Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Hukum Keuangan Negara

Oleh
Wawan Kurniawan
A1011201223

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK

1
2

2023

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyusunan anggaran, baik di rumah tangga maupun perusahaan, selalu
dihadapkan pada ketidakpastian dalam hal penerimaan dan pengeluaran.
Misalnya, sisi penerimaan dalam anggaran rumah tangga akan sangat
bergantung pada ada tidaknya perubahan gaji/upah bagi rumah tangga yang
memilikinya. Lalu, dari sisi pengeluaran, bahwa anggaran rumah tangga
banyak dipengaruhi perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi. Lalu,
pada sisi penerimaan dalam anggaran perusahaan banyak ditentukan oleh hasil
penjualan produk, yang mana itu dipengaruhi oleh daya beli masyarakat
sebagai cerminan pertumbuhan ekonomi. Adapun sisi pengeluaran dalam
anggaran perusahaan dipengaruhi antara lain oleh perubahan harga bahan
baku, tarif listrik dan bahan bakar minyak (BBM), perubahan ketentuan upah,
dan sebagainya.
Ketidakpastian yang dihadapi rumah tangga dan perusahaan dalam
menyusun anggaran juga dihadapi oleh para perencana anggaran negara yang
bertanggung jawab dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN). Setidaknya terdapat enam sumber ketidakpastian
yang berpengaruh besar dalam penentuan volume APBN, yakni: harga minyak
bumi di pasar internasional, kuota produksi minyak mentah yang ditentukan
OPEC, pertumbuhan ekonomi, inflasi, suku bunga, dan nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar Amerika (USD). Penetapan angka-angka keenam sumber
tersebut memegang peranan yang sangat penting dalam penyusunan APBN.
Hasil penetapannya disebut sebagai asumsi-asumsi dasar penyusunan
RAPBN.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
3

• Bagaimana pengertian dan tujuan penyusunan APBN ?


• Bagaimana struktur APBN ?
• Bagaimana fungsi APBN ?
• Bagaimana prinsip dan azas penyusunan APBN ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tujuan APBN


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).
APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun
ditetapkan dengan Undang-Undang.
Tujuan dari APBN yaitu digunakan sebagai pedoman untuk mengatur
pendapatan dan pengeluaran atau pembelanjaan negara dalam melaksanakan
tugas kenegaraan agar dapat mencapai peningkatan produksi dan peningkatan
kesempatan kerja, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat
mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Selain itu, tujuan dari penyusunan APBN adalah sebagai panduan
belanja dan pendapatan, untuk dapat melaksanakan berbagai macam kegiatan
terkait penyelenggaraan negara. Dengan disusunnya APBN, pemerintah dapat
lebih transparan terkait apa saja yang menjadi pendapatan dan pengeluaran
sebuah negara dalam anggaran satu tahun.
Maka dari itu, seluruh penerimaan yang merupakan hak negara dan juga
pengeluaran yang menjadi kewajiban sebuah negara dalam suatu tahun
anggaran harus dimasukkan ke dalam APBN, sehingga pemerintah maupun
masyarakat dapat mengetahui apakah anggaran mengalami surplus atau
defisit.
Kemudian, jika Surplus, maka dapat digunakan untuk membiayai
belanja negara pada tahun fiskal berikutnya. Hal ini juga dilakukan dalam
rangka menjaga dan memenuhi kepentingan masyarakat dan negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan
instrumen kebijakan fiskal yang digunakan oleh pemerintah untuk mengatur
penerimaan dan pengeluaran negara dalam anggaran satu tahun. Tujuan APBN

4
5

dapat bervariasi dari satu negara ke negara lain, namun secara umum, tujuan
APBN adalah sebagai berikut:
1. Pendanaan Pengeluaran Publik: APBN digunakan untuk membiayai
pengeluaran publik yang meliputi infrastruktur, pelayanan publik,
pendidikan, kesehatan, pertahanan, dan sektor-sektor lain yang
dianggap penting bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
2. Stabilitas Ekonomi: APBN digunakan sebagai alat untuk mencapai
stabilitas ekonomi, seperti mengatur tingkat inflasi, reaksi,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas keuangan negara.
3. Distribusi Pendapatan dan Keadilan Sosial: APBN dapat digunakan
untuk mencapai tujuan distribusi pendapatan yang lebih adil dan
keadilan sosial. Pemerintah dapat menggunakan APBN untuk
mengurangi ketegangan ekonomi antara berbagai kelompok
masyarakat, seperti melalui program-program perlindungan sosial,
subsidi bagi kelompok yang membutuhkan, atau kebijakan
redistribusi pendapatan.
4. Pemenuhan Kewajiban Negara: APBN digunakan untuk membiayai
kewajiban-kewajiban yang melekat pada negara, seperti pembayaran
utang negara, pembiayaan operasional pemerintah, serta pembiayaan
aparatur negara seperti pegawai negeri, angkatan bersenjata, dan
kepolisian.
5. Pengaturan Kebijakan Fiskal: APBN digunakan untuk mengatur
kebijakan fiskal yang dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi, seperti
kebijakan perpajakan, pengaturan tarif bea dan cukai, serta insentif
fiskal untuk mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi.
6. Pengendalian Defisit dan Utang Negara: APBN digunakan untuk
mengendalikan defisit anggaran dan mengelola utang negara.
Pemerintah harus memastikan bahwa pengeluaran tidak melebihi
penerimaan yang tersedia, sehingga anggaran pengurangan dapat
dikurangi dan pengelolaan utang negara dapat dilakukan secara
bijaksana.
6

7. Akuntabilitas dan Transparansi: APBN juga digunakan untuk


meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan
negara. Pemerintah diharapkan memastikan pengelolaan APBN
dilakukan secara transparan, terbuka untuk pengawasan, dan
akuntabel kepada masyarakat.

B. Dasar Hukum APBN

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi


dalam struktur perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu pengaturan
mengenai keuangan negara selalu didasarkan pada undang-undang ini,
khususnya dalam bab VIII Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV.
Dalam bab tersebut khususnya pasal 23 mengatur tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Bunyi pasal 23:
Ayat (1): “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang
dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”.
Ayat (2): “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja
negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan
Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah”.
Berdasarkan hal tersebut maka Pemerintah bersama-sama DPR menyusun
Rancangan Undang-Undang APBN untuk nantinya ditetapkan, sehingga akan
menjadi dasar bagi Pemerintah dalam mengelola APBN dan bagi DPR sebagai
alat pengawasan.
Ayat (3): “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui
rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh
Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
tahun yang lalu”. Hal ini dipertegas lagi dalam Undang-undang nomor 17
tahun 2003 pasal 15 ayat (6) yang berbunyi “Apabila DPR tidak menyetujui
RUU sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat
7

melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran sebelumnya”.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi.
Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mendorong
terwujudnya pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan
pendapatan. Untuk mewujudkan tujuan dan ungsi anggaran tersebut dilakukan
pengaturan secara jelas peran DPR dan Pemerintah dalam proses penyusunan
dan penetapan anggaran sebagai penjabaran Undang-Undang Dasar 1945.
Pengaturan peran DPR dalam proses dan penetapan APBN diatur dalam
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Sementara itu peran pemerintah dalam
proses penyusunan APBN diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara.
Sesuai amanah Undang-undang nomor 17 tahun 2003, dalam rangka
penyusunan APBN telah diterbitkan Peraturan Pemerintah nomor 90 tahun
2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga sebagai pengganti PP nomor 21 tahun 2004 tentang hal yang
sama. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur hal-hal sebagai berikut, Pertama:
pendekatan dan dasar penyusunan Rencana Kerja Anggaran
Kementerian/Lembaga (RKA-K/L), penyusunan RKA-K/L tersebut disusun
untuk setiap bagian Anggaran, Penyusunan RKA-K/L menggunakan
pendekatan a) kerangka pengeluaran jangka menengah, b) Penganggaran
terpadu, dan c) penganggaran berbasis kinerja. Selain itu RKA-K/L juga
disusun menurut klasifikasi organisasi, fungsi dan jenis belanja, serta
menggunakan instrumen a) indikator kinerja, b) standar biaya, c) evaluasi
kinerja. Kedua: mengatur tentang proses penyusunan RKA-K/L dan
penggunaannya dalam penyusunan rancangan APBN. Proses penyusunan
RKA-K/L pada dasarnya mengatur tentang proses yang dimulai dari
penetapan arah kebijakan oleh Presiden dan prioritas pembangunan nasional
sampai dengan tersusunnya RKA-K/L, serta peranan dari Kementerian
Perencanaan, Kementerian Keuangan dan Kementerian Negara/Lembaga
8

lainnya. RKA-K/L yang telah disusun tersebut digunakan sebagai bahan


penyusunan nota keuangan, Rancangan APBN, Rancangan Undang-Undang
tentang APBN dan dokumen pendukung pembahasan Rancangan APBN.

C. Struktur APBN

Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account.


Dalam beberapa hal, isi dari I-account sering disebut postur APBN. Beberapa
faktor penentu postur APBN antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pendapatan Negara
Pendapatan Negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan Negara terdiri atas
Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan
Hibah. Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain: indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar
makro ekonomi, kebijakan pendapatan negara, kebijakan pembangunan
ekonomi, perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum,
kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut
dipengaruhi oleh besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan
asumsi nilai tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target
inflasi serta kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan
besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi
peningkatan jumlah wajib pajak dan lainnya.
a. Penerimaan Perpajakan
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri
dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Pajak
dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan
atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya. Pajak perdagangan
internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea
9

masuk dan pajak/pungutan ekspor. Hingga saat ini struktur pendapatan


negara masih didominasi oleh penerimaan perpajakan, terutama
penerimaan pajak dalam negeri dari sektor nonmigas
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan lingkup
keuangan negara yang dikelola dan dipertanggungjawabkan sehingga
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga audit yang bebas
dan mandiri turut melakukan pemeriksaan atas komponen yang
mempengaruhi pendapatan negara dan merupakan penerimaan negara
sesuai dengan undang-undang. Laporan hasil pemeriksaan BPK
kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD)
2. Belanja Negara
Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja negara terdiri atas
belanja pemerintah pusat, dan transfer ke daerah. Besaran belanja negara
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: asumsi dasar makro
ekonomi, kebutuhan penyelenggaraan negara, kebijakan pembangunan,
risiko (bencana alam, dampak krisis global) kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi ICP,
nilai tukar, serta target volume BBM bersubsidi.
a. Belanja Pemerintah Pusat
Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang
dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas
pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan
menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal,
Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM,
Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana),
dan Belanja lainnya.
10

Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah sebagai fungsi


pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan,
fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan
fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama,
fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.
b. Transfer ke Daerah
Transfer ke daerah adalah dana yang dialokasikan untuk
mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pusat dan daerah,
mengurangi kesenjangan pendanaan urusan pemerintahan antar daerah,
mengurangi kesenjangan layanan publik antar daerah, mendanai
pelaksanaan otonomi khusus dan keistimewaan daerah. Dalam
kebijakan transfer ke daerah, terdapat 4 alokasi dana, yaitu:
1) Dana Perimbangan
Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan dalam
APBN yang dialokasikan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Komponen pembentuk Dana
Perimbangan ada 3, yaitu:
a) Dana Alokasi Umum (DAU)
DAU dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan
Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
b) Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana Bagi Hasil dialokasikan kepada Daerah
berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan
Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. DBH
tersebut mencakup penyelesaian kurang bayar Rp. 11,9 T.
c) Dana Alokasi Khusus
DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Alokasi
DAK dalam APBNP tahun 2015 direncanakan sebesar Rp. 58,8
T, yang mencakup:
11

(1) DAK reguler Rp. 33,0 T untuk daerah yang memenuhi


kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis,
(2) DAK tambahan untuk afirmasi kepada kabupaten/kota
daerah tertinggal dan perbatasan yang memiliki
kemampuan keuangan relatif rendah sebesar Rp. 2,8 T,
(3) DAK untuk Pendukung Program Prioritas Kabinet Kerja
(P3K2) dan DAK usulan Pemerintah Daerah yang disetujui
oleh DPR RI sebesar Rp. 23,0 T.
2) Dana Otonomi Khusus
Dana ini diberikan kepada daerah-daerah yang menjalankan
otonomi khusus, yaitu Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan
Provinsi Aceh.
3) Dana Daerah Keistimewaan Yogyakarta
Dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan urusan
keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
4) Dana Transfer Lainnya
Merupakan dana yang dialokasikan kepada daerah untuk
melaksanakan kebijakan tertentu berdasarkan Undang-Undang.
3. Pembiayaan
Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
asumsi dasar makro ekonomi, kebijakan pembiayaan, kondisi, dan
kebijakan lainnya.
a. Pembiayaan Dalam Negeri
Pembiayaan Dalam Negeri meliputi: pembiayaan perbankan
dalam negeri, pembiayaan non perbankan dalam negeri, hasil
pengelolaan aset, surat berharga negara neto, pinjaman dalam negeri
neto, dana investasi pemerintah, dan kewajiban penjaminan.
b. Pembiayaan Luar Negeri
Pembiayaan Luar Negeri meliputi: Penarikan Pinjaman Luar
Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek,
Penerusan pinjaman, dan Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar
Negeri (terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium).
12

D. Siklus APBN

Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah


rangkaian kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai pada saat
anggaran negara mulai disusun sampai dengan perhitungan anggaran disahkan
dengan undang-undang. Ada 5 tahapan pokok dalam satu siklus APBN di
Indonesia. Dari kelima tahapan itu, tahapan ke-2 (kedua) dan ke-5 (kelima)
dilaksanakan bukan oleh pemerintah, yaitu masing-masing tahap kedua
penetapan/persetujuan APBN dilaksanakan oleh DPR (lembaga legislatif), dan
tahap kelima pemeriksaan dan pertanggungjawaban dilaksanakan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan tahapan lainnya dilaksanakan oleh
pemerintah. Tahapan kegiatan dalam siklus APBN adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan dan Penganggaran APBN
Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran tersebut
dilaksanakan (APBN t-1) misal untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun
2013 yang meliputi dua kegiatan yaitu, perencanaan dan penganggaran.
Tahap perencanaan dimulai dari:
a. Penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional.
b. Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi pelaksanaan
program dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif
baru dan indikasi kebutuhan anggaran.
c. Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi
pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan dan mengkaji
usulan inisiatif baru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa
pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi.
d. Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah
ditetapkan.
e. K/L menyusun rencana kerja (Renja).
f. Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) dilaksanakan antara K/L,
Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan.
g. Rancangan awal RKP disempurnakan.
13

h. RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah


dengan DPR, RKP ditetapkan.
i. Penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu
indikatif.
j. Penetapan pagu indikatif, penetapan pagu anggaran K/L.
k. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L).
l. Penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan
rancangan undang-undang tentang APBN.
m. Penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan UU
tentang APBN kepada DPR.
2. Penetapan/Persetujuan APBN
Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1,
sekitar bulan Oktober-Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa
pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-undang APBN
serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya berdasarkan persetujuan DPR,
Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN. Penetapan UU
APBN ini diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian APBN
sebagai lampiran UU APBN dimaksud.
3. Pelaksanaan APBN
Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1,
kegiatan pelaksanaan APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember
pada tahun berjalan (APBN t). Dengan kata lain, pelaksanaan tahun
anggaran 2014 akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014 - 31 Desember
2014.Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal
ini kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan konsep Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) berdasarkan Keppres mengenai rincian
APBN dan menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk disahkan.
DIPA adalah alat untuk melaksanakan APBN. Berdasarkan DIPA inilah
para pengelola anggaran K/L (Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna
Anggaran, dan Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan berbagai
macam kegiatan sesuai tugas dan fungsi instansinya.
4. Pelaporan dan Pencatatan APBN
14

Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan


dengan tahap pelaksanaan APBN, 1 Januari - 31 Desember. Laporan
keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi, dan disajikan
sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintah yang terdiri dari
Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta
catatan atas laporan keuangan.
5. Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN
Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksaan dan
pertanggungjawaban yang dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan
berakhir (APBN t+1), sekitar bulan Januari - Juli. Contoh, jika APBN
dilaksanakan tahun 2013, tahap pemeriksaan dan pertanggungjawabannya
dilakukan pada tahun 2014. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN
secara keseluruhan selama satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan
rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa BPK,
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

E. Fungsi APBN

APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan


pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan
pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan
menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. APBN
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang
menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan
dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
1. Fungsi Alokasi
15

APBN merupakan sarana bagi negara untuk mengumpulkan dana


dari masyarakat, misalnya dalam bentuk pajak dan menggunakannya
untuk pembiayaan pembangunan serta mengalokasikannya sesuai dengan
sasaran yang dituju. Dengan adanya APBN, pemerintah dapat melakukan
proyeksi ke mana dana akan dialokasikan. Sebagai contoh digunakannya
dana untuk pembangunan dan perbaikan jalan, jembatan, sekolah serta
sarana-sarana lainnya. Proses alokasi APBN nantinya juga akan
memengaruhi struktur produksi dan ketersediaan lapangan kerja. Jadi
Fungsi Alokasi adalah Anggaran negara diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan juga berfungsi untuk mengurangi pemborosan sumber
daya dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian di mana
alokasi terbut bersifat umum, misalnya pembuatan jembatan, tanggul,
jalan, perbaikan jalan.
2. Fungsi Distribusi
Dalam APBN penerimaan negara yang diperoleh dari berbagai
sumber digunakan kembali untuk membiayai pengeluaran negara di
berbagai sektor pembangunan melalui departemen-departemen yang
terkait. Pengeluaran ini digunakan untuk kepentingan umum yang
didistribusikan dalam wujud subsidi, premi, dan dana pensiun. Jadi Fungsi
Distribusi adalah pengeluaran negara yang digunakan untuk kepentingan
atas dasar kemanusian, bantuan contohnya : dana pensiun, subsidi, premi.
3. Fungsi Stabilisasi
Dalam penyusunan APBN, diupayakan adanya peningkatan jumlah
pendapatan dari tahun ke tahun, untuk perlu dibuat sebuah kebijakan yang
mampu memacu pendapatan negara. Salah satu contohnya adalah
kebijakan anggaran defisit. Dalam kebijakan ini pos pengeluaran lebih
besar dari pos penerimaan. Dengan kata lain APBN merupakan acuan bagi
pemerintah dalam melaksanakan pembangunan yang diharapkan dapat
menjaga kestabilan arus uang dan arus barang, sehingga dapat mencegah
terjadinya inflasi maupun deflasi yang akan berakibat pada kelesuan
ekonomi (resesi). Jadi Fungsi Stabilisasi adalah menjaga, memelihara dan
16

menstabilkan anggaran negara terhadap pendapatan dan pengeluaran


sesuai dengan telah direncanakan dalam APBN.
4. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan berarti setiap penyelenggaraan pemerintahan
negara sesuai dengan yang ditetapkan dan sesuai dalam anggaran negara.
5. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan artinya anggaran negara berfungsi mengatur
setiap kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
6. Fungsi Otorisasi
Fungsi otorisasi artinya anggaran negara merupakan dasar dalam
melaksanakan pendapatan dan belanja negara pada tahun tersebut.

F. Prinsip Penyusunan APBN

1. Berdasarkan Aspek Pendapatan


a. Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan
penyetoran.
b. Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
c. Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan
penuntutan denda.
2. Berdasarkan Aspek Pengeluaran
a. Hemat, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan.
b. Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
c. Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri
dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

G. Azas Penyusunan APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disusun dengan


berdasarkan asas-asas:
17

1. Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.


2. Penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas.
3. Penajaman prioritas pembangunan.
4. Menitik beratkan pada asas-asas dan undang-undang negara.

H.Prinsip Kedaulatan Rakyat dalam APBN


Jika kita lakukan pencermatan atas UUD 1945 sebagai konstitusiNegara,
akan kita temukan bahwa hakekat anggaran adalah penjunjungtinggian asas
kedaulatan rakyat, hal ini merupakan bukti normatif bahwa kedaulatan di tangan
rakyat sebagaimana layaknya Indonesia sebagai Negara Demokrasi. Dalam
penetapan APBN misalnya, pemerintah baru dapat menjalankan APBN setelah
mendapat persetujuan dari DPR dalam bentuk undang-undang. Hal ini juga
terjelma dalam kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai
representasi suara rakyat yang memiliki kewenangan budgeting. Pasal 23 ayat (1)
UUD 1945 mencerminkan kedaulatan rakyattersebut, yang tergambar dari adanya
hak begrooting (hak budget) yang dimiliki oleh DPR, di mana dinyatakan bahwa
dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan DPR lebih kuat dari
kedudukan pemerintah.
Namun implementasinya dalam pemerintahan tidak selalu demikian. Hal
tersebut setidaknya tercermin saat mencermati perdebatan dalam sidang paripurna
BBM yang digelar 31/03/2012 dalam penetapan APBN-P 2012 yang begitu alot,
ada pola tarik-ulur dan saling-sandera kepentingan yang terindikasi begitu kuat
menyandera dewan yang terhormat. Dan jangan salahkan jika setiap orang
kemudian menarik kesimpulan atas dinamika yang terbangun di senayan tersebut.
Dalam voting telah disepakati penambahan pasal 7 ayat 6a dalam UU
APBN-P 2012 yang memberi kewenangan pemerintah menaikkan harga BBM
dengan syarat harga minyak mentah Indonesia (ICP) mengalami kenaikan rata-
rata 15 persen dari asumsi APBN-P 2012 dalam waktu enam bulan ke depan. Tak
urung, keputusan sidang paripurna mengecewakan banyak pihak. Dalam sistem
penganggaran yang berlaku, penetapan APBN melalui persetujuan DPR. Dalam
hal ini DPR merupakan sarana bagi penyaluran aspirasi masyarakat dan sekaligus
juga penyaluran aspirasi dan tujuan dari Partai Politik. Sementara itu birokrat
18

sebagai penyelenggara pemerintahan akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan


dan keinginan masyarakat secara efektif dan efisien sesuai amanat konstitusi. Kita
memandang suara rakyat terwakili oleh lembaga representasi yang telah ada. DPR
memang mencerminkan representasi masyarakat warga pada tataran politik.
Tetapi keberadaan DPR sebagai representasi politik tidak lantas menyisihkan
pelibatan berbagai komponen masyarakat warga dan organisasi profesi dalam
proses perencanaan.
Sebagai wakil rakyat, DPR seharusnya membangun koalisi yang solid
dengan rakyat, bukan terjebak dalam koalisi pragmatis dengan pemerintah yang
tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Suara rakyat sudah sangat lantang, tegas
dan jelas bahwa kenaikan harga BBM harus ditolak. Aksi rakyat di depan gedung
DPR dan di seluruh penjuru Tanah Air adalah cermin kehendak mayoritas rakyat
Indonesia. Namun dalam perjalanannya, disadari bahwa Demokrasi Perwakilan
melalui DPR dalam bidang penganggaran dirasa tidak cukup, melainkan harus
dilengkapi dengan model Demokrasi Partisipatoris. Hal ini bisa berarti di mana
semua warganegara harus melatih diri untuk menjadi warganegara yang
berpartisipasi optimal dalam kehidupan politik dan pemerintahan. Partisipasi juga
dimaksudkan untuk menutupi beban ketidakmampuan pemerintah, diarahkan
untuk suatu proses efesiensi usaha, atau untuk maksud-maksud lain yang memang
ditujukan untuk memperkuat posisi masyarakat.
Pada tataran realitas terlihat proses penyusunan APBN rakyat hanya
dilibatkan padaacara formal seremonial belaka. Masyarakat hanya “dilibatkan”
pada tingkat penyerapan aspirasi, sementara pada tingkat Pengesahan RAPBN
rakyat sama sekali tidak dilibatkan. Ini tentu saja mencederai gagasan
partisipatoris itu sendiri, di mana awalnya disepakati bahwa partisipasi
masyarakat tidak bisa hanya di akhir, melalinkan sejak awal, begitu pula
sebaliknya. Masyarakat harus diberikan kesempatan yang luas sejak rencana
penganggaran disusun hingga disahkannya pada rapat pengesahan RAPBN dalam
paripurna DPR.
Prioritas merupakan persoalan politik, bukan semata-mata persoalan
teknis. Prioritas yang dipilih menunjukkan tingkat kepekaan politik (political
sensibility)anggota legislatif. Political sensibility adalah tingkat kepekaan anggota
19

legislatif dalam melihat persoalan yang ada dalam masyarakat dan diwujudkan
dalam bentuk kebijakan di bidang anggaran. Menentukan prioritas bukan soal
mudah. Hal ini terkait dengan pertimbangan ekonomi, sosial, dan politik, di mana
masing-masing unsur tersebut saling tarik-menarik kepentingan untuk
memengaruhi kebijakan yang diambil oleh pembentuk peraturan. Keputusan
penentuan prioritas harus berdasarkan pada kepentingan dan kebutuhan
masyarakat, meski tetap dibatasi dengan criteria tertentu. Dari perspektif politik,
orientasi dasar dari peranan DPR dalam penganggaran saat ini berhadapan dengan
isu-isu krusial pemerintahan, di antaranya berkaitan dengan penanggulangan
kemiskinan, peningkatan aksesibilitas dan kualitas pelayanan dasar di bidang
pendidikan dan kesehatan, serta pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi.
Dalam situasi demikian, anggota DPR selalu dituntut untuk mampu mencari
upaya perbaikan pemerintahan dari sisi pengelolaan keuangan.
Anggota DPR sebagai wakil rakyat diharapkan mampu merepresentasikan
aspirasi dan kepentingan warga ke dalam proses penganggaran. Ethos dan hasil
kerja anggota DPR demikian akan meningkatkan kapasitas modal politik yang
memang dibutuhkan oleh anggota DPR dan struktur politik pendukungnya. Dalam
sistem politik demokrasi terdapat ruang yang jelas antara penguasa dan rakyat
dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik. Ruang rakyat harus
memiiki kekuatan pressure terhadap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan
publik. Begitupun dengan APBN, harus tersedia ruang bagi masyarakat untuk
memengaruhinya agar kebijakan anggaran menjadi berpihak pada kepentingan
masyarakat. Anggaran haruslah diprioritaskan untuk kegiatan publik dalam rangka
Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana


keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang
memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun
anggaran (dari 1 Januari sampai 31 Desember). APBN, Perubahan APBN,
dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahunnya ditetapkan dengan Undang-
Undang.
APBN disusun untuk memperoleh gambaran lebih dalam tentang kondisi
keuangan pusat atau daerah serta menilai kinerja pemerintah dalam mengelola
keuangan dan memperkirakan kondisi keuangan dimasa depan. APBN
disusun dengan tujuan untuk mengatur pembelanjaan daerah dari penerimaan
yang direncanakan supaya mendapat sasaran yang ditetapkan, antara lain
untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat.
Keuangan negara merupakan urat nadi dalam pembangunan suatu negara
dan amat menentukan kelangsungan perekonomian baik sekarang maupun
yang akan datang. Manajemen keuangan (anggaran) yang dilaksanakan
dengan baik dapat dijadikan indikasi keberhasilan pemerintahan. Sehingga,
terciptanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat (social
welfare), kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan pemerataan.
Untuk itu, penggunaan sejumlah dana tertentu telah mempunyai maksud dan
tujuan yang diperlukan untuk disusun dalam suatu anggaran yang ditentukan
besar kecilnya target yang hendak dicapai oleh suatu program yang menjadi
pusat perhatian ialah kegunaan mengukur efisieni terhadap kegiatan dan
penilaian terhadap hasil akhir.

20
21

B. Saran
Tentunya masih banyak lagi yang perlu atau bisa kita pelajari mengenai
APBN ini, seperti untuk apa saja digunakannya atau bagaimana mekanisme
atau proses penyusunan APBN dan juga banyak hal lainnya lagi yang bisa
kita pelajari berkenaan dengan segala sesuatu hal yang berhubungan dengan
APBN.
Demokrasi sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat haruslah
mampu memberikan jaminan pertanggungjawaban penyelenggara Negara
kepada rakyat. Dalam hal ini penggunaan anggaran oleh pemerintah bukan
berarti bebas sebebas-bebasnya namun tetap ada tanggungjawab menjalankan
pemerintahan. APBN dirasa kurang tepat dan tidak berpihak pada
kesejahteraan masyarakat, maka harus segera dikoreksi. APBN memang
harus diaudit dan dipertanggungjawabkan kepada rakyat, karena rawan
adanya kemungkinan kerjasama antara pemerintah dengan wakil rakyat untuk
dipolitisasi.
DAFTAR PUSTAKA

http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/
Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara_(APBN)

http://www.kemenkeu.go.id/transfer-ke-daerah

https://www.pajakku.com/read/6396a34fb577d80e806f882a/Mengenal-APBN-
dan-APBD-

Tim Penyusun Kementerian Keuangan RI, Pokok-pokok Proses Penyusunan


Anggaran Belanja KementerianNegara/Lembaga,( Jakarta: Kementerian
Keuangan RI Dirjen Anggaran, 2015)

Simatupang, Dian Puji, Determinasi Kebijakan Anggaran Negara


Indonesia:Studi Yuridis, (Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2005)

Askolani,dkk, Dasar-dasar Praktek Penyusunan APBN di Indonesia:Edisi II,


(Jakarta: Direktorat Penyusunan APBN dan Direktorat Jenderal
Anggaran Kementerian Keuangan,2014)

Anda mungkin juga menyukai