Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PBAK

“CLEAN AND GOOD GOVERNANCE”

Dosen Pembimbing :
H. Fahmi Said, S.Si.T, M.Pd
Disusun Oleh :
Kelompok 1 Kelas A

Ahmad Arridho Shilahusna Amirotun Nabila


Ananda Susana Anita Rahmah Sari
Dian Rizki Pangestu Munfarida Azkiazahra
Mustika Wulandari Nada Salsabila
Ragil Arinanda Hidayat Ziadatul Husna

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
PRODI DIPLOMA III
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama ALLAH SWT yang maha pengasih lagi maha

penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kita semua, sehingga

kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini membahas tentang

" Clean & Good Governance".

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah praktik PBAK. Kami

harap dengan adanya makalah ini, teman-teman semua dapat mengetahui dan

memahami apa itu Clean and Good Governance

Kami menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini, masih

jauh dari kata sempurna mengingat keterbatasan kemampuan yang kami miliki. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun, akan sangat berguna dalam penulisan

dan penyusunan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat berguna,

khususnya bagi kami dan umumnya dapat memperluas pengetahuan bagi pembaca serta

teman-teman semua.

Pelaihari, 19 Februari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………… …… i
Daftar Isi………………………………………………………………………………….. ii
Bab I PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………... 1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………. 2

1.3 Manfaat……………………………………………………………………….. 3

Bab II ISI………………………………………………………………………………… 4

2.1 Konsep Clean & Good Governance………………………………………… 4

2.2 Prinsip-Prinsip Clean & Good Governance………………………………… 7

2.3 Reformasi Birokrasi………………………………………………………… 10

2.4 Program Kemenkes dalam Upaya Pencegahan Korupsi…………………….. 12

2.5 Sistem Pengendalian Internal Pemerintah…………………………………….14

2.6 Pembangunan Zona Integritas……………………………………………….. 16

Bab III PENUTUP………………………………………………………………………… 20

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………...…….. 20

3.2 Saran……………………………………………………………………..…… 20

Daftar Pustaka………………………………………………………………………….…… 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Goodand Clean Governance sering di gunakan sebagai standar sistem goodlocal. Goood

and clear governance di katakan baik untuk mengamati praktek demokrasi dalam suatu

negara. Para pemegang jabatan publik harus dapat mempertangungjawabkan kepada publik

apa yang mereka lakukan baik secara pribadi maupun secara publik. Seorang presiden

Gebernur, Bupati, Wali Kota, anggota DPR dan MPR dan pejabat politik lainnya harus

menjelaskan kepada publik mengapa memilih kebijaksanaan X, bukan kebijaksanaan Y,

mengapa memilih menaikkan pajak ketimbang melakukan efesiensi dalam pemerintahan dan

melakukan pemberantasan korupsi sekali lagi apa yang di lakukan oleh pejabat publik harus

terbuka dan tidak ada yang di tutup untuk di pertanyakan oleh publik

Konsep Good governance pertama kali di perkenalkan oleh  UNDP, sebab munculnya

konsep ini di sebabkan oleh  tidak terjadinya akuntabilitas, tranparansi. Artinya banyak

negara dunia ketiga ketika di beri bantuan dana tersebut banyak yang tidak tepat sasaran,

sehinga negara maju enganmemberikan bantuan terhadap negara dunia ketiga adalah karena

belum terciptanya sistem birokrasi yang efektif, efesien dan tidak adanya tranparansi,

akuntabilitas bantuan dana dari negara maju. 

Konsekuensinya banyak terjadi korupsi yang  di lakukan oleh dunia ketiga ketika bantuan

di turunkan oleh negara maju. Pada akhir dasa-warsa yang lalu, konsep goodgovernance ini

lebih dekat di pergunakan dalam reformasi publik. Di dalam disiplin atau profesi manajemen

publik konsep ini di pandang sebagai suatu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi

publik. Paradigma baru ini menekankan  pada  peran manajer publik agar memberikan

pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong dan meningkatkan otonomi

manajerial terutama sekali mengurangi campur tangan kontrol yang di lakukan oleh

1
pemerintah pusat, Tanparansi, akuntabilitas publik dan di ciptakan pengelolahan manajerial

yang bersih

1
dan bebas dari korupsi. Tata kepermerintahan yang baik (Good Governance) merupakan

suatu konsep yang akhir-akhir ini di pergunakan secara reguler di dalam ilmu politik dan

administarasi negara. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminologi

demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia dan pembangunan

masyarakat secara berkelanjutan. Berkembanglah kemudian sebuah konsep tata pemerintahan

yang diharapkan dapat menjadi solusi untuk berbagai permasalahan tersebut. Konsep itu

yaitu Goodgovernance. Governance berbeda dengan government yang artinya pemerintahan.

Karena government hanyalah satu bagian dari governance. Bila pemerintahan adalah sebuah

infrastruktur, maka governance juga bicara tentang suprastrukturnya. 

Perbedaan paling pokok antara konsep “government” dan “governance” terletak pada

bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam

pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep “pemerintahan” berkonotasi peranan pemerintah

yang lebih dominan dalam penyelenggaran berbagai otoritas.

Pengabaian terhadap goodgovernance telah menjadi penyebab terhadap krisis keuangan

yang terjadi di kawasan Asia. Krisis ini meluas menjadi ekonomi, sosial dan politik. Bahkan

kemudian menyeruak kepada krisis kepercayaan publik yang amat parah. Menurut Wanandi

(1998) krisis ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintah yang tidak berdasarkan hukum,

kebijakan publik yang tidak transparan serta absennya akuntabilitas publik akhirnya

menghambat pengembangan demokrasi dalam masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Menjelaskan Konsep Clean & Good Governance

2. Menjelaskan dan menguraikan prinsip-prinsip Clean & Good Governance

3. Menjelaskan Reformasi & Birokrasi

4. Menjelaskan Program Kemenkes dalam upaya Pencegahan Korupsi

5. Menjelaskan sistem Pengendalian Internal Pemerintah

2
6. Menjelaskan Pembangunan Zona Integritas

1.3 Tujuan

1. Mengetahui konsep clean & good goverance

2. Mengetehui prinsip Clean & good goverance

3. Mengetahui apa itu reformasi & Birokrasi

4. Menganalisis program kemenkes dalam upaya pencegahan korupsi

5. Mengetahui sistem pengendalian internal pemerintah

6 mengetahui pembangunan zona integritas

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Clean and Good goverments

Pemerintah atau ”government” dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “The authoritative

direction and administration of the affairs of men/women in a nation, state, city,

etc” (pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah

negara, negara bagian, kota, dan sebagainya). Ditinjau dari sisi semantik,

kebahasaan governance berarti tata kepemerintahan dan good governance bermakna tata

kepemerintahan yang baik.

Good Governance adalah pemerintahan yang baik. Dalam versi World Bank, Good

Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan

bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,

penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik

maupun secara administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan

politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Hal ini bagi pemerintah maupun swasta

di Indonesia ialah  merupakan suatu  terobosan mutakhir dalam menciptakan kredibilitas

publik dan untuk melahirkan bentuk manajerial yang handal

Clean government adalah pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Good

corporate adalah tata pengelolaan perusahaan yang baik dan bersih. Governance without

goverment berarti bahwa pemerintah tidak selalu di warnai dengan lembaga, tapi termasuk

dalam makna proses pemerintah (Prasetijo, 2009)

Governance berbeda dengan government yang artinya pemerintahan.

Karena government hanyalah satu bagian dari governance. Bila pemerintahan adalah sebuah

infrastruktur, maka governance juga bicara tentang suprastrukturnya. Banyak sekali definisi

tentang good governance. Kita ambil satu saja untuk sebagai bahan analisa. Bank Dunia

4
dalam laporannya tentang governance and development tahun 2002 mengartikan good

governance sebagai pelayanan publik yang efisien, sistem pengadilan yang dapat diandalkan,

pemerintahan yang bertanggung jawab pada publiknya (Bintan R. Saragih 2008)

Makna dari governance dan good governance pada dasarnya tidak diatur dalam sebuah

undang-undang (UU). Tetapi dapat dimaknai bahwa governance adalah tata pemerintahan,

penyelenggaraan negara, atau management (pengelolaan) yang artinya kekuasaan tidak lagi

semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance itu sendiri memiliki unsur

kata kerja yaitu governing yang berarti fungsi pemerintah bersama instansi lain (LSM, swasta

dan warga negara) yang dilaksanakan secara seimbang dan partisipatif.

Sedangkan good governance adalah tata pemerintahan yang baik atau menjalankan fungsi

pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (struktur, fungsi, manusia, aturan, dan lain-

lain). Clean government adalah pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Good

corporate adalah tata pengelolaan perusahaan yang baik dan bersih. Governance without

goverment berarti bahwa pemerintah tidak selalu di warnai dengan lembaga, tapi termasuk

dalam makna proses pemerintah (Prasetijo, 2009)

Clean and good governance juga harus didukung dengan asas kesetaraan, yakni kesamaan

dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh

semua penyelenggara pemerintahan di Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita

sebagai bangsa yang majemuk, baik etnis, agama, dan budaya

Ada tiga pilar pokok yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan

good governance, yakni : pertama pemerintah (the state), kedua civil society (masyarakat

adab, masyarakat madani, masyarakat sipil), dan ketiga pasar atau dunia usaha.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai bila dalam

penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut memiliki jaringan

dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat

berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan

5
yang jelas dan pasti, Good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah

kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas

Di Indonesia, substansi wacana Good Governance dapat dipadankan dengan istilah

pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Pemerintahan yang baik adalah sikap di

mana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur oleh berbagai tingkatan pemerintah

negara yang berkaitan dengan sumber-sumber sosial, budaya, politik, serta ekonomi. Dalam

praktiknya, pemerintahan yang bersih (Clean Governance) adalah model pemerintahan yang

efektif, efisien, jujur, transparan, dan bertanggung jawab.

Sejalan dengan prinsip di atas, pemerintahan yang baik itu berarti baik dalam proses

maupun hasil-hasilnya. Semua unsur dalam pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak

saling berbenturan, dan memperoleh dukungan dari rakyat. Pemerintahan juga bisa dikatakan

baik jika pembangunan dapat dilakukan dengan biaya yang sangat minimal namun dengan

hasil yang maksimal. Faktor lain yang tak kalah penting, suatu pemerintahan dapat dikatakan

baik jika produktivitas bersinergi dengan peningkatan indikator kemampuan ekonomi rakyat,

baik dalam aspek produktivitas, daya beli, maupun kesejahteraan spiritualitasnya.

Untuk mencapai kondisi sosial-ekonomi di atas, proses pembentukan pemerintahan yang

berlangsung secara demokratis mutlak dilakukan. Sebagai sebuah paradigma pengelolaan

lembaga negara, Good and Clean Governance dapat terwujud secara maksimal jika ditopang

oleh dua unsur yang saling terkait: negara dan Masyarakat Madani yang di dalamnya terdapat

sektor swasta. Negara dengan birokrasi pemerintahannya dituntut untuk mengubah pola

pelayanan publik dari perspektif birokrasi elitis menjadi birokrasi populis. Birokrasi populi

adalah tata kelola pemerintahan yang berorientasi melayani dan berpihak kepada kepentingan

masyarakat.

Pada saat yang sama, sebagai komponen di luar birokrasi negara, sektor

swasta (Corporate Sectors) harus pula bertanggung jawab dalam proses pengelolaan seumber

6
daya alam dan perumusan kebijakan publik dengan menjadikan masyarakat sebagai mitra

strategis. Dalam hal ini, sebagai bagian dari pelaksanaan Good and Clean Governance, dunia

usaha berkewajiban untuk memiliki tanggung jawab sosial (Corporate Sosial

Responsibility/CSR), yakni dalam bentuk kebijakan sosial perusahaan yang bertanggung

jawab langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di mana suatu perusahaan

beroperasi. Bentuk tanggung  jawab sosial (CSR) ini dapat diwujudkan dalam program-

program pengembangan masyarakat (Community Empowerment) dan pelestarian lingkungan

hidup.

2.2 Prinsip-Prinsip Pokok Good and Clean Governance

Lembaga administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental dalam good

governance harus diperhatikan yaitu:

1. Partisipasi (participation)

Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik langsung

maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi

menyeluruh tersebut dibangun berdasrkan prinsip demokrasi yaitu kebebasan berkumpul dan

mengungkapkan pendapat secara konstruktif.

2. Penegakan Hukum (rule of law)

Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan public

memerlukan system dan aturan-aturan hokum. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan hokum dan

penegakannya secara konsekuen, partisipasi public dapat berubah menjadi tindakan public

yang anarkis.

Santosa menegaskan, bahwa proses mewujudkan cita good governance, harus diimbangi

dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter antara lain:

a. Supremasi Hukum(The supremacy of law)

7
b. Kepastian Hukum

c. Hukum yang responsive

d. Penegakkan hokum yang konsisten dan non-diskriminatif

e. Independensi Peradilan

3. Transparansi (Transparancy)

Transparansi adalah unsure lain yang menopang terwujudnya good governance yang akan

menghasilkan pemerintah yang bersih (clean governance). Akibat tidak adanya prinsip

transparansi ini, menurut banyak ahli, Indoneia telah terjerambab kedalam kubangan korupsi

yang berkepanjangan dan parah.

4. Responsif (Responsive)

Affan menegaskan bahwa pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakatnya, yang

menunggu mereka menyampaikan keinginan-keinginannya, tetapi mereka secara proaktif

mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan

berbagai kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan umum.

Sesuai dengan asas responsive, setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni

etika individual dan etika social. Kualifikasi etika individual menuntut pelaksana birokrasi

pemerintah agar memiliki criteria kapabilitas dan loyalitas professional. Sedangkan etika

social menuntut mereka agar memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhn public.

Dalam upaya mewujudkan asas refonsif sebagai asas fundamental menuju tatanan good

governance, pemerintah harus melakukan upaya-upaya strategis dalam memberikan

perlakuan yang humanis pada kelompok-kelompok marginal tersebut.

5. Konsensus (consensus)

Asas ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah

melalui consensus. Model pengambilan keputusan tersebur, selain dapat memuaskan semua

pihak atau sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik

8
bersama sehingga ia akan mempunyai kekuatan memaksa (coersive power) bagi semua

komponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.

Untuk meningkatkan dinamika dan menjaga akuntabilitas dari proses pengelolaan tugas-

tugas pemerintahan, dalam pengambilan berbagai kebijakan, jajaran birokrasi pemerintah

harus mengembangkan beberapa sikap antara lain:

a. Optimistik

b. Keberanian

c. Keadilan yang berwatak kemurahan hati

6. Kesehatan (Equity)

Terkait asas consensus, transparansi dan responsive, clean and goog governance juga

harus didukung dengan asas kesetaraan (equity), yakni kesamaan dalam perlakuan dan

pelayanan.

7. Efektivitas (effectivenss) dan Efisiensi (efficiency)

Konsep effektivitas dalam sector kegiatan-kegiatan public memiliki makna ganda, yakni

efektivitas dalam pelaksanaan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat public maupun

partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil, yakni mampu memberikan

kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan lapisan social.

8. Akuntabilitas (accountability)

Akuntabilitas adalah pertanggung jawaban jabatan buplik terhadap masyarakat yang

memberinya kewenangan untuk kepentingan mereka. Secara teoritik, Akuntabilitas

menyangkut dua dimensi, yakni akuntabiitas vertical dan akuntabilitas horizontal.

Akuntabilitas vertical menyangkut hubungan antara pemegang kekuasaan dengan

rakyatnya, antara pemerintah dengan warganya. Akuntabilitas horizontal adalah pertanggung

jawaban pemegang jabatan public pada lembaga yang setara, seperti Gubernur dengan DPRD

tingkat I, Bupati dengan DPRD tingkat II, dan Presiden dengan DPR pusat, yang

pelaksanaannya bisa dilakukan oleh para mentri sebagai pembantu Presiden.

9
9. Visi Strategis (strategic vision)

9
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan

datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam kerangka perwujudan good governance, karena

perubahan dunia dengan kemajuan tekhnologinya yang begitu cepat. Dengan kata lain,

kebijakan apapun yang akan diambil saat ini, harus diperhitungkan akibatnya pada sepuluh

atau duapuluh tahunkedepan.

Selain itu ada tiga pilar pokok yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam

melaksanakan good governance, yakni:

a. Pemerintah (the state),

b. Civil society (masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil), dan

c. Pasar atau dunia usaha.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai apabila

dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut memiliki

jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya

baru dapat berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata

aturan yang jelas dan pasti, Good governance yang sehat juga akan berkembang sehat

dibawah kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas.

2.3 Reformasi Birokrasi

a. Pengertian Reformasi

Reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu, dan komprehensif, dengan tujuan

untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik. Good governance (tata pemerintahan yang

baik) adalah sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan

pemerintahan negara yang efektif dan efisien dengan menjaga sinergi yang konstruktif di

antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

b. Pengertian Birokrasi

10
Birokrasi merupakan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan pegawai

negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan. Birokrasi adalah organisasi yang

memiliki jenjang diduduki oleh pejabat yang ditunjuk/diangkat disertai aturan kewenangan

dan tanggung jawabnya, dan setiap kebijakan yang dibuat harus diketahui oleh pemberi

mandat. Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah meningkatkan kinerja melalui berbagai

cara dengan tujuan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas

Dengan demikian, reformasi birokrasi berarti:

1) perubahan cara berpikir (pola pikir, pola sikap, dan pola tindak);

2) perubahan penguasa menjadi pelayan;

3) mendahulukan peranan dari wewenang;

4) tidak berpikir hasil produksi tetapi hasil akhir;

5) perubahan manajemen kerja;

6) mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, transparan, dan profesional, bebas KKN

(konsisten & transparan)

Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good

governance dan melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem

penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi),

ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan

penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah di mana uang tidak hanya efektif dan

efisien, tetapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam perubahan kehidupan

berbangsa dan bernegara.

c.Visi dan Misi Revormasi Birokrasi

 Visi

Terwujudnya pemerintahan yang amanah atau terwujudnya tata pemerintahan yang baik.

 Misi

11
Mengembalikan cita dan citra birokrasi pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi

masyarakat serta dapat menjadi suri teladan dan panutan masyarakat dalam menjalani

kehidupan sehari hari.

d. Tujuan Revormasi Birokrasi

Secara umum tujuan reformasi birokrasi adalah mewujudkan pemerintahan yang baik,

didukung oleh penyelenggara negara yang profesional, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme,

dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai pelayanan prima.

d.Sasaran Revormasi Birokrasi

Sasaran reformasi birokrasi :

1. Terwujudnya birokrasi profesional, netral dan sejahtera, mampu menempatkan diri sebagai

abdi Negara dan abdi masyarakat guna mewujudkan pelayanan masyarakat yang lebih baik.

2. Terwujudnya kelembagaan pemerintahan yang proporsional, flesibel, efektif, efisien di

lingkungan pemerintahan pusat dan daerah.

3. Terwujudnya ketatalaksanaan (pelayanan public) yang lebih cepat, tidak berbelit, mudah

dan sesuai kebutuhan masyarakat.

Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam reformasi birokrasi adalah:

1) Faktor Komitmen pimpinan

2) Faktor kemauan diri sendiri

3) Kesepahaman

4) Konsistensi

2.4 Program Kemenkes Dalam Upaya Pencegahan Korupsi

Program Kementrian Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Korupsi

Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional (Stratanas) Pencegahan

dan Pemberantasan Korupsi (PPK), diimplementasikan ke dalam 6 (enam) strategi nasional

yang telah dirumuskan, yakni:

12
1) Melaksanakan upaya upaya pencegahan

2) Pelaksanakan langkah langkah strategis dibidang penegakan hukum

3) Melaksanakan upaya upaya harmonisasi penyusunan peraturan perundangundangan di

bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait lainnya.

4) Melaksanakan kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil Tipikor;

5) Meningkatkan upaya pendidikan dan bidaya antikorupsi;

6) Meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan pelaksanaan upaya

pemberantasan korupsi

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi

Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), Kementerian Kesehatan

telah melaksanakan upaya percepatan reformasi birokrasi melalui berbagai cara dan bentuk,

antara lain:

a) Disiplin kehadiran menggunakan sistem fingerprint.

b) Setiap pegawai negeri Kemenkes harus mengisi Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), dan

dievaluasi.

c) Melakukan pelayanan kepada masyarakat yang lebih efisien dan efektif ramah dan santun.

d) Penandatanganan pakta integritas bagi setiap pelantikan pejabat di kementerian kesehatan.

e) Terlaksananya Strategi Komunikasi pendidikan dan Budaya Anti-Korupsi melalui

sosialisasi dan kampanye antikorupsi di lingkungan internal/seluruh Satker Kementerian

Kesehatan.

f) Sosialisasi tentang larangan melakukan gratifikasi, sesuai dengan Pasal 12 b Ayat (1) UU

Nomor 31 Tahun 1999, menyatakan “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri sipil atau

penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya

dan yang berlawanan kewajiban atau tugasnya”.

g) Pemberlakuan Sistem Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (LPSE).

13
h) Layanan Publik Berbasis Teknologi Informasi seperti seleksi pendaftaran pegawai melalui

online dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipi (PNS) dan Pegawai Tidak Tetap

(PTT).

i) Pelaksanaan LHKPN di lingkungan Kementerian Kesehatan didukung dengan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 03.01/ Menkes/066/I/2010, tanggal 13 Januari

2010.

j) Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi, berdasarkan Surat Keputusan Inspektorat

Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor 01.TPS , tanggal 30 Juli 2010.

k) “Tanpa Korupsi”, “Korupsi Merampas Hak Masyarakat untuk Sehat”, “Hari Gini Masih

Terima Suap”, dll.

2.5 Sistem Pengendaliaan Internal Pemerintahan (SPIP)

SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) adalah sistem pengendalian intern yang

diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP mewajibkan menteri/pimpinan

lembaga, gubernur dan walikota untuk melakukan pengendalian terhadap penyelenggaraan

kegiatan pemerintahannya.

Tindakan pengendalian diperlukan untuk memberikan keyakinan yang memadai

(reasonable assurance) terhadap pencapaian efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan

penyelenggaraan pemerintahan negara. Pengendalian intern akan menciptakan keandalan

pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Tujuan akhir sistem pengendalian intern ini adalah untuk mencapai

efektivitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Pemerintah merasa perlu merumuskan SPIP karena telah terjadi perubahan dalam

penganggaran, sistem pencatatan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Hal ini

berdampak terhadap pendekatan sistem pengendalian internal sehingga menjadi menjadi

14
tanggung jawab setiap pimpinan instansi yang tentunya akan dibantu oleh Aparat

Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Menurut PP 60/2008, Bab 1 Pasal 1 Sistem pengendalian intern merupakan proses

integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan

seluruh pegawai pemerintah. Tindakan ini untuk memberi keyakinan yang memadai atas

tercapainya tujuan organisasi pemerintah yang optimal. Tentu saja optimalitas itu terjadi jika

organisasi dapat berjalan secara efektif dan efisien, memiliki keandalan pelaporan keuangan,

menjalankan pengamanan aset negara, dan taat terhadap peraturan perundang-undangan.

Oleh sebab itu, SPIP dirumuskan secara komprehensif ke dalam lima unsur, yakni:

1. Lingkungan pengendalian, merupakan kondisi dalam instansi pemerintah yang

mempengaruhi efektivitas pengendalian intern. Dalam hal ini pimpinan instansi

pemerintah dan seluruh pegawai harus harus menciptakan dan memelihara

lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan

mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.

2. Penilaian risiko, adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang

mengancam percapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Dengan demikian,

pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit

organisasi baik luar maupun dari dalam.

3. Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta

penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa

tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Kegiatan pengendalian

membantu memastikan bahwa arahan pimpinan instansi pemerintah dilaksanakan.

Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.

4. Informasi dan komunikasi proses pengolahan data yang telah diolah dan dapat

digunakan untuk pengambilan keputusan serta tersampaikan informasi harus dicatat

15
dan dilaporkan kepada pimpinan instansi pemerintah dan pihak lain yang ditentukan.

Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga

memungkinkan pimpinan instansi pemerintah secara berjenjang melaksanakan

pengendalian dan tanggung jawab.

5. Pemantauan pengendalian intern, pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja

baik secara kualitatif dan kuantitatif dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa

rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti.

SPIP memiliki suatu pemahaman bahwa pengendalian dirancang untuk membantu organisasi

dalam mencapai tujuan. Rancangan pengendalian yang ditetapkan akan disesuaikan dengan

bentuk, luasan, dan kedalaman dari tujuan dan ukuran organisasi, karakter dan lingkungan di

mana operasi organisasi akan dilaksanakan. Melalui konsep ini tidak ada pengendalian

generik yang langsung dapat ditiru dan diterapkan pada organisasi lain. Sehingga

pengendalian harus dirancang sesuai dengan ciri kegiatan serta lingkungan yang

melingkupinya.

Intinya, seluruh komponen bangsa harus mengawal pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP. Karena dari peraturan ini terlihat upaya mandiri

aparatur pemerintah untuk menciptakan dirinya sebagai pegawai negara yang profesional,

berani menghindar dari perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme, dan ingin menciptakan

budaya kerja yang beradab (mulia) di lingkungan organisasinya. Namun, semua semangat itu

hendaknya dibarengi dengan langkah cepat pemerintah untuk menciptakan tingkat

kesejahteraan yang memadai bagi para aparaturnya. Sebab tanpa itu, apa pun bentuk

kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pasti akan selalu menemui jalan buntu. Yakni, lagi-

lagi tidak mampu dijalankan dan ditegakkan dengan konsisten, penuh integritas, serta

bertanggung jawab.

2.6 Pembangunan Zona Integritas

16
Komitmen Pimpinan dan seluruh jajaran Kemenkes untuk mewujudkan WBBM

diwujudkan dengan pencanangan Zona Integritas pada tanggal 18 Juli 2012 di lingkungan

16
Kementerian Kesehatan. Pencanangan Zona Integritas merupakan bagian dari Gerakan

Nasional Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan sebagai

bentuk implementasi dari pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang

Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Pada tanggal 30 Agustus 2013 dimana WBK mengusulkan 3 Satuan Kerja ke Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk ditetapkan sebagai Satker

WBK.

Tahap Pembangunan Zona Integritas

a. Penandatanganan pakta integritas

1) Dilakukan oleh pimpinan dan seluruh pegawai K/L/dan Pemda secara serentak sesuai

Permen PAN dan RB, No. 49 Tahun 2011, sebagai pelaksanaan Instruksi Presiden, No. 17

Tahun 2011.

2) Dilakukan juga pada saat pelantikan sebagai CPNS, PNS, dan mutasi kepegawaian

horizontal maupun vertikal.

3) Penandatanganan PI sebagai unsur indikator utama penilaian WBK/WBBM.

b. Pencanangan Pembangunan ZI

1) Pencanangan pembangunan ZI merupakan deklarasi komitmen bahwa pimpinan K/L/P

siap menjadi instansi yang berpredikat ZI, yang dibuktikan dengan telah

ditandatanganinya PI oleh sebagian besar pejabat/pegawainya.

2) Pencanangan dilakukan dalam upacara terbuka, dan disaksikan oleh wakil/unsur

Kementerian PAN dan RB (wajib), KPK, dan ORI, serta unsur masyarakat lainnya.

Susunan acara pencanangan ZI.\, sekurang-kurangnya terdiri dari : 1) Pernyataan

pimpinan K/L/P dan penandatanganan piagam pencanangan oleh pimpinan K/L/P.

2) Sambutan pimpinan K/L/P sebagai peneguhan pernyataan siap membangun ZI 3)

Sambutan Menteri PAN dan RB atau yang mewakili.

17
c. Proses Pembangunan Zona Integritas Penerapan program pencegahan korupsi:

1) Penandatanganan dokumen Pakta Integritas;

2) Pemenuhan kewajiban LHKPN;

3) Pemenuhan Akuntabilitas Kinerja;

4) Pemenuhan kewajiban Pelaporan keuangan;

5) Penerapan disiplin PNS;

6) Penerapan kode etik khusus;

7) Penerapan kebijakan pelayanan publik;

8) Penerapan Whistleblower sistem tipikor;

9) Pengendalian gratifikasi;

10) Penanganan benturan kepentingan;

11) Kegiatan pendidikan/pembinaan dan promosi anti korupsi;

12) Pelaksanaan saran perbaikan dari BPK/KPK/APIP;

13) Penerapan kebijakan pembinaan purna tugas;

14) Penerapan kebijakan pelaporan transaksi tidak wajar;

15) Rekrutmen secara terbuka;

16) Promosi jabatan secara terbuka;

17) Mekanisme pengaduan masyarakat;

18) Pelaksanaan

19) e-procurement

20) Pengukuran kinerja individu.

21) Keterbukaan informasi publik.

d. Unit Penggerak Integritas (UPI)

Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) adalah sebagai Unit Penggerak Integritas

(UPI) yang berperan sebagai pembina melalui kegiatan konsultansi, sosialisasi, bimbingan

18
teknis berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008, Tentang SPIP. Konsultansi

terutama

18
dalam hal pelaksanaan pembangunan ZI. Apabila diperlukan dapat meminta bantuan

pendampingan kepada instansi terkait.

e. Unit Pembangun Integritas (UPbI)

Unit Pembangun Integritas dibentuk pada masing-masing K/L/P dengan keanggotaan dari

unsur Sekretariat dan unit kerja, yang mempunyai tugas mendorong (bersama UPI)

terwujudnya WBK/WBBM.

f. Penilaian dan penetapan WBK/WBBM.

Penilaian dan Penetapan satuan kerja berpredikat WBK/WBBM. Penilaian satker yang

berpredikat wilayah Birokrasi bersih dan melayani (WBBM), dilakukan oleh Tim penilai

nasional (TPN) melalui evaluasi atas kebenaran material hasil self-assesment yang

dilaksanakan oleh TPI termasuk hasil self-assesment tentang capaian indikator hasil

WBBM.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konsep Good governance pertama kali di perkenalkan oleh  UNDP, sebab munculnya

konsep ini di sebabkan oleh  tidak terjadinya akuntabilitas, tranparansi. Konsep yang telah

dijelaskan tersebut berlaku untuk semua jenjang pemerintahan, baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah. Mau tidak mau, mampu ataupun tidak mampu, dalam

menyelenggarakan pemerintahan maupun penyelenggaraan otonomi daerah, dituntut untuk

menerapkan prinsip-prinsip Clear and good Governance karena prinsip tersebut telah menjadi

paradigma baru didalam menyelenggarakan kepemerintahan yang digunakan secara

universal.

Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat

sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia dan pembangunan masyarakat secara

berkelanjutan. Berkembanglah kemudian sebuah konsep tata pemerintahan yang diharapkan

dapat menjadi solusi untuk berbagai permasalahan pemerintahan yang ada.

3.2 Saran

Setelah memahami tentang Good and Clean Governance, diharapkan kepada Para

petinggi negara mampu menerapkan prinsip-prinsip yang ada didalamnya, dan mampu

berlaku adil agar tercipta pemerintahan yang bersih dan juga baik. Dan adapun untuk generasi

muda agar bisa memahami apa itu good and clean governance agar lebih mengetahui, dan

mengerti, supaya tercipta pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.

20
DAFTAR PUSTAKA

“ Prinsip-Prinsip Good and Clean Governance” dikutip dari

http://ahmadbarokah05.blogspot.com/2012/10/prinsip-prinsip-pokok-good-and-clean.html?

m=1 (diakses tanggal 17 Februari 2021)

“ Reformasi Birokrasi” dikutip dari https://slideplayer.info/slide/13879111/ (diakses tanggal

17 Februari 2021)

“ Konsep Good and Clean Governance” dikutip dari

https://sosiopublika.wordpress.com/2014/10/31/good-governance-and-clean-governance/

( diakses tanggal 18 Februari 2021)

Trionovani, Elvi. 2016. Pengetahuan Budaya Anti Korupsi(PBAK). Jakarta Selatan:

Pusdiklatnakes.

21

Anda mungkin juga menyukai