OLEH :
Silverius jun Da cunha
21190008
Daftar Isi
Bab I PENDAHULUAN
Bab II PEMBAHASAN
2.1 Instansi swasata
2.2 Pengembangan instansi swasta
2.3
Bab III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN ……………………………………………………….
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Instansi menurut kamus besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) memiliki 3 arti yaitu
badan atau lembaga pemerintah , tingkatan pada pengadilan , dan tahapan dalam rapat
atau diskusi. Sehingga dapat dijelaskan sebagai satuan organisasi yang umumnya dimiliki
oleh pemerintah dan bekerja untuk pemerintah dengan dasar hukum tertentu.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 yang kemudian direvisi menjadi
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, penyediaan infrastruktur bagi masyarakat meliputi
infrastruktur ekonomi dan sosial. Ini meliputi infrastruktur transportasi, jalan, sumber daya air
dan irigasi, air minum, sistem pengelolaan air limbah setempat, sistem pengelolaan
persampahan, telekomunikasi dan informatika, konservasi energi, fasilitas perkotaan, fasilitas
pendidikan, fasilitas sarana dan prasarana olahraga serta kesenian, fasilitas kesehatan,
kawasan,pariwisata, lembaga permasyarakatan, dan perumahan rakyat. Namun, tidak semua
pembangunan infrastruktur ini dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, khususnya daerah
otonom baru yang masih belum diimbangi dengan kapasitas SDM dan finansial yang memadai
untuk melaksanakan kegiatan tersebut sehingga penyediaan infrastruktur di daerah masih
dapat dikatakan belum maksimal bahkan sangat minim. Sebagai contoh, akibat tidak
lengkapnya sarana pendidikan maka anak-anak yang tinggal di daerah-daerah terpencil
kesulitan untuk pergi ke sekolah karena tidak tersedianya akses menuju ke sekolah dimana
mereka harus pergi ke sekolah dengan melewati jembatan gantung yang tidak aman. Contoh
kasus ini terjadi di daerah Lebak Banten, yang mana setelah 10 tahun baru memiliki jembatan
permanen. Pembangunan jembatan ini merupakan bantuan dari IKANAS yang bekerjasama
dengan alumni ITB dan PT SMI dengan biaya sebesar Rp.260 juta (news.detik.com, 27Agustus
2016). Namun lain halnya dengan DKI Jakarta yang secara finansial dan SDM dapat dikatakan
lebih mampu masih belum bisa memperbaiki infrastruktur yang sudah ada sehingga sampai
dengan saat ini masih harus menghadapi persoalan-persoalan kompleks seperti permasalahan
banjir, polusi udara dan suara, penyediaan pemukiman, pengelolaan sampah,dan lain-lain.
Berbagai persoalan yang ada tersebut tentunya perlu ditanggapi dengan serius oleh pemerintah
pusat dan daerah (kabupaten/kota). Namun, bagaimana pemerintah khususnya pemerintah
daerah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dengan adanya berbagai
persoalan tersebut. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menata dan membangun
daerah kabupaten/kota melalui pengembangan kapasitas (capacity building), partisipasi
masyarakat (community participation), dan kerjasama pemerintah dan swasta (public private
partnership). Tulisan pada artikel ini membahas hubungan kerjasama pemerintah dan swasta
dalam pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu untuk menghindari dampak-dampak negatif yang akan muncul maka dalam
proses PPP haruslah mengikuti payung hukum yang jelas baik mengenai pembagian insentif
dan tanggung jawab masing-masing pihak. Dengan demikian harus ada perjanjian kontrak yang
jelas mengenai peran dan tanggung jawab masing-masing pihak dimana ada ketentuan
pembagian risiko dan timbal balik finansial yang didapat oleh pihak-pihak yang terlibat.
Bentuk PPP
Keterlibatan pihak swasta yang mampu menyediakan keuangan dan tenaga ahli setidaknya
membantu fungsi pemerintah sebagai motor pelaksana pembangunan. Selain itu melalui PPP
juga menciptakan sistem pemerintahan yang bersih karena dalam hal ini pemerintah juga bisa
melaksanakan fungsi kontrol terhadap sektor swasta yang terlibat. Namun perlu diingat,
hubungan yang terjalin antara pemerintah dan sektor swasta haruslah memiliki hubungan yang
saling menguntungkan dan harus diikat dalam suatu kontrak untuk jangka waktu tertentu.
Disinilah peran dan fungsi pemerintah untuk mengontrol pelaksanaan pembangunan
diperlukan. Sebagaimana kita sadari bahwa sudah jelas dengan adanya keterlibatan pihak
swasta adalah untuk meraih keuntungan sebagai konsekuensi dalam pembangunan. Namun
keuntungan yang didapat oleh pihak swasta ini sudah seharusnya tidak merugikan
pembangunan. Oleh karena itu perlunya adanya pengawasan dari pemerintah dan pembatasan
waktu.
Proses kerjasama yang terjalin antara pemerintah dan pihak swasta dapat dilakukan dalam
beberapa cara yaitu melalui service contract, management contract, lease contract, concession,
BOT (Build Operation Transfer), Joint Venture Agreement, dan Community Based Provision.
Namun dalam proses kerjasama yang dilakukan ini terdapat beberapa keunggulan dan
kelemahannya.
Service contract merupakan kerjasama pemerintah dengan pihak swasta untuk melaksanakan
tugas-tugas tertentu dalam jangka waktu satu sampai dengan tiga tahun. Pihak swasta memiliki
posisi sebagai pemilik asset dan penanggung jawab risiko keuangan secara penuh. Di dalam
proses ini tidak terlalu membutuhkan komitmen politik, biaya recovery, regulasi dan informasi
dasar. Sementara kapasitas pemerintah pun dikategorikan sedang (tidakmemerlukan skill
khusus). Contohnya pengumpulan dan pembuangan sampah, pengerukan kali, penarikan dan
pengumpulan tagihan air, perawatan pipa air, kesemuanya ini dapat dimitrakan kepada pihak
swasta.
Selanjutnya adalah management contract. Kerjasama ini tidak jauh berbeda dengan service
contract. Namun yang membedakannya adalah kerjasama ini dilakukan pada tingkatan
operasional manajemen dan maintenance dengan jangka waktu tiga sampai dengan delapan
tahun. Posisi pihak swasta adalah sebagai pemilik asset, investor, dan bertanggung jawab atas
risiko finansial dalam batasan minimal. Di dalam proses seleksi hanya ada satu kali kompetisi
dan tidak ada pembaharuan perjanjian. Keunggulan dari management contract adanya
keterlibatan pihak swasta yang lebih kuat. Namun kelemahannya manajemen tidak memiliki
pengawasan yang kuat secara menyeluruh (meliputi keuangan, kebijakan pegawai,dan
sebagainya). Contohnya tidak jauh berbeda dengan service contract seperti pengelolaan
fasilitas umum (rumah sakit, sekolah, tempat parkir).
Lease contract yaitu kerjasama pemerintah yang pihak swasta dalam jangka waktu sepuluh
sampai dengan lima belas tahun dimana tanggung jawab manajemen, operasional dan
pembaharuan kontrak lebih spesifik. Pemilik modal adalah sektor publik (pemerintah) namun
pihak swasta turut menanggung risiko keuangan (risiko menengah). Kelemahannya akan
menimbulkan potensi konflik antara pihak swasta sebagai operator pelaksana dan sektor publik
(pemerintah) sebagai pemilik modal. Contohnya pengelolaan taman hiburan, bandara, dan
armada bis, dan sebagainya.
Concession merupakan kerjasama yang melibatkan pemerintah/publik dan swasta sebagai
pemilik modal dalam jangka waktu 20 sampai dengan 30 tahun. Posisi pihak swasta sebagai
penanggung jawab operasional, pemodal, memelihara,dan menanggung risiko secara penuh.
Keunggulannya pihak swasta mendapatkan kompensasi penuh. Di sisi lain sektor
publik/pemerintah mendapatkan manfaat peningkatan efisiensi operasional dan komersial
dalam investasi dan pengembangan SDMnya. Namun untuk mengembangkan investasi dan
infrastruktur dalam jangka waktu yang lama perlu komitmen politik, regulasi, kapasitas
pemerintah, recovery cost, dan analisis kemampuan yang tinggi. Contohnya PPP yang bersifat
comncession adalah pembangunan jalan tol, pelabuhan laut dan udara, rumah sakit, stadion
olahraga, dan sebagainya.
Build Operate Transfer (BOT) merupakan kejasama PPP yang investasi dan komponen
utamanya adalah peningkatan pelayanan publik dengan jangka waktu 10 sampai dengan 30
tahun. Posisi pihak swasta sebagai penanggung jawab operasi, pemelihara, pemodal, dan
penanggung jawab risiko serta pihak swasta juga akan mendapatkan imbalan sesuai dengan
parameter produksinya. Sistem ini efektif untuk mengembangkan kapasitas SDM, namun
kelemahannya untuk meningkatkan efisiensi operasional membutuhkan jaminan sehingga
diperlukan analisis kemampuan, kapasitas pemerintah, komitmen politik, regulasi yang tinggi
dan recovery cost yang bervariasi. Contohnya pembangunan jalan tol, pelabuhan udara dan
laut, pembangkit listrik, dan sebagainya. Contoh ini tidak jauh berbeda dengan lease contract.
Namun penerapan PPP di Indonesia juga masih lemah karena regulasi yang saling tumpang
tindih sehingga menyulitkan pihak swasta untuk melakukan investasi, prosedur birokrasi yang
masih berbelit-belit, perencanaan tata ruang wilayah dan daerah yang belum tertata dengan
baik, desain perencanaan teknis yang tidak matang sehingga menyulitkan pihak swasta dalam
proses pengerjaan. Salah satu contoh dalam pembangunan jalan tol sering terjadi perbaikan
akibat proses perencanaan yang tidak matang. Dengan demikian dalam proses PPP maka perlu
kesiapan dan kematangan dari pemerintah atau pemerintah daerah untuk menyiapkan regulasi
dan kerangka kerja yang matang sehingga dalam proses pelaksanaan kegiatan tersebut dapat
terealisasi secara maksimal dan memberikan keuntungan kepada berbagai pihak terkait.
(Nyimas Latifah Letty Aziz).
Di dalam BOT, pihak swasta berperan untuk menyediakan modal untuk membangun fasilitas
baru.
Pemerintah akan menyetujui untuk mengeluarkan tingkat produksi yang minimum untuk
memastikan bahwa operator swasta dapat menutupi biayanya selama pengoperasian.
Persyaratan ini menyatakan bahwa untuk mengantisipasi permintaan yang akan diperkirakan
meningkat sehingga akan menyebabkan permasalahan bagi rekan pemerintah jika permintaan
melewati perkiraan.
BOT merupakan cara yang efektif untuk menarik modal swasta dalam pembangunan fasilitas
infrastruktur baru.
Perjanjian BOT akan dapat mengurangi pasar dan resikonya kecil bagi pihak swasta karena
pemerintah adalah pengguna tunggal, pengurangan resiko disini berhubungan dengan apabila
ada permasalahan tidak cukupnya permintaan dan permasalahan kemampuan membayar.
Pihak swasta akan menolak tidak cukupnya mekanisme BOT apabila pemerintah tidak
memberikan jaminan bahwa investasi Swasta akan kembali.
Catatan:
Model BOT ini telah digunakan banyak negara berkembang untuk membangun pembangkit
listrik baru.
3. Prinsip Konsesi
Pengertian:
Dalam kosensi, Pemerintah memberikan tanggung jawab dan pengelolaan penuh kepada
kontraktor (konsesioner) swasta untuk menyediakan pelayanan-pelayanan infrastruktur dalam
suatu area tertentu, termasuk dalam hal pengoperasian, perawatan, pengumpulan dan
manajemennya.
Konsesioner bertanggung jawab atas sebagian besar investasi untuk membangun,
meningkatkan kapasitas, atau memperluas jaringan, dimana konsesioner mendapatkan
pendanaan atas investasi yang dikeluarkan berasal tarif yang dibayar oleh konsumen.
Sedangkan peran pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan standar performance dan
menjamin kepada konsesioner.
Intinya, peran pemerintah telah bergeser dari yang dulunya penyedia pelayanan (provider)
menjadi pemberi aturan (regulator) atas harga yang dikenakan dan jumlah harus disediakan.
Aset-aset infrastruktur yang tetap diperayacakan kepada kosesioner untuk waktu kontrak
tertentu, tetapi setelah biasanya 25 tahun. Lamanya tergantung pada lamanya kontrak dan
waktu yang dibutuhkan oleh konsesioner swasta untuk menutup biaya yang telah dikeluarkan.
Catatan:
Joine venture dapat digunakan konbinasi dari beberapa tipe kerja sama pemerintah dan
swasta yang lain.
Misal pemerintah membuka modal secara bersama, khususnya dalam hal pelayanan,
BOT, atau konsensi untuk penyediaan infrastruktur.
Kerja sama Joint venture merupakan suatu alternatif yang dapat dikatakan “benar-
benar” public private partnership yaitu antara pemerintah, swasta, lembaga bukan
pemerintah, lembaga lainnya yang dapat menyumbangkan sumber daya mereka yang
bisa saling “share” dalam menyelesaikan masalah infrastuktur lokal.
Dibawah Joine venture pemerintah selain memiliki peran sebagai pemberi aturan, juga
berperan sebagai shareholder yang aktif dalam menjalankan suatu perusahaan
bersama.
Di bawah Joint venture, pemerintah dan swasta harus bekerja sama dari tahap awal,
pembentukan lembaga, sampai pada pembangunan proyek.
Bab II Pasal 4:
1. infrastruktur transportasi, meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau, bandar udara,
jaringan rel dan stasiun kereta api;
2. infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol;
3. infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku;
4. infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan
transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum;
5. infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul
dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat
pembuangan;
6. infrastruktur telekomunikasi, meliputi jaringan telekomunikasi;
7. infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, transmisi atau distribusi tenaga
listrik; dan
8. infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan,
Isi Ketentuan Perjanjian KerjasamaBab VIII Pasal 23:
1. lingkup pekerjaan;
2. jangka waktu;
3. jaminan pelaksanaan;
4. tarif dan mekanisme penyesuaiannya;
5. hak dan kewajiban, termasuk alokasi resiko;
6. standar kinerja pelayanan;
7. larangan pengalihan Perjanjian Kerjasama atau penyertaan saham pada Badan Usaha
pemegang Perjanjian Kerjasama sebelum Penyediaan Infrastruktur beroperasi secara
komersial;
8. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian;
9. pemutusan atau pengakhiran perjanjian;
10. laporan keuangan Badan Usaha dalam rangka pelaksanaan perjanjian, yang diperiksa
secara tahunan oleh auditor independen, dan pengumuma nnya dalam media cetak
yang berskala nasional;
11. mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur secara berjenjang, yaitu musyawarah
mufakat, mediasi, dan arbitrase/ pengadilan;
12. mekanisme pengawasan kinerja Badan Usaha dalam pelaksanaan perjanjian;
13. pengembalian infrastruktur dan/ atau pengelolaannya kepada Menteri/ Kepala
Lembaga/ Kepala Daerah;
14. keadaan memaksa;
15. hukum yang berlaku, yaitu hukum Indonesia.