Anda di halaman 1dari 4

A.

Bidang Pengelolaan Fiskal

Pengelolaan keuangan negara sub bidang fiskal melekat kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pasal 23 ayat
(1) Undang – Undang Dasar 1945 amandemen keempat berbunyi “Anggaran pendapatan dan
belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun
dengan undang – undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk
sebesar – besarnya kemakmuran rakyat”. Pengelolaan sub bidang fiskal juga meliputi kebijakan
dan kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan APBN mulai dari penetapan Arah dan
Kebijakan Umum (AKU), penetapan strategi dan prioritas pengelolaan APBN, penyusunan
anggaran oleh pemerintah, pengesahan anggaran oleh DPR, pelaksanaan anggaran, pengawasan
anggaran, penyusunan perhitungan anggaran negara (PAN) sampai dengan pengesahan PAN
menjadi undang-undang.

Sedangkan pada pemerintahan daerah (Pemda) sub bidang pengelolaan fiskal sering juga disebut
dengan desentralisasi fiskal. Proses anggaran dalam keuangan daerah dimulai dari penetapan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang mempunyai rentang waktu lebih
kurang 25 tahun. RPJPD dipecah kedalam waktu yang lebih pendek 5 tahun menjadi Rencana
Pembangunan Jangka Mengengah Daerah (RPJMD). Selanjutnya RPJMD dirinci lagi kepada
rentang waktu yang lebih pendek selama satu tahun menjadi Kerangka Umum Anggaran (KUA)
yang juga diterjemahkan oleh masing – masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk
melaksanakan KUA dalam bentuk Pedoman Pelaksanaan Anggaran SKPD (PPAS).

Dalam sub bidang fiskal keuangan negara ini juga menyangkut beberapa fungsi keuangan
negara, diantaranya:

1. Fungsi pengelolaan ekonomi makro dan fiskal, fungsi ini menyangkut pengendalian
kondisi makro ekonomi yang direfleksikan dalam indikator ataupun statistik ekonomi
Indonesia. Dalam fungsi ini juga dibuat nota keuangan sebagai dasar untuk mengestimasi
tingkat perkembangan ekonomi akibat dilaksanakannya belanja pemerintah/governmental
expenditures demikian juga inisiasi dan pelaksanaan kerjasama – sama luar negeri seperti
dengan lembaga donor yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap indikator
ekonomi makro Indonesia;
2. Fungsi penganggaran, fungsi ini seperti telah diuraikan diatas adalah merupakan fungsi
perencanaan secara kuantitatif yang direfleksikan dalam perencanaan keuangan
pemerintah untuk jangka waktu satu tahun ke depan yang dituangkan dalam APBN/D;
3. Fungsi administrasi perpajakan, seperti kita ketahui bahwa lebih dari 70% pendapatan
pemerintah dalam APBN berasal dari pajak sehingga pengadministrasian perpajakan
secara baik akan memudahkan pemerintah untuk mengestimasi pendapatan negara
dengan lebih baik juga. Kebijakan pemerintah untuk melakukan intensifikasi dan
ekstensifikasi perpajakan dalam rangka peningkatan pembayaran pajak harus diikuti oleh
administrasi perpajakan yang baik atau dengan kata lain aspek material perpajakan harus
saling terkait dengan aspek formal perpajakan;
4. Fungsi administrasi kepabeanan, bea masuk juga merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai belanja negara. Meskipun terus menjadi isu yang digulirkan dan
dibesarkan oleh negara – negara pendukung free trade atau non tarif untuk
menghapuskan bea masuk, namun kebijakan bea masuk merupakan salah satu instrumen
yang efektif dari keuangan negara untuk memproteksi produk dalam negeri dalam
bersaing dengan produk luar negeri sejenis yang diproduksi dengan biaya produksi yang
lebih rendah atau efisien sehingga harga jualnya lebih murah di pasar;
5. Fungsi perbendaharaan, dalam fungsi ini keuangan negara lebih banyak kepada
penatausahaan keuangan negara yang lebih baik. Mulai dari penetapan kebijakan
penerimaan dan pengeluaran kas negara hingga penetapan sistem dan prosedur keuangan
negara dan akuntansi pemerintahan yang bermuara pada pelaporan keuangan negara.
Penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang baik merupakan salah
satu syarat terpenuhi akuntabilitas keuangan; dan
6. Fungsi pengawasan keuangan, fungsi ini melekat pada aparat pengawas internal dan
eksternal pemerintah.

B. Bidang Pengelolaan Moneter

Pengelolaan keuangan negara sub bidang moneter beraitan dengan transaksi perbankan dan lalu
lintas moneter baik dari dalam maupun luar negeri. Pasal 21 Undang – Undang 17 Tahun 23
berbunyi “Pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan
kebijakan fiskal dan moneter”. Peran Bank Sentral atau Bank Indonesia (BI) menjadi sangat
menentukan dalam pengelolaan keuangan negara di sub bidang moneter terutama dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan selain tugas utamanya menjaga sistem moneter.

Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan/fiskal ibarat dua sisi mata uang. Pelaksanaan
kebijakan moneter yang dibuat oleh BI akan berdampak pada stabilitas sistem keuangan
demikian juga kondisi sebaliknya, sistem keuangan yang dikendalikan oleh otoritas fiskal
pemerintah merupakan salah satu alur dari transmisi kebijakan moneter. Dalam menciptakan
stabilitas moneter BI menerapkan satu kebijakan inflation targeting framework(ITF) disini BI
berperan untuk mengendalikan tingkat inflasi dengan menggunakan instrumen – instrumen
keuangan kebijakan BI. Peran BI dalam keuangan negara secara konkrit adalah dengan
membantu menerbitkan dan menempatkan surat – surat hutang negara sebagai sumber
pembiayaan APBN tanpa diperbolehkan untuk membeli sendiri surat – surat hutang negara
tersebut. Dalam hal ini BI bertindak sebagai kasir pemerintah yang menatausahkan rekening
Pemerintah di BI dan atas permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk
dan atas nama pemerintah.

Selain itu secara formal keterlibatan BI dalam pengelolaan keuangan negara dituangkan dalam
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur BI Nomor 17/KMK.0/2009 dan
11/3/KEP.GBI/2009 tentang Koordinasi Pengelolaan Uang negara. Keputusan Bersama ini
terutama mengatur tentang jumlah Saldo Kas Minimal (SKM) Uang Negara rata – rata harian
termasuk hari libur di Rekening Kas Umum Negara (RKUN) sebesar dua triliun rupiah untuk
rekening rupiah dan satu juta dolar Amerika Serikat untuk rekening valas.
C. Bidang Pengelolaan Kekayaan Yang di Pisahkan

Keuangan negara dalam sub bidang kekayaan yang dipisahkan merupakan wilayah keuangan
negara yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan usaha atau profit motive. Keuntungan
usaha tersebut akan diserahkan kepada negara dan merupakan bagian dari pendapatan dalam
APBN. Kekayaan negara yang dipisahkan dituangkan dalam penyertaan modal pemerintah pada
BUMN ataupun BUMD. Pasal 24 ayat (1) dan (2) secara jelas mengatur hubungan keuangan
negara antara pemerintah dan perusahaan negara dan daerah. Ayat (1) berbunyi “Pemerintah
dapat memberikan pinjaman/hibah/ penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah
dari perusahaan negara/ daerah”. Sedangkan ayat (2) berbunyi “Pemberian
pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana ayat (1)
terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD”. Dari kedua ayat ini jelas terlihat bahwa
meskipun BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan namun tidak bisa terlepas dari
mekanisme APBN/APBD.

Pasal 1 Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) Tentang Bentuk – Bentuk Usaha Negara Menjadi
Undang – Undang berbunyi “Kecuali dengan atau berdasarkan Undang-undang, ditetapkan
lain, usaha-usaha Negara berbentuk Perusahaan dibedakan dalam:

1. Perusahaan Jawatan disingkat PERJAN;


2. Perusahaan Umum disingkat PERUM;
3. Perusahaan Perseroan disingkat PERSERO.

Pembentukan Persero, Perum dan Perjan ini ditujukan untuk mengelola cabang – cabang
produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Namun dalam
perkembangannya pembentukan BUMN tidak hanya bidang usaha yang menugasai hajat hidup
orang banyak tetapi juga masuk ke bidang – bidang lain yang tidak diminati oleh swasta dalam
hal ini BUMN yang dibentuk bertindak sebagai agent of development yang ditugaskan
pemerintah untuk melaksanakan PSO dengan memperoleh imbalan subsidi dari pemerintah.

Penanaman modal pemerintah dalam BUMN sering disebut penyertaan modal negara (PMN).
PMN yang dilakukan pemerintah meliputi:

1. PMN dalam rangka pendirian BUMN, baik yang berbentuk Persero maupun Perum;
2. PMN dalam rangka Penambahan Modal pada BUMN dan/atau Perum;
3. PMN dalam rangka Public Service Obligation (PSO), meskipun tidak selalu PSO yang
diserahkan Pemerintah kepada BUMN dilaksanakan dengan bentuk PMN, karena
peraturan perundangundangan memungkinkan dilakukannya PSO dengan cara
memberikan konsepsi;
4. PMN dalam rangka pengurangan Modal. Dana yang diperoleh dari pengurangan modal
Pemerintah pada BUMN ini dapat digunakan sebagai pembiayaan defisit Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara
http://bpkad.banjarkab.go.id/index.php/2018/03/06/pengertian-dan-ruang-lingkup-keuangan-
negara/
https://www.kajianpustaka.com/2016/09/pengertian-ruang-lingkup-sumber-keuangan-
negara.html
https://www.kompasiana.com/bahrullah/54f5e399a33311e7748b4576/fungsi-pengawasan-
pengelolaan-keuangan-negara-dan-daerah

Anda mungkin juga menyukai