Anda di halaman 1dari 9

Tugas 2 .

Hak asasi manusia


Nama : Yulia agustina
Nim : 857311301

1. Jelaskan makna kedaulatan !

Jawaban :

Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang dimiliki atas seluruh wilayah


yang ada dalam suatu negara. Kedaulatan merupakan kekuasaan penuh
untuk mengatur segala hal yang ada dalam wilayah negara tanpa campur
tangan negara lain.
Kedaulatan sebagai konsep yang menunjuk pada kekuasaan utama dan
tertinggi untuk memutuskan dapat dianalisis dan dikualifikasikan
berdasarkan perspektif/sudut pandang unsur-unsur yang berhadapan
(diametral), yaitu kedaulatan hukum atau kedaulatan politik; kedaulatan
internal atau Eksternal; kedaulatan yang tunggal atau kedaulatan yang
dapat dibagi; kedaulatan Pemerintah atau rakyat.
Makna KEDAULATAN bisa dilihat dari akar katanya yakni DAULAT yang yang
bermakna Kekuasaan atau Pemerintahan. Daulat sendiri berasal dari Bahasa
Arab. Secara istilah, makna Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam
sebuah Negara. Kedaulatan juga bisa dimaknai sebagai kekuasan yang
letaknya tidak di bawah kekuasaan tertentu. Pada entitas Negara,
Kedaulatan dimaknai sebagai kekuasaan tertinggi yang dipergunakan dalam
mengatur wilayah serta penduduk suatu Negara tanpa adanya campur
tangan Negara atau pihak dengan kekuasaan mana pun lainnya.

2. Dalam konteks perlindungan Hak Asasi Manusia internasional, kedaulatan


berkaitan dengan 4 pandangan, sebut dan jelaskan !

Jawaban :

UNIVERSAL ABSOLUT : Pandangan universal absolut adalah pandangan


bahwa perlindungan HAM bersifat mutlak dan universal.
UNIVERSAL RELATIF : Pandangan universal relatif adalah pandangan bahwa
perlindungan HAM memang bersifat universal namun masih mengakui
pengecualian berdasarkan asas-asas hukum internasional.

PARTIKULAR ABSOLUT : Pandangan partikularistik absolut adalah


pandangan dimana persoalan HAM dalam pelaksanaanya sepenuhnya
bergantung pemimpin negara yang bersangkutan.

PARTIKULAR RELATIF : Pandangan partikularistik relatif adalah pandangan


dimana HAM dipandang secara universal namun dalam penerapannya
masih memperhatikan nilai kultur dan budaya.

3. Perjanjian sebagai sumber hukum internasional dapat diklasifikasikan


Sekurang-kurangnya berdasarkan 4 kategori, sebut dan jelaskan masing-
masing dengan singkat !

Jawaban :
- Menurut isinya perjanjian internasional dapat dibagi menjadi beberapa
macam, antara lain yaitu:
Segi politis seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian, misalnya
NATO, ANZUS dan SEATO.
Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan keuangan, misalnya APEC,
CGI, IMF. IBRD dan sebagainya.
Segi hukum seperti status kewarganegaraan “Indonesia-China”.
Segi batas teritorial seperti laut teritorial, batas alam daratan dan
sebagainya.
Segi kesehatan seperti masalah karantina, penanggulangan wabah
penyakit dan sebagainya.

- Menurut fungsinya perjanjian internasional dibagi menjadi 2 macam


yaitu:
Law making treaties “perjanjian yang membentuk hukum” yaitu suatu
perjanjian yang melatakan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah
hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan “multirateral”.
Perjanjian ini bersifat terbuka bagi pihak ketiga. Contohnya, konvensi
wina 1958 tentang hubungan diplomatik.
Treaty contract “perjanjian yang bersofat khusus” yaitu perjanjian yang
menimbulkan kewajiban bagi negara yang mengadakan perjanjian saja
“perjanjian bilateral”, contohnya perjanjian Dwi Kewarganegaraan Ri-
China tahun 1995.
- Berdasarkan sumber dan jumlah peserta
Menurut sumbernya, dalam sebuah perjanjian internasional sendiri
dapar dibagi menjadi beberapa macam antara lain yaitu:

a. Perjanjian antar negara yang dilakukan oleh banyak negara yang


merupakan suatu objek hukum internasional.
b. Perjanjian antar negara dengan subjek internasional lainnya.
c. Perjanjian antar subjek hukum internasional selain negara.
Perjanjian internasional menurut jumlah pihak yang mengadakan
perjanjian terdiri dari perjanjian bilateral dan multirateral.

a. Perjanjian bilateral artinya perjanjian antara dua negara.


b. Perjanjian multirateral artinya perjanjian yang melibatkan banyak
negara.
- Menurut sifat pelaksanaannya Dan proses pembentukannya

Menurut sifat pelaksanaannyaperjanjian internasional dapat dibagi


menjadi dua macam yaitu:

a. Perjanjian yang menentukan “dispositive treaties” yaitu perjanjian


yang maksud dan tujuannya dianggap sudah tercapai sesuai isi
perjanjian itu.
b. Perjanjian yang dilaksanakan “executory treaties” yaitu perjanjian
yang pelaksanaannya tidak sekali, melainkan dilanjutkan secara terus
menerus selama jangka waktu perjanjian berlaku.
Menurut proses pembentukannya perjanjian internasional dapat dibagi
menjadi dua macam yaitu:
a. Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses
perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi serta
b. Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap yaitu
perundingan dan penandatanganan.
4. Jelaskan proses pembentukan perjanjian internasional dengan singkat !

Jawaban :

Proses pembentukan Perjanjian Internasional, menempuh berbagai


tahapan dalam pembentukan perjanjian internasional, sebagai berikut:
Penjajakan: merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang
berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian
internasional.
- Perundingan: merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan
masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian
internasional.
- Perumusan Naskah: merupakan tahap merumuskan rancangan suatu
perjanjian internasional.
- Penerimaan: merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah
dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan
bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut
“Penerimaan” yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan inisial
atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi
masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan
(acceptance/approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu
negara pihak atas perubahan perjanjian internasional.
- Penandatanganan : merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral
untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah
disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral,
penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan
diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian internasional
dapat dilakukan melalui pengesahan
(ratification/accession/acceptance/approval).

5. Mengapa instrumen-instrumen hak asasi manusia mengikat negara-


negara di Dunia, jelaskan !

Jawaban :

Instrumen HAM adalah alat yang digunakan untuk melindungi dan


menegakan HAM. Negara mempunyai peranan penting dalam membentuk
sistem hukum tersebut melalui kebiasaan, perjanjian internasional, atau
bentuk lainnya seperti deklarasi maupun petunjuk teknis. Kemudian negara
menyatakan persetujuannya dan terikat pada hukum internasional
tersebut. Dalam HAM, yang dilindungi dapat berupa individu, kelompok
atau harta benda. Negara atau pejabat negara sebagai bagian dari negara
mempunyai kewajiban dalam lingkup internasional untuk melindungi warga
negara beserta harta bendanya. Dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB), komitmen untuk memenuhi, melindungi HAM serta menghormati
kebebasan pokok manusia Secara universal ditegaskan secara berulang-
ulang, diantaranya dalam Pasal 1 (3) :
”Untuk memajukan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-
masalah internasional dibidang ekonomi, sosial, budaya, dan kemanusiaan,
dan menggalakan serta meningkatkan penghormatan bagi hak ssasi
manusia dan kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa pembedaan
ras, jenis kelamin, bahasa atau agama ...”
Komitmen ini kemudian ditindaklanjuti oleh PBB melalui pembentukan
instrumen-instrumen yang mengatur tentang HAM. Instrumen-instrumen
tersebut adalah sebagai berikut:
 Instrumen Hukum yang Mengikat
· Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human
Rights)
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) merupakan langkah
besar yang diambil oleh masyarakat internasional pada tahun 1948.
Norma-norma yang terdapat dalam DUHAM merupakan norma
internasional yang disepakati dan diterima oleh negara-negara di dunia
melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa. DUHAM merupakan kerangka
tujuan HAM yang dirancang dalam bentuk umum dan merupakan
sumber utama pembentukan dua instrumen HAM, yaitu: Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional
tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Hak-hak yang terdapat dalam
DUHAM merupakan realisasi dari hak-hak dasar yang terdapat dalam
Piagam PBB, misalnya (yang terkait dengan penegakan hukum) Pasal 3,
5, 9, 10 dan 11. Pasal-pasal tersebut secara berturut-turut menetapkan
hak untuk hidup; hak atas kebebasan dan keamanan diri; pelarangan
penyiksaan-perlakuan-penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi,
dan merendahkan martabat manusia; pelarangan penangkapan
sewenang-wenang; hak atas keadilan; hak atas praduga tak bersalah
sampai terbukti bersalah; serta pelarangan hukuman berlaku surut.
Secara keseluruhan, DUHAM merupakan pedoman bagi penegak hukum
dalam melakukan pekerjaannya.

Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International


Covenant on Civil and Political Rights)

Hak-hak dalam DUHAM diatur secara lebih jelas dan rinci dalam Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang mulai berlaku secara
internasional sejak Maret 1976. Konvenan ini mengatur mengenai:

– Hak hidup;

– Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara kejam,


tidak manusiawi atau direndahkan martabat;
– Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi
– Hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar
ketidakmampuan memenuhi kewajiban kontrapribadi
– Hak atas persamaan kedudukan di depan pengadilan dan badan
peradilan; dan
– Hak untuk tidak dihukum dengan hukuman yang berlaku surut
dalam penerapan hukum pidana.

Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya


(International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights)
Kovenan ini mulai berlaku pada Januari 1976. Indonesia melalui
UU No. 11 tahun 2005 mengesahkannya. Alasan perlunya
mempertimbangkan hak-hak dalam Kovenan ini adalah[2]:
– Hukum berlaku tidak pada keadaan vakum. Aparat penegak
hukum dalam melaksanakan tugasnya tidak lepas dari masalah
ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.
– Asumsi bahwa hak ekonomi dan hak sosial tidak penting
diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari adalah tidak benar, karena
dalam hak ekonomi terdapat prinsip non-diskriminasi dan
perlindungan terhadap penghilangan paksa.
– Hak-hak yang dilindungi oleh dua Kovenan diakui secara universal
sebagai sesuatu yang saling terkait satu sama lain.
Seperti halnya Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik, Kovenan ini
dalam pelaksanaannya juga diawasi oleh suatu Komite (Komite
tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).

Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of


the Crime of Genocide)

Kovensi ini mulai berlaku pada Januari 1951. Indonesia melalui UU No.
26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM menetapkan genosida sebagai
salah satu pelanggaran HAM berat. Konvensi ini menetapkan Genosida
sebagai kejahatan internasional dan menetapkan perlunya kerjasama
internasional untuk mencegah dan menghapuskan kejahatan genosida.

Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and


Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain


yang Kejam, Tidak Manusia dan Merendahkan Martabat Manusia
(Kovensi Menentang Penyiksaan) mulai berlaku sejak Januari 1987.
Indonesia mesahkan Konvensi ini melalui UU No. 5 tahun 1998. Kovensi
ini mengatur lebih lanjut mengenai apa yang terdapat dalam Kovenan
tentang Hak Sipil dan Politik. Konvensi ini mewajibkan negara untuk
mengambil langkah-langkah legislatif, administrasi, hukum, atau
langkah-langkah efektif lainnya guna: 1) mencegah tindak penyiksaan,
pengusiran, pengembalian (refouler), atau pengekstradisian seseorang
ke negara lain apabila terdapat alasan yang cukup kuat untuk menduga
bahwa orang tersebut akan berada dalam keadaan bahaya (karena
menjadi sasaran penyiksaan), 2) menjamin agar setiap orang yang
menyatakan bahwa dirinya telah disiksa dalam suatu wilayah
kewenangan hukum mempunyai hak untuk mengadu, memastikan agar
kasusnya diperiksa dengan segera oleh pihak-pihak yang berwenang
secara tidak memihak, 3) menjamin bahwa orang yang mengadu dan
saksi-saksinya dilindungi dari segala perlakuan buruk atau intimidasi
sebagai akibat dari pengaduan atau kesaksian yang mereka berikan, 4)
menjamin korban memperoleh ganti rugi serta (hak untuk
mendapatkan) kompensasi yang adil dan layak. Konvensi ini dalam
pelaksanaannya diawasi oleh Komite Menentang Penyiksaan (CAT), yang
dibentuk berdasarkan aturan yang terdapat didalamnya.
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial
(International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination)
Terdapat larangan terhadap segala bentuk diskriminasi rasial dalam
bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu, Konvensi ini juga
menjamin hak setiap orang untuk diperlakukan sama di depan hukum
tanpa membedakan ras, warna kulit, asal usul dan suku bangsa.
Konvensi ini juga membentuk Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial,
yang mengawasi pelaksanaannya.
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination against Women)
Sejak pemberlakuannya, konvensi ini telah menjadi instrumen
internasional yang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan sipil. Konvensi ini
mensyaratkan agar negara melakukan segala cara yang tepat dan tanpa
ditunda-tunda untuk menjalankan suatu kebijakan yang menghapus
diskriminasi terhadap perempuan serta memberikan kesempatan
kepada mereka untuk mendapatkan HAM dan kebebasan dasar
berdasarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam
pelaksanaannya, Konvensi ini juga mengatur mengenai pembentukan
Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).

Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)


Dalam Konvensi ini negara harus menghormati dan menjamin hak bagi
setiap anak tanpa diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, pendapat politik atau pendapat lainnya, kewarganegaraan, asal
usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran atau status
lain. Negara juga harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk
memastikan bahwa anak dilindungi dari segala bentuk diskriminasi atau
hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang
disampaikan, atau kepercayaan orang tua anak, walinya yang sah, atau
anggota keluarganya. Konvensi ini juga membentuk Komite Hak Anak
(CRC) untuk mengawasi pelaksanaan isi Konvensi.

Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention relating to the


Status of Refugees )

Anda mungkin juga menyukai