Anda di halaman 1dari 14

GOOD GOVERNANCE

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah PPKn

Tim Penyusun :
1. Mochammad Rauf Wardaya
2. Muhamad Rangga K
3. Metta Marina Kanza

JURNALISTIK C SEMESTER II
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU
KOMUNIKASI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG

KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan masalah tentang
GOOD GOVERNANCE mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan baik sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya makalah ini,
dapat menunjang wawasan dan Pengertian dan Karakteristik Good Governance.

Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya tugas ini, terutama kepada Bapak Dosen mata kuliah
PPKn yang telah memberikan kesempatan dan petunjuk dalam melaksanakan tugas ini, juga
rekan-rekan mahasiswa semua. Semoga segala yang telah kita kerjakan merupakan
bimbingan yang lurus dari Yang Maha Kuasa.

Dalam penyusunan tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran
sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini dan untuk pelajaran bagi
kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di masa mendatang. Semoga dengan
adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi perkembangan keibadahan kita semua

Bandung, 25 April 2013

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………………..2

Daftar Isi ………………………………………………………………………………….......3

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………..…………..4

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………..………….5

Bab 2 Pembahasan

2.1 Pengertian Good Governance........…………...........…………….……….………6

2.2 Asas Umum Pemerintahan Yang Baik……………..........………………………7

2.3 Prinsip Good Governance ........................................................................................

2.4 Karakter Dasar Good Governance ............................................................................

Bab 3 Penutup

3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………14

3.2 Saran ………………………………...............…………………………..……....

3.3 Daftar Pertanyaan dan Jawaban ............................................................................

3.4 Reverensi ..................................................................................................... .15


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara


penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya
timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit
diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan
ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk.
Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi
Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk
miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan
munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan
kesatuan negara Republik Indonesia.
Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan
perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa
menghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan
penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena
demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan
antarbangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia
usaha (bisnis).
Kedua perkembangan diatas, baik demokratisasi maupun globalisasi,
menuntut redefinisi peran pelaku-pelaku penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah,
yang sebelumnya memegang kuat kendali pemerintahan, cepat atau lambat harus
mengalami pergeseran peran dari posisi yang serba mengatur dan mendikte ke posisi
sebagai fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal, yang sebelumnya berupaya
mengurangi otoritas negara yang dinilai cenderung menghambat perluasan aktivitas
bisnis, harus mulai menyadari pentingnya regulasi yang melindungi kepentingan
publik. Sebaliknya, masyarakat yang sebelumnya ditempatkan sebagai penerima
manfaat (beneficiaries), harus mulai menyadari kedudukannya sebagai pemilik
kepentingan yang juga harus berfungsi sebagai pelaku.
Dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, salah satu prasyarat yang perlu
dikembangkan adalah komitmen yang tinggi untuk menerapkan nilai luhur dan prinsip
tata kelola(good governance) dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan negara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Good Governance?
2. Apa saja asas umum pemerintahan yang baik ?
3. Jelaskan Prinsip Good Governance!
4. Bagaimana karakter dasar Good Governance ?
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Pemerintah atau ''Government" dalam bahasa Inggris diartikan sebagai


"The authoritative direction and administration of the affairs of men/women in a
nation, state, city, etc" (pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan
orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota, dan sebagainya). Ditinjau dari
sisi semantik, kebahasaan governance berarti tata kepemerintahan dan good
governance bermakna tata kepemerintahan yang baik.
Pengertian good governance adalah kepemerintahan yang baik, menurut
UNDP (United Nation Develepment Program) dapat diartikan sebagai suatu
penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang
sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi
dana investasi, pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif,
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi
tumbuhnya aktivitas usaha.
United Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen ke-
bijakannya yang berjudul "Governance for Sustainable Human Development" (1977),
mendefinisikan kepemerintahan(governance) sebagai berikut: "Governance is the
exercise of economic, political, and administrative authority to a country's affairs at
all levels and means by which states promote social cohesion, integration, and ensure
the well being of their population" (Kepemimpinan adalah pelaksanaan
kewenangan/kekuasaan dalam bidang ekonomi, politik, dan administratis untuk
mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumon
kebijakan negara untuk mendorong lerciptanya kondisi kesejahteraan integrifas dan
kohesilas sosial dalam masyarakat).
Secara umum istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal
yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan,
mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Andi Faisal Bakti, istilah good
governance memiliki pengertian pengejawantahan nilai-nilai luhur dalam mengarakan
warga Negara kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud
pemerintahan yang suci dan damai. Senada dengan Bakti, Santosa menjelaskan bahwa
good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam
mengelola masalah-masalah bangsa.
Realitas sejarah ini menggiring kita pada wacana bagaimana mendorong a
menerapkan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan tralisasi
penyelenggaraan pemerintahan. Good governance ini dapat sil bila pelaksanaannya
dilakukan dengan efektif, efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, serta dalam
suasana demokratis, akuntabel, dan transparan.[3]

2.2 Asas Umum Pemerintahan Yang Baik

Keberadaan asas-asas umum pemerintahan yang layak di Indonesia


(selanjutnya disingkat AAUPL) ini belum diakui secara yuridis formal
sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Ketika pembahasan RUU No. 5
Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar azas-azas tersebut dimasukan
sebagai salah satu alasan gugatan terhadap keputusan badan/pejabat tata
usaha negara, akan tetapi usulan ini tidak diterima oleh pemerintah
dengan alasan yang dikemukakan oleh Ismail Saleh, selaku Menteri
Kehakiman waktu itu yang mewakili pemerintah.

1. ASAS KEPASTIAN HUKUM.

Asas kepastian hukum mempunyai dua aspek, yang satu


lebih bersifat hukum material, yang lain bersifat formal. Aspek hukum
material terkait erat dengan asas kepercayaan. Dalam banyak keadaan asas kepastian
hukum menghalangi badan pemerintahan untuk menarik kembali
suatu keputusan atau mengubahnya untuk kerugian yang berkepentingan. Dengan
kata lain, asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh
seseorang berdasarkan suatu keputusan pemerintah, meskipun keputusan itu salah.
Jadi demi kepastian hukum, setiap keputusan yang dikeluarkan oleh
pemerintah tidak untuk dicabut kembali. Adapun aspek yang bersifat formal dari
asas kepastian hukum membawa serta bahwa ketetapan yang
memberatkan dan ketentuan yang terkait pada ketetapan-ketetapan
yang menguntungkan, harus disusun dengan kata-kata yang jelas. Asas kepastian
hukum memberi hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat
apa yang dikehendaki dari padanya. Unsur ini memegang peran
misalnya pada pemberian kuasa surat-surat perintah secara tepat dan tidak
mungkin adanya berbagai tafsiran yang dituju harus dapat terlihat, kewajiban-
kewajiban apa yang dibebankan kepadanya.

2. ASAS KESEIMBANGAN.

Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan


kelalaian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki pula
adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran atau
kealpaan yang dilakukan oleh seseorang sehingga memudahkan
penerapannya dalam setiap kasus yang ada dan seiring dengan persamaan
perlakuan serta sejalan dengan kepastian hukum. Artinya terhadap
pelanggaran atau kealpaan serupa yang dilakukan oleh orang yang berbeda
akan dikenakan sanksi yang sama, sesuai dengan kriteria yang ada.

3. ASAS KESAMAAN DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN.

Asas ini menghendaki agar badan pemerintah mengambil tindakan


yang sama (dalam arti yang bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya
sama. Meskipun demikian, agaknya sukar ditemukan adanya
kesamaan mutlak dalam dua atau lebih kasus, oleh karena itu menurut
Philipus M. Hadjon, asas ini memaksa pemerintah untuk menjalankan kebijaksanan.
Bila pemerintah dihadapkan pada tugas baru yang dalam rangka itu
harus mengambil banyak sekali KTUN, maka pemerintah memerlukan
aturan- aturan atau pedoman-pedoman. Bila pemerintah sendiri menyusun
aturan- aturan (pedoman-pedoman) itu untuk memberi arah pada
pelaksanaan wewenang bebasnya, maka itu disebut aturan-aturan
kebijaksanaan. Jadi tujuan aturan aturan kebijaksanaan ialah
menunjukkan perwujudan asas perlakuan yang sama atau asas persamaan yang
berlaku bagi setiap orang.

4. ASAS BERTINDAK CERMAT ATAU ASAS KECERMATAN.

Asas kecermatan mensyaratkan agar badan pemerintahan sebelum


mengambil keputusan, meneliti semua fakta yang relevan dan
memuaskan pula semua kepentingan yang relevan dalam pertimbangannya.
Bila fakta- fakta penting kurang teliti, itu berarti tidak cermat. Asas
kecermatan membawa serta, bahwa badan pemerintah tidak boleh
dengan mudah menyimpangi nasehat yang diberikan apalagi bila dalam panitia
penasihat itu duduk ahli-ahli dalam bidang tertentu. Penyimpangan memang
dibolehkan, tetapi mengharuskan pemberian alasan yang tepat dan
kecermatan yang tinggi.

5. ASAS MOTIVASI UNTUK SETIAP KEPUTUSAN.

Asas ini menghendaki agar setiap keputusan badan-badan


pemerintah harus mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai dasar ini
harus benar dan jelas, sehingga pihak administrable memperolah
pengertian yang cukup jelas atas keputusan yang ditujukan kepadanya.

6. ASAS TIDAK MENCAMPURADUKAN KEWENANGAN.


Kewenangan pemerintah secara umum mencakup tiga hal;
Kewenangan dari segi material, kewenangan dari segi wilayah, dan
kewenangan dari segi waktu. Seorang pejabat pemerintah memiliki
wewenang yang sudah ditentukan dalam aturan perudang-undagan baik dari
segi material, wilayah maupun waktu. Aspek-aspek wewenang ini tidak dapat di
jalankan melebihi apa yang sudah ditentukan dalam peraturan yang
berlaku. Artinya asas tidak mencampuradukan kewenangan ini menghendaki agar
pejabat pemerintah tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain selain yang
telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenang yang
melampaui batas.

7. ASAS KEADILAN DAN KEWAJARAN.

Asas ini menghendaki setiap tindakan badan atau pejabat


administrasi negara selalu memperhatikan aspek keadilan dan
kewajaran. Asas keadilan menuntut tindakan secara proporsional, sesuai, seimbang
dan selaras dengan hak setiap orang. Karena itu, setiap pejabat pemerintah dalam
melakukan tindakannya harus selalu memperhatikan aspek keadilan ini.
Sedangkan asas kewajaran menekan agar aktifitas pemerintah memperhatikan nilai-
nilai yang berlaku di masyarakat, baik itu berkaitan dengan agama, moral,
adat istiadat, maupun nilai-nilai lainnya.

8. ASAS PERLINDUNGAN ATAS PANDANGAN ATAU CARA HIDUP


PRIBADI.

Bagi bangsa Indonesia tentunya asas ini harus pula dikaitkan dengan sistem
keyakinan, kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat, atau sebagaimana disebutkan Kuntjoro Purbopranoto, asas
tersebut harus disesuaikan dengan pokok-pokok Pancasila dan UUD 1945.
Benar bahwa pandangan hidup seseorang merupakan hak asasi yang harus
dihormati dan dilindungi, akan tetapi penggunaan hak itu sendiri akan
berhadapan dengan norma dan sistem keyakinan yang diakui dan dijunjung
tinggi. Artinya pandangan hidup seseorang itu tidak dapat digunakan
manakala bertentangan dengan norma-norma suatu bangsa.

2.3 Prinsip Good Governance

Asas reformasi birokrasi yang dikenal dengan istilah prinsip good governance,
sebagaimana tercantum di dalam Pasal 20 UU No. 32/2004 sebagai berikut:
 Asas Kepastian Hukum, adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan per-UU-an, kepatuhan dan keadilan dalam setiap kebijakan
Penyelenggara Negara.
 Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian Penyelenggara
Negara;
 Asas Kepentingan Umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum
daripada kepentingan individu atau kelompok dengan cara yang aspiratif,
akomodatif dan selektif.
 Asas Keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yg benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan dan rahasia negara.
 Asas Proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak
dan kewajiban Penyelenggara Negara.
 Asas Profesionalitas, adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan
kompetensi, kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 Asas Akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggung jawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai ketentuan peraturan per-UU-an yang berlakut.
 Asas Efektifitas, adalah asas yang berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan
berdaya guna
 Asas Efisiensi, adalah asas yang berorientasi pada minimalisasi penggunaan
sumber daya untuk mencapai hasil kerja yang terbaik

Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek


fundamental dalam good governance yang harus diperhatikan yaitu :

1. Partisipasi (participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan
keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang
mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan prinsip demokrasi yaitu kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat secara konstruktif.

2. Penegakan Hukum (rule of law)


Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan
kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa
ditopang oleh sebuah aturan hukum dan penegakannya secara konsekuen,
partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan publik yang anarkis.
Santoso menegaskan bahwa proses mewujudkan cita-cita good governance,
harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan
karakter-karakter sebagai berikut :
a) Supremasi hukum
b) Kepastian hukum
c) Hukum yang responsitif
d) Penegakan hukum yang konsisten dan non diskriminatif
e) Independensi peradilan

3. Transparansi (transparency)
Transparansi (keterbukaan umum) adalah unsur lain yang menopang
terwujudnya good governance. Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini,
menurut banyak ahli Indonesia telah terjerembab dalam kubangan korupsi
yang berkepanjangan dan parah. Untuk itu, pemerintah harus menerapkan
transparansi dalam proses kebijakan publik. Menurut Gaffar, terdapat 8
(delapan) aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara
transparan, yaitu :
 Penetapan posisi, jabatan dan kedudukan
 Kekayaan pejabat publik
 Pemberian penghargaan
 Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
 Kesehatan
 Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik
 Keamanan dan ketertiban
 Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat

4. Responsif (responsive)
Affan menegaskan bahwa pemerintah harus memahami kebutuhan
masyarakat-masyarakatnya, jangan menunggu mereka menyampaikan
keinginannya, tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan menganalisa
kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai
kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan umum.

5. Konsesus (consesus)
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan
melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan
tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga akan menjadi
keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga akan memiliki
kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang terlibat untuk melaksanakan
keputusan tersebut.

6. Kesetaraan (equity)
Clean vand good governance juga harus didukung dengan asa
kesetaraan, yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini harus
diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara pemerintahan
di Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa yang
majemuk, baik etnis, agama, dan budaya.
7. Efektivitas dan efisiensi
Konsep efektivitas dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki
makna ganda, yakni efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan,
baik oleh pejabat publik maupun partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas
dalam konteks hasil, yakni mampu membrikan kesejahteraan pada sebesar-
besarnya kelompok dan lapisan sosial.

8. Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggung jawaban pejabat publik
terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas menyangkut dua dimensi
yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki pengertian bahwa setiap pejabat
harus mempertanggung jawabkan berbagai kebijakan dan pelaksanaan tugas-
tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi, dan yang kedua akuntabilitas
horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang jabatan publik pada lembaga
yang setara.

9. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi
masa yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa
yang akan datang, seseorang yang memiliki jabatan publik atau lembaga
profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa persoalan dan
tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.[4]

2.4 Karakteristik Dasar Good Governance


Ada tiga karakteristik dasar good governance:
1. Diakuinya semangat pluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi se-buah keniscayaan
yang tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu
kaidah yang abadi. Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang
kodrati (given) dalam kehidupan. Pluralisme bertujuan mencerdaskan umat melalui
perbedaan konstruktif dan dinamis, dan merupakan sumber dan motivator
terwujudnya kreativitas yang terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan.
Satu hal yang menjadi catatan penting bagi kita adalah sebuah peradaban yang
kosmopolit akan tercipta apabila manusia memiliki sikap inklusif dan
kemampuan (ability)menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan
catatan, identitas sejati atas parameter-parameter otentik agama tetap terjaga.
2. Tingginya sikap lolcransi, baik terhadap saudara sesama agama maupun terhadap
umat agama lain. Secara sederhana, Toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka
mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain. Senada dengan hal itu,
Quraish Shihab menyatakan bahwa agama tidak semata-mata mempertahankan
kelestariannya sebagai sebuah agama, namun juga mengakui eksistensi agama lain
dengan memberinya hak hidup, berdampingan, dan saling menghormati.
3. Tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi bukan sekadar kebebasan dan persaingan,
demokrasi juga merupakan suatu pilihan untuk bersama-sama membangun dan
memperjuangkan perikehidupan warga dan ma-syarakat yang semakin sejahtera.
Masyarakat madani mempunyai ciri-ciri ketakwaan yangtinggi kepada Tuhan, hidup
berdasarkan sains dan teknologi, berpendidikan tinggi, menga-malkan nilai hidup
modern dan progresif, mengamalkan nilai kewarganega-raan, akhlak, dan moral yang
baik, mempunyai pengaruh yang luas dalam proses membuat keputusan, serta
menentukan nasib masa depan yang baik melalui kegiatan sosial, politik, dan lembaga
masyarakat.[5]
BAB 3
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Pemerintah atau ''Government" dalam bahasa Inggris diartikan sebagai
"The authoritative direction and administration of the affairs of men/women in a
nation, state, city, etc"(pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan
orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota, dan sebagainya). Ditinjau dari
sisi semantik, kebahasaangovernance berarti tata kepemerintahan dan good
governance bermakna tata kepemerintahan yang baik.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek
fundamental dalam good governance yang harus diperhatikan yaitu :
1. Partisipasi (participation)
2. Penegakan Hukum (rule of law)
3. Transparansi (transparency)
4. Responsif (responsive)
5. Konsesus (consesus)
6. Kesetaraan (equity)
7. Efektivitas dan efisiensi
8. Akuntabilitas (accountability)
9. Visi Strategis

Pemerintah atau government dalam bahasa Inggris adalah: "The auhoritative


direction and administration of the affairs of men/women in a na-loft, state, city,
etc." Atau dalam bahasa Indonesia berarti "Pengarahan dan idministrasi yang
berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah neg-ira, negara bagian, kota, dan
sebagainya." Bisa juga berarti "The governing )Ody of nation, state, city, etc." Atau
lembaga atau badan yang menyeleng-[arakan pemerintahan negara, negara bagian
atau kota, dan sebagainya
Ada tiga karakteristik dasar good governance:
 Diakuinya semangat pluralisme.
 Tingginya sikap Toleransi,
 Tegaknya prinsip demokrasi.
Pemerintahan yang baik tidak di lihat dari sistem yang berbuat atau
rancanggan undang-undang yang di rumuskan, melainkan suatu sikap yang pasti
dalam menangani suatu permasalahn tanpa memandang siapa serta mengapa hal
tersebut harus di lakukan.
Perlunya pengertian menggenai aspek-aspek dalam Good Governance
sehingga tidak ada kesalahan dalam aplikasinya. Penerapan Good Governance dalam
sistem kepemerintahan saat ini sangat di perlukan karena peranan perintah dalam
memajukan suatu negara sangatlah besar.

3.2 Saran

Integritas dan nilai etika perlu ditingkatkan atau dikomunikasikan dengan


perilaku yang terbaik dan melibatkan pihak terkait. Karena sebaik apapun desain
sebuah pengawasan tidak akan terlaksana dengan efektif, efisien dan ekonomis jika
dilaksanakan oleh orang-orang yang memiliki integritas dan nilai etika yang rendah.
Secara umum istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal yang
terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,
atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa dikatakan baik jika dilakukan dengan
efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis,
akuntabel serta transparan.Sebagai sebuah paradigm pengelolaan lembaga Negara,
clean and good governance dapat terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua
unsur yang saling terkait yaitu negara dan masyarakat madani yang di dalamnya
terdapat sektor swasta.

3.3 Daftar Pertanyaan Dan Jawaban

Anda mungkin juga menyukai