Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PROJECT

MATA KULIAH MBS


PRODI S1 PENDIDIKAN
BISNIS B 2022

Skor Nilai:

“PENERAPAN MANAJEMEN
PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH”

1. DIMAS AYUB WINTARA (7211143008)

FAKULTAS ILMU EKONOMI


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyeleesaikan tugas Project mata
kuliah Manajemen Berbasis Sekolah ini. Penulis berterima kasih kepada Ibu dosen
yang bersangkutan yang sudah memberikan bimbingannya.
Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh karena
itu penulis minta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan juga mengharapkan
kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas ini. Akhir kata penulis
ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan bagi
pembaca.

Medan, November
2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i


DAFTAR ISI ...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................1
1.2 Rumusan......................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Dasar Hukum Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah..............................
2.2 Kondisi Ideal Pelayanan Publik di Sekolah..................................................
2.3 Kondisi Real Pelayanan Publik di Sekolah....................................................
2.4 Pergeseran Paradigma Pelayanan Publik di Sekolah.....................................
2.5 Posisi Strategis SDM Sekolah.....................................................................
2.6 Perilaku SDM Sekolah...................................................................................
2.2 Tantangan Pelayanan Publik di Sekolah Dasar.............................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan....................................................................................................
3.2 Saran..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah salah satu kunci dalam peningkatan taraf hidup masyarakat. Oleh
karena itu, negara sebagai penjamin kehidupan masyarakat harus mampu menyelenggarakan
pendidikan agar taraf hidup masyarakatnya semakin baik. Dalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa setiap warga negara
berusia 7 – 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Sedangkan pasal 34 ayat 3 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah
Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar
tanpa memungut biaya, dalam ayat 3 juga disebutkan bahwa wajib belajar merupakan
tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Untuk mewujudkan amanah Undang-Undang tersebut
maka pemerintah wajib menyelenggarakan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik
pada tingkat pendidikan dasar yaitu di SD dan SMP serta satuan pendidikan lain yang
sederajat.
Hak setiap warga negara Indonesia untuk mendapat pelayanan pendidikan dijamin
UUD 1945. Sebagai resiprokasi juridis-nya hak ini mewajibkan pemerintah sebagai
penyelenggara negara untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat sebagai
kumpulan warga negara. Pasal 31 UUD secara eksplisit menyatakan: (1) Tiap-tiap warga
negara berhak mendapat pengajaran, serta (2) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Sampai saat ini pelayanan pendidikan di Indonesia dihadapkan pilihan yang dilematis oleh
karena adanya "tarik menarik" kepentingan di satu pihak ialah kepentingan peningkatan
kualitas untuk memperkuat daya kompetisi bangsa, di lain pihak kepentingan kuantitas untuk
memberikan hak pelayanan pendidikan kepada warga negara.
Guna mengahadapi era globalisasi yang penuh tantangan dan peluang, aparatur negara
sebagai pelayan masyarakat yang memberikan pelayanan sebaik-baiknya menuju good
governence. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat setiap waktu selalu menuntut
pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat yang dilakukan secara transparan dan
akuntabilitas. Berangkat dari fakta sementara, saat ini konsep desentralisasi dan otonomi
daerah diartikulasikan oleh daerah untuk hanya terfokus pada usaha menata dan mempercepat
pembangunan di wilayahnya masing-masing. Penerjemahan seperti ini ternyata belum cukup
1
efisien dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Berdasarkan konteks negara modern, pelayanan publik telah menjadi lembaga dan
profesi yang semakin penting. Pelayanan Publik tidak lagi merupakan aktivitas sambilan,
tanpa payung hukum, gaji dan jaminan sosial yang memadai, sebagaimana terjadi di banyak
negara berkembang pada masa lalu. Sebagai sebuah lembaga, pelayanan publik menjamin
keberlangsungan administrasi negara yang melibatkan pengembangan kebijakan pelayanan
dan pengelolaan sumber daya yang berasal dari dan untuk kepentingan publik. Sebagai
profesi, pelayanan publik berpijak pada prinsip-prinsip profesionalisme dan etika seperti
akuntabilitas, efektifitas, efisiensi, integritas, netralitas, dan keadilan bagi semua penerima
pelayanan.
Berdasarkan Alinea ke 4 (empat) Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 hasil
amandemen mengamanatkan bahwa salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dalam hal ini mencerdaskan kehidupan bangsa harus diartikan secara
mendalam dan menyeluruh. Artinya bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya dijadikan
sebuah alat untuk menaikkan derajat sosial ekonomi saja, namun harus dapat menjadikan
manusia sebagai manusia seutuhnya. Pelayanan publik merupakan salah satu tugas penting
yang tidak dapat diabaikan oleh pemerintah daerah sebab jika komponen pelayanan tidak
optimal maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan. Oleh sebab itu
perlu ada perencanaan yang baik dan bahkan perlu diformulasikan standar pelayanan pada
masyarakat sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat pada
pemerintah daerah.

1.2 Rumusan
1. Apa dasar hukum dari Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah?
2. Bagaimana kondisi ideal Pelayanan Publik di Sekolah?
3. Bagaimana kondisi real dari pelayanan publik pada bidang pendidikan (sekolah)
4. Bagaimana pergeseran paradigma manajemen pelayanan publik di sekolah?
5. Bagaimana posisi strategis SDM sekolah?
6. Bagaimana perilaku SDM sekolah dan bagaimana tantangan pelayanan public di
sekolah dasar?
7. Bagaimana tantangan pelayanan public di SD?

1.3 Tujuan
2
1. Untuk megetahui apa dasar hukum dari Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah
2. Untuk mengetahui bagaimana kondisi ideal Pelayanan Publik di Sekolah
3. Menjelaskan dan mamaparkan kondisi real dari pelayanan publik di sekolah pada saat
ini
4. Menjelaskan bagaimana pergeseran paradigma pelayanan publik di sekolah
5. Untuk menjelaskan bagaimana posisi strategis SDM di Sekolah
6. Untuk mengetahui dan memahami Bagaimana perilaku SDM sekolah dan bagaimana
tantangan pelayanan public di sekolah dasar
7. Untuk mengetahui bagaimana tantangan pelayanan public di SD

BAB II
3
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Hukum Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah


a. Pengertian Pelayanan dan Pelayanan Publik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dahlan, dkk., 1995:646) menjelaskan
pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang. Sejalan dengan hal tersebut Norman
(1991:14) menyatakan bahwa karakteristik pelayanan antara lain, pelayanan bersifat
tidak dapat diraba, pelayanan pada kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan
merupakan pengaruh yang bersifat tindakan sosial, dan kegiatan produksi dan konsumsi
tidak dapat dipisahkan secara nyata. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
No63/KEP/M.PAN7/2003, tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik,
yang disebut pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggaran pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
layanan maupun pelaksanaan ketentuan perauturan perundang-undangan. Menurut
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pelayanan publik
adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
SPM sebagai Pelayanan Publik dalam bidang Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Provinsi sebagai
daerah otonom mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan pemerintah pusat untuk
menetapkan kebijakan tentang perencanaan nasional yang mendjadi pedoman atau acuan
bagi penyelenggaraan pendidijan di provinsi, kabupaten/kota sebagai daerah otonom.
Maka dari itu, Mendiknas menerbitkan Kepmen No.053/U/2001 tanggal 19 April 2001
tentang pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pendidikan
Dasar dan Menengah. Isi SPM tersebut adalah pedoman SPM Penyelenggaraan
TK,SD,SMP,SMA,SMK, dan SLB sebagai berikut: (1) Dasar Hukum, (2) Tujuan
Penyelenggaraan Sekolah, (3) Standar Kompetensi, (4) Kurikulum, (5) Peserta Didik, (6)
Ketenagaan, (7) Sarana dan Prasarana, (8) Organisasi, (9) Pembiayaan, (10) Manajemen,
(11) Peran serta Masyarakat. SPM Pendidikan meliputi layanan-layanan: (1) merupakan
4
tanggung jawab langsung pemerintah Kabupaten/Kota yang menjadi tugas pokok dan
fungsi dinas pendidikan untuk sekolah atau kantor departemen agama untuk madrasah,
(2) merupakan tanggung jawab tidak langsung pemerintah kabupaten/kota Dinas
Pendidikan dan Kantor Kementrian Agama, karena layanan diberikan oleh pihak sekolah
dan madrasah, para guru dan tenaga kependidikan dengan dukungan yang diberikan oleh
pemerintah kabupaten/kota. SPM Pendidikan ini juga menjadi tolak ukur kinerja
pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan oleh
pemerintah kabupaten/kota.

2.2 Kondisi Ideal Pelayanan Publik di Sekolah


Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2010, Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar atau SPM Pendidikan adalah
tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang
diselenggarakan oleh kabupaten/kota. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007, urusan pendidikan merupakan salah satu pelayanan wajib yang harus
diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota. SPM Pendidikan ini bertujuan untuk
menjamin akses dan mutu bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari
pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ukuran-ukuran yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. SPM Pendidikan Dasar di kabupaten/kota mencakup 2 kelompok layanan
yaitu:
Pelayanan Pendidikan Dasar oleh Kabupaten/Kota: 6 Indikator di tingkat SD/MI
1. Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu
maksimal 3 km untuk SD/MI.
2. Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32
orang.
3. Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1 ruang kelas yang dilengkapi meja, kursi yang
cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis.
4. Setiap SD/MI tersedia ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap
orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya.
5. Setiap SD/MI tersedia 1 orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 prang guru untuk
setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 orang guru setiap satuan
pendidikan.
6. Setiap SD/MI tersedia 2 orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV
dan 2 orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik.
5
Pelayanan Pendidikan Dasar oleh Satuan Pendidikan: 11 Indikator di tingkat SD/MI
1. Setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh
pemeritah.
2. Setiap SD/MI menyediakan alat peraga
3. Setiap SD/Mi memiliki 100 buku judul buku pengayaan dan 10 buku referensi.
4. Setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk
merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
mebimbing atau melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan.
5. Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu per tahun
dengan kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
6. Kelas 1-2 : 18 jam per minggu
7. Kelas 3 : 24 jam per minggu
8. Kelas 4-6 : 27 per minggu
9. Setiap guru menerapkan RPP yang disusun berdasarjab sialbus untuk setiap mata
pelajaran.
10. Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk meningkatkan
kemampuan belajar peserta didik.
11. Kepala sekolah melakukan supervise kelas dan memberikan umpan balik kepada guru
dua kali dalam setiap semester.
12. Setiap guru menyampaikan hasil evaluasi kepada kepala sekolah pada akhir semester
dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik.
13. Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip MBS
14. Kepala sekolah atau madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan akhir semester dan
ulangan kenaikan kelas (UKK) serta ujian akhir kepada orang tua peserta didik dan
menyampaikan rekapitulasinya kepada dinas pendidikan kabupaten/kota atau kantor
kementrian Agama di kabupaten/kota pada setiap akhir semester.

2.3 Kondisi Real Pelayanan Publik di Sekolah


Sebelum kita membahas mengenai permasalahan-permasalahan pendidikan di
6
Indonesia secara luas, sebaiknya kita melihat definisi dari pendidikan itu sendiri terlebih
dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik
(mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Jika bicara
masalah pendidikan banyak hal yang dapat diangkat. Antara lain sarana pendidikan, pelaku
pedidikan mulai dari pengajar hingga siswa yang diajar. Bagaimana pelayanan publik dalam
bidang pendidikan? Berbicara tentang pelayanan publik di bidang pendidikan, Pengaduan di
bidang pendidikan merupakan yang paling banyak. Karena pendidikan ini merupakan sektor
yang paling banyak bersentuhan dengan masyarakat umum. Kualitas pendidikan di Indonesia
saat ini sangat memprihatinkan.
Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat
pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa
indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia,
Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di
Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah
Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia
memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang
disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya
berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Banyak masalah yang dihadapi oleh pelayanan publik dalam bidang pendidikan,
mengakibatkan kualitas pendidikan di Indonesia belum terlaksana secara efisien dan efektif.
Berbagai faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk.
Faktor-faktor tersebut yaitu,
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik belajar.
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang
gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan
tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak
memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri,
tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya. Data Balitbang
Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang
7
menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas
tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami
kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau
kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk
daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK
meskipun dengan persentase yang tidak sama. Dibawah ini adalah beberapa contoh potret
buruknya kualitas sarana fisik belaja di Papua : Potret fasilitas pendidikan di Papua Barat.
Sangat memprihatinkan. Hal ini merupakan akibat dari kesejahteraan bangsa Indonesia yang
kurang merata. Padahal penduduk Indonesia bagian timur itu juga merupakan bagian dari
Indonesia ini.

2. Kualitas guru pengajar


Keadaan guru di Indonesia juga sangat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum
memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut
dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan,
melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Walaupun guru dan
pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran
merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar
memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat
kesejahteraan guru.

3. Adanya pungutan liar


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melarang sekolah negeri menarik pungutan
yang memberatkan siswa di sekolah itu. Sekolah negeri sudah mendapatkan anggaran dari
pemerintah, namun pada kenyataanya masih banyak pihak sekolah yang melakukan pungutan
liar terhadap siswa-siswinya. Dengan berbagai alasan, pihak sekolah meminta para siswa-
siswi membayar sejumlah uang yang telah ditetapkan nominalnya atau dengan dali
“sukarela”.

Perbuatan tersebut termasuk dalam tindak pidana koruptor yang telah dijelaskan
dalam aturan Pasal 12 c UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU
nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), perbuatan
8
pungutan liar yang dilakukan oknum kepala sekolah dan guru, dapat dikategorikan sebagai
gratifikasi. Gratifikasi bisa dilakukan oleh PNS dan tidak memandang besar kecil nominal.

4. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan


Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data
Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen
Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada
tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi.
Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta
siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan
pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya
manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan
pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

5. Mahalnya biaya pendidikan


Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT)
membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang
miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp
500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk
SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas
yang saya bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita.
Telah dijelaskan, dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan
bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu. Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelekt ual,
dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah
terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus.
Itu artinya, dimanapun kita berada baik di Papua atau pun di Jawa kita berhak
mendapatkan fasilitas yang sama. Namun pada kenyataannya, didaerah-daerah yang
terpolosok seperti di Papua masih banyak sekolah-sekolah yang belum mendapatkan fasilitas
dengan layak dan kesejahteraan yang tidak merata. Sedangkan dengan putusan Mahkamah
9
Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. Anggaran pendidikan adalah alokasi
anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan
alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak
termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan
yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Jadi kemana aliran anggaran negara yang telah
dikeluarkan pemerintah untuk pendidikan? Yang seharusnya masyarakat kalangan menengah
kebawah dapat mengenyam pendidikan secara layak.

2.4 Pergeseran paradigma Pelayanan Publik di Sekolah


MBS yang berorientasi pelayanan publik ini dimaksudkan untuk membantu
pemerintah daerah dalam mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga pada gilirannya
sekolah akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dasar melalui pendekatan
Manajemen Berbasis Sekolah sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sikdiknas, Permendiknas Nomor 15 tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar, dan tujuan
pembangunan millienium. Strategi pendekatan MBS yang beroreintasi pelayanan publik
berbeda dengan MBS pada umumnya yang selama ini telah diaplikasikan baik oleh
pemerintah maupun lembaga-lembaga lainnya. Inovasi yang dikembangkan oleh KINERJA
adalah mengaitkan MBS dengan pelayanan publik, khususnya dengan menggunakan survei
pengaduan sebagai salah satu metode peningkatan partisipasi masyarakat. Dalam
penerapannya MBS terdahulu, umumnya belum berhasil secara maksimal. Hal ini karena,
proses pelibatan partisipasi masyarakat tidak dapat berlangsung secara efektif, dimana upaya
yang dilakukan hanya pada penguatan kapasitas masyarakat tanpa membuka ruang
komunikasi yang efektif antara pemberi pelayanan (sekolah) dengan pengguna layanan
(masyarakat). Dengan kondisi seperti ini akhirnya sulit diharapkan adanya partisipasi
masyarakat karena berbaga. Perbaikan yang dilakukan tidak berdasarkan masukan dan
keinginan masyarakat sebagai pengguna layanan. Sedangkan MBS yang diterapkan versi
KINERJA berupaya melakukan perbaikan dari dua sisi, yaitu penyedia layanan (sekolah) dan
penerima layanan (masyarakat). Sekolah harus bersedia menerima berbagai masukan untuk
memperbaiki tatakelola sekolah berdasarkan prinsip-prinsip pelayanan publik sebagaimana
diamanahkan oleh Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sedangkan
masyarakat tidak hanya di dorong untuk terlibat secara aktif dan berkontribusi nyata dalam
perbaikan pelayanan di sekolah, tetapi masyarakat juga didorong mampu menyampaikan
10
aspirasi dan kebutuhan sekolah kepada pengambil kebijakan.

Berikut ini dikemukakan beberapa perbedaan pendekatan program MBS secara umum
dan MBS yang berorientasi pelayanan publik yang dikembangkan oleh Kinerja:
Strategi Pendekatan Program MBS Beroreintasi
Pendekatan MBS Secara Umum Pelayanan Publik
Program
Orientasi PAKEM Pelayanan Publik
Survei pengaduan Tidak ada Pelaksanaan survei
pengaduan mengacu pada
Permen-PAN Nomor 13
tahun 2009
Acuan penyusunan EDS (Evaluasi Diri Sekolah ) EDS, hasil survei
rencana kerja pengaduan, dan output
sekolah
Penguatan Penguatan komite sekolah Penguatan komite sekolah,
Masyarakat pembentukan forum komite
kecamatan dan forum
multistakeholder tingkat
kabupaten
Konsensus Kurangnya kesepakatan Harus ada kesepakatan
antara sekolah dan antara sekolah dan
masyarakat terkait aspek bersama dilakukan
yang perlu perbaikan melalui janji perbaikan hasil
nyata survei pengaduan

Advokasi Sekolah Kebutuhan Diserahkan Pembentukan MSF untuk


pada masingmasing sekolah pelaksanaan advokasi
Mekanisme Tidak ada mekanisme yang Masyarakat dapat
penyampaian agar masyarakat dapat menyampaikan pengaduan
pengaduan menyampaikan melalui pelaksanaan survei
masyarakat pengaduannya tentang pengaduan masyarakat
layanan sekolah
Keberlanjutan Diserahkan pada masing- Sekolah menyediakan SMS

11
program masing sekolah karena tidak pengaduan dan kotak saran
adanya mekanisme khusus agar masyarakat dapat
yang dibangun menyampaikan
pengaduannya secara
berkelanjuta

Dilihat dari berbagai perbedaan di atas, sisi inovasi dari implementasi MBS ini adalah
dikaitkan dengan pelayanan publik, di mana sekolah sebenarnya tidak berbeda dengan unit-
unit layanan publik lainnya. Karenanya, sekolah harus mampu meningkatkan tata kelola
secara baik dan mengacu pada peningkatan pelayanan bagi penerima pelayanan. Selain itu,
sekolah juga harus berupaya mendorong partisipasi masyarakat secara luas serta mempunyai
kepekaan responsif terhadap kebutuhan masyarakat sehingga akan terciptanya sinergitas
antara sekolah dan masyarakat, yang di dalamnya dapat menjadi kekuatan bersama-sama
dalam mewujudkan pelayanan prima. Dampak akhir yang ingin dicapai tentu saja dapat
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah-sekolah dan daerah sasaran program.

2.5 Posisi Strategis SDM Sekolah


Efektivitas institusi pendidikan sangat tergantung pada kemampuan pemimpinnya
dalam mengelola SDM Pendidikan secara efisien dan efektif. Unsur manusia dalam
manajemen sangatlah strategis karena manusialah yang menjalankan roda organisasi. Sistem
yang baik akan sia-sia jika tidak didukung oleh SDM yang berkualitas. Oleh karena itu
ketersediaan karyawan dalam konteks kuantitas dan kualitas merupakan kunci utama untuk
mendorong efektivitas institusi pendidikan.
Manajemen sumberdaya manusia (Human Resource Management) dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan adalah sangat penting, hali ni mengingat bahwa dalam
suatu organisasi atau lembaga pendidikan, dapat maju dan berkembang dengan dukungan dari
sumberdaya manusia. Oleh karena itu setiap lembaga pendidikan atau organisasi yang ingin
berkembang, maka harus memperhatikan sumber daya manusia dan mengelolanya dengan
baik, agar tercipta pendidikan yang berkualitas.
Keberadaan sumberdaya manusia merupakan bagian integral dalam kehidupan suatu
sekolah. Karena masing-masing sumberdaya manusia mempunyai peranan yang
strategis.Olehsebabitu, pembinaanterhadap personal yang ada menjadi tanggungjawab kepala
sekolah sebagai pimpinan tertinggi di suatu sekolah. Konsekwensinya setiap kepala sekolah
harus memahami benar mengenai lingkup atau dimensi-dimensi kepegawaian.
12
Secara umum kita akui bahwa keberhasilan usaha seseorang mempunyai hubungan
yang erat dengan kualitas manusia yang melakukan usaha atau tugas tersebut. Kualitas
sumber daya manusia yang Nampak melalui kompetensi yang dimilikinya merupakan hal
esensial untuk menjadi manusia professional. Begitu juga dengan keberhasilan suatu sekolah.
Keberhasilan sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinannya mengelola
tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Pengelolaan atau manajemen tenaga
kependidikan bertujuan untuk memberdayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan
efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan.
Sehubungan dengan itu, fungsi personalia yang harus dilaksanakan pimpinan adalah
menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotivasi personil guna mencapai tujuan. Oleh
sebab itu, kepala sekolah sebagai seorang pemimpin harus mampu mengolah dan
memanfaatkan segala sumber daya manuasi yang ada, sehingga tercapai efektivitas sekolah
yang pada ujungnya menghasilkan perubahan yang diharapkan pada anak didik.
Seorang kepala sekolah harus mampu mengerakkan sumber daya manusia yang
memiliki kecakapan, motivasi dan kreativitas secara maksimal untuk :
a. Memungkinkan sekolah mengatasi ketidakpastian atau kelemahan (infirmity);
b. Menyesuaikan progam pendidikan secara terus-menerus terhadap kebutuhan hidup
individu dan kebutuhan kompetisi di dalam masyarakat yang dinamis;
c. Menggunakan kepemimpinan yang membentuk organisasi kemanusiaan di dalam cara
yang sesuai antara kepentingan individu dengan kepentingan sekolah.
d. Menciptakan kondisi dan suasana kondusif untuk meningkatkan pertumbuhan sikap
kepeloporan / sukarela dan efektifitas individu secara maksimal;
e. Mempengaruhi orang-orang biasa, sehingga mampu tampil dalam bentuk yang luar
biasa( Wahjosumidjo, 2007 ).
Strategi kepegawaian yang mengacu kepada lima hal di atas memerlukan konsentrasi
kepemimpinan dalam arti kesungguhan dalam mencapai tujuan organisasi yaitu memelihara
para anggotanya, berinisiatif dan berkreativitas dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehingga
terjadi hubungan proses administrasi, yang pada akhirnya akan tercipta keserasian antara
tujuan organisasi dan usaha-usaha individu.

2.6 Perilaku SDM Sekolah


Definisi pelayanan publik menurut pedoman umum penyelenggaraan pelayanan
publik yang dikeluarkan oleh Menpan tahun 2003 adalah : "segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
13
penerima pelayanan".
Penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah" yang merupakan sebutan
kolektif meliputi kementrian, departemen, lembaga pemerintah lainnya, baik pusat maupun
daerah termasuk BUMN dan BUMD.
Menurut pedoman tersebut kelompok pelayanan publik terdiri dari:
1. kelompok pelayanan administrative
2. kelompok pelayanan barang dan
3. kelompok pelayanan jasa.
Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Propinsi, dan Dinas
Kabupaten/kota pada umumnya menyelenggarakan pelayanan publik yang termasuk pada
kelompok pelayanan administrasi. Oleh karena itu, istilah "pelayanan publik bidang
pendidikan" bisa membuat rancu. mungkin lebih baik dinyatakan sebagai pelayanan publik di
lingkungan Depdiknas; pelayanan publik di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi. Jika
digunakan istilah pelayanan publik bidang pendidikan, apakah termasuk penyelenggaraan
pendidikan SD, SLB, SMP, SMA, SMK dan perguruan tinggi? kesemua institusi ini bukanlah
instansi pemerintah/pemerintah daerah atau badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah (BUMN/BUMD), meskipun institusi tersebut melayani publik dalam proses
pembelajaran, penerimaan siswa/mahasiswa baru, pengesahan ijazah dan sebagainya.
Dalam konteks otonomi, sekolah diberi kewenangan untuk mengatur dirinya dan
warga sekolah menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan
peraturan perundangan. Sekolah diberi wewenang untuk mengelola dan memanfaatkan
sumber daya sekolah semaksimal mungkin untuk meningkatkan mutu proses dan output
pembelajaran. Pada praktiknya pelaksanan MBS perlu lebih ditingkatkan. Sebagian besar
sekolah melaksanakan MBS apa adanya, belum dilaksanakan secara maksimal, dan belum
mengarah pada perbaikan mutu pelayanan.
Di sebagian besar sekolah, pengelolaan masih belum transparan dan akuntabel serta
tidak partisipatif, apalagi responsif. Kepedulian orangtua murid dan masyarakat rendah dan
menganggap bahwa urusan sekolah semata-mata menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan
guru. Hal ini sebagiannya disebabkan oleh ketertutupan sekolah dalam penyelenggaraan
sekolah dan tidak membuka peluang keterlibatan masyarakat.

2.7 Tantangan Pelayanan Publik di Sekolah Dasar


System pemerintahan di Indonesia telah mengalami perubahan. Setelah runtuhnya
masa pemerintahan Orde Baru (ORBA) era 90-an, system pemerintahan sentralistik menjadi
14
desentralistik, yang ditandai dengan munculnya paradigma baru dalam penyelenggaraan
system pemerintahan.
Berdasarkan buku “Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik”
Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA pada Bab 3 Tentang Mengatasi Tantangan dan
Mencapai Sukses, pengalaman KINERJA menunjukkan bahwa ada beberapa tantangan yang
dihadapi dalam pelaksanaan Program MBS, yakni:
1. Kadangkala pelaksanaan program ini membutuhkan perubahan perencanaan sekolah
yang tidak mudah dilakukan;
2. Keterbatasan anggaran sekolah yang tersedia dan prioritas pemenuhan kebutuhan
sekolah;
3. Kapasitas kepala sekolah dan komite sekolah masih kurang sehingga pelaksanaan
program MBS tidak berjalan seperti yang diharapkan dan membutuhkan upaya yang
lebih keras dan waktu yang lebih lama. Namun secara bertahap tantangan ini dapat
diatasi melalui pendampingan yang intensif;
4. Kapasitas personil sebagian organisasi mitra pelaksana masih kurang sehingga pada
awal pelaksanaan program proses pendampingan kepada sekolah dan komite sekolah
belum seperti yang diharapkan. Tantangan ini diatasi melalui bimbingan teknis oleh
Tim KINERJA;
5. Pergantian kepala sekolah yang menyebabkan perubahan komitmen dari kepala
sekolah yang baru. Tantangan ini dapat diatasi dengan penjelasan tentang program
sehingga kepala sekolah baru dapat memahami dan memberi dukungan terhadap
pelaksanaan program;
6. Kepedulian orangtua murid dan masyarakat masih kurang. Mereka menganggap
urusan sekolah sepenuhnya menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan guru.
Tantangan ini direspon dengan mengajak mereka berdiskusi tentang penyelenggaraan
sekolah sebenarnya menjadi tanggung jawab bersama dan peran apa yang dapat
mereka laksanakan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Urusan pendidikan merupakan salah satu pelayanan wajib yang harus diselenggarakan
oleh pemerintah kabupaten/kota. SPM Pendidikan ini bertujuan untuk menjamin akses dan
mutu bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari pemerintah kabupaten/kota
15
sesuai dengan ukuran-ukuran yang telah ditetapkan oleh pemerintah.Dengan demikian,
pemerintah harus tanggap agar dapat mengembangkan kompetensi guru sebagai pendidik dan
efektivitas pemanfaatan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah khususnya pada jenjang Sekolah
Dasar. Sadar akan pentingnya kompetensi guru serta sarana dan prasarana dalam menentukan
keberhasilan pendidikan nasional, maka pemerintah menetapkan standar dalam pelayanan pendidikan
dasar. Standar tersebut disebut dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Oleh karena itu,
peningkatan mutu pendidikan juga harus dimulai pada peningkatan mutu pendidikan dasar.
Keberhasilan peserta didik pada jenjang pendidikan dasar sangat ditentukan oleh kualitas
pendidikan pada Sekolah Dasar (SD).
Manajemen berbasis sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan
otonomi atau kemandirian kepala sekolah dan mendorong pengembilan keputusan partisipatif
yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan
mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota. MBS bertujuan
meningkatkan kemandirian sekolah melalui pemberian kewenangan yang lebih besar dalam
mengelolah sumber daya sekolah, dan mendorong kesuksesan semua kelompok kepentingan
yang terkait dengan sekolah dalam pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu sekolah.
prinsip MBS meliputi: Kemandirian, keadilan, kemitraan, keterbukaan, efesiensi dan
partisifatif. Proses Pelaksanaan MBS meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengawasan.
Sumber Daya Manusia (SDM) di sekolah mencakup siswa, guru, kepala sekolah, staf
pegawai, dan orang tua guru beserta warga sekolah. Perilaku SDM disekolah sangat
bervariasi, tergantung dengan keadaan sekolah dan kondisi SDM itu sendiri. Keadaan sekolah
disini erat kaitannya dengan pengorganisasian yang terjalin dalam ruang lingkup kinerja
masing-masing SDM sekolah. SDM sekolah memiliki peran dan tugas masing-masing yang
saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Jika semua SDM dapat bekerja dengan baik
serta berkomunikasi dengan baik, maka Pelayanan public yang ada disekolah itu berjalan
baik.
3.2 Saran
Pemerintah harus tanggap agar dapat mengembangkan kompetensi guru sebagai pendidik
dan efektivitas pemanfaatan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah khususnya pada
jenjang Sekolah Dasar.
Dengan keadaan sekolah yang ada, para guru dan kepala sekolah harus bekerja sama dan
bekerja keras untuk meningkatkan pelayanan publik demi tercapanya suatu tujuan bersama.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwanto, Erwan. 2017. Modul Pelatihan Dasar Calon PNS Pelayanan Publik.
Jakarta:Lembaga Administrasi Negara
Seri Pembelajaran.2014. Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan
Publik. Jakarta:USAID KINERJA
Hamzah B. Uno. 2011. Profesi Kependidikan.Jakarta : Bumi Aksara
17
Mulyasa, E. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurkolis. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Hepikus. 2012. Implementasi Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Sekolah Dasar
di Kabupaten Sanggau. Jurnal-PublikA. Volume 1, Nomor 1, Desember 2013.
Diakses melalui: http://jurnalnasional.ciki.me/index.php/ian/article/viewFile/12/21
pada Jumat, 6 Desember 2013 pukul 20:25 WIB.

18

Anda mungkin juga menyukai