Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ilham Nur Putra Sandegi

NIM : D10117229

Perjanjian Internasional ~ Perjanjian internasional merupakan sumber hukum utama atau


primer dari hukum internasional. Sebagai sumber hukum utama, perjanjian internasional
memberikan jaminan hukum bagi subjek-subjek hukum internasional

A. Klasifikasi Perjanjian Internasional

Menurut subjeknya, perjanjian internasional dibedakan menjadi 2, yaitu perjanjian bilateral dan
perjanjian multilateral.

1. Perjanjian bilateral, adalah suatu bentuk perjanjian yang dibuat atau diadakan oleh dua
negara.
2. Perjanjian multilateral, adalah suatu bentuk perjanjian yang diadakan oleh lebih dari dua
negara.

Menurut fungsinya, perjanjian internasional dikelompokkan menjadi 2, yaitu perjanjian yang


membentuk hukum dan perjanjian yang bersifat khusus.

1. Perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties), yaitu suatu perjanjian yang
meletakkan kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan.
2. Perjanjian yang bersifat khusus (treaty contract), yaitu perjanjian yang menimbulkan hak
dan kewajiban bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja.

Menurut prosesnya, terdapat 2 macam perjanjian internasional, yaitu perjanjian yang bersifat
penting dan perjanjian yang bersifat sederhana.

1. Perjanjian yang bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan,


penandatanganan, dan ratifi kasi.
2. Perjanjian yang bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahapan, yaitu perundingan
dan penandatanganan.

B. Istilah dalam Perjanjian Internasional

Perkembangan sejarah perjanjian internasional telah menunjukkan makin kompleksnya subjek


maupun objek perjanjian internasional. Hal ini menimbulkan banyaknya istilah perjanjian
internasional seperti berikut.

1. Traktat (treaty)
Traktat (treaty) yaitu suatu perjanjian antara dua negara atau lebih untuk mencapai
hubungan hukum mengenai objek hukum (kepentingan) yang sama. Dalam hal ini,
masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang mengikat dan mutlak, dan
harus diratifikasi. Istilah traktat digunakan dalam perjanjian internasional yang bersifat
politis. Misalnya, Treaty Contract tentang penyelesaian masalah dwi kewarganegaraan
tahun 1955, antara pihak Indonesia-RRC. Dan pada tahun 1990 antara RI dengan
Australia juga menandatangani suatu traktat tentang batas landas kontinen dan eksplorasi
di celah Timor, yang dikenal dengan perjanjian “Celah Timor”.

2. Agreement
Agreement yaitu suatu perjanjian/persetujuan antara dua negara atau lebih, yang
mempunyai akibat hukum seperti dalam treaty. Namun dalam agreement lebih bersifat
eksekutif/teknis administrative (non politis), dan tidak mutlak harus diratifikasi, yaitu
tidak perlu diundangkan dan disahkan oleh pemerintah/ kepala negara. Walaupun ada
agreement yang dilakukan oleh kepala negara, namun pada prinsipnya cukup dilakukan
dengan ditandatangani oleh wakil-wakil departemen dan tidak perlu ratifikasi. Misalnya,
agreement tentang ekspor impor komoditas tertentu.

3. Konvensi
Konvensi yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang lazim digunakan dalam perjanjian
multilateral. Ketentuan-ketentuannya berlaku bagi masyarakat internasional secara
keseluruhan (lawmaking treaty). Misalnya, Konvensi Hukum Laut Internasional tahun
1982 di Montego-Jamaica.

4. Protokol
Protokol yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang kurang resmi dibandingkan dengan
traktat dan konvensi, sebab protokol hanya mengatur masalah-masalah tambahan, seperti
penafsiran klausul-klausul atau persyaratan perjanjian tertentu. Oleh karena itu, lazimnya
tidak dibuat oleh kepala negara. Contohnya, protokol Den Haag tahun 1930 tentang
perselisihan penafsiran undang-undang nasionalitas tentang wilayah perwalian, dan lain-
lain.

5. Piagam (statuta)
Piagam (statuta) yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan sebagai persetujuan
internasional, baik mengenai lapangan-lapangan kerja internasional maupun mengenai
anggaran dasar suatu lembaga. Misalnya Statuta of The International Court of Justice
pada tahun 1945. Adakalanya piagam itu digunakan untuk alat tambahan/lampiran pada
konvensi. Umpamanya Piagam Kebebasan Transit yang dilampirkan pada Convention of
Barcelona tahun 1921.

6. Charter
Charter yaitu piagam yang digunakan untuk membentuk badan tertentu. Misalnya, The
Charter of The United Nation tahun 1945 dan Atlantic Charter tahun 1941.

7. Deklarasi (declaration)
Deklarasi (declaration) yaitu suatu perjanjian yang bertujuan untuk memperjelas atau
menyatakan adanya hukum yang berlaku atau untuk menciptakan hukum baru. Misalnya
Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948.
8. Covenant
Covenant yaitu suatu istilah yang digunakan dalam pakta Liga Bangsa- Bangsa pada
tahun 1920, yang bertujuan untuk menjamin terciptanya perdamaian dunia, meningkatkan
kerja sama internasional, dan mencegah terjadinya peperangan.

9. Ketentuan penutup (final act)


Ketentuan penutup (final act) yaitu suatu dokumen yang mencatat ringkasan hasil
konferensi. Di sini disebutkan tentang negara-negara peserta dan nama-nama utusan yang
ikut berunding serta tentang hal-hal yang disetujui dalam konferensi itu, termasuk
interpretasi ketentuan-ketentuan hasil konferensi.

10. Modus vivendi 


Modus vivendi adalah suatu dokumen yang mencatat persetujuan internasional yang
bersifat sementara, sampai berhasil diwujudkan secara permanen. Modus vivendi tidak
memerlukan ratifikasi. Modus vivendi ini biasanya digunakan untuk menandai adanya
perjanjian yang baru dirintis.

C. Tahap-tahap Pembuatan Perjanjian Internasional

Dalam konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan bahwa
dalam pembuatan perjanjian baik bilateral maupun multilateral dapat dilakukan melalui tahap-
tahap sebagai berikut:

1. Perundingan (negotiation)
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tertentu yang
berkepentingan, di mana sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh karena itu,
diadakan penjajakan terlebih dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing
pihak yang berkepentingan. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara dapat diwakili
oleh pejabat yang dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers). Selain mereka,
juga dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri, atau
duta besar.

2. Penandatanganan (signature)
Penandatanganan naskah perjanjian dilakukan oleh para menteri luar negeri atau kepala
pemerintahan. Untuk penandatanganan teks perundingan yang bersifat multilateral
dianggap sah apabila 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali jika
ditentukan lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan masing-masing
negara sebelum diratifi kasi.

3. Pengesahan (ratifi cation)


Ratifi kasi merupakan suatu cara yang sudah melembaga dalam kegiatan perjanjian
internasional. Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila
telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya. Dengan dilakukannya ratifi kasi
terhadap perjanjian internasional, secara resmi perjanjian internasional dapat berlalu dan
berkekuatan hukum.
D. Asas Perjanjian Internasional

Ada bermacam-macam asas yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh subjek hukum yang
mengadakan perjanjian internasional. Asas-asas yang dimaksud seperti berikut ini.

1. Pacta Sunt Servanda, artinya setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati.
2. Egality Rights, artinya pihak yang saling mengadakan hubungan mempunyai kedudukan
yang sama.
3. Reciprositas, artinya tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal.
4. Bonafides, artinya perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh iktikad baik.
5. Courtesy, artinya asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan negara.
6. Rebus sic Stantibus, artinya dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam
keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.

E. Batalnya Perjanjian Internasional

Dalam Konvensi Wina tahun 1969, suatu perjanjian internasional dapat dinyatakan batal karena
hal-hal berikut.

1. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasional oleh salah satu negara
peserta.
2. Adanya unsur kesalahan pada saat perjanjian itu dibuat.
3. Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta yang lain
pada waktu pembentukan perjanjian.
4. Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan atau
penyuapan.
5. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan
ancaman atau dengan penggunaan kekuatan.
6. Bertentangan dengan kaidah dasar hukum internasional.

F. Berkahirnya Perjanjian Internasional

Ada beberapa sumber yang dapat kita jadikan acuan untuk mengenali hal-hal yang dapat
menyebabkan berakhirnya perjanjian internasional. Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya
Pengantar Hubungan Kerja Sama Internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir
karena hal-hal berikut.

1. Telah tercapai tujuan perjanjian internasional.


2. Masa berlaku perjanjian internasional sudah habis.
3. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian.
4. Adanya persetujuan dari peserta untuk mengakhiri perjanjian.
5. Adanya perjanjian baru di antara para peserta yang kemudian meniadakan perjanjian
yang terdahulu.
6. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian yang sesuai dengan ketentuan perjanjian
sudah dipenuhi.
7. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima
oleh pihak lain.

Anda mungkin juga menyukai