Anda di halaman 1dari 4

Klasifikasi Perjanjian Internasional

Menurut subjeknya, perjanjian internasional dibedakan menjadi 2, yaitu perjanjian


bilateral dan perjanjian multilateral.
1. Perjanjian bilateral, adalah suatu bentuk perjanjian yang dibuat atau diadakan oleh
dua negara.
2. Perjanjian multilateral, adalah suatu bentuk perjanjian yang diadakan oleh lebih
dari dua negara.

Menurut fungsinya, perjanjian internasional dikelompokkan menjadi 2, yaitu


perjanjian yang membentuk hukum dan perjanjian yang bersifat khusus.
1. Perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties), yaitu suatu
perjanjian yang meletakkan kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat
internasional secara keseluruhan.
2. Perjanjian yang bersifat khusus (treaty contract), yaitu perjanjian yang
menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian
saja.

Menurut prosesnya, terdapat 2 macam perjanjian internasional, yaitu perjanjian yang


bersifat penting dan perjanjian yang bersifat sederhana.
1. Perjanjian yang bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan,
penandatanganan, dan ratifi kasi.
2. Perjanjian yang bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahapan, yaitu
perundingan dan penandatanganan.

Istilah dalam Perjanjian Internasional

Perkembangan sejarah perjanjian internasional telah menunjukkan makin


kompleksnya subjek maupun objek perjanjian internasional. Hal ini menimbulkan
banyaknya istilah perjanjian internasional seperti berikut:

1. Traktat (treaty)
Traktat (treaty) yaitu suatu perjanjian antara dua negara atau lebih untuk
mencapai hubungan hukum mengenai objek hukum (kepentingan) yang sama. Dalam
hal ini, masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang mengikat dan
mutlak, dan harus diratifikasi. Istilah traktat digunakan dalam perjanjian internasional
yang bersifat politis. Misalnya, Treaty Contract tentang penyelesaian masalah dwi
kewarganegaraan tahun 1955, antara pihak Indonesia-RRC. Dan pada tahun 1990
antara RI dengan Australia juga menandatangani suatu traktat tentang batas landas
kontinen dan eksplorasi di celah Timor, yang dikenal dengan perjanjian “Celah
Timor”.

2. Agreement
Agreement yaitu suatu perjanjian/persetujuan antara dua negara atau lebih,
yang mempunyai akibat hukum seperti dalam treaty. Namun dalam agreement lebih
bersifat eksekutif/teknis administrative (non politis), dan tidak mutlak harus
diratifikasi, yaitu tidak perlu diundangkan dan disahkan oleh pemerintah/ kepala
negara. Walaupun ada agreement yang dilakukan oleh kepala negara, namun pada
prinsipnya cukup dilakukan dengan ditandatangani oleh wakil-wakil departemen dan
tidak perlu ratifikasi. Misalnya, agreement tentang ekspor impor komoditas tertentu.

3. Konvensi
Konvensi yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang lazim digunakan dalam
perjanjian multilateral. Ketentuan-ketentuannya berlaku bagi masyarakat internasional
secara keseluruhan (lawmaking treaty). Misalnya, Konvensi Hukum Laut Internasional
tahun 1982 di Montego-Jamaica.

4. Protokol
Protokol yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang kurang resmi dibandingkan
dengan traktat dan konvensi, sebab protokol hanya mengatur masalah-masalah
tambahan, seperti penafsiran klausul-klausul atau persyaratan perjanjian tertentu. Oleh
karena itu, lazimnya tidak dibuat oleh kepala negara. Contohnya, protokol Den Haag
tahun 1930 tentang perselisihan penafsiran undang-undang nasionalitas tentang
wilayah perwalian, dan lain-lain.

5. Piagam (statuta)
Piagam (statuta) yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan sebagai persetujuan
internasional, baik mengenai lapangan-lapangan kerja internasional maupun mengenai
anggaran dasar suatu lembaga. Misalnya Statuta of The International Court of
Justice pada tahun 1945. Adakalanya piagam itu digunakan untuk alat
tambahan/lampiran pada konvensi. Umpamanya Piagam Kebebasan Transit yang
dilampirkan pada Convention of Barcelona tahun 1921.

6. Charter
Charter yaitu piagam yang digunakan untuk membentuk badan tertentu.
Misalnya, The Charter of The United Nation tahun 1945 dan Atlantic Charter tahun
1941.

7. Deklarasi (declaration)
Deklarasi (declaration) yaitu suatu perjanjian yang bertujuan untuk
memperjelas atau menyatakan adanya hukum yang berlaku atau untuk menciptakan
hukum baru. Misalnya Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10
Desember 1948.

8. Covenant
Covenant yaitu suatu istilah yang digunakan dalam pakta Liga Bangsa- Bangsa
pada tahun 1920, yang bertujuan untuk menjamin terciptanya perdamaian dunia,
meningkatkan kerja sama internasional, dan mencegah terjadinya peperangan.

9. Ketentuan penutup (final act)


Ketentuan penutup (final act) yaitu suatu dokumen yang mencatat ringkasan
hasil konferensi. Di sini disebutkan tentang negara-negara peserta dan nama-nama
utusan yang ikut berunding serta tentang hal-hal yang disetujui dalam konferensi itu,
termasuk interpretasi ketentuan-ketentuan hasil konferensi.
10. Modus vivendi
Modus vivendi adalah suatu dokumen yang mencatat persetujuan internasional
yang bersifat sementara, sampai berhasil diwujudkan secara permanen. Modus vivendi
tidak memerlukan ratifikasi. Modus vivendi ini biasanya digunakan untuk menandai
adanya perjanjian yang baru dirintis.

Tahap-tahap Pembuatan Perjanjian Internasional

Dalam konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan
bahwa dalam pembuatan perjanjian baik bilateral maupun multilateral dapat
dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Perundingan (negotiation)
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tertentu
yang berkepentingan, di mana sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh
karena itu, diadakan penjajakan terlebih dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh
masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu
negara dapat diwakili oleh pejabat yang dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full
powers). Selain mereka, juga dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala
pemerintahan, menteri luar negeri, atau duta besar.

2. Penandatanganan (signature)
Penandatanganan naskah perjanjian dilakukan oleh para menteri luar negeri
atau kepala pemerintahan. Untuk penandatanganan teks perundingan yang bersifat
multilateral dianggap sah apabila 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara,
kecuali jika ditentukan lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan
masing-masing negara sebelum diratifi kasi.

3. Pengesahan (ratifi cation)


Ratifikasi merupakan suatu cara yang sudah melembaga dalam kegiatan
perjanjian internasional. Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan
syarat apabila telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya. Dengan
dilakukannya ratifi kasi terhadap perjanjian internasional, secara resmi perjanjian
internasional dapat berlalu dan berkekuatan hukum.

Asas Perjanjian Internasional


Ada bermacam-macam asas yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh subjek hukum
yang mengadakan perjanjian internasional. Asas-asas yang dimaksud seperti berikut
ini.
1. Pacta Sunt Servanda, artinya setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati.
2. Egality Rights, artinya pihak yang saling mengadakan hubungan mempunyai
kedudukan yang sama.
3. Reciprositas, artinya tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas
setimpal.
4. Bonafides, artinya perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh iktikad baik.
5. Courtesy, artinya asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan negara.
6. Rebus sic Stantibus, artinya dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar
dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.
Batalnya Perjanjian Internasional

Dalam Konvensi Wina tahun 1969, suatu perjanjian internasional dapat dinyatakan
batal karena hal-hal berikut.
1. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasional oleh salah satu
negara peserta.
2. Adanya unsur kesalahan pada saat perjanjian itu dibuat.
3. Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta yang
lain pada waktu pembentukan perjanjian.
4. Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan
atau penyuapan.
5. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik
dengan ancaman atau dengan penggunaan kekuatan.
6. Bertentangan dengan kaidah dasar hukum internasional.

Berkahirnya Perjanjian Internasional

Ada beberapa sumber yang dapat kita jadikan acuan untuk mengenali hal-hal yang
dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian internasional. Mochtar Kusumaatmadja
dalam bukunya Pengantar Hubungan Kerja Sama Internasional mengatakan bahwa
suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut.
1. Telah tercapai tujuan perjanjian internasional.
2. Masa berlaku perjanjian internasional sudah habis.
3. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian.
4. Adanya persetujuan dari peserta untuk mengakhiri perjanjian.
5. Adanya perjanjian baru di antara para peserta yang kemudian meniadakan
perjanjian yang terdahulu.
6. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian yang sesuai dengan ketentuan
perjanjian sudah dipenuhi.
7. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu
diterima oleh pihak lain.

Anda mungkin juga menyukai