjian Internasional


Secara umum, fungsi perjanjian Internasional adalah untuk menjalin kerjasama yang
menghasilkan hak dan kewajiban bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya untuk mencapai
tujuan bersama. Sedangkan dalam konteks perjanjian multilateral fungsinya adalah membuat
ketentuan hukum yang berlaku bagi warga Internasional.
Fungsi dan manfaat perjanjian Internasional lainnya adalah untuk mempermudah komunikasi
dan transaksi antara satu negara dengan negara lain serta menjadi sarana untuk menjalankan
kerjasama Internasional secara damai dengan adanya sumber hukum Internasional.
2.4 Tahapan Tahapan Perjanjian Internasional
1. Perundingan, Adopsi, Otentikasi
Perundingan merupakan sebuah proses awal untuk melakukan sebuah perjanjian Internasional,
dimana negara atau pihak yang terlibat akan mengirimkan utusan baik satu atau beberapa orang
dengan surat kuasa penuh untuk mewakili dalam proses perundingan, adopsi naskah dan
otentikasi. Beberapa negara terkadang memberikan surat kuasa yang bersifat permanen kepada
perwakilan untuk mewakili menyampaikan kehendak negara tersebut dalam setiap perundingan
agar tidak selalu mengeluarkan surat kuasa setiap melakukan perjanjian. Namun ada delegasi
negara yang tidak membutuhkan surat kuasa dalam mewakili negaranya dalam perundingan
yaitu menteri luar negeri, kepala pemerintahan, dan kepala negara.
Setelah selesai melakukan proses perundingan, adopsi naskah akan dilakukan oleh negara yang
terlibat dalam perundingan kecuali jika pihak yang terlibat tersebut berkehendak lain sesuai
yang diatur dalam konvensi Wina 1969 pasal 9. Pasal tersebut juga menyebutkan bahwa
dibutuhkan dua per tiga persetujuan dari negara yang hadir untuk melakukan adopsi naskah
dalam suatu konferensi Internasional, kecuali negara-negara yang terlibat memutuskan kehendak
yang lain.
Prosedur selanjutnya yang juga diatur dalam konvensi Wina 1969 yaitu prosedur otentikasi
dokumen dimana negara-negara yang terlibat dalam perjanjian dapat menentukan prosedur
tersebut dengan cara masing-masing. Selain itu, konvensi Wina 1969 juga mengakui prosedur
otentikasi tradisional yang dilakukan dengan cara initialling yaitu dimana perwakilan setiap
negara yang menjadi perunding utama menuliskan inisial namanya di bawah setiap halaman
naskah perjanjian. Prosedur tradisional juga dapat melalui proses penandatanganan referendum
yang mana perjanjian akan dianggap sah setelah melewati proses penandatangan yang telah
dikonfirmasi.

2. Penandatanganan, Ratifikasi dan Aksesi


Dalam melakukan perjanjian, suatu negara atau subjek hukum Internasional harus menempuh
beberapa cara sebagai itikad bahwa mereka bersedia terikat dalam perjanjian, beberapa cara
yang dilakukan adalah penandatangan ( signature ), pengesahan (ratifikasi), penyetujuan
(approval) atau penerimaan (acceptance), aksesi dan beberapa cara lainnya dengan persetujuan
pihak yang terlibat. Biasanya, sebelum melakukan perjanjian Internasional, pihak-pihak yang
terlibat akan menentukan prosedur yang akan dilakukan dalam proses perjanjian.

3.Pengakhiran, Penangguhan, Dan Penarikan


Pengakhiran perjanjian (termination) merupakan istilah yang digunakan apabila salah satu pihak
dalam perjanjian bilateral memutuskan untuk mengakhiri keterlibatan dalam perjanjian,
sedangkan penarikan (withdrawal) digunakan dalam perjanjian multilateral yang mana salah
satu pihak tidak bersedia mengakhiri perjanjian.
Beberapa faktor yang menyebabkan suatu perjanjian berakhir, ditarik atau ditangguhkan adalah
adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam perjanjian, salah satu pihak
yang memutuskan perjanjian, tujuan perjanjian yang telah tercapai, dan lain sebagainya.
4. Suksesi Perjanjian
Suksesi perjanjian merupakan kondisi dimana suatu negara atau pihak yang terlibat dalam
perjanjian Internasional mengalami perubahan kedaulatan baik karena pembubaran negara
maupun pergantian pemerintahan. Dalam kasus tersebut negara yang baru terbentuk akan
mewarisi dan terikat dalam perjanjian yang telah melalui proses ratifikasi oleh negara
sebelumnya, namun dalam keadaan tertentu pewarisan perjanjian tersebut tidak harus
diberlakukan kepada negara baru yang bersangkutan.
5. Ketidakabsahan
Akibat hal-hal tertentu, perjanjian Internasional juga dapat mengalami ketidakabsahan, sebagai
contoh jika di dalam perjanjian tersebut terdapat kekeliruan atau salah satu pihak melakukan
kecurangan atau memaksa pihak lain dalam pembentukan perjanjian. Perjanjian yang dianggap
tidak absah karena hal-hal tersebut secara otomatis batal, terutama jika isi di dalamnya
melanggar norma atau hukum Internasional seperti yang disebutkan dalam konvensi Wina 1969
pasal 52 dan pasal 64.
6. Penyimpanan, Pendaftaran Dan Publikasi
Setelah semua proses perjanjian selesai dilakukan, hal terpenting selanjutnya adalah proses
penyimpanan dokumen perjanjian yang mana terdapat perbedaan antara perjanjian bilateral dan
perjanjian multilateral. Dalam perjanjian bilateral biasanya kedua pihak sama-sama menyimpan
dokumen asli yang telah ditandatangani, kecuali jika mereka sepakat untuk hanya membuat satu
dokumen yang disimpan oleh salah satu pihak atau meminta pihak ketiga untuk menyimpannya.
Sementara itu dalam perjanjian multilateral, salah satu pihak atau negara akan ditunjuk untuk
menyimpan dokumen perjanjian yang telah ditandatangani, selain itu pihak yang ditunjuk
terkadang juga merupakan staf administrasi dari organisasi yang mengadakan perjanjian atau
organisasi Internasional.
Dalam piagam PBB pasal 102 (1) dan konvensi Wina 1969 pasal 80 mewajibkan kepada negara
anggota untuk mendaftarkan perjanjian yang telah dilakukan kepada sekretariat PBB untuk
kemudian diterbitkan, hal tersebut bertujuan untuk meminimalisir adanya perjanjian terselubung
yang sering terjadi saat masa perang.
KESIMPULAN

Secara umum Perjanjian Internasional merupakan hubungan kesepakatan yang dilakukan oleh
negara-negara di dunia, atau lembaga Internasional lainnya yang diresmikan secara hukum
Internasional dan wajib dipatuhi pihak yang terlibat sesuai dengan isi yang telah
disepakati.Konvensi Wina 1986 Konvensi Wina tahun 1986 menjelaskan bahwa perjanjian
Internasional merupakan persetujuan Internasional yang dalam hukum Internasional diatur dan
ditandatangai secara tertulis oleh antar negara atau lebih, antar organisasi Internasional, atau
antar satu atau lebih organisasi Internasional.UU No 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar
Negeri Perjanjian yang memiliki sebutan atau bentuk apapun dan diatur dalam hukum
Internasional dan secara tertulis dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain
baik satu atau lebih, organisasi Internasional, atau subjek hukum Internasional lainnya, yang
dapat menimbulkan kewajiban dan hak yang bersifat hukum publik terhadap pemerintah
Republik Indonesia.

Berdasarkan Isinya Berdasarkan isinya, perjanjian Internasional dibagi lagi menjadi beberapa
yaitu : a. Perjanjian yang berisi tentang ekonomi b. Perjanjian yang berisi tentang politik c.
Perjanjian yang berisi tentang kesehatan d. Perjanjian yang berisi tentang batas wilayah e.
Perjanjian yang berisi tentang hukum Contoh perjanjian Internasional berdasarkan isinya adalah
SEATO, ANZUS, NATO, IMF, IBRD, dan CGI.

Berdasarkan Subjeknya Perjanjian Internasional juga diklasifikasikan berdasarkan subjek atau


pihak yang melakukan perjanjian, di antaranya adalah: a. Perjanjian yang dilakukan antara satu
negara dengan negara lain baik satu maupun lebih, di mana negara tersebut merupakan subjek
hukum internasional.

Berdasarkan Pihak Yang Terlibat Perjanjian Internasional berdasarkan pihak yang terlibat dibagi
menjadi dua yaitu bilateral dan multilateral dengan penjelasan sebagai berikut: a. Perjanjian
bilateral yaitu perjanjian yang melibatkan dua pihak atau dua negara yang sifatnya khusus yaitu
berisi hal yang hanya menyangkut kepentingan kedua pihak yang terlibat.

Berdasarkan Fungsinya Berdasarkan fungsinya, jenis perjanjian Internasional dibagi menjadi


dua yaitu perjanjian yang menimbulkan suatu hukum dan perjanjian khusus, dengan penjelasan
sebagai berikut:
a. Perjanjian yang membentuk hukum ( Law making treaties ) yaitu perjanjian yang bersifat
multilateral karena perjanjian tersebut membentuk sebuah hukum dan meletakkan kaidah serta
ketentuan hukum untuk masyarakat Internasional.

b. Perjanjian khusus ( Treaty contract ) merupakan perjanjian yang bersifat khusus karena hanya
menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak yang terkait atau yang mengadakan perjanjian,
treaty contract biasanya berupa perjanjian bilateral antar negara.

Penandatanganan, Ratifikasi dan Aksesi Dalam melakukan perjanjian, suatu negara atau subjek
hukum Internasional harus menempuh beberapa cara sebagai itikad bahwa mereka bersedia
terikat dalam perjanjian, beberapa cara yang dilakukan adalah penandatangan ( signature ),
pengesahan (ratifikasi), penyetujuan (approval) atau penerimaan (acceptance), aksesi dan
beberapa cara lainnya dengan persetujuan pihak yang terlibat.

Pengakhiran, Penangguhan, Dan Penarikan Pengakhiran perjanjian (termination) merupakan


istilah yang digunakan apabila salah satu pihak dalam perjanjian bilateral memutuskan untuk
mengakhiri keterlibatan dalam perjanjian, sedangkan penarikan (withdrawal) digunakan dalam
perjanjian multilateral yang mana salah satu pihak tidak bersedia mengakhiri perjanjian.

Beberapa faktor yang menyebabkan suatu perjanjian berakhir, ditarik atau ditangguhkan adalah
adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam perjanjian, salah satu pihak
yang memutuskan perjanjian, tujuan perjanjian yang telah tercapai, dan lain sebagainya.

Sementara itu dalam perjanjian multilateral, salah satu pihak atau negara akan ditunjuk untuk
menyimpan dokumen perjanjian yang telah ditandatangani, selain itu pihak yang ditunjuk
terkadang juga merupakan staf administrasi dari organisasi yang mengadakan perjanjian atau
organisasi Internasional.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai