Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGEMBANGAN INSTANSI SWASTA

OLEH :
Silverius jun Da cunha
21190008

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKUTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TIMOR
KEFAMENANU
2021
KATA PNGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah ini
dapat diselesaikan, tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih kepada semua piha yang
telah mengyumbangkan satu dua kata demi membuat makah ini,penulis sadar bahwa makah ini
masih masih banyak kekuangan.untuk itu penulis memintakritik dan saran dari yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

Daftar Isi

Bab I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………….

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………..

1.3 Tujuan Masalah …………………………………………………..

Bab II PEMBAHASAN
2.1 Instansi swasata
2.2 Pengembangan instansi swasta
2.3
Bab III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN ……………………………………………………….

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Instansi menurut kamus besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) memiliki 3 arti yaitu
badan atau lembaga pemerintah , tingkatan pada pengadilan , dan tahapan dalam rapat
atau diskusi. Sehingga dapat dijelaskan sebagai satuan organisasi yang umumnya dimiliki
oleh pemerintah dan bekerja untuk pemerintah dengan dasar hukum tertentu.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan Instansi dan instansi swasta ?
2. Pengembangan instansi swasta ?
3. Apa saja ciri-ciri instansi swasta?

1.3. TUJUAN MAKALAH


1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan instansi swasta
2. Untuk mengetaui pengembangan instansi swasta.
3. Untuk mengetaui Ciri-ciri intansi swasta.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. INSTANSI
Instansi merupakan sebuah badan atau lembaga, baik itu yang dimiliki pemerintah
ataupun swasta. Sedangkan intansi swasta adalah instansi yang memiliki tujuan untuk
mendapatkan keuntungan dengan modal yang berasal dari pribad, pinjaman atau saham
2.2. PENGEMBANGAN INSTANSI SWASTA
Sejak otonomi daerah 1999 jumlah daerah di Indonesia saat ini telah bertambah menjadi 34
provinsi dan 508 kabupaten/kota. Penambahan jumlah daerah otonomi merupakan hasil dari
semangat otonomi daerah yang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi daerah untuk
membangun daerahnya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat
diwujudkan apabila pemerintah daerah mampu menerapkan kebijakan lokal secara bijaksana
dengan mamaksimalkan pelayanan publik. Penyediaan pelayanan publik salah satunya melalui
penyediaan infrastruktur bagi masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 yang kemudian direvisi menjadi
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, penyediaan infrastruktur bagi masyarakat meliputi
infrastruktur ekonomi dan sosial. Ini meliputi infrastruktur transportasi, jalan, sumber daya air
dan irigasi, air minum, sistem pengelolaan air limbah setempat, sistem pengelolaan
persampahan, telekomunikasi dan informatika, konservasi energi, fasilitas perkotaan, fasilitas
pendidikan, fasilitas sarana dan prasarana olahraga serta kesenian, fasilitas kesehatan,
kawasan,pariwisata, lembaga permasyarakatan, dan perumahan rakyat. Namun, tidak semua
pembangunan infrastruktur ini dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, khususnya daerah
otonom baru yang masih belum diimbangi dengan kapasitas SDM dan finansial yang memadai
untuk melaksanakan kegiatan tersebut sehingga penyediaan infrastruktur di daerah masih
dapat dikatakan belum maksimal bahkan sangat minim. Sebagai contoh, akibat tidak
lengkapnya sarana pendidikan maka anak-anak yang tinggal di daerah-daerah terpencil
kesulitan untuk pergi ke sekolah karena tidak tersedianya akses menuju ke sekolah dimana
mereka harus pergi ke sekolah dengan melewati jembatan gantung yang tidak aman. Contoh
kasus ini terjadi di daerah Lebak Banten, yang mana setelah 10 tahun baru memiliki jembatan
permanen. Pembangunan jembatan ini merupakan bantuan dari IKANAS yang bekerjasama
dengan alumni ITB dan PT SMI dengan biaya sebesar Rp.260 juta (news.detik.com, 27Agustus
2016). Namun lain halnya dengan DKI Jakarta yang secara finansial dan SDM dapat dikatakan
lebih mampu masih belum bisa memperbaiki infrastruktur yang sudah ada sehingga sampai
dengan saat ini masih harus menghadapi persoalan-persoalan kompleks seperti permasalahan
banjir, polusi udara dan suara, penyediaan pemukiman, pengelolaan sampah,dan lain-lain.
Berbagai persoalan yang ada tersebut tentunya perlu ditanggapi dengan serius oleh pemerintah
pusat dan daerah (kabupaten/kota). Namun, bagaimana pemerintah khususnya pemerintah
daerah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dengan adanya berbagai
persoalan tersebut. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menata dan membangun
daerah kabupaten/kota melalui pengembangan kapasitas (capacity building), partisipasi
masyarakat (community participation), dan kerjasama pemerintah dan swasta (public private
partnership). Tulisan pada artikel ini membahas hubungan kerjasama pemerintah dan swasta
dalam pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kerjasama Pemerintah dengan Pihak Swasta (Public Private Partnership/PPP)


Otonomi daerah telah membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan
kebijakan lokal secara bijaksana. Namun implementasi kebijakan tersebut belum maksimal
diterapkan karena keberadaan daerah-daerah otonom baru tidak diiringi dengan kapasitas
sumber daya manusia dan finansial yang memadai. Dengan demikian banyak terjadi
keterlambatan dalam pembangunan terutama pembangunan infrastruktur.
Oleh karena itu pemerintah daerah perlu mencari solusi atas persoalan tersebut dengan
melibatkan berbagai stakeholder terkait dalam pelaksanaan pembangunan, misalnya pihak
swasta, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan Non Governmental Organisation
(NGO), serta dan lain-lain. Keterlibatan berbagai pihak ini memiliki peran penting untuk
membantu pemerintah mengingat tidak semua aktivitas pembangunan mampu dikerjakan oleh
pemerintah sendiri terutama dalam hal ketersediaan skill SDM dan finansial sehingga perlu
keterlibatan pihak swasta. Bentuk kerjasama yang melibatkan pihak swasta ini dikenal dengan
public private partnership (PPP).
PPP ini merupakan hubungan kerjasama pemerintah dengan publik dalam pelaksanaan
pembangunan melalui investasi dengan melibatkan pemerintah, pihak swasta, masyarakat, dan
NGO. Masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi dalam pelaksanaan pembangunan. Peran
dan fungsi permerintah sebagai suatu institusi resmi dituntut untuk lebih transparan,
akuntabel, responsif, efektif dan efisien dalam penciptaan good governance. Tentunya dalam
hal ini tidak terlepas dari fungsi pengawasan pemerintah terhadap sektor swasta yang terlibat
dalam pelaksanaan pembangunan.
Lebih lanjut ada tiga hal yang mendorong pemerintah untuk melakukan kerjasama pemerintah
dan swasta (PPP) karena masalah keterbatasan dana, efisiensi dan efektivitas pemerintahan,
dan pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat. Sebagai suatu daerah yang baru
berkembang tentunya pemerintah daerah tidak dapat mengandalkan sumber daya yang ada
(keuangan dan SDM). Disini pemerintah daerah butuh menarik pihak swasta untuk melakukan
investasi tidak hanya dalam bentuk dana tetapi juga peningkatan skill SDMnya untuk
membangun dan memelihara infrastruktur yang belum dan sudah tersedia dalam rangka
menyejahterakan masyarakat.
Namun dalam pelaksanaan pembangunan yang melibatkan PPP ini dapat memberikan dampak
positif dan negatif. Dampak positif dari PPP yakni adanya pembagian risiko antara pihak
pemerintah dan swasta, penghematan biaya, perbaikan tingkat pelayanan, dan multiplier
effect (manfaat ekonomi yang lebih luas misalnya penciptaan lapangan kerja, pengurangan
tingkat kriminalitas, peningkatan pendapatan). Sementara dampak negatif dari PPP apabila
tidak tepat sasaran justru terjadi penambahan biaya, adanya situasi politik nasional yang tidak
stabil turut mempengaruhi proses PPP misalnya tertundanya pelaksanaan proyek kegiatan,
pelayanan yang kurang prima, terjadi bias dalam proses seleksi proyek kegiatan misalnya
penentuan pemenang tender, hilangnya kontrol pemerintah dalam proses pelaksanaan
kegiatan, dan sebagainya.

Oleh karena itu untuk menghindari dampak-dampak negatif yang akan muncul maka dalam
proses PPP haruslah mengikuti payung hukum yang jelas baik mengenai pembagian insentif
dan tanggung jawab masing-masing pihak. Dengan demikian harus ada perjanjian kontrak yang
jelas mengenai peran dan tanggung jawab masing-masing pihak dimana ada ketentuan
pembagian risiko dan timbal balik finansial yang didapat oleh pihak-pihak yang terlibat.

Bentuk PPP
Keterlibatan pihak swasta yang mampu menyediakan keuangan dan tenaga ahli setidaknya
membantu fungsi pemerintah sebagai motor pelaksana pembangunan. Selain itu melalui PPP
juga menciptakan sistem pemerintahan yang bersih karena dalam hal ini pemerintah juga bisa
melaksanakan fungsi kontrol terhadap sektor swasta yang terlibat. Namun perlu diingat,
hubungan yang terjalin antara pemerintah dan sektor swasta haruslah memiliki hubungan yang
saling menguntungkan dan harus diikat dalam suatu kontrak untuk jangka waktu tertentu.
Disinilah peran dan fungsi pemerintah untuk mengontrol pelaksanaan pembangunan
diperlukan. Sebagaimana kita sadari bahwa sudah jelas dengan adanya keterlibatan pihak
swasta adalah untuk meraih keuntungan sebagai konsekuensi dalam pembangunan. Namun
keuntungan yang didapat oleh pihak swasta ini sudah seharusnya tidak merugikan
pembangunan. Oleh karena itu perlunya adanya pengawasan dari pemerintah dan pembatasan
waktu.

Proses kerjasama yang terjalin antara pemerintah dan pihak swasta dapat dilakukan dalam
beberapa cara yaitu melalui service contract, management contract, lease contract, concession,
BOT (Build Operation Transfer), Joint Venture Agreement, dan Community Based Provision.
Namun dalam proses kerjasama yang dilakukan ini terdapat beberapa keunggulan dan
kelemahannya.
Service contract merupakan kerjasama pemerintah dengan pihak swasta untuk melaksanakan
tugas-tugas tertentu dalam jangka waktu satu sampai dengan tiga tahun. Pihak swasta memiliki
posisi sebagai pemilik asset dan penanggung jawab risiko keuangan secara penuh. Di dalam
proses ini tidak terlalu membutuhkan komitmen politik, biaya recovery, regulasi dan informasi
dasar. Sementara kapasitas pemerintah pun dikategorikan sedang (tidakmemerlukan skill
khusus). Contohnya pengumpulan dan pembuangan sampah, pengerukan kali, penarikan dan
pengumpulan tagihan air, perawatan pipa air, kesemuanya ini dapat dimitrakan kepada pihak
swasta.
Selanjutnya adalah management contract. Kerjasama ini tidak jauh berbeda dengan service
contract. Namun yang membedakannya adalah kerjasama ini dilakukan pada tingkatan
operasional manajemen dan maintenance dengan jangka waktu tiga sampai dengan delapan
tahun. Posisi pihak swasta adalah sebagai pemilik asset, investor, dan bertanggung jawab atas
risiko finansial dalam batasan minimal. Di dalam proses seleksi hanya ada satu kali kompetisi
dan tidak ada pembaharuan perjanjian. Keunggulan dari management contract adanya
keterlibatan pihak swasta yang lebih kuat. Namun kelemahannya manajemen tidak memiliki
pengawasan yang kuat secara menyeluruh (meliputi keuangan, kebijakan pegawai,dan
sebagainya). Contohnya tidak jauh berbeda dengan service contract seperti pengelolaan
fasilitas umum (rumah sakit, sekolah, tempat parkir).
Lease contract yaitu kerjasama pemerintah yang pihak swasta dalam jangka waktu sepuluh
sampai dengan lima belas tahun dimana tanggung jawab manajemen, operasional dan
pembaharuan kontrak lebih spesifik. Pemilik modal adalah sektor publik (pemerintah) namun
pihak swasta turut menanggung risiko keuangan (risiko menengah). Kelemahannya akan
menimbulkan potensi konflik antara pihak swasta sebagai operator pelaksana dan sektor publik
(pemerintah) sebagai pemilik modal. Contohnya pengelolaan taman hiburan, bandara, dan
armada bis, dan sebagainya.
Concession merupakan kerjasama yang melibatkan pemerintah/publik dan swasta sebagai
pemilik modal dalam jangka waktu 20 sampai dengan 30 tahun. Posisi pihak swasta sebagai
penanggung jawab operasional, pemodal, memelihara,dan menanggung risiko secara penuh.
Keunggulannya pihak swasta mendapatkan kompensasi penuh. Di sisi lain sektor
publik/pemerintah mendapatkan manfaat peningkatan efisiensi operasional dan komersial
dalam investasi dan pengembangan SDMnya. Namun untuk mengembangkan investasi dan
infrastruktur dalam jangka waktu yang lama perlu komitmen politik, regulasi, kapasitas
pemerintah, recovery cost, dan analisis kemampuan yang tinggi. Contohnya PPP yang bersifat
comncession adalah pembangunan jalan tol, pelabuhan laut dan udara, rumah sakit, stadion
olahraga, dan sebagainya.
Build Operate Transfer (BOT) merupakan kejasama PPP yang investasi dan komponen
utamanya adalah peningkatan pelayanan publik dengan jangka waktu 10 sampai dengan 30
tahun. Posisi pihak swasta sebagai penanggung jawab operasi, pemelihara, pemodal, dan
penanggung jawab risiko serta pihak swasta juga akan mendapatkan imbalan sesuai dengan
parameter produksinya. Sistem ini efektif untuk mengembangkan kapasitas SDM, namun
kelemahannya untuk meningkatkan efisiensi operasional membutuhkan jaminan sehingga
diperlukan analisis kemampuan, kapasitas pemerintah, komitmen politik, regulasi yang tinggi
dan recovery cost yang bervariasi. Contohnya pembangunan jalan tol, pelabuhan udara dan
laut, pembangkit listrik, dan sebagainya. Contoh ini tidak jauh berbeda dengan lease contract.

Keunggulan dan Kelemahan PPP dalam Pembangunan Infrastruktur di Indonesia


PPP dapat dikatakan merupakan suatu alternatif atas persoalan pembangunan infrastruktur di
Indonesia, terutama bagi daerah-daerah otonom baru untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Pemerintah daerah yang memiliki dana terbatas dan kapasitas SDM yang kurang
memadai dapat tetap melakukan pembangunan infrastruktur daerahnya melalui kerjasama
dengan pihak swasta. Sebagai contoh dalam proyek pembangunan jalan tol dibutuhkan dana
yang besar. Sementara pemerintah daerah memiliki kemampuan keuangan yang terbatas
,maka proyek tersebut dapat dimitrakan kepada pihak swasta untuk mengerjakannya.
Pemerintah membuat dan menetapkan kerangka kerjanya sementara pihak swasta sebagai
pemodal dan pelaksana proyek tersebut. Atas biaya dan modal yang telah dikeluarkan oleh
pihak swasta maka pengguna jalan tol dibebani biaya untuk penggunaan fasilitasnya. Fee yang
diterima pihak swasta tentunya memiliki jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian
“concession” tersebut. Pada batas waktu perjanjian maka hasil proyek tersebut menjadi milik
pemerintah. Berdasarkan contoh ini semua pihak sama-sama diuntungkan dalam proses PPP.

Namun penerapan PPP di Indonesia juga masih lemah karena regulasi yang saling tumpang
tindih sehingga menyulitkan pihak swasta untuk melakukan investasi, prosedur birokrasi yang
masih berbelit-belit, perencanaan tata ruang wilayah dan daerah yang belum tertata dengan
baik, desain perencanaan teknis yang tidak matang sehingga menyulitkan pihak swasta dalam
proses pengerjaan. Salah satu contoh dalam pembangunan jalan tol sering terjadi perbaikan
akibat proses perencanaan yang tidak matang. Dengan demikian dalam proses PPP maka perlu
kesiapan dan kematangan dari pemerintah atau pemerintah daerah untuk menyiapkan regulasi
dan kerangka kerja yang matang sehingga dalam proses pelaksanaan kegiatan tersebut dapat
terealisasi secara maksimal dan memberikan keuntungan kepada berbagai pihak terkait.
(Nyimas Latifah Letty Aziz).

Prinsip-Prinsip Kerjasama Antara Pemerintah & Swasta:


Prinsip Kontrak Pelayanan, Operasi dan Perawatan
Prinsip Bangun-Operasi-Transfer (Build, Operate and Transfer-BOT)
Prinsip Konsesi
Prinsip Joint Venture
Prinsip Community-Based Provision

1. Prinsip Kontrak Pelayanan, Operasi dan Perawatan


Pengertian:
Pemerintah memberi wewenang kepada swasta dalam kegiatan operasional, perawatan dan
kontrak pelayanan pada infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah.
Pihak swasta membuat suatu pelayanan dengan harga yang telah disetujui dan harus sesuai
dengan standar performance yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Contoh :
Kontrak pelayanan sektor air bersih, mulai dari pengoperasian WTP, pendistribusian air bersih
sampai dengan operasional dan perawatan pipa.
Persampahan mulai dari pengumpulan sampah, produksi dan distribusi konteiner sampah

2. Build, Operate and Transfer-BOT


Pengertian:
Kontrak BOT digunakan dengan melibatkan investasi swasta pada pembangunan konstruksi
infrastruktur baru.
Dibawah prinsip BOT, pendanaan pihak swasta akan digunakan untuk membangun dan
mengoperasikan fasilitas atau sistem infrastruktur berdasarkan standar-standar performane
yang disusun oleh pemerintah.
Masa periode yang diberikan memiliki masa waktu yang cukup panjang untuk perusahaan
swasta untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan guna membangun konstruksi
beserta keuntungan yang akan didapat yaitu sekitar 10 sampai 20 tahun. Dalam hal ini
pemerintah tetap menguasai kepemilikan fasilitas infrastruktur tersebut.
BOT merupakan cara yang baik untuk pembangunan infrastruktur baru dengan keterbatasan
dana pemerintah.
Pemerintah menggunakan sistem BOT ini untuk fasilitas-fasilitas infrastruktur yang lebih
spesifik seperti penampungan supply air yang besar, air minum, WTP, tempat pengumpulan
sampah baik sementara maupun akhir pembuangan, serta tempat pengolahan sampah.

Struktur Pembiayaan Prinsip BOT

Di dalam BOT, pihak swasta berperan untuk menyediakan modal untuk membangun fasilitas
baru.
Pemerintah akan menyetujui untuk mengeluarkan tingkat produksi yang minimum untuk
memastikan bahwa operator swasta dapat menutupi biayanya selama pengoperasian.
Persyaratan ini menyatakan bahwa untuk mengantisipasi permintaan yang akan diperkirakan
meningkat sehingga akan menyebabkan permasalahan bagi rekan pemerintah jika permintaan
melewati perkiraan.

Keuntungan Prinsip BOT

BOT merupakan cara yang efektif untuk menarik modal swasta dalam pembangunan fasilitas
infrastruktur baru.
Perjanjian BOT akan dapat mengurangi pasar dan resikonya kecil bagi pihak swasta karena
pemerintah adalah pengguna tunggal, pengurangan resiko disini berhubungan dengan apabila
ada permasalahan tidak cukupnya permintaan dan permasalahan kemampuan membayar.
Pihak swasta akan menolak tidak cukupnya mekanisme BOT apabila pemerintah tidak
memberikan jaminan bahwa investasi Swasta akan kembali.

Catatan:
Model BOT ini telah digunakan banyak negara berkembang untuk membangun pembangkit
listrik baru.

3. Prinsip Konsesi
Pengertian:
Dalam kosensi, Pemerintah memberikan tanggung jawab dan pengelolaan penuh kepada
kontraktor (konsesioner) swasta untuk menyediakan pelayanan-pelayanan infrastruktur dalam
suatu area tertentu, termasuk dalam hal pengoperasian, perawatan, pengumpulan dan
manajemennya.
Konsesioner bertanggung jawab atas sebagian besar investasi untuk membangun,
meningkatkan kapasitas, atau memperluas jaringan, dimana konsesioner mendapatkan
pendanaan atas investasi yang dikeluarkan berasal tarif yang dibayar oleh konsumen.
Sedangkan peran pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan standar performance dan
menjamin kepada konsesioner.
Intinya, peran pemerintah telah bergeser dari yang dulunya penyedia pelayanan (provider)
menjadi pemberi aturan (regulator) atas harga yang dikenakan dan jumlah harus disediakan.
Aset-aset infrastruktur yang tetap diperayacakan kepada kosesioner untuk waktu kontrak
tertentu, tetapi setelah biasanya 25 tahun. Lamanya tergantung pada lamanya kontrak dan
waktu yang dibutuhkan oleh konsesioner swasta untuk menutup biaya yang telah dikeluarkan.

Contoh Kerjasama Prinsip Konsesi:


Pada sektor persampahan.
pemerintah memberikan suatu konsesi untuk membangun suatu tempat daur ulang serta
pengoperasiannya atau membangun suatu fasilitas yang dapat mengubah sampah manjadi
suatu energi.

Pada sektor air bersih.


konsesi memiliki peran penuh dalam pelayanan air pada suatu area tertentu.
Catatan:
Cara konsesi telah banyak digunakan baik tingkat kota maupun tingkat nasional.

Struktur Pembiayaan Prinsip Konsesi:


Pihak swasta bertanggung jawab atas semua modal dan biaya operasional termasuk
pembangunan infrastruktur, energi, material, dan perbaikan-perbaikan selama berlakunya
kontrak.
Pihak swasta dapat berwenang untuk mengambil langsung tarif dari pengguna. Tarif yang
berlaku telah ditetapkan sebelumnya pada perjanjian kontrak konsesi, dimana adapun tarif ini
ada kemungkinan untuk berubah pada waktu-waktu tertentu.
Pada beberapa kasus, pemerintah dapat membantu pendanaan untuk menutup pengeluaran
konsesioner dalam hal ini merupakan salah satu bentuk jaminan pemerintah namun sebaiknya
hal ini dihindarkan.

4. Prinsip Join Venture


Pengertian:
 Kerja sama joine venture merupakan kerja sama pemerintah dan swasta dimana
tanggung jawab dan kepemilikan ditanggung bersama dalam hal penyediaan pelayanan
infrastruktur. Dalam kerja sama ini masing-masing pihak mempunyai posisi yang
seimbang dalam perusahaan.
 Kerja sama ini bertujuan untuk memadukan keunggulan sektor swasta seperti modal,
teknologi, kemampuan manajemen, dengan keunggulan pemerintah yakni kewenangan
dan kepercayaan masyarakat.
 Perlu diperhatikan pemegang saham mayoritas dan minoritas karena hal ini berkaitan
dengan kekuasaan menjalankan perusahaan dan menentukan kebijaksanaan
perusahaan karena prinsip kerja sama ini satu saham satu suara.
 Dibawah joinn venture, pemerintah dan swasta dapat membentuk perusahaan baru
baru atau menggunakan perusahaan penyedia infrastruktur yang ada (misal perusahaan
swasta menjual sebagian mdal kepada swasta). Adapun perusahaan yang ada memiliki
fungsi yang independen terhadap pemerintah.

Struktur Pembiayaan Prinsip Joint Venture :


 Di bawah model kerja sama joint venture ini, pihak pemerintah dan swasta harus
berkontribusi dalam pembiayaan dari sejak awal, mulai dari pembiayaan studi kelayakan
proyek sampai mempersiapkan investasi pada perusahaan baru ketika telah terbentuk.
 Modal-bersama PPP ini memerlukan kesepakatan sebelumnya untuk menanggung
resiko dan membagi keuntungan secara bersama-sama. Dengan kata lain, masing-
masing harus memiliki kontribusi melalui proyek pembangunan dan implementasinya.
 Secara optimal, perusahaan seharusnya membiayai secara independen. Tapi
bagaimanapun tidak menutup kemungkinan pemerintah memberikan subsidi pada
perusahaan atau pada penggunaanya namun hal ini dilakukan jika sangat mendesak dan
diusahakan agar dihindari.

Catatan:
 Joine venture dapat digunakan konbinasi dari beberapa tipe kerja sama pemerintah dan
swasta yang lain.
 Misal pemerintah membuka modal secara bersama, khususnya dalam hal pelayanan,
BOT, atau konsensi untuk penyediaan infrastruktur.
 Kerja sama Joint venture merupakan suatu alternatif yang dapat dikatakan “benar-
benar” public private partnership yaitu antara pemerintah, swasta, lembaga bukan
pemerintah, lembaga lainnya yang dapat menyumbangkan sumber daya mereka yang
bisa saling “share” dalam menyelesaikan masalah infrastuktur lokal.
 Dibawah Joine venture pemerintah selain memiliki peran sebagai pemberi aturan, juga
berperan sebagai shareholder yang aktif dalam menjalankan suatu perusahaan
bersama.
 Di bawah Joint venture, pemerintah dan swasta harus bekerja sama dari tahap awal,
pembentukan lembaga, sampai pada pembangunan proyek.

5. Prinsip Community-Based Provision (CBP)


Pengertian:
 CBP dapat terdiri dari perorangan, keluarga, atau perusahaan kecil.
 CBO memiliki peran utama dalam mengorganisasikan penduduk miskin ke dalam
kegiatan bersama dan kepentingan mereka akan direpresentasikan dan dinegosiasikan
dengan NGO dan pemerintah.
 NGO berperan untuk menyediakan proses manajemen, menengahi negosisasi antara
CBO dan lembaga yang lebih besar lainnya dalam hal bentuk jaringan kerjasama,
pemberian informasi ataupun kebijasanaan.

Struktur Pembiayaan Prinsip Community-Based Provision (CBP):


 Community-based provision memiliki karakteristik khusus yaitu memerlukan biaya
rendah dan biaya tersebut dapat dikatakan sebagai "modal"-nya yang telah disediakan
oleh penyedia setempat beserta material mereka.
 Pengorganisasian dan biaya material biasanya disediakan oleh NGO-NGO, sumbangan-
sumbangan, asisten pengurus pembangunan, pemerintah atau oleh komunitas tersebut.
 Biaya perawatan seharusnya didapat dari tarif pengguna atau pendapatan.
 Pengetahuan setempat yang ada secara menyeluruh dapat mengikuti dengan
pembangunan yang ada setidaknya dapat memberikan salah satu solusi dari kebutuhan
biaya dimana tetap menjaga pengeluaran yang rendah.
Contoh Kerjasama Prinsip Community-Based Provision (CBP):
Pada sektor persampahan.
Banyak permukiman-permukiman miskin atau menengah ke bawah memiliki pengaturan
sampah padat oleh komunitas setempat yaitu dilakukan dengan mengumpulkan dari pintu ke
pintu, di jalan dan tempat sampah pinggir jalan dan di pilih dan di daur ulang untuk di jual
kembali, hal tersebut banyak terjadi negara berkembang
Contoh:
Komunitas Bagus Rangin di Kota Bandung mengumpulkan sampah dengan menggunakan CBP
ini.

Pada sektor persampahan.


Pada sektor air bersih, CBP ini membeli air dalam jumlah besar dan menjualnya kepada
komunitas mereka dalam bentuk ember.
Tambahan...
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA
PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR
Jenis Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan

Bab II Pasal 4:
1. infrastruktur transportasi, meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau, bandar udara,
jaringan rel dan stasiun kereta api;
2. infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol;
3. infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku;
4. infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan
transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum;
5. infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul
dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat
pembuangan;
6. infrastruktur telekomunikasi, meliputi jaringan telekomunikasi;
7. infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, transmisi atau distribusi tenaga
listrik; dan
8. infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan,
Isi Ketentuan Perjanjian KerjasamaBab VIII Pasal 23:
1. lingkup pekerjaan;
2. jangka waktu;
3. jaminan pelaksanaan;
4. tarif dan mekanisme penyesuaiannya;
5. hak dan kewajiban, termasuk alokasi resiko;
6. standar kinerja pelayanan;
7. larangan pengalihan Perjanjian Kerjasama atau penyertaan saham pada Badan Usaha
pemegang Perjanjian Kerjasama sebelum Penyediaan Infrastruktur beroperasi secara
komersial;
8. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian;
9. pemutusan atau pengakhiran perjanjian;
10. laporan keuangan Badan Usaha dalam rangka pelaksanaan perjanjian, yang diperiksa
secara tahunan oleh auditor independen, dan pengumuma nnya dalam media cetak
yang berskala nasional;
11. mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur secara berjenjang, yaitu musyawarah
mufakat, mediasi, dan arbitrase/ pengadilan;
12. mekanisme pengawasan kinerja Badan Usaha dalam pelaksanaan perjanjian;
13. pengembalian infrastruktur dan/ atau pengelolaannya kepada Menteri/ Kepala
Lembaga/ Kepala Daerah;
14. keadaan memaksa;
15. hukum yang berlaku, yaitu hukum Indonesia.

2.3 Ciri-ciri instansi swasta


 Bertujuan untuk mencari keuntungan
 Memiliki status badan hukum
 Status pegawai sebagai kariyawan swastakekuasaan tertinggi parseroberada dalam
rapat umum
 Pengelola dipilih melaluirapat umum pemegang saham
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Instansi swasta merupakan instansi yang memiliki tujuan untuk mendapatkan
keuntungan dengan modal yang berasal dari pribad, pinjaman atau saham.
3.2 SARAN
Dalam materi diatas yg dibahas mengenai pemerintah mempercayakan kepada
intansi swasta kelengkapan infrastruktur masyarakat tapi dalam kepercayaan
pemerintah dalam melengkapkan infrastruktur para pihak swasta
membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan sampai dengan 20-30 tahun,
pembangunan infrastruktur selama itu maka biaya yang akan dikeluarkan
sangatlah besar dan jika pembangunan infrastruktur selama itu bagaimna
masyarakat mau merasa puas, untuk itu jika melakukan pembangunan
kelengkapan infrastruktur pemerintah memikirkan dan menghitung semua
biaya pembangunan dan mengurangi jangka waktu pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai