Jalan Tol Balikpapan - Samarinda direncanakan menghubungkan Kota Balikpapan - Kota Samarinda.
Selama ini kedua kota tersebut dihubungkan hanya dengan satu poros jalan. Sebagai kota yang
tergolong terbesar di Provinsi Kalimantan Timur dan banyak melayani aktifitas dan kegiatan lintas
provinsi. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan waktu tempuh antar kota yang lebih singkat serta
harus sesuainya standar jalan yang ada. Jalan tol ini dicanangkan petama kali pada tahun 2011 oleh
Gubernur Kalimantan Timur Drs. H. Awang Faroek Ishak, M.M,M.Si. Jalan tol ini sudah sempat
dimulai pembangunannya di tahun 2011 namun berhenti dikarenakan tidak adanya pembiayaan dari
pemerintah pusat maupun daerah pada masa tersebut.
Jalan Tol Balikpapan - Samarinda dapat dilanjutkan dikarenakan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda
menjadi salah satu ruas yang masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Presiden Joko Widodo
(Jokowi). Saat ini pembangunan Jalan Tol Balikpapan - Samarinda memiliki panjang 99,35 kilometer.
Jalan tol ini dirancang sepanjang 99,35 kilometer dan terbagi ke dalam lima seksi. Kelima seksi yang
akan dikerjakan yaitu Seksi I ruas KM 13 Balikpapan - Samboja, Seksi II ruas Samboja - Palaran I, Seksi
III ruas Samboja - Palaran II, Seksi IV ruas Palaran - Jembatan Mahkota dan Seksi V ruas Balikpapan -
Sepinggan. Perkiraan dana yang digunakan adalah Rp 9,9 triliun dan kini progres pembebasan
lahannya telah mencapai 92,28% dan konstruksi 17,13%. Target pemerintah pusat sendiri tahun
2018 dapat digunakan, supaya dapat mempermudah pergerakan barang dan orang di provinsi
Kalimantan Timur sendiri lebih tepatnya di sepanjang ruas kota Balikpapan - Samarinda.
Proyek pembangunan jalan tol Balikpapan - Samarinda memiliki hambatan dalam pembangunannya.
Hambatan yang paling diraskan sangat berpengaruh pada perjalanan proyek ini adalah
permasalahan pembebasan lahan yang tak kunjung usai. Proyek ini membelah Taman Hutan Raya
(Tahura) Bukit Soeharto dan Hutan Lindung Sungai Manggar (HLSM). Dalam menanggapi hal ini
pemerintah telah menyiasati ketidak sesuaian fungsi kawasan lindung dengan mengeluarkan surat
keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomer : SK.554/Menhut-II/2013, yang menjadi
dasar hukum direvisinya RTRW Provinsi Kalimantan Timur.
Jalan tol ini dibangun dengan skema pembaiayaan public private partnership (PPP) atau kerjasama
pemerintah swasta (KPS). Total biaya seksi 1 yang dibiaya APBD Provinsi dan seksi 5 yang dibiayai
pinjaman Cina dan APBN mencapai Rp 9,9 triliun. Proyek ini juga menggunaka multi years contract
(MYC) , dan sudah berjalan untuk seksi 1 dan seksi 5. Sementara, untuk seksi 5 Bandara Sepinggan
Balikppan KM 13 sepanjang 11,09 kilometer, menggunakan anggaran pinjaman dari pemerintah
China . Saat ini progres fisiknya telah mencapai 6,2 persen dan pembebasan lahan 58,5 persen.
Untuk mempercepat penyelesaian pembebasan lahan juga digunakan skema dana talangan dari
Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Sedangakan untuk seksi 2,3,dan 4 menjadi tanggung
jawab PT Jasa Marga Balikpapan -- Samarinda.
Terkait dengan pembagian pembangunan berdasarkan seksi diatas, pemerintah menentukan model
pembiayaan dalam paket - paket yang selaras dengan pembagian seksi tersebut. Hal ini dilakukan
guna memudahkan investor untuk melihat peluang - peluang investasi Jalan Tol Balikpapan -
Samarinda . kemudian dihasilkan kesepakatan skema pembiayaan sebagai berikut :
Pemerintah : Bertanggung jawab atas keseluruhan proyek kerjasama melalui Badan Pengatur Jalan
Tol (BPJT) mendanai SEKSI 1 dari sumber APBD sebesar 1,7 Triliun, dan mendanai seksi V dengan
sumber APBN sebesar 770 Miliar dan pinjaman dari China 930 Miliar.
Swasta/Investor/Badan Usaha : PT. Jasa Marga Balikpapan -- Samarinda, yakni konsorsium oleh PT
Wijaya Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Tjipta Sarana, dan PT Jasa Marga yang bertanggung
jawab mendanai SEKSI 2 -- SEKSI 4 dengan total biaya 6,5 Triliun dengan masa konsensi proyek Jalan
Tol Balikpapan -- Samarinda ini adalah 40 tahun.
Hal tersebut sudah cukup baik pembiayaan dalam proyek Jalan Tol Balikpapan - Samarinda dimana
disini menggunakan skema pembiayaan public Private Partenership (PPP) atau Kerjasama
Pemerintah Swasata (KPS) dengan bentuk Support Build Operate Transfer (SBOT), pemerintah
melalui APBD, APBN, dan pinjaman investor china serta bekerjasama dengan PT Jasa Marga
Balikpapan - Samarinda. Akan tetapi, pemerintah harus menganilisis terkait kinerja keuangan daerah
dikarenakan proyek ini sempat tidak berjalan dikarenakan tidak adanya pembiayaan. Kemudian
peran pemerintah yang terlalu kecil menjadi penyebab masa konsensi selama 40 tahun menurut
saya terlalu lama seharusnya setidaknya cukup 25 tahun dan pemerintah harus berperan lebih besar
atau tidak sama rata agar tidak melemahkan pemerintah sendiri.