Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN MANAJEMEN Januari, 2019

“ P2 ISPA PADA BALITA”

Disusun Oleh :
Nalto Mentara
N 111 17 115

Pembimbing :
dr. Indah P. Kiay Demak, M.Med.Ed
dr. Benny Siyulan, M.Kes

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah unit pelaksana teknik
Dinas Kesehatan/ Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan suatu atau sebagian wilayah kecamatan. Puseksmas sebagai
unit organisasi fungsional dibidang kesehatan dasar yang berfungsi sebagai
pusat pembangunan kesehatan, membina peran serta masyarakat dan
pelayanan kesehatan dasar secara menyeluruh dan terpadu. Untuk
mewujudkan pelaksanaan fungsi dan program kegiatan puskesmas, maka
telah dilengkapi dengan sistem manajemen seperti mini lokakarya, SP2TP,
monitoring bulanan, laporan bulanan, laporan triwulan, laporan tahunan dan
hal yang menunjang pelaksanaannya.1
Pada pelaksanaannya, perlu adanya pedoman manajemen puskesmas
yang diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada kepala,
penanggungjawab upaya kesehatan dan staf Puskesmas di dalam
pengelolaan sumber daya dan upaya Puskesmas agar dapat terlaksana secara
maksimal. Pedoman Manajemen Puskesmas ini juga dapat dimanfaatkan
oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, dalam rangka pelaksanaan pembinaan
dan bimbingan teknis manajemen kepada Puskesmas secara berjenjang. 2
Upaya kesehatan bermutu merupakan upaya yang memberikan rasa
puas sebagai pernyataan subjektif pelanggan, dan menghasilkan outcome
sebagai bukti objektif dari mutu layanan yang diterima pelanggan. Oleh
karena itu Puskesmas harus menetapkan indikator mutu setiap pelayanan
yang dilaksanakannya atau mengikuti standar mutu pelayanan setiap
program/pelayanan yang telah ditetapkan, yang dikoordinasikan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota. 2
Penyakit Menular adalah penyakit yang dapat menular ke manusia
yang disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri, jamur, dan
parasit. Penanggulangan Penyakit Menular adalah upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif dan preventif yang ditujukan untuk
menurunkan dan menghilangkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian,
membatasi penularan, serta penyebaran penyakit agar tidak meluas
antardaerah maupun antarnegara serta berpotensi menimbulkan kejadian luar
biasa/wabah.3
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan
berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada
patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Namun
demikian, di dalam pedoman ini, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan
oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya
gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa
hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok,
coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas.4
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang
sering terjadi di masyarakat. Terdapat 156 juta episode baru kejadian ISPA
di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara
berkembang. ISPA lebih sering terjadi pada anak-anak, dengan insiden
menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode per anak per tahun
di negara berkembang dan 0,05 episode per anak per tahun di negara maju.5
Hal yang serupa juga terjadi di Indonesia. Satu dari empat kematian
bayi dan balita di Indonesia diakibatkan oleh ISPA. Pada setiap tahunnya,
setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA. Pada Riset
Kesehatan Dasar 2013, period prevalence ISPA tidak jauh berbeda dengan
2007, yaitu sebesar 25,0% dengan angka kejadian tertinggi pada provinsi
Nusa Tenggara Timur sebesar 41,7% dan Sumatera Barat tetap berada pada
urutan ke 10 provinsi dengan prevalensi tertinggi ISPA di Indonesia dengan
period prevalence 25,7%.5
Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor.
Penyebaran dan dampak penyakit berkaitan dengan:4
 kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota
keluarga), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur);
 ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah
pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin,
akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi);
 faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu
menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya
atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi
kesehatan umum; dan
 karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi
(misalnya, gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran
inokulum).

1.2 Gambaran Umum Puskesmas Talise


Puskesmas Talise berada di wilayah kecamatan Palu Timur yang
memiliki luas wilayah 82,53 km2 dan secara administratif pemerintahan
terdiri atas 4 kelurahan, 29 RW serta 102 RT.
Wilayah kerja puskesmas Talise mencakup empat kelurahan yaitu :
- Kelurahan Talise
- Kelurahan Valangguni
- Kelurahan Tondo
- Kelurahan Layana

Tabel 1.1
Luas Wilayah Kerja Perkelurahan
Puskesmas Talise Tahun 2016
No. Kelurahan Luas Wilayah (km²)
1. Talise dan Valangguni 12,37
2. Tondo 55,16
3. Layana Indah 15,00
Puskesmas 82,53

Jumlah penduduk pada tahun 2016 berjumlah 35.386 jiwa dengan


jumlah kepala keluarga 7.329 KK.

Tabel 1.2
Kepadatan Penduduk Perkelurahan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Talise
Tahun 2017

No. Kelurahan Jumlah Penduduk

1. Talise dan Valangguni 19.414


2. Tondo 12.212
3. Layana Indah 3.760
Jumlah 35.386

Pembangunan kesehatan di kota Palu sangat bergantung pada upaya


kerjasama seluruh komponen masyarakat kota Palu pada umumnya termasuk
masyarakat wilayah kerja puskesmas Talise pada khususnya yang terintegrasi
dengan peningkatan mutu layanan dan kinerja dari petugas kesehatan itu
sendiri. Dilandasi dengan asumsi bahwa perilaku hidup sehat telah lebih
membudaya, mutu layanan kesehatan menjadi lebih baik, kerjasama lintas
sektor berjalan dengan efektif maka dengan sendirinya kemandirian
masyarakat di bidang kesehatan akan lebih baik yang pada akhirnya apa yang
dicita-citakan yakni menuju masyarakat adil dan makmur sesuai amanat
UUD 1945 dapat terwujud.1
Angka kesakitan secara umum dapat digambarkan berdasarkan pada
10 (sepuluh) penyakit terbesar pada Puskesmas Talise, untuk mengetahui
pravalensi dan insidennya yang dapat diketahui pada laporan pemberantasan
penyakit baik menular maupun tidak menular.1

1.3 Rumusan Masalah


Pada laporan manajemen ini, permasalahan terkait program
penanggulangan ISPA pada balita yang akan dibahas antara lain :
1. Bagaimana pelaksanaan program penanggulangan ISPA pada balita di
Puskesmas Talise?
2. Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target
cakupan program penanggulangan ISPA pada balita di Puskesmas
Talise?
BAB II
PERMASALAHAN

2.1. Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan sebutan
Puskesmas adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang
bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu
atau bagian wilayah kecamatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa
Puskesmas berfungsi menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama.
Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dinas
kesehatan kabupaten/kota, sehingga dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, akan mengacu pada kebijakan pembangunan kesehatan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersangkutan, yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana
Lima Tahunan dinas kesehatan kabupaten/kota.2

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Puskesmas tersebut, Puskesmas


harus melaksanakan manajemen Puskesmas secara efektif dan efisien. Siklus
manajemen Puskesmas yang berkualitas merupakan rangkaian kegiatan rutin
berkesinambungan, yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan berbagai
upaya kesehatan secara bermutu, yang harus selalu dipantau secara berkala
dan teratur, diawasi dan dikendalikan sepanjang waktu, agar kinerjanya
dapat diperbaiki dan ditingkatkan dalam satu siklus “Plan-Do-Check-Action
(P-D-C-A)”.2

Pemahaman akan pentingnya manajemen Puskesmas, telah


diperkenalkan sejak tahun 1980, dengan disusunnya buku-buku pedoman
manajemen Puskesmas, yang terdiri atas Paket Lokakarya Mini Puskesmas
(tahun 1982), Pedoman Stratifikasi Puskesmas (tahun 1984) dan Pedoman
Microplanning Puskesmas (tahun 1986). Paket Lokakarya Mini Puskesmas
menjadi pedoman Puskesmas dalam melaksanakan lokakarya Puskesmas
dan rapat bulanan Puskesmas. Pada tahun 1988, Paket Lokakarya Mini
Puskesmas direvisi menjadi Pedoman Lokakarya Mini Puskesmas dengan
penambahan materi penggalangan kerjasama tim Puskesmas dan lintas
sektor, serta rapat bulanan Puskesmas dan triwulanan lintas sektor. Pada
tahun 1993, Pedoman Lokakarya Mini dilengkapi cara pemantauan
pelaksanaan dan hasil-hasil kegiatan dengan menggunakan instrument
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Pedoman Stratifikasi Puskesmas
(tahun 1984), digunakan sebagai acuan Puskesmas dan dinas kesehatan
kabupaten/kota, untuk dapat meningkatan peran dan fungsinya dalam
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.2

2.2 ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut
yang melibatkan organ saluran pernapasan. Saluran nafas yang dimaksud
adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru. ISPA disebabkan oleh
virus, jamur dan bakteri Staphylococcus, Streptococcus. Staphylococcus dan
Streptococcus merupakan bakteri gram positif. Staphylococcus tumbuh pada
lingkungan dengan temperatur 15 – 45ºC, sedangkan Streptococcus tumbuh
pada lingkungan dengan temperatur suhu 37ºC. Timbulnya gejala ISPA
biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari.
Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorokan, pilek,
sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas.5
Penyakit ISPA masih termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di
Puskesmas Talise pada tahun 2016, yaitu menempati urutan ke 4 dari 10
penyakit terbanyak. Jumlah kasus tahun 2016 yaitu berjumlah 4.819 orang
dengan penderita ISPA pada usia 5 tahun ke bawah berjumlah 2.082 orang
anak. Untuk ISPA pada balita sendiri dibagi dua yaitu pneumonia dan bukan
pneumonia. Untuk pneumonia memili target jumlah perkiraan pneumonia
yaitu 184, dan penderita pneumonia pada balita yang terdata yaitu 292
sehingga melewati angka target perkiraan tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa penyakit ISPA pada balita masih banyak terjadi di wilayah kerja
Puskesmas Talise.1

2.3 Rekomendasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi WHO


 Kewaspadaan Standar adalah tindakan pencegahan dasar pengendalian
infeksi dalam pelayanan kesehatan dan harus dilakukan secara rutin di
semua fasilitas pelayanan kesehatan saat memberikan pelayanan
kesehatan kepada semua pasien. Bila tindakan ini tidak dilakukan,
tindakan pencegahan spesifik tambahan tidak akan efektif. Unsur utama
dari Kewaspadaan Standar meliputi kebersihan tangan, penggunaan alat
pelindung diri (APD) untuk menghindari kontak langsung dengan
darah, cairan tubuh, sekret , dan kulit yang tidak utuh, pencegahan luka
tusukan jarum/benda tajam, dan pembersihan dan disinfeksi lingkungan
dan peralatan.
 Saat merawat pasien yang menderita infeksi saluran pernapasan akut,
Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan Transmisi Droplet harus
dilakukan bila memungkinkan. Bila tidak tersedia cukup ruang untuk
satu pasien dan penggabungan pasien dengan diagnosis penyebab
penyakit yang telah diketahui yang sama tidak memungkinkan, lakukan
pemisahan tempat setidaknya 1 m antara pasien yang terinfeksi dan
pasien lainnya.
 Pada pasien anak yang menderita ISPA, bila gejala dan tanda-tanda
klinis menunjukkan kemungkinan diagnosis selama puncak musim
virus tertentu (seperti croup dan parainfluenza, bronkiolitis akut, dan
RSV, Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan Transmisi Kontak dan
Droplet harus dilaksanakan.
 Langkah perlindungan tambahan mungkin diperlukan saat memberikan
pelayanan kepada pasien yang terinfeksi beberapa patogen spesifik.
Bila pasien memperlihatkan gejala yang menunjukkan ISPA yang
disebabkan oleh suatu patogen baru yang dapat menimbulkan
epidemi/pandemi dan cara penularannya belum diketahui,
Kewaspadaan Transmisi Airborne dan Kontak harus ditambahkan pada
Kewaspadaan Standar.3
Memperbaiki budaya keselamatan kerja institusi akan membantu perbaikan
pelaksanaan langkah-langkah yang dianjurkan dan dengan demikian
menurunkan risiko. Beberapa strategi harus digabungkan dan pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan harus memberikan dukungan dan
menyempurnakan pelaksanaan rekomendasi pencegahan dan pengendalian
infeksi.
 Strategi penting untuk mengurangi risiko pajanan patogen dan
penularan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan meliputi
pengendalian administratif, pengendalian teknis dan lingkungan, dan
penggunaan APD.
 Pengendalian manajerial (misalnya, ketersediaan staf dan persediaan
yang memadai, pendidikan petugas kesehatan, pasien, dan pengunjung)
serta pengendalian teknis dan lingkungan adalah komponen penting
dalam pembentukan struktur pencegahan dan pengendalian infeksi
untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang seaman mungkin.
Ventilasi ruangan yang memadai merupakan pengendalian teknis
penting untuk infeksi pernapasan dan harus dipertimbangkan dengan
cermat.
 Penggunaan APD harus didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur
yang khusus membahas masalah pencegahan dan pengendalian infeksi
(misalnya, kewaspadaan isolasi). Efektivitasnya tergantung pada
perlengkapan yang memadai dan teratur, pelatihan staf yang memadai,
membersihkan tangan secara benar, dan yang terpenting, perilaku
manusianya.
 Langkah pengendalian sumber infeksi harus dilakukan untuk semua
orang yang memperlihatkan gejala infeksi pernapasan melalui
kebersihan pernafasan dan etika batuk.3
2.4 Strategi Program Penanggulangan ISPA di Puskesmas Talise
Puskesmas Talise telah memberikan perhatian yang serius pada
penyakit ini. Pada tahun 2016 P2 ISPA mengadakan program “care sicking”
dimana petugas puskesmas turun langsung mengunjungi penderita terutama
balita yang terkena ISPA. Hal ini berdasarkan tinggi angka ISPA terutama
pada anak dan balita, dan juga mengingat kesadaran orang tua akan
bahayanya penyakit ini juga masih kurang. Namun pada tahun 2017,
program ini diberhentikan dikarenakan dana operasional yang selama ini
digunakan diberhentikan dari dinas kesehatan kota.
Saat ini, kegiatan P2 ISPA sendiri hanya sebatas pencatatan dan
pelaporan pasien ISPA, tidak ada program lanjutan atau program baru yang
terfokus pada penanggulangan ISPA di lapangan secara langsung.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Input
Program penanggulangan diare di Puskesmas Talise dikelola oleh satu
orang petugas selaku penanggung jawab dalam hal ini seorang perawat
pelaksana. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pengendalian ISPA
khususnya pada balita di wilayah kerja Puskesmas Talise masih sangat
terbatas dan kurang. Akses ke masing-masing wilayah kerja Puskesmas
Talise cukup mudah untuk diakses. Dana yang digunakan dalam pengelolaan
puskesmas berasal dari APBN dan APBD, namun untuk program P2 ISPA
sendiri saat ini tidak ada pendanaan dikarenakan program yang berjalan
hanya sebatas pencatatan dan pelaporan kasus yang didapatkan.

B. Proses
Perencanaan program penanggulangan ISPA khususnya pada balita
pada saat ini hanya sebatas pencatatan dan pelaporan kasus.
Pengorganisasian diatur oleh penanggung jawab P2 ISPA.
Penggerakan pelaksanaan program dilaksanakan dengan berkoordinasi
antara beberapa lintas program, dimana pendataan kasus yang ada bekerja
sama dengan unit program lainnya yang ada di puskesmas Talise
Pemantauan program dilakukan per bulan untuk menilai kejadian ISPA
di wilayah kerja Puskesmas Talise.

C. Output
Adapun program kerja yang dilakukan di Puskesmas Talise terkait
dengan penanggulangan ISPA pada balita antara lain:
1. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan kasus diare dilakukan secara per bulan.
Keberhasilan program dapat dinilai. Untuk jumlah penderita ISPA pada
balita di Puskesmas Talise tahun 2016 sebanyak 2.082 orang anak, tahun
2017 sebanyak 1.403 orang anak, dan pada tahun 2018 dari data bulan
Januari hingga November sebanyak 1.483 orang anak. Hal ini
menunjukkan masih tingginya jumlah penderita ISPA pada balita. Akan
tetapi, penurunan angka dari tahun 2016 ke 2017 dapat menjadi acuan
bahwa kegiatan program “care sicking” berjalan dengan baik. Maka dari
itu, perlu dipikirkan kembali secara bersama-sama bersama tentang usaha
pencegahan penyakit ISPA pada balita secara lebih lanjut.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dalam pelaksanaan program penanganan ISPA khususnya pada balita
masih memerlukan perhatian yang serius. Dari hasil diskusi dan laporan yang
ada, dapat disimpulkan:
1. Angka kejadian ISPA yang masih cukup tinggi terlebih khusus pada balita
dikarekan program kegiatan yang lebih spesifik misalnya turun langsung
ke lapangan tidak dilakukan sama sekali, meskipun sebelumnya pernah
dilakukan namun terhenti dikarenakan sumber dana yang dihentikan untuk
program tersebut.
2. Program yang ada hanya sebatas pendataan dan pelaporan sehingga tindak
lanjut yang lebih tepat dalam menurunkan angka kejadian penyakit tidak
ada.

4.2 Saran
1. Perlunya program yang lebih spesifik dalam penanggulangan ISPA
seperti turun langsung ke lapangan dalam promosi maupun pelayanan
kesehatan lainnya dapat mengurangi angka kejadian ISPA pada balita.
2. Pendanaan yang ditujukan untuk melakukan promosi maupun
pelayanan kesehatan secara langsung dilapangan juga sangat
diperlukan sehingga dibutuhkan perhatian khusus dari dinas kesehatan
terkait.
DAFTAR PUSTAKA

1. Puskesmas Talise. Profil Kesehatan Puskesmas Talise. Palu : Puskesmas


Talise. 2016.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2016
Tentang Pedomana Manajemen Puskesmas.
3. Permenkes No. 82 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan Penyakit Menular
4. World Health Organization. Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di
fasilitas pelayanan kesehatan: WHO Indonesia. 2008.
5. Maharani D, Yani F, Lestari Y. Profil Balita Penderita Infeksi Saluran Nafas
Akut Atas di Poliklinik Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2012-2013.
Jurnal Kesehatan Andalas, Vol. 6, No. 1. 2017.
6. Dary, Puspita D, Luhukay J. Peran Keluarga Dalam Penanganan Anak dengan
Penyakit ISPA Di RSUD Piru. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Volume 3,
Nomor 1. 2018.

Anda mungkin juga menyukai