Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

HUBUNGAN CAPAIAN REFORMASI BIROKRASI DENGAN


PEMBANGUNAN NASIONAL, PERJANJIAN OPD DENGAN KEPALA
DAERAH DAN EVALUASI LAYANAN PEMERINTAH DAERAH

DOSEN PENGAMPU:

Nyimas Dian Maisyarah, S.E, M.S, .Ak

Disusun Oleh:

1. Manaek Mangidotua Simbolon

2. Margaretha Falensia Bagariang

3. Soraya Puji Astuti

4. Mira Astuti

5. Pinda Aprilia

PRODI KEUANGAN DAERAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2022
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur sudah sepatutnya kita sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
Rahmat dan Karunia-Nya hingga saat ini penulis maupun para pembaca masih dapat
menjadi bagian daripada makalah ini.

Tidak lupa kami mengucapkan Terimakasih kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah
Sistem Kelembagaan Pemerintah Daerah, Ibu Nyimas Dian Maisyarah, S.E, M.S, Ak. yang
sekaligus menjadi pembimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini
terdapat lebih dan kurang materi dan keabsahan sehingga kami berharap kepada para
pembaca yang budiman boleh berkenan untuk memberi kritik dan saran sebagai langkah
kami untuk koreksi di kemudian hari.

Sekian dari kami para penulis, kami mengucapkan Terimakasih dan selamat membaca.
Jaya literasi!

Jambi, 10 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………….………………ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..……………… 1

1.1. Lampiran………………………………………………….…………..…..…….… 2

1.2. Rumusan Masalah……………………………………………………….…….……2

1.3 Tujuan Pembahasan…………………………………………………………..……..2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………….…… 3

2.1. Esensi dan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi………………………….……… 3

2.1.2 Tujuan Reformasi Birokrasi…………………………………………….……..…4

2.2. Pembangunan Nasional…………………………………………………….……..5

2.2.1. Tujuan Pembangunan Nasional……………………………………….....…..…5

2.2.2. Landasan Filosofis………………………………………………………..……..5

2.3 Hubungan Capaian Reformasi Birokrasi dengan Pembangunan Nasional……5

2.4. Perjanjian Kinerja OPD dengan Pemerintah Daerah…………………………..8

2.4.1. Pengertian Perjanjian kinerja…………………………………………………. 8

2.4.2. Tujuan Penyusunan Perjanjian Kinerja …………………………………………8

2.4.3. Penyususan Perjanjian Kinerja………………………………………………....8

2.4.4. Format Perjanjian Kinerja …………………………………………………..….9

2.4.5. Revisi dan Perubahan Perjanjian Kinerja……………………………………….10

2.5. Evaluasi Pelayanan Pemerintah Daerah…………………………………..…….11

2.5.1. Pengertian Evaluasi…………………………………………………………..…11

2.5.2. Implementasi Evaluasi Layanan Pemerintah Daerah …………………………..11

iii
BAB III PENUTUP………………………………………………………….14
3.1. Kesimpulan……………………………………………………………………………15
3.2. Saran……………………………………………………………………………….….15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………. iv

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Belakangan ini, dalam segala aspek yang berhubungan dengan pemerintahan, reformasi
birokrasi menjadi isu yang sangat kuat untuk direalisasikan. Terlebih lagi,birokrasi
pemerintah Indonesia telah memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap kondisi
keterpurukan bangsa Indonesia dalam krisis multidimensi yang berkepanjangan. Birokrasi
yang telah dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi telah membangun budaya
birokrasi yang kental dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Akan tetapi, pemerintahan pasca reformasi pun tidak menjamin keberlangsungan


reformasi birokrasi terealisasi dengan baik. Kurangnya komitmen pemerintah pasca
reformasi terhadap reformasi birokrasi ini cenderung berbanding lurus dengan kurangnya
komitmen pemerintah terhadap pemberantasan KKN yang sudah menjadi penyakit akut
dalam birokrasi pemerintahan Indonesia selama ini. Sebagian masyarakat memberikan cap
negatif terhadap komitmen pemerintah pascareformasi terhadap reformasi birokrasi.
Ironisnya, sebagian masyarakat Indonesia saat ini, justru merindukan pemerintahan Orde
Baru yang dinggap dapat memberikan kemapanan kepada masyarakat, walaupun hanya
kemapanan yang bersifat semu.

Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi
secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan
empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society),
supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling
terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian
tak terpisahkan dalam buruknya birokrasi saat ini dan menjadi sumbangsih tenaga untuk
Pembangunan Nasional.

Namun diatas segala isu diatas hal utama yang perlu dilakukan ketika masyarakat tidak
benar benar merasakan efek yang signig=fikan terhadap kehidupan dan kebutuhan mereka
maka oerlu dilakukan eveluasi layanan pemerintah terutama pemerintahan daerah. Arti yang
spesifik evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat suatu
kebijakan. ketika kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai, karena itu hasil tersebut
memberi sumbangan pada tujuan atau sasaran. Kebijakan atau program telah mencapai
tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti masalah masalah kebijakan dibuat jelas atau
diatasi

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa kendala dalam pelaksanaan reformasi birokrasi untuk relasi pembangunan nasional?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjalin solidaritas Perjanjian


Kinerja antara OPD dan Kepala Daerah?

3. Apakah Evaluasi layanan publik memiliki efek yang berarti bagi masyarakat?

1.3. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui makna dan manfaat Reformasi Birokrasi bagi keberlangsungan


Pembangunan Nasional.

2. Untuk mengetahui sistematika Perjanjian Kinerja antara Organisasi Perangkat Daerah


dengan Kepala Daerah.

3. Untuk mengetahui ukuran efektivitas Evaluasi Layanan Publik terhadap masyarakat yang
dilakukan Pemerintah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Esensi dan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya telah ada
dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun demikian
kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami perubahan yang
berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam Masyarakat yang modern, birokrasi telah
menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara
pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini negara-negara modern memiliki luas
wilayah, ruang lingkup organisasi, dan administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta
penduduk.

Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang
sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya
masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini
perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Karl Mannheim
sebagaimana disitir oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah
berkaitan dengan norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada
kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya
juga dinikmati oleh masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka
terjadilah keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan
antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat
(Susanto: 185-186).

Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu negara
atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian negara/lembaga
negara, sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan
dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya
perkara korupsi.

Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat.
Reformasi birokrasi adalah suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang
tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah
lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur,
tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal ini
berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan wewenang dan kekuasaan.

3
2.1.2 Tujuan Reformasi Birokrasi

1. Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.

2. Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta


memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
selaku abdi masyarakat dan abdi negara.

3. Pemerintah yang bersih (clean government).

4. Bebas KKN.

5. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

2.2 Pembangunan Nasional

Pembangunan nasional dilaksanakan untuk mewujudkan Tujuan Nasional seperti


termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial serta mewujudkan cita-cita bangsa
sebagaimana termaktub dalam alinea II Pembukaan UUD 1945.

Pernyataan di atas merupakan cerminan bahwa pada dasarnya tujuan Pembangunan


Nasional adalah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sejahtera,
lahiriah maupun batiniah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembangunan yang
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia merupakan pembangunan yang berkesinambungan,
yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Pembangunan nasional pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia


seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar,
tujuan dan pedoman pembangunan nasional. Pembangunan nasional mengandung makna
peningkatan kesejahteraan material dan spiritual, (karena diarahkan untuk mencapai tujuan
Bangsa), yaitu mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan, suasana peri kehidupan
bangsa yang aman tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia
yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

4
2.2.1. Tujuan Pembangunan Nasional

Pembangunan nasional yang dilakukan mengarah pada suatu tujuan. Tujuan ini terbagi
atas tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.

1. Tujuan jangka pendek dari pembangunan nasional adalah meningkatkan taraf hidup,
kecerdasan, dan kesejahteraan masyarakat yang semakin adil dan merata serta
meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.
2. Tujuan jangka panjang yaitu untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur
yang merata, material dan spiritual berdasarkan pancasila didalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan
rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis
dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

2.2.2. Landasan Filosofis

1. Cita-cita Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 adalah berkehidupan kebangsaan yang bebas, bersatu,
berdaulat, adil, dan makmur;
2. Tujuan Nasional dengan dibentuknya pemerintahan adalah untuk melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia;
3. Tugas Pokok Setelah Kemerdekaan adalah menjaga kemerdekaan serta mengisinya
dengan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis yang dilaksanakan secara
bertahap dan berkesinambungan;
4. Agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran maka
diperlukan perencanaan pembanagunan.

2.3 Hubungan Capaian Reformasi Birokrasi dengan Pembangunan Nasional

Kementerian PANRB telah melakukan penyusunan dan menerbitkan kebijakan


mengenai penyederhanaan birokrasi. Kebijakan yang tengah difinalisasi adalah Rancangan
Peraturan Menteri PANRB mengenai Mekanisme Kerja setelah Penyederhanaan Struktur
Organisasi. Sedangkan, kebijakan yang telah diterbitkan adalah PermenPANRB No.
17/2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional dan
PermenPANRB No. 25/2021 tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi
Pemerintah untuk Penyederhanaan Birokrasi. Penyederhanaan struktur organisasi pada
pemerintah pusat telah dilakukan dengan maksimal, sedangkan pada pemerintah daerah,
Kementerian PANRB berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk
penyelesaiannya.
Dalam upaya meningkatkan kinerja birokrasi dan menghindari tumpang tindih
pelaksanaan tugas dan fungsi, pemerintah telah melakukan pembubaran LNS. Pada 2020,
sudah dilakukan pembubaran 14 LNS.
5
Pembubaran ini mengintegrasikan tugas dan fungsi dari LNS yang dibubarkan kepada
kementerian dan lembaga yang memiliki tugas dan fungsi serupa. Dengan demikian,
sebanyak 37 LNS dibubarkan pada periode 2014-2020 dan saat ini terdapat 83 LNS yang
masih berdiri.
Untuk mendukung pelaksanaan penyederhanaan dan digitalisasi birokrasi, tentunya tidak
luput dari peran ASN sebagai penggerak birokrasi. Kualitas ASN juga harus ditingkatkan
sehingga dapat secara paralel mendorong kualitas birokrasi dan dapat bersaing di era
global dan revolusi industri 4.0.
Di tahun 2021, dilakukan seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) yang sempat
tertunda di tahun 2020 karena pandemi. Selain itu, untuk memberikan kesejahteraan bagi
PNS juga dilakukan reformasi sistem gaji, tunjangan, dan fasilitas.
Dalam mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel, Kementerian PANRB
mendorong penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan
pembangunan Zona Integritas (ZI). Penerapan akuntabilitas kinerja yang konsisten di
instansi pusat dan daerah mencegah potensi pemborosan dan meningkatkan efisiensi
penggunaan anggaran.
Dalam capaian akuntabilitas kinerja berdasarkan hasil SAKIP tahun 2020 kemarin,
sebanyak 95,24 persen kementerian dan lembaga serta 97,06 persen pemerintah provinsi
mendapatkan predikat B ke atas. Kemudian diikuti dengan pemerintah kabupaten dan kota
yang mencapai 63,98 persen.
Sedangkan, capaian dalam ZI mengalami kenaikan pada jumlah pengusulan unit kerja
percontohan dengan 3.691 unit kerja, dibandingkan pada tahun 2019 dengan 2.239 unit
kerja. Dari jumlah unit kerja yang diusulkan tersebut, sebanyak 681 unit kerja
mendapatkan predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan 82 unit kerja mendapatkan
predikat Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Capaian ini tersebar dalam 49
kementerian dan lembaga, 8 pemerintah provinsi, serta 39 pemerintah kabupaten dan kota.
Untuk mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi, implementasi SAKIP, dan
pembangunan unit percontohan ZI, Kementerian PANRB memiliki tiga strategi yang
dilakukan, yakni kontekstualisasi dan penyempurnaan Peta Jalan (road map) Reformasi
Birokrasi Nasional, penguatan Tim Asistensi Reformasi Birokrasi Daerah, serta penguatan
program evaluasi bersama pelaksanaan reformasi birokrasi.
Kemajuan teknologi yang begitu cepat juga menuntut birokrasi beradaptasi dengan
cepat pula. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus sudah menerapkan sistem
pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). “Digitalisasi birokrasi sudah harus dipersiapkan
agar pelayanan-pelayanan kepada masyarakat dirancang lebih mudah dan cepat melalui
instrumen digital,” ungkap Tjahjo. Terutama pada masa pandemi, ASN harus tetap
produktif meski diberlakukan penyesuaian sistem kerja dengan bekerja dari rumah (work
from home) maupun di kantor (work from office).
Dalam bidang SPBE, terdapat peningkatan rata-rata Indeks SPBE Nasional menjadi
2,26 dengan kategori Cukup pada tahun 2020. Selain itu, peringkat SPBE Indonesia juga
naik sebanyak 19 peringkat pada e-Government Index yang dikeluarkan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi peringat 88 di tahun 2020.
Saat ini sedang disusun Rancangan Peraturan Presiden mengenai Arsitektur SPBE
Nasional dan Peta Rencana SPBE Nasional 2021-2025.

6
Ke depannya, SPBE juga akan dimanfaatkan dalam transaksi elektronik pada setiap
aspek layanan, termasuk penggunaan big data pemerintah dan kecerdasan artifisial sebagai
bagian dari transformasi digital nasional. Nantinya, akan diwujudkan dalam Smart City
pada Ibu Kota Negara baru di tahun 2024.
Dalam meningkatkan pelayanan publik, Kementerian PANRB melakukan integrasi
pelayanan publik, transformasi pelayanan digital, dan meningkatkan partisipasi
masyarakat.
Dalam integrasi penyelenggaraan pelayanan publik, Kementerian PANRB telah
menginisiasi Mal Pelayanan Publik (MPP) sebagai tempat bersatunya penyelenggaraan
pelayanan publik dan administrasi yang terpadu. Pada tahun ini, hingga Juni 2021, terdapat
10 MPP yang telah diresmikan. Sehingga total sudah terdapat 43 MPP yang beroperasi di
seluruh Indonesia. Direncanakan, sebanyak 23 MPP akan menyusul diresmikan hingga
akhir tahun.
Pengelolaan pengaduan pelayanan publik dilakukan melalui aplikasi berbagi pakai Sistem
Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional-Layanan Aspirasi dan Pengaduan
Online Rakyat (SP4N-LAPOR!). Sistem ini juga untuk mendorong partisipasi dan
keterlibatan masyarakat untuk meningkatkan pelayanan publik. Di tahun ini, aplikasi
LAPOR! telah terhubung dengan 657 instansi pemerintah, dengan rincian 34 kementerian,
100 lembaga, dan 523 pemerintah daerah.
Kementerian PANRB juga melakukan pengukuran kualitas pelayanan publik melalui
Indeks IPP. Pada tahun 2020 kemarin, terdapat peningkatan IPP dengan IPP Nasional
berada di angka 3,84 dengan capaian IPP Kementerian dan Lembaga sebesar 4 dan IPP
Pemerintah Daerah sebesar 3,65. Kedepannya, lokus IPP akan terus bertambah. Pada tahun
ini, UPP yang menjadi lokus evaluasi adalah Polri, Kejaksaan Negeri, Kantor Imigrasi,
Kantor Pajak Pratama, dan Kantor Pertanahan dari kementerian dan lembaga. Untuk
provinsi adalah DPMPTSP dan Samsat, sedangkan untuk kabupaten dan kota adalah
DPMPTSP dan Dukcapil sebagai lokus evaluasi.
Berbagai capaian yang telah dilakukan oleh Kementerian PANRB ini tentunya perlu
dukungan dan kolaborasi dari seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah. Dengan
demikian, birokrasi pemerintah dapat beradaptasi dengan penyesuaian sistem kerja yang
terhubung secara digital. Hal ini kemudian akan didukung pula dengan ASN sebagai SDM
berkualitas sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Memasuki fase ketiga atau fase terakhir dari peta perjalanan pelaksanaan reformasi
birokrasi di Indonesia, pemerintah masih menghadapi tantangan dalam upaya mencapai
birokrasi yang berkelas dunia (world class bureaucracy). Permasalahan tersebut antara lain
organisasi yang gemuk, peraturan yang tumpang tindih, sumber daya manusia yang tidak
kompeten, pelayanan publik yang masih buruk, serta tumpang tindih kewenangan masih
mewarnai perjalanan Reformasi Birokrasi (RB) sejak ditetapkannya Peraturan Presiden
Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional. Hal tersebut
disampaikan, Kepala Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara LAN, Widhi Novianto,
S.Sos, M.Si pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tentang Kajian Isu Aktual I :
Reformasi Birokrasi Berbasis Outcome.“

7
2.4. Perjanjian Kinerja OPD dengan Pemerintah Daerah

2.4.1. Pengertian Perjanjian kinerja

Adalah lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan instansi yang lebih
tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan
yang disertai dengan indikator kinerja. Melalui perjanjian kinerja, terwujudlah komitmen
penerima amanah dan kesepakatan antara penerima dan pemberi amanah atas kinerja
terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi dan wewenang serta sumber daya yang tersedia.
Kinerja yang disepakati tidak dibatasi pada kinerja yang dihasilkan atas kegiatan tahun
bersangkutan, tetapi termasuk kinerja (outcome) yang seharusnya terwujud akibat kegiatan
tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian target kinerja yang diperjanjikan juga mencakup
outcome yang dihasilkan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, sehingga terwujud
kesinambungan kinerja setiap tahunnya.

2.4.2. Tujuan Penyusunan Perjanjian Kinerja

1. Sebagai wujud nyata komitmen antara penerima dan pemberi amanah untuk
meningkatkan integritas, akuntabilitas, transparansi, dan kinerja Aparatur; 2. Menciptakan
tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; 3. Sebagai dasar penilaian
keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan sebagai dasar
pemberian penghargaan dan sanksi; 4. Sebagai dasar bagi pemberi amanah untuk melakukan
monitoring, evaluasi dan supervisi atas perkembangan/kemajuan kinerja penerima amanah;
5. Sebagai dasar dalam penetapan sasaran kinerja pegawai.

2.4.3. Penyusunan Perjanjian Kinerja

1. Pihak yang menyusun Perjanjian kinerja

a. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota

1) Pimpinan Tertinggi (Gubernur/Bupati/Walikota) Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota


menyusun Perjanjian kinerja tingkat Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota ditandatangani
oleh Gubernur/Bupati/Walikota.

2) Pimpinan Satuan Kinerja Pemerintah Daerah (SKPD) Perjanjian kinerja ditingkat SKPD
dan unit kerja mandiri Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota disusun oleh Pimpinan SKPD
kemudian ditandatangani oleh Gubernur/Bupati/ Walikota dan Pimpinan SKPD/unit kerja

b. Selain yang diatur di atas, Pimpinan Lembaga/Gubernur/ Bupati/Walikota dapat


memperluas praktek penyusunan perjanjian kinerja sesuai kebijakan internal.

8
2. Waktu penyusunan perjanjian kinerja

Perjanjian kinerja harus disusun setelah suatu instansi pemerintah telah menerima
dokumen pelaksanaan anggaran, paling lambat satu bulan setelah dokumen anggaran
disahkan.

3. Penggunaan Sasaran dan Indikator Perjanjian Kinerja

Menyajikan Indikator Kinerja Utama yang menggambarkan hasil-hasil yang utama dan
kondisi yang seharusnya, tanpa mengesampingkan indikator lain yang relevan.

1. Untuk tingkat K/L/Pemda sasaran yang digunakan menggambarkan dampak dan outcome
yang dihasilkan serta menggunakan Indikator Kinerja Utama K/L/Pemda dan indikator
kinerja lain yang relevan.

2. Untuk tingkat Eselon I sasaran yang digunakan menggambarkan dampak pada bidangnya
dan outcome yang dihasilkan serta menggunakan Indikator Kinerja Utama Eselon I dan
indikator kinerja lain yang relevan.

3. Untuk tingkat Eselon II sasaran yang digunakan menggambarkan outcome dan output
pada bidangnya serta menggunakan Indikator Kinerja Utama Eselon II dan indikator kinerja
lain yang relevan.

2.4.4. Format Perjanjian Kinerja

Secara umum format Perjanjian Kinerja (PK) terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu Pernyataan
Perjanjian Kinerja dan Lampiran Perjanjian Kinerja. Selain itu harus juga diperhatikan
muatan yang disajikan dalam perjanjian kinerja tersebut.

1. Pernyataan Perjanjian Kinerja

Pernyataan Perjanjian Kinerja ini paling tidak terdiri atas:

a. Pernyataan untuk mewujudkan suatu kinerja pada suatu tahun tertentu;

b. Tanda tangan pihak yang berjanji/para pihak yang bersepakat. Contoh Formulir
Perjanjian Kinerja:

1) Kementerian/Lembaga/Provinsi/Kabupaten/Kota terdapat pada anak lampiran I/1-6.

2) Unit Kerja/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Satuan Kerja terdapat pada anak lampiran
I/2-6.

9
2. Lampiran Perjanjian Kinerja

Lampiran Perjanjian Kinerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam dokumen
perjanjian kinerja. Informasi yang disajikan dalam lampiran perjanjian kinerja disesuaikan
dengan tingkatnya, sebagaimana ilustrasi pada anak lampiran berikut: Contoh Formulir
Lampiran Perjanjian Kinerja:

1) Kementerian/Lembaga/Provinsi/Kabupaten/Kota terdapat pada anak lampiran I/3-6.

2) Unit Kerja terdapat pada anak lampiran I/4-6.

3) Satuan Kerja Perangkat Daerahterdapat pada anak lampiranI/5-6.

4) Satuan Kerja terdapat pada anak lampiran I/6-6. 4

3. Bagi kementerian/lembaga yang berkewajiban menyalurkan dana dekonsentrasi dan dana


dalam rangka tugas pembantuan, maka disusun secara tersendiri perjanjian kinerja antara
pimpinan unit organisasi yang bertanggungjawab atas pencapaian kinerjanya dan pimpinan
satuan kerja pemerintah daerah yang melaksanakan tugas tersebut.

4. Bagi Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang dalam mencapai kinerjanya didukung oleh
dana dekonsentrasi dan dana dalam rangka tugas pembantuan, harus memberikan
keterangan (penjelasan) yang cukup mengenai proporsi alokasi dana-dana tersebut.

2.4.5. Revisi dan Perubahan Perjanjian Kinerja

Perjanjian Kinerja dapat direvisi atau disesuaikan dalam hal terjadi kondisi sebagai berikut:

 Terjadi pergantian atau mutasi pejabat;

 Perubahan dalam strategi yang mempengaruhi pencapaian tujuan dan sasaran (perubahan
program, kegiatan dan alokasi anggaran);

 Perubahan prioritas atau asumsi yang berakibat secara signifikan dalam proses pencapaian
tujuan dan sasaran.

10
2.5. Evaluasi Pelayanan Pemerintah Daerah

2.5.1. Pengertian Evaluasi

Artinya berhubungan dengan aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan
program. Arti evaluasi secara umum sama dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka
(ratting), dan penilaian (assesment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis
hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang spesifik evaluasi berkenaan
dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat suatu kebijakan. ketika kebijakan
pada kenyataannya mempunyai nilai, karena itu hasil tersebut memberi sumbangan pada
tujuan atau sasaran. Kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna,
yang berarti masalahmasalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, W. 2003 : 608).

2.5.2. Implementasi Evaluasi Layanan Pemerintah Daerah


Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PAN-RB), telah membuat kebijakan mengenai Sistem Informasi Pelayanan
Publik (SIPP) yang dikeluarkan pada tahun 2017. SIPP merupakan layanan informasi publik
satu pintu berupa aplikasi berbasis website dan dapat diakses oleh masyarakat dengan
mudah, cepat, akurat dan akuntabel.
Maksud dari SIPP adalah menyediakan informasi pelayanan publik secara
menyeluruh, memberikan kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh informasi
pelayanan publik dan menjamin keakuratan Informasi pelayanan publik. Sedangkan tujuan
SIPP meliputi terwujudnya pengawasan dan partisipasi masyarakat yang efektif,
terwujudnya keterpaduan informasi pelayanan publik dan tercegahnya penyalahgunaan
kewenangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Adapun dasar hukum SIPP antara lain:
-UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
-UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
-Peraturan Presiden (Perpres) No. 81 Tahun 2010
-Peraturan Menpan RB No. 13 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Informasi Pelayanan Publik Nasional. 

Berdasarkan Perpres tentang Grand Design Reformasi, Pemerintah menghendaki pada


tahun 2025, pelayanan publik mencapai pelayanan publik berkelas dunia yang sekaligus
merupakan visi Reformasi Birokrasi. Tahun 2019, merupakan masa transisi dimana tumbuh
kesadaran dari penyelenggara pelayanan publik akan pentingnya sistem informasi pelayanan
publik.

11
Sebagai salah satu tolak ukur dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas
dan transparan serta memenuhi harapan masyarakat, Kementerian PAN-RB mengagendakan
penilaian terhadap instansi pemerintah pusat dan daerah, kementerian/lembaga yang
dinamakan Evaluasi Unit Pelayanan Publik (EUPP).
Berdasarkan Peraturan Menpan RB Nomor 17 tahun 2017 tentang Pedoman Penilaian
Kinerja Unit Pelayanan Publik, untuk menilai kinerja instansi terhadap pelayanan publik,
digunakan Indeks Pelayanan Publik berdasarkan pada aspek kebijakan pelayanan,
profesionalisme sumber daya manusia, sarana prasarana, SIPP, layanan konsultasi dan
pengaduan serta inovasi. Adapun penjelasannya adalah:
a.  Kebijakan Pelayanan adalah visi, misi, komitmen, itikad dan perilaku organisasi yang
terlembagakan dalam bentuk aturan, mekanisme, atau proses yang dijalankan organisasi
sebagai upaya untuk mencapai kualitas pelayanan tertentu sesuai tujuan pemberian
pelayanan publik.
b.  Profesionalisme Sumber Daya Manusia adalah standar kualifikasi, capaian kualitas dan
kinerja personel pemberi layanan publik yang dibangun institusi penyelenggara
pelayanan publik untuk memberikan pelayanan yang prima (terbaik).
c.  Sarana Prasarana adalah sarana prasarana pendukung pemberian pelayanan publik baik
berupa fasilitas, tempat maupun perlengkapan tertentu yang menunjang pelayanan
publik yang diberikan.
d.  Sistem Informasi Pelayanan Publik adalah rangkaian kegiatan yang meliputi
penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari
penyelenggara kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan Latin,
tulisan dalam huruf Braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara
manual ataupun elektronik.
e.  Konsultasi adalah mekanisme interaktif antara pemberi layanan dan pengguna layanan
untuk menyelesaikan persoalan tertentu baik sebelum atau pada saat pelayanan
diberikan. Pengaduan adalah penyampaian keluhan yang disampaikan pengadu kepada
pengelola pengaduan pelayanan publik atas pelayanan pelaksana yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan, atau pengabaian kewajiban dan/atau pelanggaran larangan
oleh penyelenggara.
f.  Inovasi pelayanan publik adalah terobosan jenis pelayanan baik yang merupakan
gagasan/ide kreatif orisinal dan/atau adaptasi/modifikasi yang memberikan manfaat bagi
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Selain berdasarkan pada enam aspek tersebut di atas, Indeks Pelayanan


Publik berprinsip pada keadilan, partisipasi, akuntabilitas, transparansi, dayaguna dan
aksesibilitas, maksudnya adalah :
a.  Keadilan (Fairness) merupakan kondisi dimana kebijakan dan pemberian layanan publik
memberikan kesamaan hak dan persamaan perlakuan bagi semua orang (tanpa
diskriminatif) terhadap status, ras, agama maupun jenis kelamin, namun memberikan
perlakuan khusus bagi kelompok masyarakat rentan, mencerminkan keseimbangan
antara hak dan kewajiban bagi setiap orang, serta memberikan kepastian hukum.

12
b.  Partisipasi (participation) adalah tingkat keterlibatan (peran serta) masyarakat dalam
pembuatan kebijakan, perencanaan, implementasi serta monitoring (pengawasan) dan
evaluasi pelayanan publik. Termasuk peran serta penyusunan standar pelayanan dan
pemberian penghargaan.
c.  Akuntabilitas (accountability) adalah kondisi dimana pejabat, lembaga dan organisasi
pelayan publik bertanggungjawab atas tindakan-tindakannya serta responsif terhadap
publik.
d.  Transparansi (transparency) adalah kondisi dimana keputusan yang diambil oleh
pejabat pelayan publik serta proses pelayanan terbuka kepada publik untuk memberi
masukan, memonitor dan mengevaluasi serta kondisi dimana informasi publik tersebut
tersedia maupun dapat diakses oleh publik. Dengan demikian publik sebagai pemanfaat
layanan, lebih memahami hak dan tanggungjawabnya.
e.  Berdayaguna (useful) adalah kondisi dimana kebijakan dan program pelayanan publik
telah mengutamakan kepentingan umum, telah menggunakan sumber daya manusia,
keuangan dan waktu secara optimal dan ekonomis (efficiency), serta telah dicapai sesuai
dengan tujuan yang diharapkan (effectiveness).
f.  Aksesibilitas (accessibility) merupakan kondisi dimana kebijakan dan program
pelayanan publik mudah, sederhana (tidak birokratis dan berbelit), murah, dan
terjangkau, oleh semua lapisan masyarakat baik dari sisi strata sosial ekonomi maupun
kewilayahan.

Berdasarkan aspek dan prinsip tersebut, suatu instansi yang akan mengikuti penilaian
EUPP tentunya harus mempersiapkan keenam aspek dan mempertimbangkan prinsip-
prinsip di atas.

13
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Reformasi birokrasi adalah mengubah atau membuat sistem Pemerintahan menjadi lebih
baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang
termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah
kemajuan.

Dan, melalui perjanjian kinerja, terwujudlah komitmen penerima amanah dan


kesepakatan antara penerima dan pemberi amanah atas kinerja terukur tertentu
berdasarkan tugas, fungsi dan wewenang serta sumber daya yang tersedia. Kinerja yang
disepakati tidak dibatasi pada kinerja yang dihasilkan atas kegiatan tahun bersangkutan,
tetapi termasuk kinerja (outcome) yang seharusnya terwujud akibat kegiatan tahun-tahun
sebelumnya.

Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi (PAN-RB), telah membuat kebijakan mengenai Sistem Informasi Pelayanan
Publik (SIPP) yang dikeluarkan pada tahun 2017. SIPP merupakan layanan informasi
publik satu pintu berupa aplikasi berbasis website dan dapat diakses oleh masyarakat
dengan mudah, cepat, akurat dan akuntabel.

Sebagai salah satu tolak ukur dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas
dan transparan serta memenuhi harapan masyarakat, Kementerian PAN-RB
mengagendakan penilaian terhadap instansi pemerintah pusat dan daerah,
kementerian/lembaga yang dinamakan Evaluasi Unit Pelayanan Publik (EUPP).

Berdasarkan Peraturan Menpan RB Nomor 17 tahun 2017 tentang Pedoman Penilaian


Kinerja Unit Pelayanan Publik, untuk menilai kinerja instansi terhadap pelayanan publik,
digunakan Indeks Pelayanan Publik berdasarkan pada aspek kebijakan pelayanan,
profesionalisme sumber daya manusia, sarana prasarana, SIPP, layanan konsultasi dan
pengaduan serta inovasi.

14
3.2. Saran

1. Sebaiknya Pemerintah Daerah mulai merancang Aplikasi Evaluasi Layanan Daerah


masing masing

2. Pemerintah Pusat melalui PAN-RB melakukan pengawasan dibantu oleh masing masing
Inspektorat di Pemerintahan Daerah

3. Reformasi Birokrasi Indonesia sebaiknya dilaksanakan secara kontinus demi kepentingan


khalayak umum, terkait kesejahteraan dan pembangunan nasional

15
DAFTAR PUSTAKA
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI
BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA. (2014), PETUNJUK TEKNIS PERJANJIAN
KINERJA, PELAPORAN KINERJADAN TATA CARA REVIU ATAS LAPORAN KINERJA
INSTANSI PEMERINTAH. Jakarta;

Jopang (2019). MAKNA DAN FUNGSI EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK DALAM RANAH
KEBIJAKAN PUBLIK: Jakarta;

Siti Rokhayah. (2020). Evaluasi Unit Pelayanan Publik (EUPP) Sebagai Strategi Dalam
Memberikan Pelayanan Prima; Jakarta: Kementrian Keuangan Republik Indonesia.

iv

Anda mungkin juga menyukai