Anda di halaman 1dari 20

KEWARGANEGARAAN DIGITAL DALAM

MEMBANGUN GOOD AND CLEAN GOVERNMENT


Untuk Memenuhi Tugas 3 Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan (MKWU4109)

TUTON PEMBIMBING
BENNY BAKRY,S.Pd. M.Si.

Disusun Oleh
LINDA ASTUTI

FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL DAN POLITIK (FHISIP)


PROGRAM ILMU ADMINISTRASI NEGARA-S1
UNIVERSITAS TERBUKA
2023
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................

Daftar isi.....................................................................................................................

BAB I Pendahuluan...................................................................................................

1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................................

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................

BAB II Isi/Pembahasan.............................................................................................

2.1 Pengertian Konsep Good and Clean Governmet……………………………….

2.2 Prinsip-Prinsip Good and Clean Government......................................................

2.3 Kewarganegaraan Digital dalam Membangun Good and Clean Government......

BAB III Penutup..........................................................................................................

3.1 Kesimpulan.............................................................................................................

3.2 Saran………………………………………………………………………………

3.3 Daftar Rujukan.......................................................................................................

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Seperti yang dijelaskan Ribble dan Bayley (2007:10), kewarganegaraan digital berhubungan

dengan norma-norma perilaku yang sesuai yang menjadi pedoman warganegara dalam

penggunaan teknologi di abad digital, agar pantas dan bertanggung jawab. Cakupannya sangat

luas mencangkup semua aspek kehiduoan yang dinamakan Sembilan elemen kewarganegaraan

digital (the nine element of digital citizenship). Seperti diuraikan oleh Collier (2019) lebih jauh

dalam praktiknya bahwa kewarganegaraan digital adalah cara berpikir kritis dan pilihan-pilihan

etis tentang content,yang di publikasikan di lihat,di tulis,di komunikasikan dari dan kemedia

digital, serta dampaknya terhadap diri sendiri, orang lain, dan masyarakat. Membentuk

kewarganegaraan digital (digital citizenship) merupakan kebijakan yang diambil untuk

membentuk warganegara agar melek digital atau literasi digital. Kebijakan ini bisa diterapkan

melalui jalan persekolahan, dimana Pendidikan de sekolah beperan untuk mengajarkan para

peserta didik agar melek digital. Selanjutnya pembentukan kewarganegaraan digital dapat

dilakukan melalui mata pelajaran PPKn. Menurut Choi (2016:6), kewarganegaraan digital

(digital citizenship) sebagai etika atau tata cara dalam penggunaan internet yang etis dan

bertanggung jawab. Tumbuhnya kesadaran untuk menghargai, ,menghormati, dan tanggung

jawab terhadap diri sendiri dan orang lain sangat diperlukan para era digital (Jones,Mitchell,&

Walsh, 2014:6). Akan tetapi menurut Koltay (2011:216), bagian terpenting dari Pendidikan

kewarganegaraan digital ialah mengajakan literasi digital berupa keterampilan teknis yang

bebasis computer dan internet. Digital citizenship (Kewarganegaraan Digital) telah menjadi

salah satu faktor utama yang memengaruhi perubahan bentuk praktik partisipasi.

2
Seperti telah diuraiakan diatas, keterbukaan dan kebebasan dalam melakukan partisipasi

mebawa banyak manfaat dalam memberikan edukasi bagi warga negara dalam partisipasi

politik.

1.2. Rumusan Masalah

Tujuan di buatnya artikel ini yaitu untuk menyampaikan pembahasan tentang goodand

cleangovernmentyangpentingdanrelevankarena setidaknya dua alasan. Pertama, sebagai

negara demokrasi maka sudah menjadi keharusan bahwa pemerintahan yang dijalankan harus

sebersih dan sebaik mungkin dengan berpegang pada prinsip-prinsip pemerintahan yang

demokratis. Kedua, alasan yang tidak kalah penting adalah karena di dalam catatan sejarah,

Indonesia pernah mengalami hal yang buruk terkait dengan pemerintahan tersebut. Oleh

karenaitu,dierareformasisemangatuntukmengembangkan good and clean government semakin

kuat.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Konsep Good and Clean Governmet

Istilah “government” dan governance seri ngkali dianggap memiliki arti yang sama yaitu

cara menerapakan otoritas dalam suatu organisasi, Lembaga atau negara. Government atau

pemerintah adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan

pemerintahan didalam suatu negara.

Istilah good and clean governance merupakan wacana baru dalam kosakata ilmu politik. Ia

muncul pada 1990-an. Secara umum, istilah good and clean governance memiliki pengertian

akan segalahal yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku yang sifatnya mengarahkan,

mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk menciptakan atau mewujudkan

pemerintahan yang baik.

Dalam konteks Indonesia, good governance dapat diartikan sebagai pemerintahan yang

baik, bersih, dan berwibawa. Maksdunya, baik yaitu pemerintahan negara yang berkaitan

dengan sumber sosial, budaya, politik, serta ekonomi diatur sesuai dengan kekuasaan (power)

yang dilaksanakan pada masyarakat, sedangkan pemerintahan yang bersih adalah

pemerintahan yang efektif, efisien, trasnparan, jujur, dan bertanggungjawab

Para ahli sebenarnya mengakui bahwa tidak ada struktur pemerintahan terbaik yang dapat

diidentifikasikan dengan jelas untuk digunakan sebagai model universal bagi negara

berkembang. Akan tetapi, sebaiknya diakui bahwa Good Governance adalah suatu kondisi

dimana tercipta hubungan tiga unsur yaitu pemerintah, masyarakat atau rakyat dan dunia usaha

yang berada dalam sektor swasta yang sejajar, berkesamaan, dan berkesinambungan di dalam

peran yang saling mengontrol atau mengawasi.

4
2.2. Prinsip-Prinsip Good and Clean Government

Prinsip-prinsip good governance pada hakikatnya mengandung nilai yang bersifat obyektif

dan universal yang menjadi acuan di dalam menentukan tolak ukur atau indikator dan ciri-ciri

atau karakteristik penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik. Prinsip-prinsip good

governance dalam praktek penyelenggaraan negara sesuai dengan maksud UU Nomor 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan

nepotisme. Sehubungan dengan ini, kata prinsip mempunyai arti yang sama dengan asas.

Karena asas atau prinsip pada hakikatnya merupakan awal suatu kebenaran yang menjadi

pokok dasar tujuan berpikir, berpendapat, dan bertindak.

Prinsip dasar yang melandasi perbedaan antara konsepsi goverance dengan pola

pemerintahan yang konvensional terletak pada tuntutan yang demikian kuat agar peranan

pemerintah dikurangi dan peranan masyarakat termasuk dunia usaha dan lembaga swadaya

masyarakat/non pemerntah semakin diperbesar dan semakin terbuka aksesnya.

Adapun prinsip-prinsip Clean dan Good Governance menurut UNDP (United Nation

Development Programme) yaitu :

a. Partisipasi

Pengertian ini tidak ditemui dalam UU No. 28 Tahun 1999, tetapi kalau

dipahami misi UU No. 22 Tahun 1999 maka partisipasi masyarakat adalah hal yang

hendak diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan ringkas Sukardi

(2000) menterjemahkan partisipasi sebagai upaya pembangunan rasa keterlibatan

masyarakat dalam berbagai proses yang dilakukan oleh pemerintah. Pendapat ini adalah

upaya melibatkan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan.

5
Dalam teori pengambilan keputusan semakin banyak partisipasi dalam proses kelahiran

sebuah politik maka dukungan akan semakin luas terhadap kebijaksanaan tersebut

(Dunn, 1997). Hal ini dapat dipahami karena kecenderungan ke depan pemerintah yang

mempunyai peranan terbatas dapat mempercepat pembangunan masyarakat.

Konsep partisipasi tentu sejalan dengan system pemerintahan yang demokrasi

yang diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran serta

dalam suatu lingkungan kegiatan. Peran serta disini menyangkut akan adanya proses

antara dua atau lebih pihak yang ikut mempengaruhi satu sama lain yang menyangkut

pembuatan keputusan, rencana, atau kebijakan. Dalam pelayanan publik, partisipasi

tidak hanya terjadi diantara pihak pemerintah melalui birokrat yang kemudian membuat

kebijakan mengenai bentuk pelayanan yang akan diberikan, tetapi juga harus

melibatkan masyarakat sehingga mengetahui lebih lanjut apa yang sebenarnya

dibutuhkan masyarakat dalam pelayanan publik. Dalam hal ini, pemerintah melalui

pihak birokrat harus berperan sebagai fasilitator dan katalisator yang memberikan

pelayanan terbaik yang memang sesuai.

Tujuan utama dari adanya partisipasi sendiri adalah untuk mempertemukan

kepentingan yang sama dan berbeda dalam suatu perumusan dan pembuatan kebijakan

secara berimbang untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh. Keterlibatan

masyarakat lebihkepada pengharapan akan tertampungnya berbagai aspirasi dan

keluhan masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan oleh birokrat selama ini.

Masyarakat terlibat baik dalam bentuk perencanaan untuk mengedepankan keinginan

terhadap pelayanan publik, perumusan ataupun pembuatan kebijakan, serta juga

sebagai pengawas kinerja pelayanan.

6
Adapun criteria yang perlu dipenuhi dalam pengaplikasian pendekatan partisipatif ini

(Lijan Poltak Sinambela, 2006), menyangkut :

1. Pelibatan seluruh stake holder untuk setiap arena perumusan dan penetapan

kebijakan.

2. Penguatan institusi-institusi masyarakat yang legitimate untuk menyuarakan

seluruh aspirasi yang berkembang.

3. Penciptaan proses-proses politik yang negosiatif untuk menentukan prioritas atas

collective agreement.

4. Mendorong pemberdayaan masyarakat melalui pembelajaran kolektif sebagai

bagian dari proses demokrasi.

b. Penegak Huhum(rule of law)

Rule of low berarti penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu, yang mengatur hak-

hak manusia yang berarti adanya supremasi hukum. Menurut Bargir manan (1994), supremasi

hukum mengandung arti :

1. Suatu tindakan hukum hanya sah apabila dilakukan menurut atau berdasarkan aturan

hukum tertentu (asas legalitas). Ketentuan hukum hanya dapat dikesampingkan dalam

hal kepentingan umum benarbenar menghendaki atau penerapan suatu aturan hukum

akan melanggar dasar-dasar keadilan yang berlaku dalam masyarakat (principlesof

natural justice).

7
2. Ada jaminan yang melindungi hak-hak setiap orang baik yang bersifat asasi maupun

yang tidak asasi dari tindakan pemerintah atau pihak lainnya. Asas penegakan hukum

adalah pengelolaan pemerintahan yang profesional harus didukung oleh penegakan

hukum yang berwibawa.

Sehubungan dengan hal tersebut, realisasi wujud good and clean governance, harus

diimbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung

unsur-unsur sebagai berikut:

Yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara, dan peluang partisipasi

masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan

aturan yang jelas dan tegas, dan dijamin pelaksanaannya secara benar serta independen.

Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya tindakan pemerintah atas dasar

diskresi (tindakan sepihak berdasarkan pada kewenangan yang dimilikinya).

Kepastian hukum,

Bahwa setiap kehidupan berbangsa bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti,

tidak duplikatif dan tidak bertentangan antara suku , agama dan lainnya.

Hukum yang responsif,

Yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas, dan mampu

mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil.

1. Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hukum

berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu. Untuk itu, diperlukan penegak

hukum yang memiliki integritas moral dan bertanggung jawab terhadap kebenaran

hukum.

2. Independensi peradilan,

8
c. Transparansi (transparency)

Adanya transparansi / keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui

oleh pihak yang berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan

usaha, terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan

informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan publik

adalah dalam masalah transparansi sendiri. Dalam organisasi swasta, keterbukaan

informasi bukanlah suatu hal yang menjadi harus. Banyak hal yang dirasa harus

dirahasiakan dari publik dan hanya terbuka untuk beberapa pihak. Sementara itu,

organisasi publik yang bergerak atas nama publik mengharuskan adanya keterbukaan

agar dapat menilai kinerja pelayanan yang diberikan. Dengan begini, akan terlihat

bagaimana suatu system yang berjalan dalam organisasi tersebut.

Menurut penjelasan Pasal 3 angka 4 UU No. 28 tahun 1999 prinsip transparan diartikan

sebagai berikut :

“Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh

informasi yang benar, jujur,dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara

dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia

negara”.

Dari pengertian tersebut terlihat bahwa masyarakat berhak memperoleh

informasi yang benar dan jujur tentang penyelenggaraan negara. Ini adalah peran serta

masyarakat secara nyata dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih.

Secara lebih jelas peran serta masayarakat ini ditentukan dalam PP No. 68 Tahun 1999.

Dalam Pasal 2 ayat (1) dikatakan peran serta masyarakat untuk mewujudkan

penyelenggara negara yang bersih dilaksanakan dalam bentuk :

9
1. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan

negara;

2. hak memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara;

3. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan

penyelenggaraan negara.

d. Responsif (responsive)

Asas responsif adalah dalam pelaksanaan prinsip-prinsip goodandcleangovernance bahwa

pemerintah harus cepat tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat, harus memehami

kebutuhan masyarakat, harus proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan masyarakat.

Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi kepentingan public (publicinterest)

sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, Birokrasi dalam memberikan pelayanan publik

harus cepat beradaptasi dalam memberikan suatu model pelayanan.

Masyarakat adalah sosok yang kepentingannya tidak bisa disamakan secara keseluruhan

dan pada saatnya akan merasakan suatu kebosanan dengan hal yang stagnan atau tidak ada

perubahan, termasuk dalam pemberian pelayanan. Masyarakat selalu akan menuntut suatu

proses yang lebih mudah/simple dalam memenuhi berbagai kepentingannya. Oleh karena itu,

Birokrasi harus dengan segera mampu membaca apa yang menjadi kebutuhan publik.

Sesuai dengan asas responsif, setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni etika

individual dan sosial.

10
1. Kualifikasi etika individual menuntut pelaksana birokrasi pemerintah agar memiliki

kriteria kapabilitas dan layolitas profesional.

2. Etika sosial menuntut mereka agar memiliki sensitivitas terhadap berbagai kebutuhan

public

e. Berorientasi pada kesepakatan (concensusorientation)

Berorientasi pada consensus berarti pembuatan dan pelaksanaan kebijakan

harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para aktor yang terlibat. Hal ini

sejalan dengan konsep partisipatifdimana adanya keterlibatan dari masyarakat dalam

merumuskan secara bersama mengenai hal pelayanan publik.

Cara pengambilan keputusan konsensus, selain dapat memuaskan semua pihak

atau sebagian besar pihak, cara ini akan mengikat sebagian besar komponen yang

bermusyawarah dan memiliki kekuatan memaksa terhadap semua yang terlibat untuk

melaksanakan keputusan tersebut.

Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara

partisipatif, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang

terwakili. Semakin banyak yang melakukan pengawasan serta kontrol terhadap

kebijakan-kebijakan umum, maka akan semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya, dan

akuntabilitas pelaksanaannya dapat semakin dipertanggungjawabkan.

11
f. Kesetaraan (equity)

Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Asas

inimengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah bersikap dan berperilaku adil dalam

halpelayanan publik tanpa membedakan suku, jenis, keyakinan, jenis kelamin, dan

kelas social.

Keadilan berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki maupun perempuan,

miskin dan kaya memilik kesamaan dalam memperoleh pelayanan publik oleh

birokrasi. Dalam hal ini, birokrasi tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau

melayani pihak-pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain

yang terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali. Konsep

keadilan masih terlihat sulit diterpakan dalam pelayanan publik di Indonesia. Hal ini

bisa dipengaruhi karena konflik kepentingan birokrasi.

g. Efektivitas (effectiveness) dan efisiensi (efficiency)

Efektif secara sederhana berarti tercapainya sasaran dan efisien merupakan

bagaimana dalam mencapai sasaran dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat).

Dalam bentuk pelayanan publik, hal ini berarti bagaimana pihak pemberipelayanan

melayani masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur yang

sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.Pemerintahan yang

baik dan bersih harus memenuhi criteria efektif (berdaya guna)dan efesien ( berhasil

guna). Efektivitas dapat diukur dari seberapa besar produk yang dapatmenjangkau

kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok. Efesiensi umumnya diukurdengan

rasionalisitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat.

12
h. Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggung jawaban pejabat public terhadap masyarakat

yang memberinya wewenang untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat public

dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun

netralitas sikapnya terhadap masyarakat.

Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah efektifkah

prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersebut, sudah sesuaikah pengaplikasiannya, dan

bagaimana dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain. Dalam birokrasi, akuntabilitas

yang berarti akuntabilitas publik menjadi sesuatu yang sepertinya menjadi sosok yang

menakutkan. Hal ini tentunya disadari dari ketidakjelasan atas kinerja birokrat itu sendiri.

Namun, ternyata, banyak cara yang sering dilakukan para birokrat dalam menutupi

kesalahan sehingga akuntabilitasnya terlihat baik. Menurut Turner dan Hulme (Mardiasmo,

2002), menerapkan akuntabilitas memang sangatlah sulit, bahkan lebih sulit dalam

memberantas korupsi. Akuntabilitas saat ini menjadi konsep utama yang harus diterapkan

dalam organisasi publik dalam mendongkrak kinerja mereka tentunya. Tuntutan akan

akuntabilitas tidak hanya menekankan pada tanggung gugat secara vertikal dalam arti antara

bawahan terhadap atasan, tetapi juga secara horisontal yang berarti terhadap masyarakat.

Elwood (Mardiasmo,2002) menyatakan bahwa ada empat dimensi akuntabilitas yang harus

dipenuhi dalam organisasi sektor publik, yang juga termasuk birokrasi, yakni :

● Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountabilityforprobityandlegality)


● Akuntabilitas Proses (processaccountability)
● Akuntabilitas Program (program accountability)
● Akuntabilitas Kebijakan (policyaccountability)

13
i. Visi strategis (strategic vision)

Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang

akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi

goodandclengovernance. Dengan kata lain, kebijakan apapun yang akan diambil saat ini,

harus diperhitungkan akibatnya untuk sepuluh atau duapuluh tahun ke depan.

Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah

dan masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar

terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan latar

belakang sejarah, kondisi sosial, dan budaya masyarakat.

2.3.Kewarganegaraan Digital dalam Membangun Good and Clean Government

Kewarganegaraan digital dalam mebangun Goog and Clean Government dalam era digital

saling terkait dan berdampak satu sama lain. Transformasi digital mempengaruhi secara

individu berinteraksi, berpartisipasi, dan berkontribusi dalam bermasyarakat digital. Pada saat

yang sama, kewarganegaraan dalam era digital mempengaruhi bagaimana transpormasi digital

dilakukan dengan memprtimbangkan hak, tanggung jawab, dan kepentingan publik.

Transformasi digital yang inklusif harus memperhatikan aspek-aspek kewarganegaraan seperti

akses yang ada terhadap teknologi digital, perlindungan privasi, penggunaan teknologi dengan

etika, dan partisipasi aktif dalam kehidupan digital. Sebaliknya, kewarganegaraan dalam era

digital juga mendorong transformasi digital dengan melibatkan warga dalam pengembangan

kebijakan teknologi dan partisipasi dalam pembangunan msayarakat digital yang berkalnjutan

(Lestari & Utomo, 2019).

14
Media social telah menjadi platform yang kuat untuk mendorong partisivasi publik dalam

masyarakat digital. Melalui media social, individu dapat berbagi pendapat, mengorganisir

Gerakan social, dan berpartisivasi dalam diskusi public tentang isu-isu yang penting bagi

kewarganegaraan. Tak sedikit fenomena yang menunjukan media social digunakan untuk

membuat keributan sosial oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Terdapat banyak

fenomena seperti, menyebarkan berita bohong yang tidak jelas asal-usulnya, berita dengan

judul yang profokatif, komentar kebencian, adu domba, ajakan untuk menyerang satu pihak,

dan masih banyak lagi. Fenomena seperti inilah yang dapat mengancam disentegrasi bangsa

yang akan berpengaruh pula terhadap persatuan dan kesatuan nasionaatma (Raissa Nurul Ilmi

& Fatma Ulfatun Najicha,2022) Media sosial juga memungkinkan interaksi langsung antara

warga dan pemimpin pemerintahan, memperkuat hubungan antara pemerintah dan masyarakat.

Media sosial beperan dalam partisipasi publik dengan memberikan ruang bagi individu untuk

menyuarakan pendapat, mendiskusikan isu-isu publik, dan berinteraksi dengan pemimpin dan

Lembaga pemerintahan (Purnomo & Setiawan,2019).

Government dalam Kewarganegaraan tentu menjadi cita-cita semua masyarakat diseluriuh

negara. Salah satu Langkah untuk mewujudkan system tersebut adalah dengan meningkatkan

kualitas pelayanan publik. Pelayanan public yang baik harus merata keseluruh lapisan

masyarakat dan akses pelayanan publik tersebut harus mudah dipahami. Good Government

mengandung beberapa prinsif. Dalam penerapannya Good Government dikenal dengan adanya

lima prinsip utama, kelima prinsif tersebut adalah transparansi, akuntabilitas, responbilitas,

indevendensi, dan keadilan. Apabila prinsif itu diterapkan dalam suatu pemerintahan maka

good government akan tercapai dan kinerja sebuah pemerintahan akan menjadi lebih baik.

Salah satu upaya untuk, mewujudkan hal tersebut dalam pemerintahan dalam suatu negara

dapat dengan menerapkan e-government dalam pelayanan publiknya (Azizah & Najicha,2022)

15
BAB III

KESIMPULAN

3.1.KEIMPULAN

Kewarganegaraan dalam membangun Clean dan Good Government dapat diartikan

sebagai pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Maksdunya baik yaitu

pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber sosial, budaya, politik, serta

ekonomi diatur sesuai dengan kekuasaan yang dilaksanakan pada masyarakat,

sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang efektif, efisien,

trasnparan, jujur, dan bertanggungjawab.

Adapun prinsip-prinsip Clean dan Good Governance yaitu: 1). Partisipasi

(Participation), 2). Aturan Hukum (Rule of Law), 3). Transparansi (Transparancy),

4). Daya Tanggap (Resvonsiveness), 5). Berorientasi Konsensus (Consensus

Orientation), 6). Berkeadilan (Equity), 7). Efektivitas dan Efisiensi (Effectivennes

and Efficiency), 8). Akuntabilitas (Accountability), 9). Visi strategis (Strategic

Vision), 10). Kejujuran.

Governance secara umum dapat diartikan sebagai kualitas hubungan antara

pemerintah (negara) dan masyarakat yang dilayanidan dilindunginya, termasuk

dalam hal ini private sector (sektor swasta/dunia usaha). Oleh sebab itu, good

governance sektor publik diartikan sebagai suatu suatu proses tata kelola

pemerinthan yang baik, dengan melibatkan semua komponen (stakhilders) dalam

berbagai kegiatan baik bidang perekonomian, sosial politik dan pemanfaatan

berbagai sumber daya seperti sumber daya alam, keuangan dan manusia bagi

kepentingan rakyat yang dilaksanakan dengan menganut asas keadilan, pemerataan,

persamaan, efisiensi, transparasi, dan akuntabilitas.

16
Dalam konteks birokrasi Indonesia Clean Government adalah pemerintahan

yang bersih dan berwibawa. Kepemerintahan yan mampu menciptkan keadaan yang

memberi rasa nyaman dan menyenangkan bagi para pihak dalam suasana

kepemimpinan yang demokratis menuju masyarakat yang adil dan berkesejahteraan

berdasarkan Pancasila. Para pihak yang ada di dalam eksekuti, legislatif, dan

yudikatif. Ketiga pihak ini harus saling bekerja sama, berkoordinasi, bersinergi

dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan.

3.2.SARAN

Berbagai permasalahan nasional menjadi alasan belum maksimalnya good

governance. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka tiga

pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil saling menjaga dan

berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan yang sedang dilakukan.

Terutama antara pemerintah dan masyarakat menjadi bagian penting tercapainya

good governance. Tanpa good governance sulit bagi masing-masing pihak untuk

dapat saling berkontribusi dan saling mengawasi. Good governance tidak akan bisa

tercapai apabila integritas pemerintah dalam menjalankan pemerintah tidak dapat

dijamin. Hukum hanya akan menjdi bumerang yang bisa balik menyerang negara

dan pemerintah menjadi lebih buruk apabilan tidak dipakai sebagaimana mestinya.

Konsistensi pemerintah dan masyarakat harus terjamin sebagai wujud peran

masing-masing dalam pemerintah. Setiap pihak harus bergerak dan menjalankan

tugasnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.

17
3.3. DAFTAR RUJUKAN

1. Amarsuteja.blogspot.com/2013/01/good-and-clean-governance.html

2. Haris. Syamsuddin. 2007. Desentralisasi & Otonomi Daerah. Jakarta: Lipi Press

3. Hidayat ,Komarudin. 2010. Azra , Azyumardi. Pendidikan Kewarganegaraan

(Civic Education). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

4. Leekaayoung.blogspot.com/2017/01/hi-guys-aku-pengen-share-makalah pkn.html

5. Menulis-makalah.blogspot.com/2017/01/good-and-clean-governance

6. Fajar,A., Wulandari, L., & Imron,A. (2020). Kewarganegaraan Digital di Era

Revolusi industry 4.0 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

7. Purnomo,H. B., & Setiawan, B,.(2019), Media sosial sebagai Media

Kewarganegaraan Digital di Indonesia, Jurnal Studi Pemerintah.

18

Anda mungkin juga menyukai