Anda di halaman 1dari 26

Makalah Tentang Anggaran Negara

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Keuangan Negara meliputi seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan semua
hak dan kewajiban Negara. Dan seluruh rangkaian kegiatan ini memiliki akibat-akibat keuangan
sehingga memerlukan adanya suatu perencanaan keuangan yang cermat (budgeting atau
penganggaran).
Anggaran ini memiliki fungsi diantaranya sebagai pedoman dalam mengelola Negara dalam
periode tertentu, sebagai alat pengawasan dan pengendalian masyarakat terhadap kebijakan yang
telah dipilih oleh pemerintah dan sebagai alat pengawasan masyarakat terhadap kemampuan
pemerintah dalam melaksanakan kebijakan yang telah dipilih.
APBN ini merupakan perwujudan dari pengelolaan keuangan Negara secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab
sehingga penyelenggara Negara (Pemerintah) setiap tahun mengajukan Rancangan Undang-
Undang (RUU) APBN untuk dibahas bersama DPR.
Karena merupakan bagian dari keuangan Negara, maka dalam kegiatan pengelolaan,
penatausahaan dan pertanggungjawaban belanja telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-
undangan.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini akan membahas tentang masalah-masalah :
• Pengertian Anggaran Negara
• Fungsi Anggaran Negara
• Pengertian APBN
• Perumusan dan fungsi APBN
• Siklus APBN dan prinsip APBN
• Kasus penyusunan jurnal di pemerintahan.
Masalah-masalah ini diangkat karena untuk mengatur kegiatan perekonomian nasional, suatu
Negara harus membuat anggaran pendapatan dan belanja maka perlu adanya APBN.
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
1. Secara umum, penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas dalam Mata Kuliah
Akuntansi Sektor Publik;
2. Secara khusus, penulisan makalah ini untuk menambah wawasan dan pemahaman
tentang Anggaran Pemerintah, khususnya mengenai Memahami Strategi untuk mahasiswa guna
bekal dalam lingkungan akademik maupun dunia kerja.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode kepustakaan, yaitu
mencari berbagai literatur yang berhubungan dengan bahasan makalah dan metode internet, yaitu
mencari berbagai sumber tambahan informasi dari dunia maya yang berkaitan dengan bahasan
makalah ini juga.

BAB II
URAIAN TEORITIS

2.1 Anggaran Negara


2.1.1 Pengertian Anggaran Negara
Anggaran negara adalah hasil dari suatu perencanaan yang berupa daftar mengenai bermacam-
macam kegiatan terpadu, baik menyangkut penerimaannya maupun pengeluarannya yang
dinyatakan dalam satuan uang dalam jangka waktu tertentu. Negara Indonesia menetapkan
anggaran negaranya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan
tiap tahun dengan undang-undang setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR).
Anggaran negara merupakan salah satu alat politik fiskal untuk mempengaruhi arah dan
percepatan pendapatan nasional. Adapun mengenai anggaran yang akan digunakan tergantung
pada keadaan ekonomi yang dihadapi. Dalam keadaan ekonomi yang normal dipergunakan
anggaran negara yang seimbang, kemudian dalam keadaan ekonomi yang deflasi biasanya
dipergunakan anggaran negara yang defisit dan sebaliknya dalam keadaan ekonomi yang inflasi
dipergunakan anggaran negara yang surplus.
Umumnya anggaran negara dapat diklasifikasikan atas 2 kategori:
1. Anggaran Berimbang (Balanced Budgeting)
Anggaran berimbang disusun sedemikian rupa sehingga setiap pengeluaran pemerintah dapat
dibiayai oleh penerimaan dari sektor pajak atau sejenisnya, yaitu suatu kondisi dimana penerimaan
pemerintah sama dengan pengeluaran pemerintah.
2. Anggaran Tidak Seimbang (Unbalanced Budgeting)
Anggaran tidak seimbang terdiri dari anggaran surplus dan anggaran defisit. Anggaran surplus
yaitu pengeluaran lebih kecil dari penerimaan sedangkan anggaran defisit yaitu pengeluaran lebih
besar dari penerimaan. Anggaran belanja yang tidak seimbang biasanya akan mempunyai
pengaruh yang berlipat ganda terhadap pendapatan nasional.
2.1.2 Fungsi Anggaran Negara
Anggaran yang dimiliki oleh suatu negara mengandung tiga fungsi fiskal utama yaitu:
1. Fungsi Alokasi
Pemerintah mengadakan alokasi terhadap sumber-sumber dana untuk mengadakan barang-barang
kebutuhan perseorangan dan sarana yang dibutuhkan untuk kepentingan umum. Semuanya itu
diarahkan agar terjadi keseimbangan antara uang beredar dan barang serta jasa dalam masyarakat.
2. Fungsi Distribusi
Pemerintah melakukan penyeimbangan, menyesuaikan pembagian pendapatan dan
mensejahterahkan masyarakat.
3. Fungsi Stabilitas
Pemerintah meningkatkan kesempatan kerja serta stabilitas harga barang-barang kebutuhan
masyarakat dan menjamin selalu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mantap.
2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
2.2.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan tahunan
pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam menyusun suatu
anggaran harus berkaitan antara dana-dana yang akan dikeluarkan dan tujuan yang akan dicapai.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berisikan daftar sistematis dan terperinci yang
memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara dalam satu tahun anggaran (1 Januari – 31
Desember). Namun ada juga yang dimulai dari 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun
berikutnya. Pola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan realisasinya adalah untuk
melaksanakan tugas sehari-hari (rutin) dalam rangka pelaksanaan kegiatan dibidang pemerintahan

2.2.2 Perumusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)


Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diajukan oleh presiden dalam
bentuk rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah melalui
pembahasan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan undang-undang tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja negara (APBN) selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran
dilaksanakan. Berdasarkan perkembangannya jika ditengah-tengah tahun anggaran yang berjalan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat mengalami perubahan. Pada kondisi
tersebut pemerintah harus mengajukan kembali Rancangan Undang-Undang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat ( DPR) kembali. Perubahan yang akan dilakukan paling lambat akhir Maret, setelah
pembahasan dengan Badan Anggaran DPR. Khusus untuk kejadian yang tidak dapat diperkirakan
sebelumnya seperti bencana alam, pemerintah dapat melakukan perubahan anggaran yang belum
tersedia.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibedakan menjadi anggaran rutin dan
anggaran pembangunan. Suatu anggaran rutin yang terdiri dari:
a. Anggaran penerimaan rutin (dalam negeri)
b. Anggaran belanja (pengeluaran) rutin
Sedangkan untuk melaksanakan tugas pembangunan (non rutin) disusun anggaran pembangunan
yang terdiri dari:
a. Anggaran penerimaan pembangunan
b. Anggaran belanja (pengeluaran) pembangunan

2.2.3 Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki enam fungsi dalam rangka
membentuk struktur perekonomian negara antara lain:
1. Fungsi Otoritas
Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja negara pada tahun yang bersangkutan, dengan demikian pembelanjaan
atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2. Fungsi Perencanaan
Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat menjadi pedoman bagi negara
untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila pembelanjaan telah direncanakan
sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk mendukung pembelanjaan
tersebut. Misalnya telah direncanakan atau dianggarkan akan membangun proyek pembangunan
jalan, maka pemerintah dapat mengambil tindakan untuk persiapan proyek tersebut agar bisa
berjalan dengan lancar.
3. Fungsi Pengawasan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Bahwa suatu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus diarahkan untuk
mengurangi penggangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi
Bahwa kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilitas
Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

2.2.4 Siklus Anggaran dan Belanja Negara (APBN)


Siklus Anggaran (Budget Cycle) adalah masa atau jangka waktu mulai saat anggaran
(APBN) disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang.
Siklus anggaran terdiri atas penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran,
dan pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran.
• Penyusunan Anggaran
Pada tahap awal penyusunan anggaran, Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan
fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaranberikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR)selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Berdasarkan hasil pembahasan
kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama DPR
membahas kebijaksanaan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap
kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga
(RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai,
disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang
disusun. RKA-KL tersebut disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN. Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Menteri
Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBNtahun berikutnya.
Penyusunan rencana kerja mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang
Rencana Kerja Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang RKA-KL.
Penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga untuk periode satu tahun dituangkan
dalam RKA-KL. Untuk selanjutnya, petunjuk teknis penyusunan RKA-KL ditetapkan setiap tahun
melalui Keputusan Menteri Keuangan.
Reformasi di bidang penyusunan anggaran juga diamanatkan dalam Undang-undang 17 Tahun
2003tentang Keuangan Negara yang memuat berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan
penyusunan anggaran. Perubahan mendasar tersebut, meliputi aspek-aspek penerapan pendekatan
penganggaran dengan prospektif jangka menengah (medium term expenditure framework),
penerapan penganggaran secara terpadu(unified budget), dan penerapan penganggaran
berdasarkan kinerja (performance budget). Dengan menggunakan pendekatan penyusunan
anggaran tersebut, maka penyusunan rencana kerja dan anggarandiharapkan akan semakin
menjamin peningkatan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran (planning and
budgeting).
Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang APBN tahun
berikutnya disertai dengan nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR
pada bulan Agustus. Pembahasan RUU APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang
mengatur susunan dan kedudukan DPR. Dalam pembahasan ini DPR dapat mengajukan usul yang
mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan undang-undang
tentang APBN. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN dilakukan selambat-
lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang
disetujui oleh DPR terinci dalam dengan unit organisasi, fungsi, subfungsi, program, kegiatan, dan
jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui rancangan undang-undang tentang APBN yang
diajukan pemerintah, maka pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBN tahun anggaransebelumnya.
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, rincian pelaksanaan APBN dituangkan lebih
lanjut dengan Peraturan Presiden tentang Rincian APBN. Selanjutnya, Menteri Keuangan
memberitahukan kepada menteri/pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan
anggaran untuk masing-masing kementerian negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga
menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya,
berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tentang Rincian APBN.
Dokumen pelaksanaan anggaran terurai dalam sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program, dan
rincian kegiatan anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana
penarikan dana tiap-tiap satker, serta pendapatan yang diperkirakan.
• Pelaksanaan Anggaran
Pelaksanaan anggaran diawali dengan disahkannya dokumen pelaksanaan anggaran oleh Menteri
Keuangan. Terhadap dokumen anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan
kepada menteri/pimpinan lembaga, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Gubernur, Direktur
Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan terkait,Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa
Pengguna Anggaran. Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan anggaran adalah Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA. Sedangkan
dokumen pembayaran antara lain terdiri dari Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah
Membayar (SPM), dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan anggaran belanja, pasal 17 Undang-Undang Perbendaharaan
Negara menyatakan bahwa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan
kegiatan yang tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan dan
berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah
ditetapkan. Lebih lanjut, pedoman dalam rangka pelaksanaan anggaran diatur dalam Keputusan
Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004.
Pedoman untuk pelaksanaan belanja negara terdiri atas:
1.Peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara, yaitu yang memuat bagaimana prosedur pengelolaan keuangan negara mulai
dari ketersediaan dana, pengajuan tagihan kepada negara, penataausahaan dan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran
dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
2. Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-11/PB/2011.
2.Peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan kegiatan kementerian negara/lembaga sebagaimana
tercantum dalam DIPA dan Petunjuk Operasional Kegiatanditetapkan dalam Peraturan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010.
• Pengawasan Anggaran
Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak diungkap secara nyata dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun, Keputusan Presiden Nomor 42
Tahun 2002 jo Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004tentang Pedoman Pelaksanaan APBN
pada Bab IX memuat hal-hal yang mengatur pengawasan pelaksanaan APBN. Pada tahap ini
pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh atasan/kepala kantor/satuan kerja
kementerian negara/lembaga dalam lingkungannya. Atasan langsung bendahara melakukan
pemeriksaaan kas bendahara sekurang-kurangnya tiga bulan sekali. (Yang berlaku sekarang sesuai
dengan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 47/PB/2009 jo. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 73/PMK.05/2008 bahwa pemeriksaan kas bendahara tersebut dilaksanakan sekurang-
kurangnya satu bulan sekali.)
Inspektur Jenderal masing-masing kementerian negara/lembaga dan unit pengawasan pada
lembaga melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBN di lingkungan kementerian
negara/lembaga bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Inspektur Jenderal
kementerian negara/lembaga dan pimpinan unit pengawasan lembaga wajib menindaklanjuti
pengaduan masyarakat mengenai hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan APBN.
Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif, terdapat pula pengawasan yang dilakukan
oleh DPR atau legislatif baik secara langsung mupun tidak langsung. Pengawasan secara langsung
dilakukan melalui mekanisme monitoring berupa penyampaian laporan semester I kepada DPR
selambat-lambatnya satu bulan setelah berakhirnya semester I tahun anggaran yang bersangkutan.
Laporan tersebut harus pula mencantumkan prognosa untuk semester II dengan maksud agar DPR
dapat mengantisipasi kemungkinan ada atau tidaknya APBN Perubahan untuk tahun anggaran
yang bersangkutan. Laporan semester I dan prognosa semester II tersebut dibahas dalam rapat
kerja antara Panitia Anggaran DPR dan Menteri Keuangansebagai wakil pemerintah. Pengawasan
tidak langsung dilakukan melalui penyampaian hasil pemeriksaan BPKatas pelaksanaan APBN
kepada DPR. Pemeriksaan yanag dilakukan BPK menyangkut tanggung jawab pemerintah dalam
melaksanakan APBN.
• Pelaporan dan Pertanggungjawaban Anggaran
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN di lingkungan kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya berupa Laporan Keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang dilampiri Laporan Keuangan Badan
Layanan Umum (BLU) pada kementerian negara/lembaga masing-masing. Laporan Keuangan
kementerian negara/lembaga oleh menteri/pimpinan lembaga disampaikan kepada Menteri
Keuanganselambat-lambatnya dua bulan setelah tahun anggaranberakhir. Kemudian Menteri
Keuangan menyusun rekapitulasi laporan keuangan seluruh instansi kementerian negara. Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara juga menyusun Laporan Arus Kas. Selain itu, Menteri
Keuangan sebagai wakil Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan
menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara. Semua laporan keuangan tersebut
disusun oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal sebagai wujud laporan keuangan
pemerintah pusat disampaikan kepada Presiden dalam memenuhi pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN. Presiden menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusatkepada BPK
paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Audit atas laporan keuangan pemerintah
harus diselesaikan selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan keuangan tersebut diterima oleh
BPK dari Pemerintah.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 30 menyebutkan bahwa
Presiden menyampaikan Rancangan Undang-undangtentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan, selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus
Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, serta dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan
negara dan badan lainnya. Mengenai bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
2.3 Struktur APBN
APBN terdiri dari sektor pendapatan negara dan belanja negara.
Anggaran Pendapatan Negara terdiri dari :
1. Produk Domestik Bruto
Adalah jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan seluruh masyarakat di suatu negara selama
satu tahun, termasuk barang dan jasa yang dihasilkan warga negara asing yang ada di wilayah
negara tersebut.
2. Produk Nasional Bruto
Adalah jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara selama satu tahun,
termasuk barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat negara tersebut yang berada di Negara lain.
3. Produk Nasional Neto
Adalah jumlah nilai barang dan jasa yang diperoleh dengan cara mengurangi GNP dengan
penyusutan (depresiasi).
4. Pendapatan Nasional Neto
Adalah jumlah seluruh pendapatan yang diterima masyarakat sebagai balas jasa faktor produksi
selama satu tahun setelah dikurangi pajak tidak langsung (indirect tax).
5. Pendapatan Perseorangan
Adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat.
6. Pendapatan Bebas
adalah pendapatan yang sudah menjadi hak mutlak bagi penerimanya. Jadi, pendapatan bebas
adalah pendapatan yang sudah siap untuk dibelanjakan.
Anggaran Belanja Negara terdiri dari :
1. Belanja Pemerintah Pusat
Adalah belanja yang digunakan untuk kegiatan pembangunan pemerintah pusat yang dilaksanakan
baik di pusat maupun di daerah. Belanja ini terdiri dari : belanja pegawai, belanja barang, subsidi
BBM, subsidi non BBM, belanja hibah dan lain-lain.
2. Belanja Pemerintah Daerah
Adalah belanja yang digunakan untuk kegiatan pembangunan daerah yang kemudian akan masuk
dalam APBD daerah yang bersangkutan. Belanja daerah terdiri dari :
• Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
• Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
• Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
• Dana Otonomi khusus seperti untuk Aceh dan Papua. Dana Penyesuaian dan Dana
Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus
suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
otonomi khusus bagi Provinsi Papua, dan penyesuaian Otonomi Khusus bagi Provinsi yang
menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya.
Pembiayaan.
Yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali;
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan disini meliputi:
1. Pembiayaan dalam negeri, meliputi pembiayaan perbankan, privatisasi, surat utang Negara,
serta penyertaan modal Negara.
2. Pembiayaan luar negeri
2.3.1 Prinsip Penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
• Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
• Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
• Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:


• Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
• Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
• Semaksimah mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan
kemampuan atau potensi nasional

2.4 Penerimaan Negara


Penerimaan negara adalah penerimaan pemerintahan yang meliputi penerimaan pajak, penerimaan
yang diperoleh dari hasil penjualan barang dan jasa yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah,
pinjaman pemerintah, mencetak uang dan sebagainya (Suparmoko, 1986:93).
Penerimaan negara baik dari dalam negeri ataupun yang berasal dari luar negeri sangat penting
bagi proses keberhasilan proses pembangunan nasional, terutama penerimaan pemerintah dari
dalam negeri yaitu berupa penerimaan pajak dan bukan pajak serta penerimaan migas dan non
migas. Penerimaan ini digunakan untuk menutupi pengeluaran rutin pemerintah dan sisanya akan
menjadi tabungan pemerintah. Kelebihan dana tersebut yang kemudian akan menjadi sumber
pembangunan apabila tidak tersedia, maka pembangunan harus dibiayai dengan pinjaman luar
negeri.
Menurut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pendapatan Negara dibedakan
menjadi (Soetrisno, 1982:97) :
a. Sumber-sumber penerimaan rutin
b. Sumber-sumber penerimaan pembangunan
2.4.1 Penerimaan (Rutin) Dalam Negeri
Penerimaan dalam negeri terdiri atas penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak.
Penerimaan perpajakkan
Dalam APBN, pajak tergolong pendapatan non migas. Jika ditinjau dari susunan atau komponen
APBN yang sebagian besarnya pendapatan negara diterima dari sektor pajak, jelas bahwa pajak
sangat berpengaruh pada pendapatanIndonesia. Struktur pendapatan negara didominasi sumber-
sumber penerimaan dari pos-pos perpajakan, karena Pemerintah lebih memfokuskan menggali
sumber-sumber dana di dalam negeri dan menghindari utang luar negeri. Itulah maka pada APBN
2011 hibah memiliki jumlah yang paling sedikit daripada sumber pendapatan Negara lainnya.
Penerimaan perpajakan didominasi oleh sumber-sumber antara lain pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai barang atau pajak penjualan barang mewah, pajak bumi dan bangunan,
penerimaan cukai dll. Dari tahun ke tahun penerimaan/pendapatan negara dari pajak terus
meningkat. Ada beberapa alasan mengapa pajak begitu penting bagi APBN yaitu:
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak penghasilan merupakan biaya atau tarif yang ditetapkan sesuai dengan besarnya penghasilan
seseorang. PPh memberikan sumbangsih yang tidak kecil pada pendapatan negara, hal ini
dikarenakan PPh adalah jenis pajak langsung dengan tarif progresif, pajak ditanggung oleh wajib
pajak bersangkutan dan besar pajak akan semakin besar bila pendapatan yang diterima juga
semakin besar. Pendapatan Negara yang diterima untuk digunakan di APBN 2011 dari pajak
penghasilan berjumlah 420.493,8 triliun.
2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM)
Pajak pertambahan nilai barang dan jasa merupakan tarif yang dikenakan atas nilai tambah barang
dan jasa sedangkan pajak penjualan atas barang mewah merupakan pajak yang dikenakan terhadap
barang-barang mewah yang diimpor dari luar negeri. . Indonesia menganut sistem tarif tunggal
untuk PPN, yaitu sebesar 10%. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di
Indonesia adalah Undang-Undang No. 8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No.
11/1994 dan Undang-Undang No. 18/2000. Pendapatan negara yang didapat dari Pajak
Pertambahan Nilai berjumlah 312.110,0 triliun.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak bumi dan bangunan merupakan pungutan yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang
didirikan di atasnya. Hasil pemungutan tersebut 90% dikembalikan kepada daerah setempat dan
sisanya 10% digunakan untuk pemerintah pusat. . Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai
Jual Objek Pajak, yang besarnya ditentukan berdasarkan harga pasar pertahunnya dan ditetapkan
oleh Menteri Keuangan. Pajak Bumi dan Bangunan di pendapatan negara APBN 2011 berjumlah
27.682,4.
4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan merupakan jenis penerimaan pajak yang dikenakan
atas nilai perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi pemindahan hak dan
pemberian hak baru.
5. Pajak Lainnya
Pajak lainnya terdiri bea materai dan cukai. Bea materai merupakan tarif yang dikenakan atas
dokumen, dokumen terutang dan tidak terutang. Cukai merupakan pemungutan atas barang kena
cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil
akhir.
6. Cukai
Kebijaksanaan pemungutan cukai tidak semata-mata dilaksanakan untuk mengisi kas negara tetap
juga bertujuan sebagai alat pengatur. dalam rangka perlingungan bagi masyarakat. Dasar
perhitungan besarnya tarif cukai tergantung kepada jumlah barang kena cukai, tarif, dan harga
dasar. Obyek cukai pada saat ini adalah cukai hasil tembakau(rokok, cerutu dsb), Minuman
mengandung alkohol / Minuman keras. Harga sebungkus rokok yang dibeli oleh konsumen sudah
mencakup besaran cukai didalamnya. Pada APBN 2011, cukai yang menjadi pendapatan Negara
berjumlah 62.759,9
7. Bea Masuk
Bea masuk merupakan tarif yang dikenakan atas barang-barang yang di impor dari luar negeri.
Selain sebagai penerimaan negara bea masuk yang bertujuan untuk memproteksi produksi dalam
negeri.
8. Tarif Ekspor
Tarif ekspor merupakan tarif atas beberapa komotidi yang akan di ekspor.
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Cukai dan Pajak Bumi dan Bangunan adalah
penyumbang terbesar pada pendapatan Negara.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBD)


Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBD) merupakan penerimaan pemerintah pusat yang tidak
berasal dari penerimaan perpajakan. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBD) dapat
dikelompokan menjadi:
1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah
2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA)
3. Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan
4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah
5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal pengenaan denda administrasi
6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah
7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam UU tersendiri.
2.5 Pengeluaran Negara
Pengeluaran negara diartikan sebagai pengeluaran pemerintah dalam arti yang seluas-luasnya,
dalam rangka memenuhi kebutuhan penyelenggaran negara tergantung pada macam dan sifat dari
pengeluaran pemerintah tersebut baik untuk kebutuhan harian atau rutin maupun untuk memenuhi
pencapaian pembangunan. Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi (Seotrisno,
1982:339) :
a. Pengeluaran (belanja) rutin
b. Pengeluaran (belanja) pembangunan
2.5.1 Pengeluaran (Belanja) Rutin
Pengeluaran rutin merupakan pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan
penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga
dan cicilan utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Pengeluaran rutin digunakan untuk
menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasinal dan pemeliharaan asset
negara, pemenuhan kewajiban kepada luar negeri, perlindungan kepada masyarakat miskin dan
kurang mampu serta menjaga stabilitas perekonomian.
Terjadinya kenaikan pengeluaran rutin pemerintah yaitu pada belanja pegawai, subsidi serta
pembayaran bunga utang luar negeri yang menyebabkan anggaran dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) terus meningkat. Dana yang dialokasikan kepada belanja pegawai
berupa peningkatan gaji pegawai dan dana untuk pensiunan, sementara kondisi lonjakan harga
minyak mentah dunia mengakibatkan pemerintah melakukan subsidi bahan bakar minyak (BBM)
yang berawal di tahun 1997/1998 semakin membengkakkan dana yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah. Kemudian semakin meningkatnya jumlah utang luar negeri serta merta
mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah pembayaran bunga utang. Hal ini disebabkan oleh
besarnya jumlah utang luar negeri yang jatuh tempo serta perubahan nilai tukar rupiah fluktuatif
terhadap mata uang lain.
2.5.2 Klasifikasi Pengeluaran Negara
Menurut Suparmoko pengeluaran negara secara garis besar dapat diklasifikasikan ke dalam:
a. Pengeluaran yang merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi
dimasa mendatang.
b. Pengeluaran yang langsung memberikan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
c. Pengeluaran yang merupakan penghematan terhadap pengeluaran masa mendatang.
d. Pengeluaran untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih luas dan menyebarkan daya
beli yang lebih luas.
2.5.3 Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah menurut beberapa para ahli ekonomi,
(Basri dan Subri, 2005:49) antara lain:
1. Model Pembangunan Tentang Pengeluaran Pembangunan
Model ini dikemukakan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan
pengeluaran pemerintah dengan tahap- tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap
awal, tahap menengah dan tahap lanjut.
a. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total
investasi besar terhadap total investasi besar, sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan
prasarana seperti pendidikan, kesehatan, transportasi dan lainnya.
b. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta yang sudah semakin besar akan
menimbulkan kegagalan pasar dan menyebabkan pula pemerintah harus menyediakan barang dan
jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.
c. Pada tahap lebih lanjut aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke
pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua,
program pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya.
2. Hukum Wagner
Wagner mengemukakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita
meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Teori Wagner didasarkan
pada teori organis mengenai pemerintah yang menganggap pemerintah sebagai individu yang
bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya.
3. Teori Peacock dan Wiseman
Teori Peacock dan Wiseman (1961) didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah
senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar
pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar.
a. Perkembangan ekonomin menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat yang
kemudian menyebabkan penegeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh akrena itu
meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga
dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.
b. Apabila terjadi keadaan tidak normal misalnya perang, maka pemerintah harus memperbesar
pengeluarannya untuk membiayai perang, karena itu penerimaan pemerintah dari pajak juga
meningkat dan juga harus meminjam dari negara lain untuk membiayai perang. Setelah keadaan
normal, tarif pajak belum dapat diturunkan oleh karaena harus mengembalikan bunga pinjaman
dan angsuran utang byang digunakan. Adanya gangguan sosial akan menyebabkan terjadinya
konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta.
2.6 Utang Negara
Sumber-sumber penerimaan pemerintah yang paling utama adalah dari pajak, pinjaman, dan
pencetakan uang. Di samping itu ada sumber penerimaan lain yang memainkan peranan penting
yaitu utang negara. Utang negara merupakan sumber-sumber dana tambahan pemerintah baik dari
dalam negeri maupun dari luar negeri yang berupa pinjaman negara. Sumber pendanaan ini
digunakan untuk menutupi kekurangan dana yang mampu diciptakan oleh pemerintah.
Berdasarkan sumber perolehannya, utang negara dapat dibedakan menjadi menjadi dua
(Suparmoko, 1992:243) yaitu:
1. Utang dalam negeri
Utang dalam negeri merupakan pinjaman yang berasal dari orang-orang atau lembaga-lembaga
sebagai penduduk negara itu sendiri atau dalam lingkungan negara itu sendiri. Utang luar negeri
dapat bersifat terpaksa maupun bersifat sukarela.
2. Utang luar negeri
Utang luar negeri merupakan pinjaman yang berasal dari orang-orang atau lembaga-lembaga
negara lain. Utang luar negeri biasanya bersifat sukrela, terkecuali bila ada suatu kekuasaan dari
suatu negara atas negara lain.
Badan atau lembaga yang menjadi sumber utang atau pinjaman negara dapat dikelompokkan
menjadi empat yaitu:
a. Individu Dalam Masyarakat
Pemberian pinjaman oleh para individu dengan cara membeli obligasi negara. Ini dapat
mempengaruhi pola konsumsi dan pola tabungan para individu yang bersangkutan.
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank
Pemerintah dapat pula menjual surat obligasi negara kepada perusahaan asuransi dan sebagainya
yang bukan bank. Pembelian obligasi oleh perusahaan jenis ini dilakukan dengan menggunakan
dana yang mengganggur yang dimiliki.
c. Bank-Bank Umum
Dengan pembelian obligasi negara maka bank umum mempunyai tambahan reserve requirement
20%. Kondisi ini memampukan bank umum untuk menciptakan uang giral sebanyak lima kali lipat
dan tidak menurunkan pendapatan nasional.
d. Bank Sentral
Pemerintah dapat menjual obligasi kepada Bank Sentral. Tindakan ini juga menciptakan tenaga
lebih seperti halnya bila pemerintah menjual obligasi kepada bank umum.
2.6.1 Utang Luar Negeri
Utang luar negeri adalah pinjaman yang berasal dari orang-orang atau lembaga-lembaga negara
lain, yaitu mencakup pemindahan kekayaan (dana) dari negara yang meminjamkan (kreditur) ke
Negara peminjam (debitur) pada saat terjadinya pinjaman (Basri dan Subri, 2005:27). Utang luar
negeri yang harus di penuhi oleh pemerintah melalui anggaran rutin setiap tahunnya adalah berupa
pembayaran bunga utang beserta cicilan pokok utang. Pemerintah menggunakan utang luar negeri
adalah sebagai alat pelengkap dalam memenuhi kekurangan dari sumber dana pembangunan.
2.6.2 Klasifikasi Utang Luar Negeri
Bentuk-bentuk utang luar negeri dapat dibedakan atas:
1. Pinjaman/Kredit Bilateral/Multilateral
a. Pinjaman/Kredit Bilateral: misalnya bantuan/kredit yang diperoleh dari negara CGI.
b. Pinjaman/Kredit Multilateral: misalnya bantuan/kredit dari peserta IBRD, IDA, UNDP, ADB,
dan lain-lain. Jangka waktu dan syarat pengembalian bantuan/kredit bilateral/multilateral adalah
berdasarkan perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan pihak-pihak yang memberikan
bantuan/kredit.

2. Pinjaman/Bantuan menurut kategori ekonomi, barang/jasa


a. Bantuan Program: yaitu berupa pangan, misalnya dalam rangka PL 480 atau dalam bentuk
devisa kredit.
b. Bantuan Proyek: yaitu bantuan yang diperoleh untuk pembiayaan dan pengadaan barang/jasa
pada proyek-proyek pembangunan.
c. Bantuan Teknik: yaitu berupa pengiriman tenaga ahli dari luar negeri atau tenaga-tenaga
Indonesia yang dilatih diluar negeri.
2.6.3 Negara dan Lembaga Donor Utama Indonesia
Kebijakan utang luar negeri tidak hanya tergantung pada kebijakan negara peminjam dalam
mengelola utang luar negeri tetapi hingga tingkat tertentu juga dipengaruhi ole kebijakan dari
pihak pemberi. Pemberian utang luar negeri secara ketat akan membuat ketergantungan kepada
negara atau lembaga pendonor rendah atau tingkat efektivitas penggunaannya tinggi. Adapun
negara-negara atau lembaga pendonor utama Indonesia (Tulus, 2008:269) antara lain :
1. Lembaga-Lembaga Donor
a. Internasional Bank of Reconstruction and Development (IBRD)
Awal berdirinya IBRD (Bank Dunia) hingga sekarang memiliki fokus pemberian utang untuk
memerangi kemiskinan di dunia. Untuk mencapai tujuan ini, IBRD memberi bantuan atau
pinjaman kepada banyak negara termasuk Indonesia. Indonesia menggunakan dana IBRD untuk
mendanai aspek-aspek pembangunan diantaranya pendidikan atau peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM), infrastruktur dan fasilitas transportasi serta komunikasi, pembangunan
sektor pertanian dan ekonomi pedesaan dan banyak lainnya.
b. Asian Development Bank
Fungsi awal ADB adalah sebagai pemberi pinjaman proyek yang mendukung investasi negara
berkembang anggota ADB di sektor pertanian, industri, dan infrastruktur. Namun sejak
pertengahan 1980-an ADB juga telah mendukung reformasi kelembagaan dan kebijakan yang
lebih luas berupa pinjaman proyek dan pinjaman program.
c. Japan Bank for Internasional Cooperation (JBIC)
Pinjaman lunak yang diberikan oleh pemerintah Jepang ke negara berkembang termasuk Indonesia
disalurkan dalam kerangka Official Development Assistance (ODA), yang disalurkan lewat JBIC.
Asia Tenggara merupakan wilayah perhatian khusus ODA dengan jumlah hampir 60% dari
bantuan bilateral Jepang ke negara berkembang berupa pengembangan SDM dan pembangunan
infrastruktur sosial and ekonomi.

2. Negara-Negara Donor
a. Pemerintah Jepang
Berbeda dengan prioritas ODA secara umum, untuk pemerintah Indonesia, pemerintah Jepang
memprioritaskan pendanaan oleh pinjaman yen pada pembangunan infrastuktur ekonomi untuk
menciptakan iklim investasi yang nyaman dan didukung oleh reformasi pada setiap sektor, dua
diantaranya adalah tenaga listrik dan transportasi.
b. Pemerintah Jerman
Pemerintah Federal Jerman menyalurkan bantuan atau pinjaman luar negerinya ke negara
berkembang seperti Indonesia melalui German Technical Cooperation (GTZ) dengan tujuan
mendukung pelaksanaan proyek-proyek kerja sama teknik yang berkaitan dengan pembangunan
ekonomi.
c. Pemerintah Perancis
Pinjaman luar negeri pemerintah Perancis disalurkan lewat France Protocol Loan yang membiayai
proyek-proyek di 16 negara berkembang termasuk Indonesia. Sejak tahun1960-an hingga
tahun1995 Indonesia penerima kedua terbesar yaitu US$ 150 juta namun pada masa krisis ekonomi
hingga tahun 2001 pinjaman dari pemerintah Perancis terhenti akibat situasi politik yang tidak
menentu di Indonesia.
d. Pemerintah Korea Selatan
Seperti pemerintah Jepang, pemerintah Korea Selatan juga memberikan pinjaman kepada
Indonesia dalam kerangka ODA yang disalurkan melalui the Economic Development Cooperation
Fund (EDCF) yang dibentuk pada tahun 1987. Bantuan yang diberikan terutama untuk
pembangunan industry dan stabilitas ekonomi di negara-negara peminjam.
2.6.4 Pertumbuhan Utang Luar Negeri Indonesia
Menurut Tulus T. H. Tambunan, masalah utang luar negeri Indonesia tidak lagi menjadi hal baru.
Hal ini dikarenakan Indonesia sudah memiliki utang luar negeri bahkan sejak masa penjajahan
Belanda. Namun utang luar negeri muncul sebagai masalah serius setelah terjadi transfer negatif
bersih pada pertengahan dekade 80-an, yakni utang baru yang diterima lebih kecil daripada cicilan
pokok dan bunga yang harus dibayar setiap tahunnya. Utang luar negeri yang baru sama sekali
tidak bisa digunakan sesuai tujuannya selain untuk membayar sebagian cicilan pokok dan
bunganya. Utang luar negeri pemerintah Indonesia pada tahun 1950 sebesar US$ 7,8 miliar yaitu
berupa warisan utang pada masa pemerintahan Hindia Belanda sebesar US$ 4 miliar dan utang
baru US$ 3,8 miliar. Kondisi ini disebabkan sektor swasta yang belum berkembang sehingga
pemerintah hanya memiliki utang luar negeri saja.
Pada masa pemerintahan Soekarno jumlah keseluruhan utang luar negeri Indonesia sebesar US$
6,3 miliar, jumlah tersebut merupakan kumulatif dari utang luar negeri masa penjajahan
sebelumnya.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan.
Hal ini disebabkan oleh dua hal pendorong utama yaitu:
a. Pemerintahan Orde Baru pada saat itu menganggap utang luar negri sebagai salah satu langkah
tepat untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan melalui pembangunan yang sebagian besar
dibiayai oleh utang luar negeri.
b. Pada masa pemerintahan Orde Baru banyak perusahaan swasta yang melakukan peminjaman
dana dari luar negeri selain pemerintah.
c. Pertumbuhan negatif utang luar negeri Indonesia baru terjadi tahun 1999 yakni 0,2%
pemicunya adalah sejak terjadinya krisis ekonomi tahun1998. Pada saat itu perekonomian
Indonesia mencapai titik terburuk. Para konglomerat di zaman Orde Baru dituduh sebagai salah
satu penyebab jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada saat itu.
2.7 Peranan Utang Luar Negeri Dalam APBN
Utang merupakan salah satu alternatif yang dipilih sebagai sumber pembiayaan karena adanya
kebutuhan yang perlu diselesaiakan segera. Dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), utang luar negeri dimaksudkan sebagai penerimaan pembangunan yang berasal
dari pinjaman program dan pinjaman proyek. Dana luar negeri yang diperoleh kemudian
digunakan sebagai sumber pembiayaan pembangunan di berbagai sektor kehidupan negara.
Dapat dikatakan bahwa utang luar negeri pemerintah Indonesia hanya berfungsi sebagai pelengkap
dalam pengeluaran pembangunan maupun total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), namun semua utang luar negeri pemerintah tetap dan terus saja semakin besar setiap
tahunnya pada masa lalu.
Selain dari sisi pengeluaran, dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
penerimaan negara sebagai aspek terpenting dalam pembentukkan tabungan pemerintah. Apabila
pemerintah mampu membiayai pembangunan dari tabungan pemerintah yang tersedia yaitu sisa
dari penerimaan dalam negeri setelah dikurangi pengeluaran pembanguan, maka Indonesia tidak
lagi memerlukan utang dari luar negeri. Namun kenyataannya tabungan pemerintah tidak mampu
untuk membiayai semua kegiatan pembangunan, untuk itu pemerintah harus mengusahakan
kekurangan dari sumber lain salah satunya dengan fasilitas utang luar negeri yang berperan hanya
sebagai pelengkap.
Namun peran pelengkap ini semakin mengkhawatirkan karena adanya beberapa rintangan dan
pembatasan. Batasan umum adalah mengenai kapasitas negara peminjam tersebut untuk
membayar kembali pinjaman dan bunganya di masa yang akan datang. Di negara-negara
berkembang oleh karana lambannya pertumbuhan ekspor dan penerimaan devisa yang dapat
dipakai untuk mambayar kembali utang beserta bunganya, pemerintah harus menyusun anggaran
yang lebih rasional dan bertanggung jawab agar polemik utang luar negeri tidak menimbulkan
masalah baru di kemudian hari.
2.8 Hubungan APBN terhadap Pembayaran Cicilan Utang Luar Negeri
Pembayaran cicilan utang luar negeri beserta bunganya atas pinjaman luar negeri merupakan
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memberatkan tahun-tahun fiskal
mendatang, karena semakin besarnya jumlah pinjaman luar negeri setiap tahunnya dan semakin
berakumulasi.
Sampai sekarang kemungkinan untuk menghentikan pinjaman luar negeri dalam pemeliharaan
daya gerak pembangunan belum terlihat pasti. Pinjaman yang diperoleh Indonesia masih berperan
dominan dalam beberapa hal dan sepanjang anggaran masih tetap defisit bila tanpa bantuan dari
luar negeri.
Semakin besar jumlah pengeluaran pembangunan yang harus dipenuhi oleh pemerintah melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maka penyediaan dana untuk pengeluaran rutin
akan semakin membengkak. Pembengkakan yang terjadi salah satunya berupa pembayaran bunga
utang beserta cicilan pokok utang luar negeri. Sedangkan jumlah bunga utang luar negeri yang
harus dibayar pemerintah cenderung lebih besar dari cicilan pokok utang itu sendiri, bahkan
penyediaan dana untuk kewajiban utang luar negeri termasuk komponen terbesar dalam anggaran.
Keseluruhan hal tersebut akan semakin memperberat pengeluaran rutin pemerintah. Sehingga
pemerintah harus memperkuat komponen lainnya seperti penerimaan dalam negeri dan
mengefisiensikan jumlah pengeluaran rutin, agar jumlah kewajiban utang tidak perlu diperberat
melalui pembentukan utang yang baru.Anggaran yang semakin ketergantungan akan kemampuan
utang luar negeri akan semakin mempersulit perekonomian negara yang bersangkutan untuk
memulihkan pembangunan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi anggaran pendapatan dan belanja Negara dalam suatu pemerintahan merupakan salah satu
structural yang berperan sebagai tulang punggung dalam menopang kehidupan Negara baik itu
dalam hal kemakmuran, kesejahteraan,bahkan berlangsungnya perkembangan suatu Negara untuk
mencapai sebuah kemajuan. Selain itu persoalan APBN sangatlah penting tatkala Negara tersebut
sedang mengalami kondisi dimana pengeluaran jauh lebih banyak daripada pemasukannya.
Pendapatan APBN paling banyak disumbang dari penerimaan pajak yang didominasi oleh sumber-
sumber antara lain pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang atau pajak penjualan barang
mewah, pajak bumi dan bangunan, penerimaan cukai dll. Dari tahun ke tahun
penerimaan/pendapatan negara dari pajak terus meningkat.
Namun, masih banyak persoalan-persoalan menyangkut APBN, mulai dari penyusunan anggaran
sampai pelaksanaan anggaran yang sering kali lebih besar pengeluaran dari pendapat dan
mengalami deficit anggaran yang menyebabkan Indonesia masih memilih jalan keluar untuk
menutupi deficit tersebut dengan cara meminjam dana ke lembaga-lembaga keuangan dunia dan
Negara-negara maju di dunia.
Dengan adanya APBN yang tersusun secara terperinci, seharusnya negara indonesia bisa
mengatasi berbagai persoalan yang ada dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
meminimalisasi berbagai dampak buruk dari semua masalah yang timbul di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

-Deddi & Ayuningtyas.Akuntansi Sektor Publik.2010.Salemba Empat;Jakarta


-Baswir Revrisond.Akuntansi Pemerintahan Indonesia.1998.BPFE Yogyakarta.Yogyakarta
-Nordiawan Deddi.Akuntansi Sektor Publik.2006.Salemba Empat;Jakarta
http://ambonganteng.wordpress.com/2011/03/18/pengertian-tujuan-fungsi-dan-perhitungan-
apbn/
http://investasipemerintah.wordpress.com/
http://rian-ardhie.blogspot.com/2012/03/peran-pajak-dalam-apbn.html
Siklus Anggaran (Budget Cycle) adalah masa atau jangka waktu mulai saat anggaran (APBN)
disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang.
Siklus anggaran terdiri atas penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran,
dan pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran Penyusunan Anggaran
Pada tahap awal penyusunan anggaran, Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan
fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Berdasarkan hasil pembahasan
kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama DPR
membahas kebijaksanaan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap
kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga
(RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai,
disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang
disusun. RKA-KL tersebut disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN. Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Menteri
Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.

Penyusunan rencana kerja mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang
Rencana Kerja Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang RKA-KL.
Penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga untuk periode satu tahun dituangkan
dalam RKA-KL. Untuk selanjutnya, petunjuk teknis penyusunan RKA-KL ditetapkan setiap tahun
melalui Keputusan Menteri Keuangan.

Reformasi di bidang penyusunan anggaran juga diamanatkan dalam Undang-undang 17 Tahun


2003 tentang Keuangan Negara yang memuat berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan
penyusunan anggaran. Perubahan mendasar tersebut, meliputi aspek-aspek penerapan pendekatan
penganggaran dengan prospektif jangka menengah (medium term expenditure framework),
penerapan penganggaran secara terpadu (unified budget), dan penerapan penganggaran
berdasarkan kinerja (performance budget). Dengan menggunakan pendekatan penyusunan
anggaran tersebut, maka penyusunan rencana kerja dan anggaran diharapkan akan semakin
menjamin peningkatan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran (planning and
budgeting).

Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang APBN tahun


berikutnya disertai dengan nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR
pada bulan Agustus. Pembahasan RUU APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang
mengatur susunan dan kedudukan DPR. Dalam pembahasan ini DPR dapat mengajukan usul yang
mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan undang-undang
tentang APBN. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN dilakukan selambat-
lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang
disetujui oleh DPR terinci dalam dengan unit organisasi, fungsi, subfungsi, program, kegiatan, dan
jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui rancangan undang-undang tentang APBN yang
diajukan pemerintah, maka pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, rincian pelaksanaan APBN dituangkan lebih
lanjut dengan Peraturan Presiden tentang Rincian APBN. Selanjutnya, Menteri Keuangan
memberitahukan kepada menteri/pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan
anggaran untuk masing-masing kementerian negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga
menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya,
berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tentang Rincian APBN.
Dokumen pelaksanaan anggaran terurai dalam sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program, dan
rincian kegiatan anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana
penarikan dana tiap-tiap satker, serta pendapatan yang diperkirakan.

Pelaksanaan Anggaran
Pelaksanaan anggaran diawali dengan disahkannya dokumen pelaksanaan anggaran oleh Menteri
Keuangan. Terhadap dokumen anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan
kepada menteri/pimpinan lembaga, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Gubernur, Direktur
Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan terkait, Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa
Pengguna Anggaran. Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan anggaran adalah Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA. Sedangkan
dokumen pembayaran antara lain terdiri dari Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah
Membayar (SPM), dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan anggaran belanja, pasal 17 Undang-Undang Perbendaharaan


Negara menyatakan bahwa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan
kegiatan yang tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan dan
berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah
ditetapkan. Lebih lanjut, pedoman dalam rangka pelaksanaan anggaran diatur dalam Keputusan
Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004.

Pedoman untuk pelaksanaan belanja negara terdiri atas:


Peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara, yaitu yang memuat bagaimana prosedur pengelolaan keuangan negara mulai
dari ketersediaan dana, pengajuan tagihan kepada negara, penataausahaan dan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan
Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-11/PB/2011.
Peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan kegiatan kementerian negara/lembaga sebagaimana
tercantum dalam DIPA dan Petunjuk Operasional Kegiatan ditetapkan dalam Peraturan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010.
Pengawasan Anggaran
Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak diungkap secara nyata dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun, Keputusan Presiden Nomor 42
Tahun 2002 jo Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN
pada Bab IX memuat hal-hal yang mengatur pengawasan pelaksanaan APBN. Pada tahap ini
pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh atasan/kepala kantor/satuan kerja
kementerian negara/lembaga dalam lingkungannya. Atasan langsung bendahara melakukan
pemeriksaaan kas bendahara sekurang-kurangnya tiga bulan sekali. (Yang berlaku sekarang sesuai
dengan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 47/PB/2009 jo. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 73/PMK.05/2008 bahwa pemeriksaan kas bendahara tersebut dilaksanakan sekurang-
kurangnya satu bulan sekali.)

Inspektur Jenderal masing-masing kementerian negara/lembaga dan unit pengawasan pada


lembaga melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBN di lingkungan kementerian
negara/lembaga bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Inspektur Jenderal
kementerian negara/lembaga dan pimpinan unit pengawasan lembaga wajib menindaklanjuti
pengaduan masyarakat mengenai hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan APBN.

Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif, terdapat pula pengawasan yang dilakukan
oleh DPR atau legislatif baik secara langsung mupun tidak langsung. Pengawasan secara langsung
dilakukan melalui mekanisme monitoring berupa penyampaian laporan semester I kepada DPR
selambat-lambatnya satu bulan setelah berakhirnya semester I tahun anggaran yang bersangkutan.
Laporan tersebut harus pula mencantumkan prognosa untuk semester II dengan maksud agar DPR
dapat mengantisipasi kemungkinan ada atau tidaknya APBN Perubahan untuk tahun anggaran
yang bersangkutan. Laporan semester I dan prognosa semester II tersebut dibahas dalam rapat
kerja antara Panitia Anggaran DPR dan Menteri Keuangan sebagai wakil pemerintah. Pengawasan
tidak langsung dilakukan melalui penyampaian hasil pemeriksaan BPK atas pelaksanaan APBN
kepada DPR. Pemeriksaan yanag dilakukan BPK menyangkut tanggung jawab pemerintah dalam
melaksanakan APBN.

Pelaporan dan Pertanggungjawaban Anggaran


Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN di lingkungan kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya berupa Laporan Keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang dilampiri Laporan Keuangan Badan
Layanan Umum (BLU) pada kementerian negara/lembaga masing-masing. Laporan Keuangan
kementerian negara/lembaga oleh menteri/pimpinan lembaga disampaikan kepada Menteri
Keuangan selambat-lambatnya dua bulan setelah tahun anggaran berakhir. Kemudian Menteri
Keuangan menyusun rekapitulasi laporan keuangan seluruh instansi kementerian negara. Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara juga menyusun Laporan Arus Kas. Selain itu, Menteri
Keuangan sebagai wakil Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan
menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara. Semua laporan keuangan tersebut
disusun oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal sebagai wujud laporan keuangan
pemerintah pusat disampaikan kepada Presiden dalam memenuhi pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN. Presiden menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat kepada BPK
paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Audit atas laporan keuangan pemerintah
harus diselesaikan selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan keuangan tersebut diterima oleh
BPK dari Pemerintah.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 30 menyebutkan bahwa
Presiden menyampaikan Rancangan Undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan, selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus
Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, serta dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan
negara dan badan lainnya. Mengenai bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai