Anda di halaman 1dari 5

B.

HAKIKAT PERJANJIAN INTERNASIONAL


Secara umum, perjanjian internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah
hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional.
Sebuah perjanjian multilaterai dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara. Sedangkan,
perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua negara,
a. Mochtar Kusumaatmadja
Perjanjian Internasiaonal sebagai perjanjian yang diadakan antarabangsa yang
bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu.
b. Oppenheimer-Lauterpacht
Mengungkapkan bahwa perjanjian internasional adalah suatu persetujuan
antaranegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang
mengadakannya.
c. G. Schwarzenberger
Memaknai perjanjian internasional sebagai suatu perjanjian antara subjek-subjek
hukum internasional yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang
mengadakannya.
d. Konvensi Wina tahun 19969
Merumuskan perjanjian internasiaonal sebagai suatu perjanjian yang diadakan oleh
dua negara atau lebih yang bertujuan untuk menghabisi akibat-akibat hukum tertentu
e. Academy of Scgiences of USSR
Menyimpulkan bahwa suatu perjanjian internasional adalah suatu persetujuan yang
dinyatakan secara foromal antara dua atau lebih negara-negara mengenai pemantapan,
perubahan, atau pembatasan daripada hak-hak dan kewajiban mereka secara timbal
balik.

Syarat-syarat untuk membuat perjanjian Internasional:


1. Negara-negara yang tergabung dalam organisasi
2. Bersedia mengadakan ikatan hukum tertentu
3. Kata sepakat untuk melakukan sesuatu
4. Bersedia menanggung akibat-akibat hukum yang terjadi.

Macam-macam perjanjian Internasional


Ditinjau dari berbagai segi, Perjanjian Internasional dapat digolongkan ke dalam 4
(empat) segi, yaitu:
1. Perjanjian Internasional ditinjau dari jumlah pesertanya
a. Perjanjian Internasional Bilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah
peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum
internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional, dsb). Kaidah hukum yang lahir
dari perjanjian bilateral bersifat khusus dan bercorak perjanjian tertutup (closed treaty),
artinya kedua pihak harus tunduk secara penuh atau secara keseluruhan terhadap semua isi
atau pasal dari perjanjian tersebut atau sama sekali tidak mau tunduk sehingga perjanjian
tersebut tidak akan pernah mengikat dan berlaku sebagai hukum positif, serta melahirkan
kaidah-kaidah hukum yang berlaku hanyalah bagi kedua pihak yang bersangkutan. Pihak
ketiga, walaupun mempunyai kepentingan yang sama baik terhadap kedua pihak atau
terhadap salah satu pihak, tidak bisa masuk atau ikut menjadi pihak ke dalam perjanjian
tersebut.
b. Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang peserta
atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum
internasional. Sifat kaidah hukum yang dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat
khusus dan ada pula yang bersifat umum, bergantung pada corak perjanjian multilateral itu
sendiri. Corak perjanjian multilateral yang bersifat khusus adalah tertutup, mengatur hal-hal
yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak yang
mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian tersebut. Maka dari segi sifatnya yang
khusus tersebut, perjanjian multilateral sesungguhnya sama dengan perjanjian bilateral,
yang membedakan hanya dari segi jumlah pesertanya semata. Sedangkan perjanjian
multilateral yang bersifat umum, memiliki corak terbuka. Maksudnya, isi atau pokok
masalah yang diatur dalam perjanjian itu tidak saja bersangkut-paut dengan kepentingan
para pihak atau subjek hukum internasional yang ikut serta dalam merumuskan naskah
perjanjian tersebut, tetapi juga kepentingan dari pihak lain atau pihak ketiga. Dalam konteks
negara, pihak lain atau pihak ketiga ini mungkin bisa menyangkut seluruh negara di dunia,
bisa sebagian negara, bahkan bisa jadi hanya beberapa negara saja. Dalam kenyatannya,
perjanjian-perjanjian multilateral semacam itu memang membuka diri bagi pihak ketiga
untuk ikut serta sebagai pihak di dalam perjanjian tersebut. Oleh karenanya, perjanjian
multilateral yang terbuka ini cenderung berkembang menjadi kaidah hukum internasional
yang berlaku secara umum atau universal.
2. Perjanjian Internasional ditinjau dari kaidah hukum yang dilahirkannya.
a. Treaty Contract. Sebagai perjanjian khusus atau perjanjian tertutup, merupakan
perjanjian yang hanya melahirkan kaidah hukum atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang hanya berlaku antara pihak-pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian ini bisa saja
berbentuk perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral. Perlu menjadi catatan bahwa
sebagaimana sifatnya yang khusus dan tertutup menyangkut kepentingan-kepentingan para
pihak yang bersangkutan saja, maka tidak ada relevansinya bagi pihak lain untuk ikut serta
sebagai pihak di dalamnya dalam bentuk intervensi apapun, maupun relevensinya bagi para
pihak yang bersangkutan untuk mengajak atau membuka kesempatan bagi pihak ketiga
untuk ikut serta di dalamnya.
b. Law Making Treaty. Sebagai perjanjian umum atau perjanjian terbuka, merupakan
perjanjian- perjanjian yang ditinjau dari isi atau kaidah hukum yang dilahirkannya dapat
diikuti oleh subjek hukum internasional lain yang semula tidak ikut serta dalam proses
pembuatan perjanjian tersebut. Dengan demikian perjanjian itu, ditinjau dari segi isi atau
materinya maupun kaidah hukum yang dilahirkannya tidak saja berkenaan dengan
kepentingan subjek-subjek hukum yang dari awal terlibat secara aktif dalam proses
pembuatan perjanjian tersebut, melainkan juga dapat merupakan kepentingan pihak-pihak
lainnya. Oleh karena itulah dalam konteks subjek hukumnya adalah negara, biasanya
negara-negara perancang dan perumus perjanjian itu membuka kesempatan bagi negara-
negara lain yang merasa berkepentingan untuk ikut sebagai peserta atau pihak dalam
perjanjian tersebut. Semakin bertambah banyak negara-negara yang ikut serta di dalamnya
maka semakin besar pula kemungkinannya menjadi kaidah hukum yang berlaku umum.
3. Perjanjian Internasional ditinjau dari prosedur atau tahap pembentukannya
a. Perjanjian Internasional yang melalui dua tahap. Perjanjian melalui dua tahap ini
hanyalah sesuai untuk masalah-masalah yang menuntut pelaksanaannya sesegera mungkin
diselesaikan. Kedua tahap tersebut meliputi tahap perundingan (negotiation) dan tahap
penandatanganan (signature). Pada tahap perundingan wakil-wakil para pihak bertemu
dalam suatu forum atau tempat yang secara khusus membahas dan merumuskan pokok-
pokok masalah yang dirundingkan itu. Perumusan itu nantinya merupakan hasil kata
sepakat antara pihak yang akhirnya berupa naskah perjanjian. Selanjutnya memasuki tahap
kedua yaitu tahap penandatangan, maka perjanjian itu telah mempunyai kekuatan mengikat
bagi para pihak yang bersangkutan. Dengan demikian, tahap terakhir dalam perjanjian dua
tahap, mempunyai makna sebagai pengikatan diri dari para pihak terhadap naskah
perjanjian yang telah disepakati itu.
b. Perjanjian Internsional yang melalui tiga tahap. Pada Perjanjian
Internasional yang melalui tiga tahap, sama dengan proses Perjanjian Internasionl yang
melalui dua tahap, namun pada tahap ketiga ada proses pengesahan (ratification). Pada
perjanjian ini penandatangan itu bukanlah merupakan pengikatan diri negara penandatangan
pada perjanjian, melainkan hanya berarti bahwa wakil-wakil para pihak yang bersangkutan
telah berhasil mencapai kata sepakat mengenai masalah yang dibahas dalam perundingan
yang telah dituangkan dalam bentuk naskah perjanjian. Agar perjanjian yang telah di
tandatangani oleh wakil-wakil pihak tersebut mengikat bagi para pihak, maka wakil-wakil
tersebut harus mengajukan kepada pemerintah negaranya masing-masing untuk disahkan
atau diratifikasi. Dengan dilalui tahap pengesahan atau tahap ratifikasi ini, maka perjanjian
itu baru berlaku atau mengikat para pihak yang bersangkutan. Ditinjau dari sudut isi
maupun materi dari perjanjian yang dibentuk melalui tiga tahap ini, pada umumnya
menyangkut hal-hal yang mengandung nilai penting atau prinsipil bagi para pihak yang
bersangkutan. Hanya saja kriteria mengenai penting atau tidak pentingnya masalah tersebut,
ditentukan sepenuhnya oleh negara-negara yang bersangkutan.
4. . Perjanjian Internasional ditinjau dari jangka waktu berlakunya
Pembedaan atas Perjanjian Internasional berdasarkan atas jangka waktu berlakunya,
secara mudah dapat diketahui pada naskah perjanjian itu sendiri, sebab dalam
beberapa Perjanjian Internasional hal ini ditentukan secara tegas. Namun demikian, dalam
hal Perjanjian Internasional tersebut tidak secara tegas dan eksplisit menetapkan batas
waktu berlakunya, dibutuhkan pemahaman yang mendalam akan sifat, maksud dan tujuan
perjanjian itu, karena hakikatnya perjanjian itu dimaksudkan untuk berlaku dalam jangka
waktu tertentu atau terbatas. Misalnya, jika objek yang diperjanjikan itu sudah terlaksana
atau terwujud sebagaimana mestinya, maka perjanjian tersebut berakhir dengan
sendirinya. Ada memang perjanjian-perjanjian yang tidak menetapkan batas waktu
berlakunya karena dimaksudkan berlaku sampai jangka waktu yang tidak terbatas,
sepanjang dan selama perjanjian itu masih dapat memenuhi keinginan para pihak atau masih
mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan umum, namun sesungguhnya perjanjian
ini tetap terbatas, yakni pada kebutuhan dan perkembangan zaman itu sendiri. Dilihat dari
sudut materinya, corak perjanjian ini merupakan perjanjian yang mengandung kaidah
hukum yang penting, terutama bagi para pihak yang bersangkutan.

Tahap – tahap dalam membuat perjanjian internasional


Perjanjian internasional biasanya dituangkan dalam bentuk struktur perjanjian
internasional yang lengkap dan dibuat melalui tiga tahap, yaitu tahap perundingan, tahap
penandatanganan, dan tahap ratifikasi.
1. Perundingan (Negotiation)
Tahapan ini merupakan suatu penjajakan atau pembicaraan pendahulu oleh masing-
masing pihak yang lberkepentingan. Dalam perundingan internasional ini negara dapat
diwakili oleh pejabat negara dengan membawa surat kuasa penuh, kecuali apabila dari
semula peserta perundingan sudah menentukan bahwa surat kuasa penuh tidak diperlukan.
Pejabat negara yang dapat mewakili negaranya dalam suatu perundingan tanpa membawa
surat kuasa penuh adalah Kepala Negara, Kepala Pemerintahan (Perdana Menteri), Menteri
luar negeri, dan Duta Besar. Keempat penjabat tersebut dianggap sudah sah mewakili
negaranya karena jabatan yang disandangnya.
Perundingan dalam rangka perjanjian internasional yang hanya melibatkan dua pihak
(bilateral) disebut pembicaraan, perundingan yang dilakukan dalam rangka perjanjian
multilateral disebut konferensi Diplomati (diplomatik conference). Selain secara resmi
terdapat juga perundingan yang tidak resmi, perundingan ini disebut corridor talk
Hukum internasional dalam tahap perundingan atau negosiasi, memberi peluang
kepada seseorang tanpa surat kuasa untuk dapat mewakili negaranya dalam suatu
perundingan internasional. Seseorang tanpa surat kuasa yang ikut dalam perundingan
internasional ini akan dianggap sah, apabila todak ada p
2. Tahap Penandatanganan (Signature)
Tahap penandatanganan merupakan proses lebil lanjut dari tahap perundingan. Tahap
ini diakhiri dengan penerimaan naskah dan pengesahan banyi naskah. Penerimaan naskah
yaitu tindakan perwakilan negala dalam perundingan internasional untuk menerima isi dari
perjanjian nasional, Dalam perjanjian bilateral, kedua perwakilan negara harus menyetujui
penerimaan naskah perjanjian. Sedangkan dalam perjanjian multilateral, bila diatur secara
khusus dalam isi perjanjian, maka berlaku ketentuan menurut konferensi Vienna tahun 1968
mengenai hukum internasional. Penerimaan naskah ini dapat dilakukan apabila disetujui
sekurang-kurangnya dua pertiga peserta konferensi.
Pengesahan bunyi naskah dilakukan oleh para perwakilan negara yang turut serta
dalam perjanjian tersebut. Dalam perjanjian bilateral maupun multilateral pengesahan
naskah dapat dilakukan pada perwakilan negara dengan cara melakukan penandatangan
sementara. Pengesahan bunyi naskah adalah tindakan formal untuk menerima bunyi naskah
perjanjian,
Penandatanganan dilakukan oleh menteri luar negeri atau kepala pemerintahan. Dengan
menandatangi suatu naskah perjanjian, suatunegara berarti sudah menyetujui untuk
mengikatkan diri pada suatu perjanjian. Selain melalui penandatangan, persetujuan untuk
mengikat diri pada suatu perjanjian dapat dilakukan melalui ratifikasi, pernyataan turut serta
atau menerima suatu perjanjian.
3. Tahap Ratifikasi
Pengesahan atau ratifikasi adalah persetujuan terhadap rencana perjanjian
internasional agar menjadi suatu perjanjian yang berlaku bagi masing-masing negara
tersebut. Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang
dipersyaratkanoleh perjanjian internasional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian
internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang telah disepakati oleh para pihak.
Setelah penandatanganan naskah perjanjian tersebut dibawa pulang ke negaranya masing-
masing untuk dipelajari dengan seksama untuk menjawab pertanyaan, yaitu apakah isi
perjanjian internaional tersebut sudah suai dengan kepentingan nasional atau belum dan
apakah utusan yang telah diberi kuasa penuh melampaui batas wewenangnya atau tidak.
Apabila memang ternyata isi dalam perjanjian tersebut sudah sesuai, maka negara yang
bersangkutan tersebut akan meratifikasi untuk menguatkan atau mengesahkan perjanjian
yang ditandatangani oleh wakil-wakil yang berkuasa tersebut.
Ratifikasi bertujuan memberi kesempatan kepada negara peserta perjanjian
internasional untuk mengadakan peninjauan dan pengkajian secara seksama apakah
negaranya dapat diikat suatu perjanjian internasional atau tidak. Ratifikasi perjanjian
internasional dibedakan menjadi tiga. Hal ini untuk mengetahui siapakah yang berwenang
meratifikasi suatu naskah perjanjian internasional di negara tersebut. Setelah melewati tiga
tahap tersebut, perjanjian internasional dapat disahkan oleh Presiden. Dalam mengesahkan
suatu perjanjian internasional, lembaga pemrakarsa yang terdiri atas lembaga negara dan
lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen, menyiapkan salinan naskah
perjanjian, terjebahan,rancangan undang-undang atau rancangan keputusan presiden tentang
pengesahan perjanjian internasional dimaksud serta dokumen-dokumen lain yang
diperlukan. Lembaga pemrakarsa yang terdiri atas lebaga negara dan lembaga pemerintah,
baik departemen maupun nondepartemen, mengkoordinasikan pembahasan rancangan
dan/atau materi permasalahan bersama dengan pihak-pihak terkait. Prosedur pengajuan
pegesahan perjanjian internasional dilakukan melalui materi untuk disampaikan kepada
Presiden. Setiap undang-undang atau keputusan Presiden tentang pengesahan perjanjian
internasional ditempatkan dalam lembaran negara Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai