Anda di halaman 1dari 4

Kebijakan Publik yang Gagal di Indonesia

ICW: Kebijakan Pemerintah dalam Pemerataan Guru Gagal


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai
kebijakan pemerintah tentang Penataan dan Pemerataan Guru (PPG) gagal.
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri mengatakan, kegagalan
PPG disebabkan penumpukan guru di perkotaan dan kebijakan PPG tidak dijalankan serentak
di semua daerah.
Penataan dan Pemerataan Guru masih sangat lemah terutama dalam bidang desain
kebijakan. Sebelumnya, pemerintah pusat telah mensosialisasikan kebijakan ini ke daerah
namun sosialisasi tersebut tak berjalan optimal.
Gagalnya sosialisasi ini disebabkan kurangnya perhatian Pemda dalam memprioritaskan
kebijakan tersebut. Pemda menganggap kebijakan ini tidak didukung oleh program dan dana
dari pemerintah pusat serta dinilai tidak memberikan keuntungan politik dalam konteks
politik lokal.
"Desain kebijakan didominasi pengaturan pada sisi birokrasi dan mengabaikan sisi
publik. Ini menyebabkan tidak adanya tekanan publik pada pemerintah daerah ataupun
sekolah dalam mengimplementasilan kebijakan ini," ujar Febri di Hotel Grand Cemara,
Jakarta, Senin (22/12/2014).
Febri menambahkan, murid dan komite sekolah di daerah yang kekurangan guru atau
sekolah terpencil sangat mempengaruhi dalam keberhasilan PPG. Keberhasilan PPG akan
mempengaruhi keberhasilan kualitas karena pemerintah harus menyiapkan guru.
"Mereka akan menjaga agar guru tetap mengajar di sekolah tersebut, jika tidak dijalankan
mereka akan menjatuhi sanksi politik kepala daerah dalam pilkada," jelas Febri.
Dalam SKB 5 menteri juga telah diatur sanksi bagi daerah yang tidak menjalankan PPG.
Beberapa sanksi mengenai penundaan dan penghentian dana bantuan pusat ke daerah dan
penundaan formasi Calon Pegawai Negeri Sipil. Namun Febri menilai sanksi tersebut tidak
diberikan pemerintah pusat ke daerah.
Febri menambahkan, SKB 5 menteri juga tidak didukung oleh dasar hukum yang
kuat. Sejauh ini PPG, hanya diatur Peraturan Menteri yang dalam kedudukan tata
perundangan yang lebih rendah dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.
Sebelumya, Oktober 2011 pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama
(SKB) 5 menteri terkait PPG. Adapun lima menteri tersebut yaitu Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi dan Menteri Keuangan. SKB ini mengatur kewenangan serta
tugas, fungsi dan peran masing-masing daerah baik pusat dan daerah.

http://www.tribunnews.com/nasional/2014/12/22/icw-kebijakan-pemerintah-dalam-
pemerataan-guru-gagal
Pemerintah Gagal Menurunkan Harga Daging

Pemerintah sangat terlihat cukup heboh untuk menurunkan harga daging, terutama
harga daging sapi. Padahal selama ini, daging sapi hanya pada kalangan tertentu saja yang
mengkonsumsinya. Jika harga daging sapi dibawah Rp.60.000,-/kg sekalipun, masih banyak
rakyat yang tidak mampu untuk membelinya. Disekitar Jawa Barat, sangat banyak rakyat
untuk membeli beras murah subsidi Pemerintah, tidak mampu untuk membayarnya. Penulis
enggan menyebutkan pemberian nama terhadap beras tersebut karena berkesan penghinaan
kepada sesama rakyat.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menyudutkan dan mengecam Pemerintah, akan
tetapi hanya memberitakan kenyataan dan fakta yang terjadi didalam masyarakat Indonesia.
Setelah adanya upaya keras dadakan yang dilakukan oleh Pemerintah diawal sampai
pertengahan Romadhon 1437 H untuk menekan harga daging sapi dengan upaya impor
daging sapi total sebesar 27.400 ton dan realisasi baru 15.500 ton daging sapi beku dari
Australia.

Ternyata harga daging sapi dan ayam masih saja mahal harganya, apalagi menjelang
hari H lebaran. Artinya Pemerintah belum mampu mensolusi permasalahan klasik harga
daging yang selalu terjadi disetiap bulan Romadhon. Sangat mengagetkan kita, Presiden
Jokowi berucap dengan gaya komando untuk menurunkan harga daging sapi disaat harga
sangat melonjak dan permintaan sangat meningkat. Kalimat komando Presiden Jokowi
adalah : “Kita akan menjungkir balikkan harga daging sapi dibawah Rp.80.000,- per kg” lalu
ditambahkan oleh Jokowi : “Saya tidak mau tau bagaimana caranya, harga sapi harus turun
harganya………titik”.

Sayangnya komando penurunan harga daging sapi dari Presiden Jokowi dilontarkan
ketika dekat menjelang bulan Romadhon 1437 H ini. Mengapa tidak disampaikan Presiden
Jokowi jauh beberapa bulan sebelum bulan Romadhon. Akibatnya para Menteri terkait
membuat program solusi yang juga serba dadakan yang hasilnya sangat buruk sebagaimana
kita saksikan sekarang ini. Harga karkas daging, baik sapi dan ayam masih saja tetap mahal
tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat. Bahkan OP (Operasi Pasar) tidak dapat sama
sekali menurunkan harga sebagaimana yang diharapkan Presiden Jokowi untuk daging sapi
dibawah Rp.80.000,-/kg.

Kekurangan Daging Sapi Nasional Sangat Besar Pada tanggal 5/7/2016 rataan harga
daging sapi lokal di Jakarta-Jabotabek Rp.122.000,-/kg, di Bandung dan sekitarnya rataan
harga daging sapi malah Rp.125.000,-, di Pasar Toboali, Bangka Selatan sangat mahal
Rp.140.000,-/kg. Di Pangkal Pinang Rp. 120.000,-/kg, di Banjarmasin Rp.140.000,-/kg.
Bahkan harga rataan daging beku ex impor di berbagai Super Market (SM) harga mencapai
Rp.90.000,- s/d Rp.98.000,-/kg (sejumlah tertentu daging impor OP masuk ke SM). Kita
yakin, untuk daerah lainnya diseluruh Indonesia, tidak terlalu jauh harganya seperti
dibeberapa kota yang telah dituliskan. Begitu juga harga daging ayam pada 5/7/2016 rataan
harga naik tajam dari Rp. 36.000,-/kg menjadi Rp.42.000,-/kg dan dikandang peternak harga
LB (Live Bird) juga mengalami kenaikan sehingga mencapai Rp.24.500,- s/d Rp.26.000,-/kg
ayam hidup dan harga pokok peternak Rp.19.500,-/kg.

Pada saat adanya operasi pasar (OP) harga karkas daging ayam rataan dipatok
Rp.25.000,-/0,8 kg. Memang menjelang -2H lebaran ini, ada beberapa peternak rakyat yang
mengalami harga LB yang cukup bagus, walaupun masih diimbangi dengan terpaan hutang
yang masih cukup besar terjadi di bulan Februari-Maret 2016 yang lalu, harga LB jatuh
sampai Rp.9.000,-/kg dan HPP Rp.18.500,-/kg peternak rakyat rugi besar saat itu. Dengan
kenyataan yang dialami oleh semua masyarakat Indonesia, upaya keras yang telah dilakukan
oleh Pemerintah melalui Operasi Pasar, untuk menurunkan harga daging sapi dan daging
ayam, tidak dapat dirasakan oleh masyarakat dalam waktu yang panjang. Dalam waktu yang
singkatpun disaat OP, tidak banyak masyarakat bisa menikmati lezatnya rasa daging, karena
memang daya beli masyarakat saat ini yang sangat lemah.

Selanjutnya OP juga hanya diadakan di beberapa tempat yang tidak bisa menjangkau
menyeluruh dan serempak dilakukan OP di banyak perkotaan. Jangankan perkotaan terjauh,
di Jawa Barat saja OP tidak bisa keseluruhan menjangkau di berbagai kota Jawa Barat.
Ekspose mensolusi terhadap harga daging sapi dan ayam ini oleh Pemerintah, sangat luas
diberitakan oleh media TV dan media daring sehingga menjadi ajang unjuk kebolehan solusi
dari Pemerintah yang disaksikan oleh banyak rakyat.

Hasilnya juga disaksikan oleh seluruh rakyat ternyata Pemerintah hanya pamer
kegagalan untuk bisa menurunkan harga daging dalam arti luas sehingga bisa terjangkau oleh
daya beli rakyat. Seharusnya Pemerintah dapat mengambil hikmah atas kejadian kegagalan
ini sehingga mulai hari ini, seharusnya Pemerintah mengevaluasi kinerjanya, lalu dapat
mengambil berbagai cara dan model untuk bagaimana dapat menstabilkan dan
menterjangkaukan harga daging menuju bulan Romadhon 1438 H tahun 2017 mendatang dan
konsisten berlangsung untuk tahun selanjutnya. Seperti kejadian sekarang, hampir seluruh
rakyat mengatakan bahwa : ”Pemerintah, untuk menjawab dan mensolusi komoditas daging
sapi dan ayam saja tidak mampu apalagi bidang solusi permasalahan yang lebih sulit”.
Usulan solusi yang disampaikan Penulis untuk Pemerintah adalah : 1.Untuk mensolusi
permasalahan protein hewani makhluk hidup, harus diperhatikan periode umur bibit hingga
umur siap penen dari komoditas hewan tersebut. Tidak seperti komando Presiden Jokowi
yang disampaikan dekat menjelang bulan Romadhon agar bisa turun harga daging sapi ketika
permintaan sangat meningkat. Ini adalah komando solusi yang tidak tepat momen. 2.
Pemerintah bersegera merevisi total UU No.18 Tahun 2009 Jo. UU No.41 Tahun 2014
sehingga revisi total UU tersebut akan memberi keadilan usaha bagi Peternakan Rakyat. 3.
Pemerintah harus segera memiliki data yang akurat tentang potensi terpasang serta rincinya
untuk jumlah sapi Nasional diberbagai lokasi disemua pulau Indonesia. Lalu semua Dinas
Peternakan di Kabupaten dan Propinsi dikerahkan secara maksimal terintegrasi sebagai
Pembina dan Pengembang unggul produktifitas peternakan sapi rakyat. Model SPR (Sentra
Peternakan Rakyat) persapian sangat perlu dikembang tumbuhkan sesegera mungkin untuk
sekaligus pemberdayaan potensi peternakan rakyat. 4. Petani peternak dididik secara intensif
untuk bisa membuat sendiri konsentrat dan pakan sapi yang baik dan benar yang bahan
bakunya dapat di beli di toko/warung koperasi Dinas Peternakan setempat. Begitu juga cara
penanaman rumput unggul sebagai pakan hijauan sapi. 5. Pemerintah segera membuat
pengembangan peternakan sapi di masyarakat yang intensif dengan sumber bibit sapi unggul
pedaging rekayasa persilangan sapi Indonesia, sehingga nantinya Indonesia tidak perlu lagi
mengimpor bibit sapi jantan (pedet) dari luar negeri. Sudah saatnya Indonesia memiliki galur
sapi unggul yang mandiri baik jenis sapi perah dan jenis sapi pedaging. Hal ini diperlukan
untuk penyangga dan persediaan jangka panjang salah satu sumber protein hewani Nasional.
6. Segera menggalakkan inseminasi buatan dengan bibit unggul disemua sentra peternakan
sapi besar dan sapi peternakan rakyat. 7. Pemerintah sudah saatnya membuka kawasan
peternakan sapi BUMN secara modern dan terpadu serta efisien di beberapa pulau terluas
strategis di Indonesia yang dikerjakan oleh para sarjana asli Indonesia tanpa tenaga asing agar
ketersediaan sapi Nasional tidak tergantung lagi dengan luar negeri seperti Australia dan New
Zealand. Penulis melihat dan bisa merasakan bahwa potensi kemampuan dan kemandirian
ketersediaan hewan sapi dan kerbau Indonesia sangat memungkinkan dan bisa dilakukan oleh
berbagai Koperasi Peternakan Rakyat. 8. Pemerintah segera mendata semua pulau pulau tidak
berpenghuni, lalu di pulau itu disebarkan sapi sapi indukan yang unggul dengan proporsional
keluasan Pulau dan ini bisa merupakan stock daging sapi yang dipelihara secara liar serta
pulau itu dijaga oleh satuan TNI-AD secara bergantian per periode per Kodam bisa bekerja
sama dengan masyarakat secara bagi hasil yang sangat layak kepada para personil petugas
TNI-AD yang dilibatkan. Sekaligus pulau pulau itu terjaga berkelanjutan dalam teritorial
NKRI. Semoga saja pemikiran dalam bentuk tulisan ini menjadi masukan bagi Pemerintah,
sehingga bangsa Indonesia tidak terhinakan oleh bangsa lainnya (lahan luas rumput
terhampar banyak, tenaga sarjana peternakan banyak, tapi daging sapi impor). Penulis sangat
berharap Indonesia dalam waktu tidak terlalu lama bisa swasembada daging sapi, serta sudah
bisa memiliki populasi sapi dan kerbau yang bisa memandirikan Indonesia untuk mengisi
kebutuhan konsumen daging sapi dengan harga terjangkau dan berkualitas untuk masyarakat
banyak yang berdaya saing bagi daya beli masyarakat Indonesia. (Ashwin Pulungan)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/www.didikbangsaku.blogspot.com/pemerintah-
gagal-menurunkan-harga-daging_57805010dc22bdcf0412c8c5

Anda mungkin juga menyukai