Anda di halaman 1dari 7

PERTEMUAN 8

PRAKTIK PEMBUATAN DAN RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari dan menyelesaikan pertemuan ke-8, mahasiswa mampu


mendiskripsikan proses ratifikasi perjanjian internasional

B. URAIAN MATERI

1. Perjanjian Internasional

Pada mulanya, perjanjian internasional didefinisikan sebagai perjanjian yang


diadakan antar negara dan bertujuan menimbulkan akibat hukum tertentu. Namun
dalam perkembangannya, perjanjian international tidak terbatas hanya pada perjanjian
yang dibuat oleh negara sebagai subyek hukum internasional, melainkan juga negara
dengan organisasi internasional, misalnya Perjanjian antara Amerika Serikat dengan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang tempat kedudukan tetap PBB di New
York, dan perjanjian antar organisasi internasional.1 Termasuk kedalam kategori
perjanjian internasional adalah perjanjian antara negara dengan Tahta Suci, sebagai
subyek hukum internasional yang diakui negara-negara. Perjanjian perdata, seperti
perjanjian antar serikat dagang, misalnya perjanjian antara East India Company dan
Verenigde Oost Indische Compagnie dengan para raja nusantara di masa lampau;
perjanjian antara negara dengan orang perorangan (natural person) atau perjanjian
antara negara dengan badan hukum (legal person), misalnya kontrak antara negara
dengan maskapai minyak; dan perjanjian antara orang dengan orang atau badan
hukum atau antar badan hukum antar negara; tidak dapat dikategorikan sebagai

1
Georg Schwarzenberger mendefinisikan treaties sebagai agreements between subjects of international law
creating bidning obligations in international law. Namun demikian, mereka tidak sepenuhnya terikat oleh perjanjian
internasional. Dalam hal terjadi kekosongan materi perjanjian atau kebiasan hukum internasional, mereka bebas
membetuk ketentuan yang berlaku diantara mereka untuk mengatur hubungan diantara mereka. Georg
Schwarzenberger, 1967, A Manual of International Law, Stevens & Sons Limited, London, hal. 30
perjanjian internasional. Perjanjian internasional diklasifikasikan atas perjanjian yang
bersifat mengikat (hard law) dan yang bersifat tidak mengikat (soft law). Termasuk
kedalam kategori perjanjian yang bersifat mengikat antara lain: Treaty, Agreement,
Pact, dan Convention. Termasuk kedalam kategori bersifat tidak mengikat antara lain:
charter, declaration, dan resolution. Kedua jenis perjanjian ini dibedakan berdasarkan
materi dan sifat mengikatnya. Dari segi materi, kelompok yang pertama merupakan
perjanjian yang memuat materi yang bersifat memaksa, mengandung hak, kewajiban,
dan sanksi. Sedangkan kelompok yang kedua cenderung memuat prinsip-prinsip
hukum yang mengikatnya didasarkan pada kerelaan (voluntary based) negara-negara
yang menggunakannya. Perjanjian internasional juga diklasifikasikan berdasarkan
prektek pembentukannya. Berdasarkan praktek pembentukannya, perjanjian
internasional diklasifikasikan atas dua bentuk, yaitu: (1) perjanjian internasional yang
tahapan pembentukannya melalui tiga tahap, yaitu perundingan, penandatangan, dan
peratifikasian; dan (2) perjanjian internasional yang pembentukannya melalui dua
tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan. Jenis perjanjian yang pertama
digunakan untuk perjanjian-perjanjian yang bersifat penting, sehingga memerlukan
persetujuan dari badan-badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty
making power), seperti misalnya Dewan Perwakilan Rakyat. Perjanjian jenis yang
pertama ini juga memerlukan waktu pembentukan yang agak lama dibandingkan
dengan perjanjian jenis yang kedua. Sedangkan, perjanjian jenis yang kedua
merupakan perjanjian yang digunakan untuk perjanjian-perjanjian yang itdak begitu
penting dan memerlukan penyelesaian cepat, seperti perjanjian perdagangan
berjangka pendek. Profesor Mochtar Kusumaatmadja mengklasifikasikan perjanjian
jenis yang pertama sebagai perjanjian internasional atau traktat (treaty), sedangkan
perjanjian jenis yang kedua sebagai persetujuan (agreement).2 Perjanjian internasional
juga diklasifikasikan berdasarkan jumlah pihakpihak yang membuat perjanjian.
Berdasarkan pengklasifikasian ini, perjanjian internasional diklasifikasikan atas
perjanjian bilateral dan perjanjian multilateral. Perjanjian bilateral adalah perjanjian
yang dibuat oleh negara, sedangkan perjanjian multilateral adalah perjanjian yang
dibuat oleh lebih dari dua negara. Contoh perjanjian bilateral, misalnya Perjanjian

2
Mochtar Kusumaatmadja, 1978, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung, hal. 113
antara Republik Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok tentang Dwi
Kewarganegaraan (1954). Sedangkan contoh perjanjian multilateral adalah Konvensi
Jenewa tentang Perlindungan Korban Perang (1949). Pengklasifikasian lainnya, yang
sebetulnya lebih penting, adalah pengklasifikasian berdasarkan akibat hukum yang
ditimbulkan oleh perjanjian yang dibuat. Berdasarkan pengklasifikasian ini,
perjanjian internasional diklasifikasi atas: (1) perjanjian yang mempunyai sifat seperti
kontrak, sebagaimana kontrak di dalam hukum perdata, karena hanya mengikat para
pihak yang membuatnya. Perjanjian ini disebut TREATY CONTRACT
(traite-contract) dan LAW MAKING TREATIES (traite-lois). TREATY CONTRACT
adalah perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang membuatnya. Perjanjian ini hanya
menimbulkan hak dan kewajiban serta tanggungjawab diantara pihak-pihak yang
membuatnya. Misalnya, perjanjian tentang kewarganegaraan, perjanjian perdagangan,
perjanjian pemberantasan penyeludupan, dan perjanjian tentang batas-batas negara.
LAW MAKING TREATIES adalah perjanjian yang meletakkan kaedah-kaedah
hukum bagi masyarakat internasional sebagai suatu keseluruhan. Misalnya, Konvensi
tentang Hukum Laut, Konvensi Ruang Angkasa dan Bendabenda Langit lainnya,
Konvensi Ruang Udara, dan lain-lain. Disamping perbedaan dari segi akibat hukum
atau keberlakuan mengikatnya, kedua jenis perjanjian ini juga dibedakan berdasarkan
peserta yang ikut dalam pembentukan perjanjian tersebut. Pada Treaty Contract,
hanya pihak-pihak perjanjian yang terlibat dalam pembentukan perjanjian. Pihak
ketiga umumnya tidak diperkenankan iktu dalam prose pembentukan perjanjian.
Sedangkan, peserta dalam Law Making Treaty bersifat terbuka dan umumnya
melibatkan selbagian besar, jika bukan seluruh, negara.3 Professor Mochtar
Kusumaatmadja memandang pembedaan antara perjanjian yang memiliki sifat
sebagai Tretay Contract dan Law Making Treaty sebagai pembedaan yang kurang
tepat, karena baik Treaty Contract maupun Law Making Treaty sama-sama
merupakan perjanjian dengan sifat dan akibat hukum yang sama, yaitu mengikat para
pihak dan menimbulkan akibat hukum terhadap para pihak. Demikian juga dalam soal
kerberlakuannya. Sekalipun Law Making Treaty menyediakan kaedah hukum bagi
seluruh anggota masyarakat internasional, Treaty Contract secara tidak langsung juga

3
Mochtar Kusumaatmadja, ibid., hal. 114
menyediakan kaedah hukum bagi masyarakat internasional melalui proses hukum
kebiasaan. Negaranegara bukan anggota perjanjian Treaty Contract juga dapat
menyerap atau memberlakukan Treaty Contract melalui proses hukum kebiasaan.
Professor Mochtar juga menyebut Treaty Contract sebagai perjanjian yang bersifat
khusus dan Law Making Treaty sebagai perjanjian yang bersifat umum. Perjanjian
yang bersifat khusus merupakan perjanjian bilateral, sedangkan perjanjian yang
bersifat umum merupakan perjanjian multilateral.4

2. Ratifikasi & Pengesahan Perjanjian Internasional

Indonesia, sejak berlakunya UU No.24/2000 tentang Perjanjian Internasional,


suatu Ratifikasi atau Pengesahan Perjanjian Internasional HARUS dilakukan
dengan UU melalui badan DPR atau Keputusan Presiden melalui Presiden

Perjanjian yang Pengesahaannya WAJIB dengan UU:


a. Masalah politik, perdamaian, pertahanan dan keamanan negara
b. Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah NKRI
c. Kedaulatan atau hak berdaulat negara
d. HAM dan Lingkungan hidup
e. Pembentukan kaidah hukum baru
f. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri

3. Tahapan Ratifikasi

(1) Negara mengirimkan wakilnya, yang disebut Delegasi


(2) Delegasi tersebut dibedakan menjadi 2, yaitu
a. Full Power: Delegasi yang membutuhkan Kuasa Penuh dari Negara.

Definisi dari Full Power ini adalah Surat Resmi dari Negara yang
memberikan kuasa penuh kepada seseorang untuk mewakili negaranya
dalam menghadiri suatu Pertemuan Internasional.

4
Ibid, h. 114-115.
b. Tanpa Full Power: Delegasi yang tidak membutuhkan Kuasa penuh
dari negara, yaitu
o Presiden (Kepala Negara)
o Perdana Menteri (Kepala Pemerintahan)
o Menteri Luar Negeri
o Kepala Perwakilan Diplomatik (Dubes)
o Wakil Negara pada suatu Organisasi Internasional
(3) Para Delegasi melakukan Perundingan
(4) Para Delegasi membuat rancangan hingga Naskah Final Perjanjian
Internasional
(5) Terhadap Naskah Final Perjanjian Intl tersebut, para delegasi harus melakukan:
a. Penerimaan Naskah (Adoption of the Text)
b. Pengesahan Bunyi Naskah (Authentication of the Text)
o Tanda tangan
o Tanda tangan sementara (Tanda tangan ad referendum)
o Paraf (initial)

Pemberlakuan suatu Perjanjian Internasional – RATIFIKASI – Perjanjian


Internasional akan mengikat (Pengesahan) pada Negara (Consent to be Bound)
jika sudah dilakukan salah satu dari tahap-tahap berikut:

- RATIFIKASI (Yang biasa dipakai)

Ratifikasi ini hanya dapat dilakukan oleh badan2 tertentu yang disebut dengan
Treaty Making Power. Untuk Indonesia, seperti yang diatur dengan UU 24/2000,
Badan yang berwenang untuk mengesahkan (Ratifikasi) Perjanjian Internasional
adalah DPR (Legislatif) dan Presiden (Eksekutif)
- Aksessi (pernyataan turut serta dalam perjanjian)
- Acceptance
- Penandatanganan
- Pertukaran Surat/Naskah (Exchange of Documents)
Reservasi adalah suatu persyaratan yang diajukan suatu negara untuk turut
serta dalam suatu perjanjian internasional dengan mengajukan syarat untuk
tidak tunduk pada beberapa aturan/pasal yang berlaku dalam perjanjian
tersebut.

Reservasi diajukan pada waktu perjanjian ditandatangani, pada waktu


melakukan ratifikasi atau pada waktu menyatakan turut serta pada perjanjian
(Aksesi)

Reservasi TIDAK bisa diajukan pada sesuatu yang substansi dalam perjanjian
tersebut, karena sudah disetujui sebelumnya (dengan adoption dan authentication)

Terdapat 2 Teori untuk Reservasi ini, yaitu:


1) Reservasi dengan Kesepakatan Bulat (unaimity principle) Harus
disetujui oleh seluruh anggota
2) Reservasi dengan Kesepakatan Tidak Bulat / Pan America System
Tidak perlu mendapat persetujuan dari seluruh anggota. Bagi yang tidak setuju,
Reservasi yang diajukan akan tidak berlaku bagi yang menolaknya.

Penggolongan Perjanjian Internasional berdasarkan Tahap Pembentukannya:


1) Perjanjian melalui 2 Tahap (Perundingan dan Penandatanganan): berlaku
untuk perjanjian yang sederhana serta tidak terlalu penting dan
memerlukan penyelesaian yang cepat. Contohnya adalah perjanjian
perdagangan yang berjangka pendek.
2) Perjanjian melalui 3 Tahap (Perundingan, Penandatanganan, Ratifikasi):
berlaku untuk perjanjian yang dianggap penting, sehingga memerlukan
persetujuan dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian
(Treaty Making Power). Untuk Indonesia, yang termasuk Treaty Making
Power adalah DPR melalui UU dan Presiden melalui Keputusan Presiden
C. LATIHAN SOAL/ TUGAS

Soal
1. Sebut dan jelaskan proses tahapan ratifikasi perjanjian internasional!
2. Sebut dan jelaskan macam-macam pengklasifikasian perjanjian internasional!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan delegasi dengan full power dan delegasi
tanpa full power?
4. Sebutkan beberapa perjanjian yang pengesahannya harus menggunakan
undang-undang!

D. DAFTAR PUSTAKA

Georg Schwarzenberger, 1967, A Manual of International Law, Stevens & Sons


Limited, London. Villiger, Mark E., 1985, Customary International Law and Treaties,
Martinus Nijhoff, Dordrecht. United Nations, 1980, The Work of the International Law
Commission, Third Edition, New York.
Mochtar Kusumaatmadja, 1978, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta,
Bandung.

Artikel Jurnal American Bar Assocation Journal pada


https://books.google.co.id/books?id=WJe3L4RHY5AC&pg=PA243&lpg=PA
243&dq=anglo+norwegian+fisheries+case+journal&source=bl&ots=7NaUdY1c1&sig=L
V_uHXT1ZcSXVt-ZKA-
_ATl6O3Q&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=anglo%20norwegian
%20fisheries%20case%20journal&f=false
Instrumen Hukum Internasional Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (The
Charter of the United Nations).

Anda mungkin juga menyukai