1. Traktat (treaty)
Traktat (treaty) yaitu suatu perjanjian antara dua negara atau lebih untuk
mencapai hubungan hukum mengenai objek hukum (kepentingan) yang sama. Dalam
hal ini, masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang mengikat dan
mutlak, dan harus diratifikasi. Istilah traktat digunakan dalam perjanjian internasional
yang bersifat politis. Misalnya, Treaty Contract tentang penyelesaian masalah dwi
kewarganegaraan tahun 1955, antara pihak Indonesia-RRC. Dan pada tahun 1990
antara RI dengan Australia juga menandatangani suatu traktat tentang batas landas
kontinen dan eksplorasi di celah Timor, yang dikenal dengan perjanjian “Celah
Timor”.
2. Agreement
Agreement yaitu suatu perjanjian/persetujuan antara dua negara atau lebih,
yang mempunyai akibat hukum seperti dalam treaty. Namun dalam agreement lebih
bersifat eksekutif/teknis administrative (non politis), dan tidak mutlak harus
diratifikasi, yaitu tidak perlu diundangkan dan disahkan oleh pemerintah/ kepala
negara. Walaupun ada agreement yang dilakukan oleh kepala negara, namun pada
prinsipnya cukup dilakukan dengan ditandatangani oleh wakil-wakil departemen dan
tidak perlu ratifikasi. Misalnya, agreement tentang ekspor impor komoditas tertentu.
3. Konvensi
Konvensi yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang lazim digunakan dalam
perjanjian multilateral. Ketentuan-ketentuannya berlaku bagi masyarakat internasional
secara keseluruhan (lawmaking treaty). Misalnya, Konvensi Hukum Laut Internasional
tahun 1982 di Montego-Jamaica.
4. Protokol
Protokol yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang kurang resmi dibandingkan
dengan traktat dan konvensi, sebab protokol hanya mengatur masalah-masalah
tambahan, seperti penafsiran klausul-klausul atau persyaratan perjanjian tertentu. Oleh
karena itu, lazimnya tidak dibuat oleh kepala negara. Contohnya, protokol Den Haag
tahun 1930 tentang perselisihan penafsiran undang-undang nasionalitas tentang
wilayah perwalian, dan lain-lain.
5. Piagam (statuta)
Piagam (statuta) yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan sebagai persetujuan
internasional, baik mengenai lapangan-lapangan kerja internasional maupun mengenai
anggaran dasar suatu lembaga. Misalnya Statuta of The International Court of
Justice pada tahun 1945. Adakalanya piagam itu digunakan untuk alat
tambahan/lampiran pada konvensi. Umpamanya Piagam Kebebasan Transit yang
dilampirkan pada Convention of Barcelona tahun 1921.
6. Charter
Charter yaitu piagam yang digunakan untuk membentuk badan tertentu.
Misalnya, The Charter of The United Nation tahun 1945 dan Atlantic Charter tahun
1941.
7. Deklarasi (declaration)
Deklarasi (declaration) yaitu suatu perjanjian yang bertujuan untuk
memperjelas atau menyatakan adanya hukum yang berlaku atau untuk menciptakan
hukum baru. Misalnya Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10
Desember 1948.
8. Covenant
Covenant yaitu suatu istilah yang digunakan dalam pakta Liga Bangsa- Bangsa
pada tahun 1920, yang bertujuan untuk menjamin terciptanya perdamaian dunia,
meningkatkan kerja sama internasional, dan mencegah terjadinya peperangan.
Dalam konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan
bahwa dalam pembuatan perjanjian baik bilateral maupun multilateral dapat
dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Perundingan (negotiation)
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tertentu
yang berkepentingan, di mana sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh
karena itu, diadakan penjajakan terlebih dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh
masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu
negara dapat diwakili oleh pejabat yang dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full
powers). Selain mereka, juga dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala
pemerintahan, menteri luar negeri, atau duta besar.
2. Penandatanganan (signature)
Penandatanganan naskah perjanjian dilakukan oleh para menteri luar negeri
atau kepala pemerintahan. Untuk penandatanganan teks perundingan yang bersifat
multilateral dianggap sah apabila 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara,
kecuali jika ditentukan lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan
masing-masing negara sebelum diratifi kasi.
Dalam Konvensi Wina tahun 1969, suatu perjanjian internasional dapat dinyatakan
batal karena hal-hal berikut.
1. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasional oleh salah satu
negara peserta.
2. Adanya unsur kesalahan pada saat perjanjian itu dibuat.
3. Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta yang
lain pada waktu pembentukan perjanjian.
4. Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan
atau penyuapan.
5. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik
dengan ancaman atau dengan penggunaan kekuatan.
6. Bertentangan dengan kaidah dasar hukum internasional.
Ada beberapa sumber yang dapat kita jadikan acuan untuk mengenali hal-hal yang
dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian internasional. Mochtar Kusumaatmadja
dalam bukunya Pengantar Hubungan Kerja Sama Internasional mengatakan bahwa
suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut.
1. Telah tercapai tujuan perjanjian internasional.
2. Masa berlaku perjanjian internasional sudah habis.
3. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian.
4. Adanya persetujuan dari peserta untuk mengakhiri perjanjian.
5. Adanya perjanjian baru di antara para peserta yang kemudian meniadakan
perjanjian yang terdahulu.
6. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian yang sesuai dengan ketentuan
perjanjian sudah dipenuhi.
7. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu
diterima oleh pihak lain.