KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah,dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Budaya
Anti Korupsi dalam bentuk pembuatan makalah ini dengan baik.
Adapun makalah kami tentang Reformasi Birokrasi Program Kemenkes Dalam Upaya
Pencegahan Korupsi yang telah kami usahakan semaksimal mungkin. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telahmembantu kami dalam
pembuatan makalah ini.Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan
lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah kimia ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………….…i
Daftar Isi……………………………………………….……………………………………....ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DarftarPustaka……………………………………………………………….………………iii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah Negara yang terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang
tersedia, namun di lihat secara nyata, rakyat Indonesia banyak yang menderita. Penderitaan ini
seperti: kemiskinan, kelaparan, dan kesengsaraan. Penderitaan yang di jalani rakyat tidak lain
dan tidak bukan adalah dampak dari otonomi daerah yang kurang tersruktur. Hal ini di karenakan
rendahnya moral
Moral para pejabat yang memegang kekuasaan di Indonesia. Rendahnya moral para
pejabat yang ada di Indonesia menyebabkan Indonesia menempati rangking ke-3 dalam Negara
terkorub di dunia. Hal ini sangat mencoreng nama bangsa Indonesia sebagai negara yang
memiliki kekayaan lebih. Di era reformasi sekarang ini, Indonesia mengalami banyak perubahan.
Perubahan sistem politik, reformasi ekonomi, sampai reformasi birokrasi menjadi agenda utama
di negeri ini. Yang paling sering dikumandangkan adalah masalah reformasi birokrasi yang
menyangkut masalah-masalah pegawai pemerintah yang dinilai korup dan sarat dengan
nepotisme. Reformasi birokrasi dilaksanakan dengan harapan dapat menghilangkan budaya-
budaya buruk birokrasi seperti praktik korupsi yang paling sering terjadi di dalam instansi
pemerintah.
Reformasi birokrasi ini pada umumnya diterjemahkan oleh instansi-instansi pemerintah
sebagai perbaikan kembali sistem remunerasi pegawai. Anggapan umum yang sering muncul
adalah dengan perbaikan sistem penggajian atau remunerasi, maka aparatur pemerintah tidak
akan lagi melakukan korupsi karena dianggap penghasilannya sudah mencukupi untuk
kehidupan sehari-hari dan untuk masa depannya. Namun pada kenyataannya, tindakan korupsi
masih terus terjadi walaupun secara logika gaji para pegawai pemerintah dapat dinilai tinggi.
Korupsi dari yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah yang dilakukan para pejabat pemerintah
terus terjadi sehingga dapat disinyalir negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
PEMBAHASAN
Reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu, dan komprehensif, dengan tujuan
untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik. Good governance (tata pemerintahan
yang baik) adalah sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan
pemerintahan negara yang efektif dan efisien dengan menjaga sinergi yang konstruktif di
antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
a. Perubahan cara berpikir (pola pikir, pola sikap, dan pola tindak);
b. Perubahan penguasa menjadi pelayan;
c. Mendahulukan peranan dari wewenang;
d. Tidak berpikir hasil produksi tetapi hasil akhir;
e. Perubahan manajemen kerja;
f. Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, transparan, dan profesional, bebas korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN), melalui penataan kelembagaan, penataan ketatalaksanaan,
penataan sumber daya manusia, akuntabilitas kinerja yang berkualitas efisien, efektif, dan
kondusif, serta pelayanan yang prima (konsisten dan transparan).
Secara teoritis, reformasi (Poltak dkk. 2011 : 25) adalah perubahan di mana
perubahannya terbatas sedangkan keluasan perubahannya melibatkan seluruh masyarakat.
Sebagai perubahan yang terbatas tetapi seluruh masyarakat terlibat, reformasi juga
mengandung pengertian penataan kembali bangunan masyarakat, termasuk cita-cita,
lembagalembaga dan saluran yang ditempuh dalam mencapai cita-cita.Reformasi memberi
harapan terhadap pelayanan publik yang lebih adil dan merata.Harapan demikian
dihubungkan dengan menguatnya kontrol masyarakat dan besarnya kontribusi masyarakat
dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Ramlan Surbakti (Santoso, 2008: 116) mengatakan, kewenangan besar dimiliki birokrat
sehingga hampir semua aspek kehidupan masyarakat ditangani birokrasi.Kewenangan yang
terlalu besar itu, bahkan akhirnya menonjolkan peran birokrasi sebagai pembuat kebijakan
ketimbang pelaksana kebijakan, lebih bersifat menguasai daripada melayani masyarakat.
Akhirnya, wajar saja jika kemudian birokrasi dianggap sebagai sumber masalah atau
beban masyarakat ketimbang sumber solusi bagi masalah yang dihadapi
masyarakat.Fenomena itu terjadi karena tradisi birokrasi yang dibentuk lebih sebagai alat
penguasa untuk menguasai masyarakat dan segala sumber dayanya. Dengan kata lain,
birokrasi lebih bertindak sebagai pangreh praja daripada pamong praja.
Menurut Miftah Thoha (2008), reformasi adalah suatu proses yang tidak bisa diabaikan.
Reformasi secara naluri harus dilakukan karena tatanan pemerintahan yang baik pada suatu
masa, dapat menjadi tidak sesuai lagi karena perkembangan jaman. Reformasi birokrasi yang
mendasar semestinya memberikan perspektif rancangan besar yang akan dilakukan.
Perbaikandi satu bidang harus menunjukkan kaitannya dengan bidang yang lain. Apalagi
denganmenganut sistem pemerintahan yang demokratis, maka setiap kebijakan publik harus
mengakomodasi setiap kebutuhan rakyat.Miftah menegaskan, pemimpin daerah seharusnya
mengenal warganya secara baik, sehingga pelayanan publik tidak lagi berorientasi pada
kepentingan penguasa, tetapi lebih kepada kepentingan publik.Antrean panjang dalam
memperoleh bantuan, padahal sudah ditimpa bencana, masih dipersulit dengan birokrasi yang
panjang, adalah contoh bahwa pelayanan publik belum berorientasi pada kepentingan
publik.Kelemahan lain birokrasi di Indonesia antara lain karena banyak kegiatan yang tidak
perlu dilakukan, tetapi tetap dipaksakan untuk dijalankan oleh pemerintah.
a. Outcomes oriented
Seluruh program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitan dengan reformasi
birokrasi harus dapat mencapai hasil (outcomes) yang mengarah pada peningkatan
kualitas kelembagaan, tatalaksana, peraturan perundang-undangan, manajemen SDM
aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, perubahan pola piker
(mindset) dan budaya kerja (culture set) aparatur. Kondisi ini diharapkan akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat dan membawa pemerintahan Indonesia
menuju pada pemerintahan kelas dunia.
b. Terukur
Pelaksanaan reformasi birokrasi yang dirancang dengan outcomes oriented harus
dilakukan secara terukur dan jelas target serta waktu pencapaiannya.
c. Efisien
Pelaksanaan reformasi birokrasi yang dirancang dengan outcomes oriented harus
memperhatikan pemanfaatan sumber daya yang ada secara efisien dan profesional.
d. Efektif
Reformasi birokrasi harus dilaksanakan secara efektif sesuai dengan target
pencapaian sasaran reformasi birokrasi.
e. Realistik
Outputs dan outcomes dari pelaksanaan kegiatan dan program ditentukan secara
realistik dan dapat dicapai secara optimal.
f. Konsisten
Reformasi birokrasi harus dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu, dan
mencakup seluruh tingkatan pemerintahan, termasuk individu pegawai.
g. Sinergi
Pelaksanaan program dan kegiatan dilakukan secara sinergi.Satu tahapan kegiatan
harus memberikan dampak positif bagi tahapan kegiatan lainnya, satu program harus
memberikan dampak positif bagi program lainnya.Kegiatan yang dilakukan satu
instansi pemerintah harus memperhatikan keterkaitan dengan kegiatan yang
dilakukan oleh instansi pemerintah lainnya, dan harus menghindari adanya tumpang
tindih antar kegiatan di setiap instansi.
h. Inovatif
Reformasi birokrasi memberikan ruang gerak yang luas bagi K/L dan Pemda untuk
melakukan inovasi-inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pertukaran
pengetahuan, dan best practices untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik.
i. Kepatuhan
Reformasi birokrasi harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
j. Dimonitor
Pelaksanaan reformasi birokrasi harus dimonitor secara melembaga untuk
memastikan semua tahapan dilalui dengan baik, target dicapai sesuai dengan rencana,
dan penyimpangan segera dapat diketahui dan dapat dilakukan perbaikan.
Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi
Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), Kementerian Kesehatan
telah melaksanakan upaya percepatan reformasi birokrasi melalui berbagai cara dan bentuk,
antara lain:
1. Disiplin kehadiran menggunakan sistem fingerprint, ditetapkan masuk pukul 8.30 dan
pulang kantor pukul 17.00, untuk mencegah pegawai melakukan korupsi waktu.
2. Setiap pegawai negeri Kemenkes harus mengisi Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), dan
dievaluasi setiap tahunnya, agar setiap pegawai mempunyai tugas pokok dan fungsi yang
jelas, dapat diukur dan dipertanggungjawabkan kinerjanya. 94 BUKU AJAR Pendidikan
dan Budaya Antikorupsi
3. Melakukan pelayanan kepada masyarakat yang lebih efisien dan efektif ramah dan
santun, diwujudkan dalam pelayanan prima.
4. Penandatanganan pakta integritas bagi setiap pelantikan pejabat di kementerian
kesehatan. Hal ini untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK), Wilayah
Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
5. Terlaksananya Strategi Komunikasi pendidikan dan Budaya AntiKorupsi melalui
sosialisasi dan kampanye antikorupsi di lingkungan internal/seluruh Satker Kementerian
Kesehatan.
6. Sosialisasi tentang larangan melakukan gratifikasi, sesuai dengan Pasal 12 b Ayat (1) UU
Nomor 31 Tahun 1999, menyatakan “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri sipil atau
penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya
dan yang berlawanan kewajiban atau tugasnya”.
7. Pemberlakuan Sistem Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (LPSE).
8. Layanan Publik Berbasis Teknologi Informasi seperti seleksi pendaftaran pegawai
melalui online dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Tidak
Tetap (PTT).
9. Pelaksanaan LHKPN di lingkungan Kementerian Kesehatan didukung dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 03.01/ Menkes/066/I/2010, tanggal 13 Januari
2010.
10. Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi, berdasarkan Surat Keputusan Inspektorat
Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor 01.TPS.17.04.215.10.3445, tanggal 30 Juli
2010.
11. “Tanpa Korupsi”, “Korupsi Merampas Hak Masyarakat untuk Sehat”, “Hari Gini Masih
Terima Suap”, dll.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
https://media.neliti.com/media/publications/102272-ID-reformasi-birokrasi-dalam-upaya-
pemberan.pdf
Diunggah oleh Mashun Mukromin Ahmad, pada tahun 2017 – Diakses pada tanggal 07
Maret 2020
http://kumpulanmakalahlengkapdalamilmuisi.blogspot.com/2016/01/makalah-
memahami-reformasi-birokrasi.html
Diunggah pada tanggal 25 Januari 2016 - Diakses pada tanggal 08 Maret 2020
https://id.scribd.com/document/364329726/Program-Kementerian-Kesehatan-Dalam-
Upaya-Pencegahan-Korupsi
Diunggah oleh Tiara Khoerunnisa, pada tanggal 25 Januari 2017 - Diakses pada tanggal
08 Maret 2020