Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEUANGAN DAERAH

Disusun Oleh :

Jilan Hildawan Yusuf 1821100

A Muh Nur Fajrin 1821085

Zulhidayat H. Zulfikar 1821097

Nadiya Tul Isya 1821106

PRODI ILMU PEMERINTAHAN


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
MUHAMMADIYAH SINJAI
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 2

BAB I .............................................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 4

I. PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 4

A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 5

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................................... 5

BAB II........................................................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 6

A. Dasar Hukum .................................................................................................................................... 6

B. Pengertian Keuangan Daerah ............................................................................................................ 6

C. Keuangan Daerah .............................................................................................................................. 7

D. Sumber-Sumber Keuangan Daerah ................................................................................................. 14

E. Pengelolaan APBD ......................................................................................................................... 16

2
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT dan segala puji syukur hanya bagi-Nya Tuhan
semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dalam penyusunan makalah
Keuangan Daerah ini.

Maksud penyusunan makalah ini adalah sebagai syarat memenuhi tugas mata kuliah
Pemerintahan Daerah, Makalah ini juga menguraikan beberapa materi mengenai Tata Kelola
Keuangan Daerah dan juga untuk mempermudah pemahaman kepada kita semua. Khususnya
mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Muhammadiyah Sinjai.

Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada para mahasiswa dari hasil makalah
ini. Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi suatu yang berguna bagi kita
bersama, bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya.

Sinjai, November 2019

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan adanya reformasi dibidang keuangan negara seperti terbitnya UU RI No. 17 Tahun 2003
tentang keuangan negara, dan UU lainnya seperti Tersebut di atas dan termasuk juga
pengaturan sistem pengelolaan keuangan daerah yang telah tergabung di dalam sistem
keuangan negara.

Setelah peraturan perundang-undangan dibidang keuangan negara dilaksanakan, kurang lebih


lima tahunan, maka sudah pasti ditemukan kendala dan permasalahan. sebagai contoh, dimana
keberadaan keuangan daerah dalam sistem keuangan negara, seperti tidak termuatnya
pengertian, lingkup dan hubungannya dengan keuangan negara. akibat kekurang jelasan
pengertian ini, dapat berdampak juga pada sistem dan kewenangan pemeriksan keuangan
negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BAPAK).

Oleh karena itu, sudah waktunya setiap permasalahan yang timbul sebagai akibat dari
pelaksanaan, dapat dijadikan bahan pertimbangan guna dicari pemecahan dan solusinya, yakni
dengan melakukan penelitian, pengkajian, pengevaluasian secara komprehensif. hasil
penelitian dijadikan saran dan usulan dalam rangka penyempurnaan kembali peraturan
perundang-undangan dibidang keuangan negara yang telah berjalan selama ini.

4
B. Rumusan Masalah

a. Apa dasar hukum keuangan daerah?

b. Apakah Pengertian Keuangan daerah?

c. Bagaimanakah Tata Kelola Keuangan Daerah?

d. Dari manakah sumber keuangan daerah?

e. Bagaimanakah pengelolaan APBD?

C. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui apa dasar hukum keuangan daerah

b. Untuk mengetahui apakah pengertian keuangan daerah

c. Untuk Memahami Tata kelola keuangan daera

d. Untuk Mengetahui sumber Keuangan daerah

e. Untuk memahami pengelolaan APBD

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar hukum

1. UU RI No. 17 Tahun. 2003 Tentang Keuangan Negara;


2. UU RI No. 1 Tahun. 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;
3. UU RI No. 15 Tahun. 2004 Tentang. pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara;
4. UU RI No. 32 Tahun. 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
5. UU RI No. 33 Tahun.2004 Tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, dan a.l.;
6. PP RI No. 56 Tahun. 2005 Tentang. sistem informasi keuangan daerah;
7. PP RI No. 58 Tahun. 2005 Tentang. pengelolaan keuangan daerah.

Salah satu maksud dari diterbitkannya pengaturan keuangan negara ini adalah menyatukan
sistem keuangan negara yang dikelola pemerintah pusat dengan sistem keuangan daerah yang
dikelola pemerintah daerah. karena itu, dalam UU RI No. 17 Tahun. 2003 sebenarnya sudah
dimuat materi-materi keuangan daerah, seperti tentang APBD, penerimaan, pengeluaran,
pendapatan, dan belanja daerah, termasuk adanya istilah keuangan daerah.

Namun mengenai pengertian dan kekuasaan atas pengelolaan keuangan daerah yang termuat
dalam UU RI No. 17 Tahun. 2003 dan UU RI No. 1 Tahun. 2004, ternyata menimbulkan beberapa
hal yang menjadi ketidakjelasan atau bahkan menjadi kabur.

B. Pengertian Keuangan daerah

1. Dalam penjelasan atas UU RI No. 17 Tahun. 2003 tidak dimuat uraian mengenai dasar
pemikiran, ruang lingkup maupun kekuasaan atas pengelolaan keuangan daerah dalam
kaitannya dengan upaya penyatuan peraturannya. tetapi yang dimuat hanya menyangkut
sebagian dari keuangan daerah yakni tentang penyusunan dan penetapan APBD;
2. Penggunaan istilah keuangan daerah tidak konsisten, Contoh, UU RI No. 17 Tahun. 2003 dalam
bab satu, ketentuan umum, sama sekali tidak dimuat pengertian dan istilah keuangan daerah.

6
tetapi dalam bab-bab dan pasal-pasal berikutnya, istilah keuangan daerah digunakan juga, lihat
pasal 6 ayat (2) huruf c; dalam pasal 10 bahkan ada istilah pejabat pengelola keuangan daerah;
3. Anehnya istilah dan pengertian keuangan daerah baru diatur dalam PP RI No. 58 Tahun. 2005,
bukan diatur dalam UU.

C. Pengelolaan Keuangan Daerah

a. Definisi dan Ruang Lingkup Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan


daerah sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban (Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2004). Definisi tersebut diatas mencerminkan bahwa berbicara tentang
pengelolaan keuangan daerah berarti kita sedang membahas kedudukan dan kewenangan dari
orang-orang yang menangani keuangan daerah. Orang-orang tersebut (yang kemudian disebut
pejabat pengelola keuangan daerah) adalah pejabat-pejabat yang mengatur tentang keuangan
daerah.

Untuk itu maka sebelum kita membicarakan lebih jauh tentang pengelolaan keuangan daerah
maka kita terlebih dahulu harus paham atau memiliki kesamaan pengertian tentang keuangan
daerah. Dalam berbagai referensi, kita akan menjumpai banyak definisi tentang keuangan
daerah. Walaupun definisi-definisi tersebut menggunakan kalimat yang berbeda namun pada
intinya Keuangan Daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah
tersebut (Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006). Jadi keuangan daerah pada intinya
adalah berbicara tentang dua hal yaitu : Hak Daerah dan Kewajiban Daerah. Hak adalah milik
atau kepunyaan. Jadi hak daerah adalah segala sesuatu yang secara hukum adalah milik daerah
atau dapat dijadikan milik pemerintah. Kewajiban adalah sesuatu yang harus
dikerjakan/dilaksanakan, atau sesuatu yang berkenaan dengan tugas atau pekerjaan. Apabila
“hak” dan “kewajiban” daerah tersebut dapat dinilai dengan uang maka hal tersebut telah
memenuhi syarat dikatakan sebagai bagian dari keuangan daerah.

Jadi berbicara tentang Keuangan Daerah adalah berbicara dalam ruang lingkup :

7
1) Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman;
2) Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan
membayar tagihan pihak ketiga;
3) Penerimaan daerah;
4) Pengeluaran daerah;
5) Kekayaan daerah yang dikelola sendiri (Pemerintah Daerah) atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan
6) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.

b. Azas-azas Pengelolaan Keuangan Daerah

Dalam pengelolaan keuangan daerah, maka pelaku pengelolaan keuangan daerah harus
taat pada 11 (sebelas) azas yaitu tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

(1) Secara tertib adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang
didukung dengan buktibukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Taat pada peraturan perundang-undangan adalah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(3) Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan
cara membandingkan keluaran dengan hasil.
(4) Efisien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau
penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.
(5) Ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada
tingkat harga yang terendah.
(6) Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang keuangan daerah.
(7) Bertanggung jawab merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
(8) Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/atau
keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang obyektif.
(9) Kepatutan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.
(10) Manfaat untuk masyarakat adalah bahwa keuangan daerah diutamakan untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat.

8
c. Pelaku Pengelola Keuangan Daerah

Dalam mengelola keuangan daerah terdapat empat tahapan yang dilakukan yaitu,
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Dalam negara yang
demokratis, hampir semua tahapan tersebut melibatkan parlemen (Legislatif) sebagai ”wakil
rakyat”. Pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah Mengapa legislatif (DPRD) harus
dilibatkan dalam pengelolaan keuangan daerah?. Jawaban yang sering kita jumpai adalah
karena pengelolaan keuangan daerah adalah pengelolaan uang rakyat, sehingga perlu
mendapat izin rakyat untuk menggunakan, diawasi saat pelaksanaan, dan dimintai
pertanggungjawaban saat selesai digunakan. Jadi dalam pengelolaan keuangan daerah,
legislatif (DPRD) adalah pihak yang bertindak sebagai ”agen” rakyat untuk memastikan bahwa
uang rakyat tersebut telah digunakan untuk kepentingan rakyat, sedangkan prinsip pengelolaan
ada pada pihak eksekutif (Pemerintah Daerah). Jadi pemaham tentang pelaku pengelola
keuangan daerah harus diartikan sebagai pejabat pada lingkungan eksekutif (pemerintah
daerah). Untuk itu maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang
pengelolaan keuangan daerah disebutkan ada beberapa pelaku yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan daerah yaitu :

1) Bupati selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah yang karena jabatannya
mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.
2) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan
kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya disebut dengan. kepala SKPKD yang
mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum
daerah. Pejabat tersebut pada Pemerintah Daerah diemban oleh Kepala Bagian Keuangan pada
sekretariat Daerah Kabupaten Jeneponto.
3) Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam
kapasitas sebagai bendahara umum daerah.
4) Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk
melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya. Jadi yang dimaksud disini adalah
: Kepala Dinas/Badan, para Camat serta para Kepala Kantor.
5) Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah.
Pejabat pengguna barang adalah sama dengan pejabat pengguna anggaran yaitu Kepala
Dinas/Badan, para Camat serta para Kepala Kantor.
6) Kuasa Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat Kuasa BUD adalah pejabat yang
diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas BUD. Pejabat dimaksud adalah orang-orang di
lingkungan bagian keuangan yang ditunjuk oleh Bendahara Umum Daerah melalui penetapan
dengan Keputusan Bupati.
7) Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian
kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD.

9
8) Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD yang selanjutnya disingkat PPK-SKPD adalah pejabat
yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.
9) Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada unit
kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan
bidang tugasnya.
10) Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah
dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
11) Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan
belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.

d. Perencanaan Keuangan Daerah

Perencanaan keuangan daerah lazim disebut sebagai “Penganggaran”. Perencanaan


keuangan daerah dapat dipahami sebagai semua usaha dan tahapan dalam rangka membuat
rencana kerja keuangan (anggaran). Jadi pada hakekatnya perencanaan keuangan daerah
adalah proses untuk membuat anggaran dalam hal ini adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).

Untuk menyusun APBD, pemerintah daerah menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) dengan menggunakan bahan dari (Rencana Kerja (Renja) Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja
Pemerintah. RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan
kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Penyusunan RKPD diselesaikan
paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan yang ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.

Berdasarkan RKPD, Bupati menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA). Rancangan KUA
memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan
oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan
proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan
yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Asumsi yang mendasari yakni
mempertimbangkan perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan
fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah.

10
Dalam menyusun rancangan KUA Bupati dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA yang telah disusun disampaikan oleh
sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada Bupati, paling lambat
pada awal bulan Juni untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran
berikutnya. Pembahasan Rancangan KUA dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran
DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat
minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.

Berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai
berikut:

a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;


b. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.

Bupati menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan.
Pembahasan PPAS dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.

Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi Prioritas dan Plafon
Anggaran (PPA) paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan. KUA serta PPA yang
telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani
bersama antara Bupati dengan pimpinan DPRD.

Berdasarkan nota kesepakatan, TAPD menyiapkan rancangan surat edaran Bupati tentang
pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD)
sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Surat edaran Bupati perihal pedoman
penyusunan RKA-SKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran
berjalan Rancangan surat edaran Bupati tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaimana
dimaksud mencakup :

a. PPA yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan
pembiayaan;
b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan
standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip
peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam
rangka pencapaian prestasi kerja; dan

11
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKA-SKPD, analisis
standar belanja dan standar satuan harga.

Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD. RKA-SKPD


disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah,
penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja.

RKA-SKPD sebagaimana dimaksud memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk


masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang
direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta
prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD tersebut juga memuat informasi tentang
urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan dicapai dari
program dan kegiatan.

RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut
oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD
dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan
dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran
kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta
sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat
ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan.. RKA-SKPD yang telah
disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati tentang
penjabaran APBD. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang
terdiri dari:

a. ringkasan APBD;
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan
pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah
dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar piutang daerah;
h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan
kembali dalam tahun anggaran ini;

12
l. daftar dana cadangan daerah; dan
m. daftar pinjaman daerah.

Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada
Bupati. Rancangan peraturan daerah tentang APBD, sebelum disampaikan kepada DPRD
disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi tersebut bersifat memberikan informasi
mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD
tahun anggaran yang direncanakan. Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD
dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.

Bupati menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada
DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari
tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan
bersama DPRD dan Bupati terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan
paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Atas dasar
persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati menyiapkan rancangan
peraturan Bupati tentang penjabaran APBD.

e. Pelaksanaan Keuangan Daerah

Pelaksanaan keuangan daerah dimulai pada saat APBD ditetapkan oleh Bupati menjadi
Peraturan Daerah dan dijabarkan dalam Peraturan Bupati. PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja
setelah peraturan daerah tentang APBD ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala
SKPD agar menyusun rancangan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD. Rancangan DPA-
SKPD, merinci sasaran yang hendak dicapai, program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk
mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap SKPD serta pendapatan yang
diperkirakan. Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD. DPA-SKPD digunakan sebagai
dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang.

Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD menyusun rancangan anggaran kas SKPD.
Rancangan anggaran kas SKPD disampaikan kepada PPKD selaku BUD bersamaan dengan
rancangan DPA-SKPD. Berdasarkan anggaran Kas SKPD, PPKD selaku BUD menyusun anggaran
kas pemerintah daerah guna mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai
pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA-
SKPD yang telah disahkan. Anggaran kas memuat perkiraan arus kas masuk yang bersumber
dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar yang digunakan guna mendanai pelaksanaan
kegiatan dalam setiap periode.

Setelah anggaran kas ditetapkan, Semua pelaksanaan APBD berupa mengusahakan pendapatan
dan melakukan pembiayaan kegiatan dapat dilaksanakan. Semua pendapatan daerah
dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah. Setiap pendapatan harus didukung oleh bukti
13
yang lengkap dan sah. Setiap SKPD yang memungut pendapatan daerah wajib mengintensifkan
pemungutan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya. SKPD dilarang
melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

Setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan
sah. Bukti tersebut harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan
bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud.
Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum
rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran
daerah. Pengeluaran kas tidak termasuk untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang
bersifat wajib yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati

D. SUMBER – SUMBER KEUANGAN DAERAH

Dalam Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya menyatakan bahwa


daerah indonesia terbagi dalam daerah yang bersifat otonom atau bersifat daerah administasi.
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata,
dan bertanggungjawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian, dan pemamfaatan sumber daya nasional yang berkeadian, serta perimbangan
keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan Pemerintah Pusat dan Daerah
dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari:

1. Pendapatan asli daerah, merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah
daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil restribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

2. Dana perimbangan, yakni dana yang berasal dari pusat yang bertujuan menciptakan
keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan antara Pemerintah Daerah.
Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana
Alokasi Khusus (DAK).

DBH bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Sedangkan DAU dialokasikan untuk
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Dana
alokasi umum dialokasi dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah,
luas daerah, keadaaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan masyarakat

14
didaerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang belum
berkembang dapat diperkecil.

Dana alokasi khusus bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan-kebutuhan


khusus daerah. Disamping itu untuk menanggulangi keadaan mendesak seperti bencana alam,
kepada daerah dapat dialokasikan Dana Darurat. DAK dialokasikan kepada daerah tertentu
untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas
nasional (dari perpu 3 tahun 2005 tentang perubahan atas undang-undang nomor 32 tahun
2004 tentang pemerintah daerah).

3. Pinjaman daerah, adalah transaksi yang mengakibatkan pemerintah daerah menerima dari
pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga pemerintah daerah tersebut
dibebani kewajiban untuk melakukan pembayaran kembali (PP No.54 tahun 2005). Menurut
pasal 169-171 UU No. 32 tahun 2004, salah satu sumber pendapatan bagi pemerintah daerah
adalah dengan melakukan pinjaman dari dalam atau luar negeri dengan persetujuan DPRD.

Hal tersebut sejalan dengan UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
pemerintah pusat dan daerah, yang menyatakan bahwa daerah dapat melakukan pembiayaan
daerah melalui berbagai alternatif sumber pembiayaan baru, misalnya pinjaman kepada pihak
dalam negeri, luar negeri, pihak swasta maupun kepada masyarakat melalui obligasi.

4. Lain-lain penerimaan yang sah, terdiri dari hibah dan dana darurat. Hibah adalah penerimaan
daerah berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga
Internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan. dana darurat adalah
dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah yang terkena bencana nasional,
peristiwa luar biasa, dan atau krisis solvabilitas

E. PENGELOLAAN APBD

15
Proses Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan/penyusunan
anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD merupakan rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,
dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Oleh karena itu APBD merupakan kesepakatan
bersama antara eksekutif dan legislatif yang dituangkan dalam peraturan daerah dan dijabarkan
dalam peraturan bupati. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD berpedoman kepada
RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan
bernegara. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pasal 181 dan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 17-18,
yang menjelaskan bahwa proses penyusunan APBD harus didasarkan pada penetapan skala
prioritas dan plafon anggaran, rencana kerja Pemerintah Daerah dan Kebijakan Umum APBD
yang telah disepakati bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Bab IV
Penyusunan Rancangan APBD Pasal 29 sampai dengan pasal 42 dijelaskan bahwa proses
penyusunan RAPBD berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum APBD, Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan Rencana Kerja Anggaran SKPD (RKA-SKPD).

APBD mempunyai fungsi :

 Fungsi Otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan;
 Fungsi Perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan;
 Fungsi Pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan;
 Fungsi Alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan
lapangan kerja/ mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perekonomian;
 Fungsi Distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan;
 Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, APBD disusun dengan menggunakan
metoda tradisional atau item line budget. Mekanisme penyusunan anggaran ini tidak
didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah

16
ditentukan, namun lebih meniitikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran. Sasaran
(target), keluaran (output) dan hasil (outcome) dari kegiatan/program yang akan atau telah
dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur
tidak dapat disajikan dengan baik sehingga esiensi dari pengertian anggaran berbasis kinerja
(performance based budgeting) semakin tidak jelas.

Namun dalam perkembangannya, sistematika anggaran berbasis kinerja muncul sebagai


pengganti dari anggaran yang bersifat tradisional. Anggaran berbasis kinerja pada dasarnya
memiliki makna yang mendalam yaitu suatu pendekatan sistematis dalam proses penyusunan
anggaran yang mengaitkan pengeluaran yang dilakukan organisasi pemerintahan di daerah
dengan kinerja yang dihasilkannya serta menggunakan informasi kinerja yang terencana. Proses
penyusunan anggaran pemerintah daerah, dimulai dengan dokumen-dokumen perencanaan
seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
(PPAS). Sedangkan, pada tingkat satuan kerja pemerintah daerah (SKPD), dokumen-dokumen
tersebut meliputi Rencana Stratejik (Renstra) SKPD, Rencana Kerja (Renja) SKPD dan Rencana
Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Dalam implementasinya penerapkan penganggaran berbasis
kinerja tidak hanya dibuktikan dengan adanya dokumen-dokumen tersebut, melainkan
substansi dari dokumen tersebut harus ada keselarasan antar dokumen-dokumen dengan
memperhatikan indikator kinerja yang hendak dicapai. Indikator-indikator kinerja di SKPD
dituangkan dalam Renja SKPD seyogyanya terdapat keselarasan dalam pencapaian indikator
kinerja yang termuat dalam Renstra SKPD. Indikator kinerja Renja SKPD harus selaras dengan
indikator-indikator kinerja yang dituang dalam RKA SKPD. Keselarasan indikator kinerja secara
otomatis akan dapat mengaitkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam dokumen
perencanaan strategis (Renstra SKPD) yang selanjutnya dituangkan dalam program dan
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan SKPD.

Oleh karena itu, kedudukan APBD sangatlah penting sebagai alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah dalam proses pembangunan
di daerah. APBD juga merupakan alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik
(public accountability) yang diwujudkan melalui program dan kegiatan. APBD merupakan
instrumen kebijakan yaitu sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan
kesejahteraan masyarakat di daerah yang harus mencerminkan kebutuhan riil masyarakat
sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya
anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Proses
penganggaran yang telah direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan tertib serta
disiplin akan mencapai sasaran yang lebih optimal. APBD juga menduduki posisi sentral dan
vital dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Proses
pembangunan di era otonomi daerah memberikan celah dan peluang yang besar bagi

17
Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan dan arah pembangunan yang mengutamakan
potensi serta keunggulan daerah sesuai dengan karakteristik daerah sehingga esensi dari
dokumen APBD yang dihasilkan dapat memenuhi keinginan dari semangat otonomi daerah itu
sendiri. Pemerintah Daerah juga dituntut melakukan pengelolaan keuangan daerah yang tertib,
transparan dan akuntabel agar tujuan utama dapat tercapai yaitu mewujudkan good
governance dan clean goverment.

18

Anda mungkin juga menyukai