Upaya mewujudkan perubahan berskala besar biasanya dilakukan sebagai antisipasi dari
perubahan-perubahan eksternal yang terjadi di luar organisasi yang pada gilirannya berakibat
pada perubahan secara internal. Perubahan internal yang terjadi dapat menyangkut berbagai
segi seperti proses manajemen, cara kerja kelompok, hubungan antar kelompok dan bahkan
juga cara pandang para anggota kelompok tentang diri mereka sendiri. Bentuk-bentuk
intervensi konsultan pun dapat beraneka ragam seperti pendidikan, pelatihan dan pengenalan
serta pemahaman cara kerja baru.
1. Konsultan Eksternal
2. Konsultan Internal
Penugasan oleh manajemen puncak kepada para anggotanya menjadi konsultan internal
dapat ditujukan kepada seorang eksekutif tingkat tinggi, manajer sumberdaya manusia, ahli
perburuhan atau seorang karyawan yang dipandang mampu berperan sebagai agen pengubah.
Status konsultan internal itupun adalah sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai seseorang
yang menekuni suatu profesi terhormat, misalkan dengan menempatkannya langsung dibawah
dan bertanggung jawab kepada manajemen puncak organisasi.
a. Kemungkinan kurangnya ketrampilan khusus dalam teori dan teknik PO, apalagi kalau
yang bersangkutan hanya mengandalkan pengalaman tanpa pendidikan atau pelatihan
khusus untuk itu.
b. Karena keterikatan psikologis kepada organisasi, konsultan internal mungkin tidak bebas
dari subjektivitas dalam menganalisa permasalahan dan menyarankan perubahan
c. Hubungan dengan karyawan lain akan diwarnai oleh sifat interaksi yang sudah terjalin di
masa lalu. Bisa bersifat harmonis, bersikap bermusuhan atau sikap tidak bersahabat.
d. Konsultan internal mungkin tidak memiliki kekuasaan atau kewenangan tertentu yang
sebetulnya diperlukan dalam melaksanakan berbagai jenis intervensi yang harus
dilakukan.
Terlepas dari siapa yang digunakan (konsultan eksternal atau konsultan internal), konsultan
tersebut harus mampu menembus berbagai rintangan dalam birokrasi organisasi, termasuk
percaturan politik yang terjadi di dalamnya. Hal ini sangat penting untuk mendapat perhatian
konsultan karena jika terjadi penolakan terhadap perubahan, penolakan itu biasanya berasal
dari anggota birokrasi organisasi, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, dengan
berbagai pertimbangan dan alasannya.
Implementasi suatu program perubahan berskala besar, tidak mungkin berlangsung dengan
efektif tanpa keterlibatan semua tingkat dan semua unsur organisasi. Jika di dalam suatu
organisasi terdapat konsultan internal tetapi manajemen puncak memutuskan menggunakan
jasa konsultan eksternal, para konsultan internal itu harus mampu bekerja sebagai suatu tim
dengan konsultan eksternal. Dengan demikian masing-masing pihak membawa aneka ragam
kekuatan yang sangat bermanfaat bukan hanya dalam menampilkan kinerja yang efektif, akan
tetapi dapat membantu pihak lain untuk mengatasi kelemahannya.
Misalnya konsultan ekternal membawa ketrampilan, obyektivitas dan wawasan baru dalam
memecahkan berbagai masalah. Sebaliknya konsultan internal membawa pengetahuan yang
rinci tentang kultur, norma-norma, sistem nilai dan pemahaman tentang kekuatan dan
kelemahan organisasi ditambah dengan kenyataan bahwa mereka sudah mengenal para
anggota organisasi lainnya.
Dengan perkataan lain, kerjasama antara konsultan eksternal dan internal menghasilkan
integrasi kemampuan, ketrampilan dan daya. Kerjasama tim konsultan tersebut harus
mencerminkan adanya iklim saling mempercayai, saling menghormati dan saling mendukung
dalam pemecahan masalah dan introduksi (memperkenalkan untuk yang pertama kali)
perubahan terencana.
B. TIPOLOGI KONSULTAN
Konsultan menggunakan berbagai gaya dalam membantu klien nya. Konsultan biasanya
menggunakan orientasi tentang dua hal yang saling berkaitan, yaitu penekanan pada efektivitas
atau pencapaian tujuan di satu pihak, dan penekanan pada pemeliharaan hubungan yang
serasi, semangat kerja dan kepuasan para pelaku di pihak lain.
Berdasarkan penelitian para ahli, tipologi gaya konsultan yang umum dikenal dewasa ini ialah:
1) Gaya Stabilisator
2) Gaya Penggembira
3) Gaya Seorang Analis
4) Gaya Pembujuk
5) Gaya Pandu
1. GAYA STABILISATOR
Konsultan yang menggunakan gaya ini biasanya bersikap lunak dan merendahkan diri. Sasaran
utama kegiatannya adalah membuat organisasi sekedar mampu mempertahankan
eksistensinya, bukan untuk meningkatkan efektivitas organisasi menghadapi masa depan
dengan segala tantangan nya. Peranan ini sering diberikan kepada konsultan internal seperti
wewenang staf, bukan wewenang lini. Jika konsultan menggunakan gaya ini, yang
sesungguhnya terjadi ialah bahwa manajemen melakukan penekanan gaya terhadap para
bawahannya yang demi karier, nasib dan penghasilan, mereka mau tidak mau harus melakukan
penyesuaian yang diinginkan oleh manajemen. Dengan kata lain, konsultan tunduk pada
rekayasa atau manipulasi manajemen.
Gaya Stabilisator hanya tepat digunakan apabila manajemen ingin mempertahankan status quo
yang ada, bukan untuk kepentingan perubahan yang bersifat transformasional.
2. GAYA PENGGEMBIRA
Konsultan yang menggunakan gaya penggembira ini memberi penekanan pada kepuasan para
anggota organisasi. Gaya ini ditujukan pada peningkatan semangat kerja, memelihara
keserasian hubungan dengan menghindari penonjolan perbedaan yang mungkin terdapat di
antara para anggota organisasi. Konsultan yang menggunakan gaya ini tidak menekankan
pentingnya efektivitas organisasi.
3. GAYA ANALIS
Ciri utama seorang analis adalah rasionalitas. Oleh karena itu konsultan yang menggunakan
gaya ini biasanya sangat peka terhadap pentingnya penekanan pendekatan efisiensi, tetapi
sangat kurang memperhatikan kepuasan para pelaku yang terlibat.
Banyak organisasi yang senang menggunakan jasa-jasa konsultan dengan gaya analis ini karena
berbagai pertimbangan, seperti:
4. GAYA PEMBUJUK
5. GAYA PANDU
Kesan pertama yang menonjol dari gaya ini ialah bahwa konsultan benar-benar mampu
membantu organisasi klien nya memusatkan perhatian pada pemecahan masalah secara
mendasar dan mampu menemukan jawaban yang tepat terhadap berbagai pertanyaan
fundamental yang dihadapi oleh organisasi. Konsultan dengan gaya Pandu menganut
pandangan bahwa suatu permasalahan harus dihadapi bersama secara terbuka dan tidak
menutup-nutupinya dengan berbagai cara dan dalih. Gaya Pandu sesungguhnya menggunakan
pendekatan keperilakuan dalam melaksanakan tugasnya, spt misal konsultan dengan gaya ini
berpendapat bahwa dalam kehidupan berorganisasi, timbulnya konflik bukanlah sesuatu yang
harus ditakuti dan tidak pula dipandang sebagai sesuatu hal yang tabu.