Anda di halaman 1dari 32

TUGAS

MANAJEMEN & ADMINISTRASI KEBIJAKAN


KESEHATAN

Oleh
IDHAM MALIK
KELAS B
NIM :G2U120014

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI
TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahin

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
hidayahnya kami mampu menyelesaikan makalah ini. Makalah dengan judul
“KEMITRAAN PUBLIK DAN SWASTA” ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Kesehatan Manajemen Dan Administrasi Kesehatan.
Dan tidak lupa saya sampaikan sholawat serta salam kepada junjungan alam
Nabi besar Muhammad SAW. Karena dengan jerih payah beliaulah kita dapat
bias merasakan yang namanya nikmat islam serta nikmat iman sampai saat
ini. Selanjutnya tak lupa kami ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu di dalam penyusunan makalah ini baik itu
dalam bentuk materi maupun lain sebagainya sehingga makalah ini bias selesai.
Harapan saya semoga makalah ini nantinya bias bermanfaat bagi kita semua
khususnya mahasiswa dan mahasiswi serta masyarakat pada umumnya. Dan saya
berharap dengan adanya makalah ini semoga kita mendapatkan ilmu yang lebih
luas dan bias berguna bagi kita semua amin.....
Dan jika ada kesalahan pengetikan serta penyusunan kata mohon
saran/komentarnya para pembaca. Dan itu sangat penting bagi kami untuk
melakukan perbaikan di penyusunan malakah selanjutnya.

                        Kendari, 31 Desember 2020

  
Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang.............................................................................................4
B.     Rumusan Masalah.........................................................................................5
C.     Tujuan Makalah...........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian good governance.........................................................................6
B.    Bentuk PPP....................................................................................................9
C.    Keunggulan dan kelemahan infrastruktur PPP............................................13
D.    Pelayanan publik..........................................................................................14
E.     Kemitraan PPD............................................................................................15
G.   Contoh-contoh proyek PPD...........................................................................19
H.     Jenis Teori Kepemimpinan..........................................................................20
I.    Analisa tentang model PPP pelayan kesehatan di indonesia........................23
BAB III PENUTUP
A.     KESIMPULAN........................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Sejak bergulirnya reformasi Indonesia mengalami babak baru dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi yang dimulai tahun 1998 ini
menuntut adanya good governance dalam tata pemerintahan Indonesia.Tuntutan
yang diajukan ini merupakan reaksi terhadap keadaan pemerintah pada era Orde
Baru yang sarat dengan berbagai penyimpangan seperti pemusatan
kekuasaan pada Presiden, baik akibat konstitusi (UUD 1945) maupun tidak
berfungsinya dengan baik lembaga tinggi negara, serta tersumbatnya saluran
partisipasi masyarakat dalam memberikan kontrol sosial.
Pada konsep good governance ini pemerintah berfungsi menciptakan
lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta menciptakan
pekerjaan dan pendapatan sedangkan masyarakat berperan aktif dalam interaksi
sosial, ekonomi, politik. Negara sebagai unsur governance termasuk didalamnya
lembaga politik dan lembaga sektor swasta (perusahaan-perusahaan swasta) dan
masyarakat (terdiri atas individu maupun kelompok termasuk
didalamnya lembaga swadaya masyarakat). Secara umum good governance
dimaksudkan untuk mendukung proses pembangunan yang memberdayakan dan
mengembangkan sumber daya manusia guna menunjang sistem produksi yang
efisien.

4
B.Rumusan Masalah

1) Apa saja good governance dalam kemitraan publik dan swasta?


2) Apa saja bentuk –bentuk kemitraan publik dan swasta?
3) Apa saja Keunggulan dan kelemahan ppp dalam pembangunan infrastruktur?
4) Apa saja pelayanan public ?
5) Apa saja kemitraan publik dan swasta?

C.Tujuan

1) Untuk mengetahui good governance dalam kemitraan publik dan swasta


2) Untuk mengetahui bentuk-bentuk kemitraan publikdan swasta
3) Untuk mengetahui keunngulan dan kelemahan ppp dalam pembangunan
infrastruktur
4) Untuk mengetahui pelayanan public
5) Untuk mengetahui kemitraan publikdan swasta

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Governance dan Good Governance


Menurut Sumarto (2003), Gover-nance dapat diartikan sebagai “mekanisme,
praktik dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalah-masalah
pub- lik”. Hal tersebut senada dengan definisi yang diberikan oleh United
Nations Developments Program (UNDP) dalam Basuki (2006) yang menyatakan
bahwa Governance adalah “pelaksanaan kewe- nangan/kekuasaan di bidang
ekonomi, politik, dan administrasi untuk mengelola berbagai urusan negara pada
setiap ting- katan dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong
terciptanya ke- paduan sosial”.Dalam hal Good Governance,
Basuki (2006) mengartikan sebagai upaya merubah watak pemerintah
(Goverment) yang semula cenderung bekerja sendiri tanpa memperhatikan
aspirasi masyarakat, menjadi pemerintah yang aspiratif. Lain halnya dengan
Basuki, Tjiptoherijanto (2010) mendefinisikan Good Governance dari su sudut
pandang harapan aktor-aktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan
yang menyatakan bahwa Good Governance adalah tata kelola yang berupaya
memenuhi harapan-harapan pihak yang terlibat (stakeholder) dalam
pengambilan kepu- tusan. Dengan adanya keterlibatan para stakeholder, maka
pengambilan keputusan dalam pelayanan publik akan mendapatkan
pertimbangan yang matang dan semua keinginan para stakeholder akan tercapai.
Adapun unsur-unsur stakeholder
Governance menurut Sjamsuddin (2006) meliputi; individual, organisasi,
institusi, dan kelompok sosial yang keberadaannya sangat penting bagi
terciptanya tata pemerintahan yang efektif. Unsur-unsur tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu
a) Negara (State)
Pengertian negara/pemerintah (State)
dalam hal ini secara umum mencakup keseluruhan lembaga politik dan sektor
6
publik. Peranan dan tanggung jawab
negara atau pemerintah adalah meliputi penyelenggaraan pelayanan publik,
penyelenggaraan kekuasaan untuk memerintah, dan membangun ling- kungan
yang kondusif bagi tercapainya tujuan pembangunan baik pada level lokal,
nasional, maupun internasional dan global.
b) Sektor swasta (Private sector)
Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan yang aktif dalam interaksi
sistem pasar, seperti: industri peng-
olahan (manufactur), perdagangan, perbankan, dan koperasi, termasuk juga
kegiatan sektor informal. Peranan sek- tor swasta sangat penting dalam pola
kepemerintahan dan pembangunan, karena perannya sebagai peluang untuk
perbaikan produktivitas, penyerapan tenaga kerja, sumber penerimaan, investasi
publik, pengembangan usaha dan pertumbuhan ekonomi.
c) Masyarakat madani (Civil society) Masyarakat madani meliputi perse-
orangan dan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik
dan ekonomi. Masyarakat madani tidak hanya melakukan check and balances
terhadap kewenangan kekuasaan pemerintah dan sektor swasta tetapi
juga memberikan kontribusi dan mem- perkuat kedua unsur yang lain, seperti
membantu memonitor lingkungan, penipisan sumber daya, polusi dan kekejaman
sosial, memberikan kontri- busi pada pembangunan ekonomi dengan
membantu mendistribusikan manfaat pertumbuhan ekonomi yang lebih merata
dalam masyarakat, dan menawarkan kesempatan bagi individu untuk
memperbaiki standar hidup mereka.

Menurut William J. Parente dari USAID Environmental Services Program, PPP


adalah an agreement or contract, between a public entity and a private party,
under which : (a) private party undertakes government function for specified
period of time, (b) the private party receives compensation for performing the
function, directly or indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising
from performing the function and, (d) the public facilities, land or other
resources may be transferred or made available to the private party.

PPP (Public Private Partnership) adalah suatu perjanjian kontrak antara


pemerintah, baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta. Melalui
perjanjian ini, keahlian dan aset dari kedua belah pihak (pemerintah dan swasta)
dikerjakan dengan menyediakan program pelayanan kepada masyarakat. Dalam

7
melakukan kerjasama ini resiko dan manfaat potensial dalam menyediakan
pelayanan ataupun
6
fasilitas dipilah atau dibagi kepada pemerintah dan swasta .

Bentuk kemitraan pemerintah dan swasta yang banyak dikenal


secara umum di indonesia adalah BOT atau build operate and transfer atau
dalam bahasa indonesia dikenal dengan Bangun-Kelola-Alih Milik atau ada juga
yang menyebutkan Bangun-Guna-Serah. Hal ini tentunya dapat kita lihat sebagai
upaya pemerintah dalam membuat program akan tetapi kelemahan dari sistem
ini adalah
terbengkalainya program yang di rencanakan, pemerintah sering kalai
tidaK

PPP ini merupakan hubungan kerjasama pemerintah dengan publik dalam


pelaksanaan pembangunan  melalui investasi dengan melibatkan pemerintah,
pihak swasta, masyarakat, dan NGO. Masing-masing pihak memiliki peran dan
fungsi dalam pelaksanaan pembangunan. Peran dan fungsi permerintah sebagai
suatu institusi resmi dituntut untuk lebih transparan, akuntabel, responsif, efektif
dan efisien dalam penciptaan good governance. Tentunya dalam hal ini tidak
terlepas dari fungsi pengawasan pemerintah terhadap sektor swasta yang terlibat
dalam pelaksanaan pembangunan.

Lebih lanjut ada tiga hal yang mendorong pemerintah untuk melakukan
kerjasama pemerintah dan swasta (PPP) karena masalah keterbatasan dana,
efisiensi dan efektivitas pemerintahan, dan pertanggungjawaban pemerintah
kepada masyarakat. Sebagai suatu daerah yang baru berkembang tentunya
pemerintah daerah  tidak dapat mengandalkan sumber daya yang ada (keuangan
dan SDM). Disini pemerintah daerah butuh menarik pihak swasta untuk
melakukan investasi tidak hanya dalam bentuk dana tetapi juga
peningkatan skill  SDMnya untuk membangun dan memelihara infrastruktur
yang belum dan sudah tersedia dalam rangka menyejahterakan masyarakat.

Namun dalam pelaksanaan pembangunan yang melibatkan PPP ini dapat


memberikan dampak positif dan negatif.  Dampak positif dari PPP  yakni adanya
pembagian risiko antara pihak pemerintah dan swasta, penghematan biaya,
perbaikan tingkat pelayanan, dan  multiplier effect (manfaat ekonomi yang lebih
luas misalnya penciptaan lapangan kerja, pengurangan tingkat kriminalitas,
8
peningkatan pendapatan). Sementara dampak negatif  dari PPP apabila tidak
tepat sasaran justru terjadi penambahan biaya, adanya situasi politik nasional
yang tidak stabil turut mempengaruhi proses PPP misalnya tertundanya
pelaksanaan proyek kegiatan,  pelayanan yang kurang prima, terjadi bias dalam
proses seleksi proyek kegiatan misalnya penentuan pemenang tender, hilangnya
kontrol pemerintah dalam proses pelaksanaan kegiatan, dan sebagainya

B.Bentuk (public dan private pathnership) PPP

Keterlibatan pihak swasta yang mampu menyediakan keuangan dan tenaga ahli
setidaknya membantu fungsi pemerintah sebagai motor pelaksana pembangunan.
Selain itu melalui PPP juga menciptakan sistem pemerintahan yang bersih karena
dalam hal ini pemerintah juga bisa melaksanakan fungsi kontrol terhadap sektor
swasta yang terlibat. Namun perlu diingat, hubungan yang terjalin antara
pemerintah dan sektor swasta haruslah memiliki hubungan yang saling
menguntungkan dan harus diikat dalam suatu kontrak untuk jangka waktu
tertentu. Disinilah peran dan fungsi pemerintah untuk mengontrol pelaksanaan
pembangunan diperlukan. Sebagaimana kita sadari bahwa sudah jelas dengan
adanya keterlibatan pihak swasta adalah  untuk meraih keuntungan sebagai
konsekuensi dalam pembangunan. Namun keuntungan yang didapat oleh pihak
swasta ini sudah seharusnya tidak merugikan pembangunan. Oleh karena itu
perlunya adanya pengawasan dari pemerintah dan pembatasan waktu.

Proses kerjasama yang terjalin antara pemerintah dan pihak swasta dapat
dilakukan dalam beberapa cara yaitu melalui 

service contract, management contract, lease contract, concession, BOT (Build


Operation Transfer), Joint Venture Agreement, dan Community Based
Provision. Namun dalam proses kerjasama yang dilakukan ini terdapat beberapa
keunggulan dan kelemahannya.

1.Service contract 

merupakan kerjasama pemerintah dengan  pihak swasta untuk melaksanakan


tugas-tugas tertentu dalam jangka waktu satu sampai dengan tiga tahun. Pihak
swasta memiliki posisi sebagai pemilik asset dan penanggung jawab risiko
keuangan secara penuh. Di dalam proses ini tidak terlalu membutuhkan
komitmen politik, biaya recovery, regulasi dan informasi dasar. Sementara
kapasitas pemerintah pun dikategorikan sedang (tidakmemerlukan skill khusus).

9
Contohnya  pengumpulan dan pembuangan sampah, pengerukan kali, penarikan
dan pengumpulan tagihan air, perawatan pipa air, kesemuanya ini dapat
dimitrakan kepada pihak swasta. 

Selanjutnya adalah

2. Management contract. 

Kerjasama ini tidak jauh berbeda dengan service contract. Namun yang


membedakannya adalah kerjasama ini dilakukan pada tingkatan operasional
manajemen dan maintenance dengan jangka waktu tiga sampai dengan delapan

tahun. Posisi pihak swasta adalah sebagai pemilik asset, investor, dan
bertanggung jawab atas  risiko finansial  dalam batasan minimal. Di dalam
proses seleksi hanya ada satu kali kompetisi dan tidak ada pembaharuan
perjanjian. Keunggulan dari management contract adanya keterlibatan pihak
swasta yang lebih kuat. Namun kelemahannya manajemen tidak memiliki
pengawasan yang kuat secara menyeluruh (meliputi keuangan, kebijakan
pegawai,dan sebagainya). Contohnya tidak jauh berbeda dengan service
contract seperti pengelolaan fasilitas umum (rumah sakit, sekolah, tempat
parkir).

3.Lease contract

yaitu kerjasama pemerintah yang pihak swasta dalam jangka waktu sepuluh
sampai dengan lima belas tahun dimana tanggung jawab manajemen, operasional
dan pembaharuan kontrak lebih spesifik. Pemilik modal adalah sektor publik
(pemerintah) namun pihak swasta turut menanggung risiko keuangan (risiko
menengah). Kelemahannya akan menimbulkan potensi konflik antara pihak
swasta sebagai operator pelaksana dan sektor publik (pemerintah) sebagai
pemilik modal. Contohnya pengelolaan taman hiburan, bandara, dan armada bis,
dan sebagainya.

4.Concession 

kerjasama yang melibatkan pemerintah/publik dan swasta sebagai pemilik modal


dalam jangka waktu 20 sampai dengan 30 tahun. Posisi pihak swasta sebagai
penanggung jawab operasional, pemodal, memelihara,dan menanggung risiko
secara penuh. Keunggulannya pihak swasta mendapatkan kompensasi penuh. Di
sisi lain sektor publik/pemerintah  mendapatkan manfaat peningkatan efisiensi
operasional dan komersial dalam investasi dan pengembangan SDMnya. Namun
10
untuk mengembangkan investasi dan infrastruktur dalam jangka waktu yang
lama perlu komitmen politik, regulasi, kapasitas pemerintah, recovery cost, dan
analisis kemampuan yang tinggi. Contohnya PPP yang
bersifat comncession  adalah pembangunan jalan tol, pelabuhan laut dan udara,
rumah sakit, stadion olahraga, dan sebagainya

5.Build Operate Transfer (BOT)

 merupakan kejasama PPP yang investasi dan komponen utamanya adalah


peningkatan pelayanan publik dengan jangka waktu 10 sampai dengan 30 tahun.
Posisi pihak swasta sebagai penanggung jawab operasi, pemelihara, pemodal,
dan penanggung jawab risiko  serta pihak swasta juga akan mendapatkan
imbalan sesuai dengan parameter produksinya. Sistem ini efektif untuk
mengembangkan kapasitas SDM, namun kelemahannya untuk meningkatkan
efisiensi operasional membutuhkan jaminan sehingga diperlukan analisis
kemampuan, kapasitas pemerintah, komitmen politik, regulasi yang tinggi
dan recovery cost  yang bervariasi. Contohnya pembangunan jalan tol, pelabuhan
udara dan laut, pembangkit listrik, dan sebagainya. Contoh ini tidak jauh berbeda
dengan lease contrac

6.Joint Venture Agreement

 adalah PPP dimana investasi dan risikonya ditanggung bersama antara


pemerintah dan pihak swasta. Disini tidak ada batasan waktu hanya berdasarkan
kesepakatan saja.  Kerjasama ini melibatkan berbagai pihak mulai dari 
pemerintah, non pemerintah, swasta, dan sebagainya atau stakeholder  terkait.
Masing-masing pihak saling berkontribusi. Kunggulan dari joint venture  dapat
saling berbagi dalam menyumbangkan sumber daya yang ada (finansial dan
SDMnya). Namun kelemahannya ada peluang penyalahgunaan investasi dimana
pemerintah memberikan subsidi kepada pihak swasta atau pihak lainnya dalam
pelaksanaan kerjasama tersebut yang seharusnya dihindari

7.Community Based Provision (CBP) 

merupakan kerjasama perorangan/keluarga/perusahaan kecil merupakan


kerjasama perorangan/keluarga/perusahaan kecil  yang merepresentasikan
kepentingan tertentu dengan menegosiasikannya kepada pemerintah dan NGO.
PosisiNGOsebagaimediator antara masyarakat (perorangan/keluarga/perusahaan)
dengan pemerintah. Contohnya pengelolaan bank sampah di lingjkungan tertentu

11
(RT, RW atau kompleks perumahan) yang bertujuan untuk mendaur ulang
sampah  demi kelestarian lingkungan dan memanfaatkannya sebagai tujuan
ekonomi.

Berdasarkan beberapa jenis PPP yang telah dijelaskan tersebut maka dari
beberapa keunggulan dan kelemahan yang dimilikinya tidak dapat ditentukan
jenis PPP yang tepat. Kesemuanya ini tergantung pada jenis kegiatan atau
proyek, manfaat kegiatannya, jangka waktu pembangunannya hingga baru bisa
ditentukan jenis PPP yang dibutuhkan.

Menurut Thomas dan Curtis (2001) ada tiga model kerja sama, yaitu
product-based partnership, product-development partnership, dan system/issues-
based partnership. Thomas dan Curtis juga mengembangkan prinsip-prinsip
PPP. Prinsip-prinsip itu adalah:
1. Good governance. Struktur pengelolaan kerja sama yang tepat dan penting
harus menjamin adanya pencapaian tujuan kesehatan publik, dapat
mempertemukan tujuan semua partner, dan adanya komunikasi yang transparan.
Ada empat model pengelolaan PPP, yaitu:
- Elite committe model

- NGO model

- Quasi-public authority model

- Catalyst model

2. Pemilihan partner. Organisasi sektor publik dan swasta dapat bekerja sama
untuk mendukung program pencegahan penyakit jika mereka mempunyai
pandangan benefit yang saling menguntungkan dan situasi menang-menang.
Pemerintah harus selektif dalam memilih partner yang akan diajak kerja sama
3. Transparansi dan komunikasi.

4. Akuntabilitas. PPP menggunakan sumber daya publik dan harus


dipertanggungjawabkan ke publik. Pengawasan dan evaluasi yang efektif
diperlukan, audit dari badan/organisasi independen harus ditingkatkan.
5. Menghindari kompetisi yang tidak adil. PPP perlu mengeksplore pengaruh
produk yang disubsidi pada industri lokal.

12
6. Equity. PPP diharapkan mempunyai strategi untuk menjamin equity, terutama
saat kontribusi publik dinaikkan untuk membantu masyarakat yang miskin.
7. Externalities

13
C..Keunggulan dan Kelemahan PPP dalam Pembangunan Infrastruktur di
Indonesia

PPP dapat dikatakan merupakan suatu alternatif atas persoalan pembangunan


infrastruktur di Indonesia, terutama bagi daerah-daerah otonom baru untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah yang memiliki dana
terbatas dan kapasitas SDM yang kurang memadai  dapat tetap melakukan
pembangunan infrastruktur daerahnya melalui kerjasama dengan pihak swasta.
Sebagai contoh dalam proyek pembangunan jalan tol dibutuhkan dana yang

besar. Sementara pemerintah daerah memiliki kemampuan keuangan yang


terbatas ,maka proyek tersebut dapat dimitrakan kepada pihak swasta  untuk
mengerjakannya. Pemerintah membuat dan menetapkan kerangka kerjanya
sementara pihak swasta sebagai pemodal dan pelaksana proyek tersebut.  Atas
biaya dan modal yang telah dikeluarkan oleh pihak swasta maka pengguna jalan
tol dibebani biaya untuk penggunaan fasilitasnya. Fee yang diterima pihak
swasta tentunya memiliki jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian
“concession” tersebut.  Pada batas waktu perjanjian maka hasil proyek tersebut
menjadi milik pemerintah. Berdasarkan contoh ini semua pihak sama-sama
diuntungkan dalam proses PPP.

Namun penerapan PPP di Indonesia juga masih lemah karena regulasi yang
saling tumpang tindih sehingga menyulitkan pihak swasta untuk melakukan
investasi,  prosedur birokrasi yang masih berbelit-belit, perencanaan tata ruang
wilayah dan daerah yang belum tertata dengan baik, desain perencanaan teknis
yang tidak matang sehingga menyulitkan pihak swasta dalam proses pengerjaan.
Salah satu contoh dalam pembangunan jalan tol sering terjadi perbaikan akibat
proses perencanaan yang tidak matang. Dengan demikian dalam proses PPP
maka perlu kesiapan dan kematangan dari pemerintah atau pemerintah daerah
untuk menyiapkan regulasi dan kerangka kerja yang matang sehingga dalam
proses pelaksanaan kegiatan tersebut dapat terealisasi secara maksimal dan
memberikan keuntungan kepada berbagai pihak terkait. (Nyimas Latifah Letty
Aziz)

14
D.Pelayanan Publik
Secara teoritis, Tjiptoherijanto (2010) menyatakan bahwa, pelayanan
publik merupakan pengelolaan pasokan barang/jasa secara langsung
atau tidak langsung oleh pemerintah untuk mencapai kesejahteraan sosial
dalam kondisi Pareto.Sedangkan Dwiyanto (2006) men-definisikan, pelayanan
publik adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk
memenuhi kebu- tuhan warga dan pengguna. Statemen tersebut senada dengan
Sinambela (2006) yang menyatakan bahwa pelayanan publik adalah pemenuhan
keinginan dan kebu- tuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.
Pelayanan publik sebagai salah satu bentuk barang publik (public goods) yang
diberikan pemerintah sudah selayaknya diimbangi dengan kualitas pelayanan
yang baik sehingga masyarakat akan menaruh kepercayaan kepada pemerintah.
Selain itu, menurut Dwiyanto dalam (Hashim, 2006) pelayanan publik yang
berkualitas menjadi titik strategis untuk memulai pengem- bangan Good
Governance dan untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik salah satu
caranya adalah dengan melibatkan kepentingan semua unsur Governance.
Adapun untuk mengukur kualitas pelayanan publik menurut Zeithaml
(Puspitosari, 2012) didasarkan pada indikator-indikator sebagai berikut:
a)Tangibles
Artinya kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran, ruang tunggu,
dan lain-lain.
b) Reliability
Yakni kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang
terpercaya
c) Responsiveness
Yakni kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara
cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen
d) Competence
Yakni kemampuan oleh pemberi laya-nan dalam meyakinkan dan menum-
buhkan kepercayaan konsumen
e) Courtessy
Yakni pemberi layanan harus mem- perhatikan norma dan etika yang
berlaku dalam guna memberi rasa nyaman
f) Credibility
Penyelenggara layanan publik harus dapat dipercaya oleh masyarakat guna
15
memberikan rasa keadilan, kepuasan dan informasi yang bisa dipertanggung-
jawabkan
g) Security
Rasa aman dalam berbagai pelayanan kepada masyarakat harus dijadikan
moto utama dalam pelaksanaan pel-ayanan public
h) Access pelayanan publik sejatinya adalah layanan yang diberikan kepada
seluruh masyarakat umum hingga adanya
aturan yang membatasinya, sehingga pelayanan publik harus mudah diakses
i) Communication
Komunikasi merupakan alat yang paling sederhana dalam memberikan
layanan yang berkualitas. Sehingga komunikasi dalam pelayanan perlu di-jaga
dan selalu terbuka
j) Understanding
Pelayanan publik harus mengerti apa
yang diinginkan masyarakat. Jika pe- layanan publik dibangun berdasarkan
pengertian, maka layanan tersebut akan tepat sasaran.

E. Kemitraan pemerintah dan swasta(PPP)

Menurut Sulistyani dalam (Marsia- tanti, 2011), kemitraan dalam perspekstif


etimologis diadaptasi dari kata Partnership dan berasal dari akar kata partner,
yang berarti “pasangan, jodoh, sekutu, atau komponen”. Sedangkan
partnership diterje- mahkan menjadi persekutuan atau perkongsian. Dengan
demikian, kemitraan dapat dimaknai sebagai satu bentuk persekutuan antara dua
belah pihak atau lebih yang membentuk suatu ikatan kerjasama atas dasar
kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka mening- katkan
kapabilitas di suatu bidang usaha tertentu atau tujuan tertentu, sehingga dapat
memperoleh hasil yang lebih baik
Dalam konteks kemitraan antara pemerintah dan swasta atau Public Private
Partnership menurut Mahmudi (2007) dimaknai sebagai unit kerja
penyedia layanan pemerintah maupun unit bisnispemerintah
(BUMN/BUMD) yang bekerja-sama dengan sektor swasta dan sektor
ketiga.Sedangkan Amirullah dalam(Irianti, 2011) menyatakan, Public
Private Partnership adalah kerjasama pemberian sebagian kewenangan
pemerintah kepada sektor swasta untuk melaksanakan sebagian atau seluruh
16
kegiatan pembangunan dan atau pengoperasian infrastruktur. Kerjasama
merupakan suatu konsep yang dilandasi oleh kepercayaan dalam sebuah tim
kerja untuk mencapai tujuan yang saling menguntungkan antar anggota mitra
di mana setiap anggota mitra selalu berusaha untuk menyelesaikan konflik atau
per- selisihan secara prosedural sehingga akan menguntungkan masing-masing
pihak.
Adapun dalam hal model imple- mentasi Public Private Partnership,
Savas dalam (Irianti, 2011) menyatakan bahwa kemitraan antara pemerintah dan
swasta dapat dilakukan dengan beberapa konsep meliputi fully public
(pemerintah secara penuh) sampai fully private (swasta secara penuh)

Kemitraan Pemerintah Swasta disingkat KPS atau dalam


bahasa Inggris disebut sebagai Public Private Partnership atau disingkat PPP atau
P3 adalah bentuk perjanjian jangka panjang (biasanya lebih dari 20 tahun)
antara pemerintah, baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta. Melalui
perjanjian ini, keahlian dan aset dari kedua belah pihak (pemerintah dan swasta)
bekerjasama dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam
melakukan kerjasama ini risiko dan manfaat potensial dalam menyediakan
pelayanan ataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada pemerintah dan swasta.

Terminologi KPS di Indonesia dimulai sejak dikeluarkannya Peraturan Presiden


Republik Indonesia No 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang telah beberapa kali diubah
dan perubahan terakhir adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia No 66
Tahun 2013.

Bentuk yang banyak dikenal dengan istilah BOT singkatan Build Operate and
Transfer atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Bangun Kelola dan Alih
Milik tetapi sebenarnya masih banyak bentuk yang bisa digunakan seperti
Outsourcing sebagai bentuk paling sederhana sampai bentuk Bangun Kelola dan
Miliki atau dalam bahasa Inggrisnya disebut sebagai Build Operate and Own
(BOO)

.
Kemitraan publik dan swasta (KPS) atau public private partnership (PPP)
dibutuhkan untuk menjawab permasalahan-permasalahan seperti meningkatkan
kapasitas produksi, produktivitas, kualitas produksi, meningkatan akses pasar,
dan mendorong proses hilirisasi kerjasama multistakeholder dalam meningkatkan
17
efisiensi dan daya saing sektor pangan dan pertanian. KPS muncul bukan hanya
untuk meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan sektor pertanian saja
melainkan karena kurangnya kemampuan pemerintah untuk memenuhi tugasnya
dalam menjaga ketahanan pangan dengan sumberdaya sendiri. Sumberdaya yang
dimaksud adalah bukan hanya dari sisi pendanaan saja tetapi juga teknologi,
jaringan dan lain sebagainya.

Kemitraan antara perusahaan pertanian dan petani kecil dinilai sebagai salah satu
pendekatan yang paling prospektif dapat mengangkat ekonomi petani.
Diasumsikan bahwa dengan kemitraan tersebut petani kecil bisa diskenariokan
untuk mendapat bagian nilai tambah yang lebih besar dari suatu usaha pertanian.
Hanya saja pendekatan kemitraan semacam ini masih sering diterapkan secara
reduktif dalam corak pertanian kontraktual (contract farming) ataupun share
farming.

Corak pertama menghadirkan jaringan atau tatanan hubungan atau relasi


kepentingan yang bersifat kontraktual antara pelaku-pelaku pada suatu usaha
pertanian. Corak kedua, share farming, merupakan pertanian kontraktual khusus
yang menghadirkan tatanan hubungan berbagi tugas, tanggungjawab dan resiko
dari usaha pertanian sebagai wujud dari hubungan-hubungan kontraktual.

Laporan penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran bagi kita dalam rangka
menyusun kebijakan dan jaring pengaman di bidang pertanian. Namun, perlu
dilihat lebih jauh lagi mengenai dampak dari kemitraan anatar publik dan swasta,
karena sampai ini belum ada skema kemitraan yang dibangun menjamin hak-hak
dan kewajiban setiap aktor di dalamnyanduh

Kemitraan yang di jalankan antara pemerintah dan swasta merupakan


bentuk kerjasama yang memiliki posisi yang setara antara kedua belah pihak,
baik pemerintah maupun pihak swasta yang terikat dalam satu kontrak atau

perjanjian kerjasama. Ditengah-tengah keterbatasan sumberdaya baik


oleh pemerintah maupun swasta maka, dengan kemitraan merupakan sebuah
pilihan kerjasama yang saling memberikan kemudahan karena adanya joint atau
penggabungan sumberdaya oleh masing-masing pihak. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui proses dari kemitraan tersebut dibangun dan implikasi
kemitraan terhadap kualitas pelayanan publik setelah di implementasikan. s dan
18
memprihatinkan. Adapun latarbelakang kemitraan dengan sistem Buy The
Service atau (pembelian layanan), karena dengan sistem hanya dengan sistem
inilah yang sangat memungkinkan pihak swasta untuk bergabung kerjasama
dengan pihak pemerintah. Dengan kemitraan ini diharapkan akan menjadikan
sistem transportasi akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Namun faktanya
setelah di kerjasama ini diimplementasikan terdapat banyak kompleksitas
persoalan yang terjadi diantaranya, sarana dan prasrana (infrastruktur) yang
tersedia seperti shelter yang ada masih kurang dan yang ada letaknya pun tidak
strategis, terdapat kekurangan bus akibat dari ada beberapa yang rusak karena
tidak terpelihara dengan baik, sumberdaya manusia yang ada pada shelter bus
terlalu banyak. Dari sisi pelayanan bus, bus sering mengalami keterlambatan,
fasiltas dan kondis armada bus kurang terpelihara dengan baik, sikap petugas
shelter maupun awak bus bersikap diluar batas kewajaran seperti lalai dalam
memberikan informasi kepada penumpang. Sedangkan untuk pengawasan
operasional bus tidak dilakukan dengan baik sehingga banyak persoalan yang
terjadi seperti pelangaraan diluar ketentuan Standar Pelayanan Minimum (SPM),
sistem pengawasan terhadap tiket pun juga demikian kurang baik sehingga
sangat rentan dan yang terjadi ditemukan penyalagunaan uang tiket oleh para
petugas shelter, dan pengawasan terhadap Penggunaan Anggaran Biaya
Operasional Kendaraan (BOK) pun masih sangat lemah, kelemahan ini terjadi
akibat dari sistem pengawasan yang dijalankan tidak secara maksimal.
Skema public-private partnership sudah mulai diadaptasi di Indonesia sejak
tahun 2005. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh urgensi pembangunan
infrastruktur dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan pelayanan publik
yang baik. Di Indonesia, PPP diatur dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2015
tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur.

Adapun yang menjadi definisi dari PPP berdasarkan perpres tersebut


adalah, kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan
infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi yang
telah ditetapkan sebelumnya oleh penanggung jawab proyek kerjasama, yang
sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan
memperhatikan pembagian risiko antara para pihak.

19
Di Indonesia, PPP dilakukan dalam tiga tahapan yaitu Perencanaan, Persiapan
dan Transaksi. Adapun skema PPP dibedakan menjadi dua yaitu
skema solicited dan unsolicited. Solicited adalah kondisi dimana proyek
pembangunan diinisiasi oleh pemerintah, sedangkan unsolicited diinisiasi oleh
pihak swasta. Terkait skema pengembalian modal, PPP di Indonesia dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
 Dibayarkan oleh pengguna infrastruktur, dimana pada skema ini pihak
swasta menerima pengembalian modal dari harga yang dibayarkan oleh
pengguna infrastruktur;
 Dibayarkan oleh pemerintah, pada skema ini proyek pembangunan
biasanya bukanlah proyek yang menghasilkan keuntungan maka pemerintah
akan membayarkan sejumlah pembayaran tahunan kepada pihak swasta sebagai
pemasukan pokok; dan
 Jenis pembayaran lainnya, selama hal tersebut sesuai dengan hukum dan
regulasi.
F.Contoh-Contoh Proyek Jumlah Proyek Ppp
yang berhasil ditender hingga tahun 2018 berjumlah 68 proyek pembangunan
infrastruktur yang terdiri dari berbagai macam sektor. Beberapa diantaranya
adalah pembangunan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II; Tempat
Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Nambo; dan Sistem Penyediaan
Air Minum Umbulan. Berikut ulasannya:
Implementasi PPP: Jalan Tol Layang Jakarta – Cikampek II
Maksud dari pembangunan jalan tol layang Jakarta-Cikampek II adalah untuk
mensiasati kemacetan yang sering terjadi di jalan tol non-layang Jakarta-
Cikampek akibat jumlah kendaraan yang sudah melebihi kapasitas jalan. Proyek
ini dibangun di atas jalan tol eksisting yang direncanakan akan memiliki panjang

36,4 km. Berdasarkan data yang dihimpun dari laman PT Penjaminan dan
Infrastruktur (PT PII), diketahui bahwa proyek yang memiliki nilai invetsasi
sebesar 14,7 triliun rupiah ini merupakan bentuk kerjasama pemerintah dan
swasta dengan skema build-operate-transfer atau BOT. Dengan skema ini,
kepemilikan infrastruktur akan dialihkan kepada pemerintah setelah pihak swasta
mengoperasikan infrastuktur dalam jangka waktu tertentu (estimasi 45 tahun)
dan sudah mendapatkan pengembalian investasinya.  

20
Pihak swasta yang bertanggungjawab terhadap proyek pembangunan ini adalah
PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek yang terdiri dari dua perusahaan yaitu PT
Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Ranggi Sugiron Perkasa. Sedangkan dari pihak
pemerintah diwakilkan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang merupakan
bagian dari Kementerian PUPR. Pendanaan dari proyek pembangunan
infrastruktur ini berasal dari pinjaman bank dan ekuitas. Adapun yang menjadi
wewenang dari pemerintah adalah menanggung risiko penyesuaian tarif,
menanggung risiko politis dan menanggung risiko penghentian proyek. Berikut
jadwal estimasi pengimplementasian proyek pembangunan infrastruktur Jalan
Tol Layang Jakarta-Cikampek II:

Perkiraan Jadwal Pengimplementasian Proyek Jalan Tol Jakarta – Cikampek II


Sumber: Bappenas PPP Book, 2018

Adapun skema PPP dalam proyek Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II adalah
sebagai berikut:

21
Skema PPP Proyek Jalan Tol Jakarta – Cikampek II
Sumber: diolah dari Bappenas Book, 2016

Implementasi PPP: Tempat Pembuangan dan Pemrosesan Akhir Sampah


Nambo
Pada tahun 2017, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama dengan pihak swasta
yaitu PT Jabar Bersih Lestari telah menandatangani kontrak kerjasama untuk
pembangunan infrastruktur Tempat Pembuangan dan Pemrosesan Akhir Sampah
(TPPAS) Nambo. Setiap harinya, teknologi di TPPAS Nambo akan mampu
mengakomodir 1500-1800 ton sampah. Salah satu maksud dari pembangunan
TPPAS Nambo adalah untuk memproduksi produk daur ulang seperti kompos
dan Refuse Derived Fuel (RDF) yang nantinya akan dijual kepada konsumen
yaitu PT Indocement. Nantinya TPPAS Nambo ini akan melayani wilayah Kota
Bogor, Kota Depok dan Kabupaten Bogor.
Proyek yang memiliki periode konsesi selama 25 tahun ini menggunakan skema
PPP dalam bentuk BOOT atau Build-Own-Oepration-Transfer. Pihak swasta,
dalam hal ini PT Jabar Bersih Letari berkewajiban melakukan pembangunan dan
pengelolaan TPPAS Regional Nambo. Sebagai kompensasinya, pihak swasta
akan memperoleh pendapatan berupa pembayaran jasa pengolahan

22
sampah (tipping fee) dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat sesuai tarif yang telah
ditentukan. Pihak swasta juga berhak memperoleh pendapatan dari hasil produk
olahan sampah yaitu penjualan RDF seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sedangkan peran Pemprov Jabar adalah memastikan dan menjamin ketersediaan
anggaran untuk membayar tipping fee. Pembangunan TPPAS Nambo
dijadwalkan selesai pada tahun 2019.  Berikut adalah skema kerjasama dalam
pembangunan TPPAS Nambo:
SkemaProyekTPPASNambo
Sumber: diolah dari Bappenas Book, 2016
Contoh Implementasi PPP 3: Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan
Proyek pengembangan infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
Umbulan yang terletak di Jawa Timur dilatarbelakangi oleh kebutuhan
pemenuhan penyediaan air minum di Jawa Timur khususnya di lima lokasi yaitu,
Kabupaten Paurusan, Kota Pasuruan, Kota Sidoarjo, Kota Surabaya dan Kota
Gresik. Adapun sumber mata air Umbulan yang menjadi lokasi pengembangan
SPAM berada di 17 km dari Kota Pasurusan, tepatnya di Desa Umbulan. Sumber
mata air Umbulan dapat dimanfaatkan sebanyak ± 4.000 liter/detik yang mampu
menyediakan air minum yang berkualitas utuk 1,3 juta jiwa penduduk.
Pengembangan SPAM Umbulan menggunakan skema kerjasama PPP dalam
bentuk BOT. Adapun pihak pemerintah yang bertanggungjawab dalam
pembangunan infrastruktur ini adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Kementerian Keuangan juga berperan untuk memberikan bantuan dana kepada
pihak swasta untuk menstabilkan tarif yang nantinya akan diberlakukan. Bantuan
dana tersebut dikenal juga dengan istilah Viability Gap Fun (VGF). Proyek ini
juga mendapatkan bantuan finansial dari Kementerian PUPR dan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur, serta diawasi oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia.
Sedangkan pihak swasta yang juga berperan sebagai investor adalah konsorsium
PT Bangun Cipta Kontraktor dan PT Medco Energy International. Nantinya
pihak swasta tersebut akan mendapatkan pemasukan dari BUMD air minum di
Jawa Timur sebagai konsumen dari penyediaan air minum tersebut. Diketahui
bahwa periode konsesi pada proyek ini adalah 25 tahun. Proyek ini ditargetkan
dapat mulai operasionalnya pada tahun 2020 setelah sembilan tahun memulai
tahap persiapan. Untuk memahami skema kerjasama pada proyek pengembangan
SPAM Umbulan, dapat melihat diagram di bawah ini:

23
G.Analisa Tentang Model Ppp Pelayanan Kesehatan Di Indonesia
Pemerintah daerah harus mencari cara untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan di daerah saat ini masih belum baik,
terutama untuk masyarakat kalangan bawah. Adanya desentralisasi
dinas kesehatan membuat pemerintah daerah harus memikirkan alternatif yang
bisa digunakan untuk mengatasi pelayanan kesehatan. Salah satu alternatif yang
bisa dikembangkan adalah kerja sama pemerintah daerah dengan pihak swasta.
Bidang-bidang yang dapat dikembangkan dalam kerja sama pelayanan
kesehatan antara lain, perbaikan pangan dan gizi, kerja sama dalam promosi dan
pemenuhan hak reproduksi.

Kerja sama dalam promosi dan pemenuhan hak reproduksi

Dalam artikel yang dikeluarkan www.bkkbn.go.id, pada saat


konferensi internasional kependudukan dan pembangunan di Cairo, peserta
konferensi menetapkan kesepakatan terhadap hak-hak reproduksi. Hak-hak
reproduksi meliputi:
1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi
2. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi
3. Hak untuk kebebasan berpikir dan membuat keputusan tentekesehatan
reproduksinya
4. Hak untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak
5. Hak untuk hidup dan terbebas dari resiko kematian karena kehamilan,
kelahiran atau masalah jender
6. Hak atas kebebasan dan keamanan dalam pelayanan kesehatan reproduksi
7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk yang menyangkut
kesehatan reproduksi
8. Hak mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan di bidang
kesehatan reproduksi
9. Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan reproduksinya
10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga

24
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang
bernuansa kesehatan reproduksi
12. Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam kesehatan reproduksi.

Untuk melindungi hak-hak tersebut dan agar tidak terjadi


penyimpangan atau penyalahgunaan, maka BKKBN membuat langkah- langkah
yang tepat, antara lain:

1. Mengintegrasikan kegiatan yang menyangkut upaya promosi hak-hak reproduksi


dengan pelaksanaan program KB dan program-program pembangunan lainnya.
2. Mengembangkan berbagai inovasi penanggulangan pelanggaran dan perlindungan
hak-hak reproduksi yang sesuai dengan kondisi dan situasi daerah masing-
masing.
3. Meningkatkan kerjasama dan kemitraan dengan lembaga pemerintah,
LSM/LSOM, swasta, dan masyarakat dalam membentuk jaringan kerja untuk
mendukung proses monitoring dan follow-up pelanggaran hak-hak reproduksi.

Model kerja sama yang dapat dikembangkan atau digunakan dalam promosi dan
pemenuhan hak reproduksi adalah dengan mengadakan kontrak antara BKKBN
dengan perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang alat kontrasepsi untuk
menbuat alat-alat kontrasepsi dengan harga jual yang murah, sehingga dapat
dijangkau oleh masyarakat kelas bawah.

Kerja Sama dalam Perbaikan Pangan dan Gizi


Pangan dan gizi merupakan unsur penting untuk mendukung kesehatan,
yang pada gilirannya akan bermuara pada peningkatan kualitas sumberdaya
manusia (SDM), yaitu manusia yang sehat, mampu hidup lebih lama,
cerdas, terampil, berwawasan masa depan dan produktif. Oleh karena itu,
pembangunan di bidang pangan dan gizi serta upaya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal merupakan pembangunan yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi dalam upaya pembentukan SDM yang berkualitas.
Permasalahannya,meskipun

25
pembangunan di bidang pangan dan perbaikan gizi serta upaya peningkatan
derajat kesehatan masyarakat telah menjadi komitmen pemerintah; tidak jarang
dalam pelaksanaannya sering kurang mendapat prioritas yang tinggi, terutama
jika dikaitkan dengan pengalokasian Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
Depdagri dan Depdiknas mengadakan kerja sama perbaikan pangan, gizi
dan kesehatan masyarakat dengan membentuk Badan Kerja Sama Pangan, Gizi,
dan Kesehatan Masyarakat (BKS-PGKM). Badan ini dirancang untuk
membantu Pemerintah Daerah dalam pengembangan program pangan, gizi dan
kesehatan masyarakat dengan menggunakan konsep DIDANI (Desa Integrated
Development Approach for Nutrition Improvement).
Badan ini membuat kerja sama dengan pihak lain, yaitu dengan:
1. Melaksanakan kegiatan kerjasama dengan Dinas Perkebunan Kabupaten
Sukoharjo dalam Studi Potensi Pengembangan Industri Berbahan Baku Wijen.
2. Menjalin kerjasama secara berkesinambungan dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota di bidang PGKM dengan pembentukan desa binaan, serta
pembinaan Pasca Program khususnya di desa Gawanan, Kecamatan Colomadu
Kabupaten Karanganyar.
3. Mengupayakan pelaksanakan kegiatan kerjasama dengan Dinas
Kesehatan dalam rangka paradigma sehat (Indonesia Sehat 2010) dengan
peningkatan SDM, Pembangunan berwawasan Kesehatan, Desentralisasi
Kesehatan dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) pada
tiap Posyandu di desa binaan.
Kerja sama dalam Bidang-bidang Lain

Indonesia dapat mencontoh model kerja sama yang dilakukan oleh USAID di
Amerika Tengah untuk mempromosikan kebersihan tangan dengan cara
mencuci tangan dengan sabun. Partner kerja sama ini dapat dilakukan
antara departemen kesehatan, perusahaan sabun, media masa, badan donor.
Departemen kesehatan dapat melakukan kontrak kerja sama dengan perusahaan
sabun, agar perusahaan itu meningkatkan produksi sabun; mengikat kontrak
dengan media masa untuk mengiklankan kebersihan

26
Untuk mengatasi wabah malaria yang masih terjadi di daerah-daerah pedesaan
atau terpencil, pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain
untuk meningkatkan penggunaan obat penyemprot nyamuk malaria. Kerja sama
ini dapat dilakukan dengan badan WHO, perusahaan farmasi/kimia. WHO dapat
berperan sebagai badan penasehat, pemerintah mengikat kontrak dengan
perusahaan kimia untuk meproduksi obat penyemprot malaria dan obat untuk
pencegahan malaria. Selain itu, pemerintah dapat mendesain, melakukan,
dan mendanai penyuluhan-penyuluhan tentang pencegahan penyakit malaria.
Dalam hal ini pemerintah bekerja sama dengan badan-badan seperti LSM, atau
membangun kapasitas pekerja kesehatan untuk memberikan penyuluhan.
Untuk menangulangi dan mencegah penyebaran AIDS, pemerintah dapat
melakukan model kerja sama yang dilakukan oleh USAID HAPP untuk
meningkatkan penggunaan kondom. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengadakan kontrak dengan perusahaan yang memproduksi kondom.
Pemerintah juga dapat mendisain, mengoperasikan, dan mendanai
penyuluhan-penyuluhan tentang bahaya penyakit aids dan penyalah-gunaan
Narkoba, bekerja sama dengan pihak LSM untuk melakukan penyuluhan
tersebut. Bagi penderita Aids dan Narkoba, pemerintah dapat melakukan kerja
sama dengan perusahaan kontraktor untuk membangun rumah sakit atau tempat
rehabilitasi narkoba.
Ada banyak pilihan kemitraan pemerintah dan swasta. Beberapa isu kerja
sama yang berkembang di Indonesia antara lain, kerja sama dalam perumusan
kebijaksanaan dan perencanaan kesehatan. Misal: dalam menyusun rencana
strategis kabupaten/kota dan provinsi NTT tahun 2000 melibatkan sejumlah
lembaga swadaya masyarakat (LSM), penyedia pelayanan kesehatan swasta,
dan lembaga donor. Bentuk kerja sama lain adalah menjaga
akuntabilitas pembangunan kesehatan. Di sejumlah kota dan provinsi,
kalangan LSM mendirikan forum bersama yang disebut Koalisi Sehat.
Perannya antara lain, melakukan advokasi kepada pemda setempat agar
memberikan komitmen lebih besar untuk sektor kesehatan, serta mengevaluasi
kinerja pembangunan kesehatan yang dilakukan pemerintah dan swasta. Hal lain
adalah kerja sama dalam penyediaan pelayanan kesehatan, seperti contracting
27
out kegiatan tertentu kepada swasta. Pemerintah daerah Kabupaten Lembata,
Flores, memberikan

sehingga pemerintah daerah tidak perlu membangun rumah sakit. Kegiatan lain
yang bisa dikontrakkan adalah penyemprotan pengendalian vektor malaria,
promosi kesehatan, imunisasi, penemuan kasus dan pengobatan Tuberculosis
serta penyakit lain.
Kerja sama juga dilakukan dalam pembiayaan kesehatan. Pemerintah
memberikan otonomi lebih besar kepada rumah sakit dan puskesmas untuk
menangkap potensi pasar, dengan mengajak pihak swasta. Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Tangerang bekerja sama dengan General Electric, membangun
ruang rawat kelas VIP dengan kesepakatan bagi hasil dalam periode
waktu tertentu.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian

mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang

direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan

keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah hasil studi mengenai dampak suatu

kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi

proses pengambilan keputusan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

atau AMDAL dirumuskan sebagai suatu analisis mengenai dampak lingkungan

hidup dari suatu proyek yang meliputi pekerjaan evaluasi dan pendugaan dampak

proyek dari pembangunannya (Suratmo, 2002).

Tujuan umum Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)

adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran


28
sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Sementara tujuan studi

AMDAL adalah mengidentifikasi rencana kegiatan yang diperkirakan

menimbulkan dampak penting, mengidentifikasi komponen atau parameter

lingkungan yang akan terkena dampak penting, melakukan prakiraan dan evaluasi

dampak penting sebagai dasar untuk menilai kelayakan lingkungan. Studi

AMDAL diharapkan usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat memanfaatkan

dan mengelola sumber daya alam secara efisien, meminimumkan dampak negatif

dan memaksimalkan dampak positif terhadap lingkungan hidup.Proses AMDAL

29
kemudian menjadi wajib dilakukan bagi setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang
12
diperkirakan dapat menimbulkan dampak penting .

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) memiliki beberapa

kegunaan. Kegunaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) yang

dapat diperoleh adalah:

1. Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah.

2. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan

lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

3. Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha

dan/atau kegiatan.

4. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan

pemantauan lingkungan hidup.

5. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari

suatu rencana usaha dan atau kegiatan.

6. Memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif.

7. Digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan atau

pemberi ijin usaha dan atau kegiatan.

1.5.3 Lingkungan Hidup

Lahirnya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan

Daerah, yang sekarang telah direvisi menjadi Undang-Undang nomer 32 tahun

2004 telah menandai lahirnya babak baru dalam era pemerintahan di Indonesia,

30
BAB III
PENUTUP
A,Kesimpulan
Penerapan skema PPP di Indonesia sudah mulai terlihat sejak munculnya Peraturan
Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur. Sebagian besar skema PPP yang dilakukan di
Indonesia distimulus karena terbatasnya anggaran pemerintah untuk dapat
mengakomodir pembangunan infrastruktur publik. Skema PPP ini dirasa sangat
meringankan beban pemerintah karena selain menyederhanakan kebutuhan anggaran
juga dapat memperbaiki kualitas infrastruktur publik itu sendiri.  Bentuk PPP yang
paling sering diterapkan di Indonesia adalah build-operate-transfer (BOT), dimana
nantinya infrastruktur yang dibangun dan dioperasikan oleh pihak swasta akan dialihkan
kepemilikannya kepada pemerintah dalam jangka waktu yang ditentukan (masa
konsesi). Skema kerjasama pemerintah dan swasta ini telah merambah beberapa sektor
pembangunan, terutama di sektor infrastruktur transportasi dan jalan, infrastruktur
persampahan dan infrastruktur air minum. Lantas, bagaimana jika PPP diterapkan pada
sektor pembangunan lainnya seperti sektor properti, pariwisata, perumahan rakyat dan
lain sebagainya? Akankah memiliki proses dan manfaat yang sama dengan penerapan
PPP di sektor-sektor lainny.

31
DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2015. Sustaining Partnership: Kelembagaan TPPAS Nambo Pastikan


Sinergitas Empat Pemerintah. Jakarta.
Bappenas. 2016. Sustaining Partnership: Proses Panjang Penyiapan Proyek TPPAS
Nambo. Jakarta.
Bappenas. 2018. Public-Private Pertnership Infrastructure Project Plan in
Indoensia. Jakarta.
Putra, A.P. 2016. Model Public Private Partnership Pada Pengelolaan Sistem
Penyediaan Air Minum Umbulan di Jawa Timur dalam Konteks Open
Government. Universitas Airlangga. Surabaya

PT Penjamin Infrastruktur Indonesia. 2017. Acuan Alokasi Risiko KPBU di Indonesia.


Jakarta.

https://www.iigf.co.id/id/project/project-monitoring

32

Anda mungkin juga menyukai