Anda di halaman 1dari 35

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

SISTEM PENGENDALIAN SEKTOR PUBLIK

Oleh:

1. Kadek Juli Hartawan (1833122111)


2. I Gusti Bagus Satya Bramasiwi (1833122114)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap organisasi publik maupun swasta memiliki tujuan yang hendak dicapai.

Untuk mencapai tujuan organisasi tersebut diperlukan strategi yang dijabarkan

dalam bentuk program-program atau aktivitas. Organisasi memerlukan sistem

pengendalian manajemen untuk memberikan jaminan dilaksanakannya strategi

organisasi secara efektif dan efisisen sehingga tujuan organisasi dapat dicapai.

Dengan tercapainya sebuah tujuan, manajemen organisasi dapat mengukur

bagaimana kinerjanya selama proses hinggga tujuan itu dapat tercapai dan dapat

menilai apakah manajemen itu sudah bekerja dengan baik. Dalam hal ini tujuan

dari Akuntansi Sektor Publik tidak untuk mencari keuntungan melainkam

pelayanan terhadap masyarakat.

Pengendalian manajemen meliputi beberapa aktivitas, yaitu: (1) Perencanaan,

(2) Koordinasi antar berbagai bagian dalam organisasi, (3) Komunikasi informasi,

(4) Pengambilan keputusan, (5) Memotivasi orang-orang dalam organisasi agar

berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi agar berperilaku sesuai dengan tujuan

organisasi, (6) Pengendalian, (7) Penilaian kinerja. Kegagalan organisasi dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dapat terjadi karena adanya kelemahan

atau kegagalan pada salah satu atau beberapa tahap dalam proses pengendalian

manajemen.
Sistem pengendalian manajemen sektor publik berfokus pada bagaimana

melaksanakan strategi organisasi secara efektif dan efesien sehingga tujuan

organisasi dapat dicapai. Sistem pengendalian manajemen tersebut harus

didukung dengan perangkat yang lain berupa struktur organisasi yang sesuai

dengan tipe pengendalian manajemen yang digunakan, manajemen sumber daya

manusia, dan lingkungan yang mendukung. Struktur organisasi harus sesuai

dengan desain sistem pengendalian manajemen, karena sistem pengendalian

manajemen berfokus pada unit-unit organisasi sebagai pusat pertanggungjawaban.

Pusat-pusat pertanggungjawaban tersebut merupakan basis perencanaan,

pengendalian, dan penilaian kerja.

1.2 Rumusan Masalah

- Apa sejarah pengendalian intern?

- Apa definisi dan ruang lingkup pengendalian sector publik?

- Bagaimana struktur pengendalian manajemen?

- Bagaimana proses pengendalian sector public?

- Bagaimana kontroversi perencanaan vs pengendalian dan birokrasi vs

fleksibilitas?

- Bagaimana focus pengendalian pada Public Expenditure Management (PEM)?

- Bagaimana tipe-tipe pengendalian program system pengendalian sector

public?

- Bagaimana penerapan system pengendalian sector public di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


- Untuk mengetahui tentang sejarah pengendalian intern

- Untuk mengetahui definisi dan ruang lingkup pengendalian sector public

- Untuk mengetahui tentang struktur pengendalian manajemen

- Untuk mengetahui proses pengendalian sector public

- Untuk mengetahui kontroversi perencanaan vs pengendalian dan birokrasi vs

fleksibilitas

- Untuk mengetahui focus pengendalian pada Public Expenditure Management

(PEM)

- Untuk mengetahui teknik-teknik pengendalian

- Untuk mengetahui tipe pengendalian program system pengendalian sector

public

- Untuk mengetahui penerapan system pengendalian sector public


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pengendalian Intern

Istilah pengendalian intern atau yang sering disebut sebagai internal control
pada awalnya di kenal sebagai “pengecekan internal”. Menurut Montgomery, R H
(1956) pentingnya pengecekan internal bagi auditor di akui oleh L. R. Dicksee
pada awal tahun 1905. Ia mengatakan bahwa sebuah sistem pengecekan internal
yang memadai dapat menghilangkan kebutuhan akan audit yang terinci dan
pengecekan internal terdiri atas tiga elemen : pembagian kerja, penggunaan
catatan dan notasi pegawai (dikutip dalam Sawyer, LB, et al (2003) hal. 57).
Definisi pengecekan internal pada tahap awal ini masih terlihat sangat luas
dan belum fokus, kemudian Bennett, G. E (1930) mempersempit definisi
pengecekan internal tersebut. Ia mengatakan sistem pengecekan internal bisa
didefinisikan sebagai koordinasi dari sistem akun-akun dan prosedur perkantoran
yang berkaitan sehingga seorang karyawan selain mengerjakan tugasnya sendiri
juga secara berkelanjutan mengecek pekerjaan karyawan lain untuk hal-hal
tertentu yang rawan kecurangan (dikutip dalam Sawyer, L. B, et al (2003)
hal.157).
Perubahan istilah menjadi internal control baru dinyatakan secara
institutional oleh American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) pada
tahun 1949 melalui laporan khusus yang berjudul “Pengendalian Internal –
Elemen-elemen Sistem yang Terkoordinasi dan Pentingnya Pengendalian bagi
Manajemen dan Akuntan Independen”. Selanjutnya konsep tersebut berkembang
pesat dengan yang kita kenal 8 (delapan) unsur Pengendalian Internal.
Perkembangan berikutnya, pada awal tahun 80-an konsep tersebut dinilai
banyak pihak sudah tidak aplikatif lagi. Semakin kompleksnya dunia bisnis dan
teknologi membuat konsep pengendalian internal tersebut tidak efektif dalam
mendorong tercapainya tujuan perusahaan. Semakin banyak keluhan dari
perusahaan dan institusi yang telah menerapkan konsep internal control
sebagaimana dikembangkan oleh AICPA, namun masih mengalami kegagalan.

Pada tahun 1992, The Commitee of Sponsoring Organization of The


Treadway Commission (COSO) menerbitkan laporan yang berjudul “Internal
control-Integrated Framework”. Laporan COSO tersebut memberikan suatu
pandangan baru tentang konsep Internal control yang lebih luas dan terintegrasi
serta sesuai dengan perkembangan dunia usaha untuk mencegah terjadinya
penyimpangan .Jika pada konsep sebelumnya hanya menekankan pada proses
penyusunan laporan keuangan saja, maka konsep COSO memiliki pandangan yang
lebih luas yaitu dengan melakukan pengendalian atas perilaku seluruh komponen
organisasi. Konsep ini mendapat akseptasi yang luas dari berbagai pihak.

2.2 Definisi dan Ruang Lingkup Pengendalian Sektor Publik

1. Definisi Pengendalian Manajemen Sektor Publik


Menurut Ayuningtyas (2006), Sistem pengendalian manajemen adalah
struktur dan proses sistematis yang terorganisir yang digunakan oleh
manajemen untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan operasi organisasi
sesuai dengan strategi dan kebijakan organisasi. Sedangkan menurut Halim,
dkk. (2003:8), Pengendalian manajemen proses dimana manajer memengaruhi
anggotanya untuk melaksanakan strategi organisasi.
Sementara itu, Sektor publik adalah sektor ekonomi yang menyediakan
berbagai layanan pemerintah kepada masyarakat. Meskipun komposisi sektor
publik berbeda antarnegara, namun pada umumnya mencakup bidang militer,
kepolisian, transportasi umum, pendidikan, dan kesehatan. Sektor publik
umumnya mencakup lembaga pemerintah dan badan usaha milik negara
(BUMN) maupun lembaga-lembaga yang kegiatan operasionalnya melibatkan
APBN.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian manajemen sektor
publik adalah sistem yang digunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi
anggota organisasinya agar melaksanakan strategi dan kebijakan organisasi
secara efisien dan efektif dalam rangka mencapai tujuan organisasi publik.

2. Ruang Lingkup Pengendalian Sektor Publik


Setiap organisasi baik organisasi publik maupun swasta memiliki tujuan
yang hendak di capai. Untuk mencapai tujuan organisasi tersebut di perlukan
strategi yang di jabarkan dalam bentuk program-program atau aktivitas. Ruang
lingkup pengendalian manajemen sektor publik meliputi beberapa aktivitas,
yaitu :
a. Perencanaan
b. Koordinasi antar berbagai bagian dalam organisasi
c. Komunikasi informasi
d. Pengambilan keputusan
e. Memotivasi orang-orang dalam organisasi agar berprilaku sesuai dengan
tujuan organisasi
f. Pengendalian, dan
g. Penilaian kerja
Sistem pengendalian manajemen sektor publik berfokus pada bagaimana
melaksanakan strategi organisasi secara efektif dan efisien sehingga tujuan
organisasi dapat di capai. Sistem pengendalian tersebut harus di dukung dengan
perangkat lain berupa struktur organisasi yang sesuai dengan tipe pengendalian
manajemen yang di gunakan, manajemen sumber daya manusia dan lingkungan
yang mendukung.
2.3 Struktur Pengendalian Manajemen
Sistem pengendalian manajemen harus didukung dengan struktur
pengendalian yang baik. Struktur organisasi termanifestasi dalam bentuk pusat-
pusat pertanggungjawaban (responsibility centers). Pusat pertanggungjawaban
adalah unit organisasi yang dipimpin oleh manajer yang bertanggung jawab
terhadap aktivitas pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Suatu organisasi
merupakan kumpulan dari pusat-pusat pertanggungjawaban. Tujuan dibuatnya
pusat pertanggungjawaban tersebut adalah:
1. Sebagai basis perencanaan, pengendalian dan penilaian kinerja manajer dan unit
organisai yang dipimpinnya
2. Untuk memudahkan dalam mencapai tujuan organisasi
3. Memfasilitasi terbentuknya goal congruence
4. Mendelegasikan wewenang dan tugas ke unit-unit yang memiliki kompetensi
sehingga mengurangi beban tugas manajer pusat
5. Mendorong kreativitas dan daya inovasi bawahan
6. Sebagai alat untuk melaksanakan strategi organisasi secara efektif dan efisien
7. Sebagai alat pengendali anggaran
Tugas manajer pusat pertanggungjawaban adalah untuk menciptakan hubungan
yang optimal antara suberdaya input yang digunakan dan output yang dihasilkan
dikaitkan dengan target kinerja. Input diukur dengan jumlah sumberdaya yang
digunakan sedangkan output diukur dengan jumlah produk atau output yang
dihasilkan.
1. Pusat-Pusat Pertanggungjawaban
Pada dasarnya dalam struktur pengendalian manajemen terdapat empat pusat
pertanggungjawaban yaitu :
a. Pusat biaya (expense center)
Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya
dinilai berdasarkan biaya yang telah dikeluarkan. Suatu unit organisasi
disebut sebagai pusat biaya apabila ukuran kinerja dinilai berdasarkan biaya
yang telah digunakan (bulan nilai output yang dihasilkan). Pusat biaya
banyak dijumpai pada sektor publik karena output yang dihasilkan seringkali
ada akan tetapi tidak dapat diukur atau hanya dapat diukur secara fisik tidak
dalam nilai rupiahnya. Contoh pusat biaya adalah Departemen produksi,
Dinas Sosial dan DPU
b. Pusat pendapatan (revenue center)
Pusat pendapatan adalah pusat petanggungjawaban yang prestasi manajernya
dinilai berdasarkan pendapatan yang dihasilkan. Contohnya Dinas
Pendapatan Daerah dan Departemen pemasaran
c. Pusat laba (profit center)
Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban yang menandingkan input
(expenses) dan output (revenue) dalam satuan moneter. Kinerja manajernya
dinilai berdasarkan laba yang dihasilkan. Contah : BUMD dan BUMN,
obyek pariwisata milik PEMDA, bandara dan pelabuhan.
d. Pusat investasi (investment center)
Pusat investasi adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya
dinilai berdasarkan laba yang dihasilkan dikaitkan dengan investasi yang
ditanamkan pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Contah :
Departemen Riset dan Pengembangan dan Balitbang

Suatu organisasi besar seperti pemerintah daerah dapat dianggap sebagai suatu
pusat pertanggungjawaban. Pusat pertanggungjawaban yang besar tersebut dapat
dipecah-pecah lagi menjadi pusat pertanggungjawaban yang lebih kecil hingga pada
level pelayanan atau program, misalnya dinas-dinas atau subdinas-subdinas. Pusat
pertanggungjawan tersebut selanjutnya menjadi dasar untuk perencanaan dan
pengendalain anggaran serta penilaian kinerja pada unit tersebut. Manajer pusat
pertanggungjawaban sebagai budget holder memiliki tanggung jawab untuk
melaksanakan anggaran. Pusat pertanggungjawaban memperoleh sumber daya input
berupa tenaga kerja, material dan sebagainya yang dengan input tersebut diharapkan
dapat menghasilkan output dalam bentuk barang atau pelayanan pada kualitas dan
kuantitas tertentu. Anggaran mencerminkan nilai rupiah dari input yang dialokasikan
ke pusat-pusat pertanggungjawaban dan output yang diharapkan atau level aktivitas
yang dihasilkan. Pengendalian anggaran meliputi pengukuran terhadap output dan
belanja riil yang dilakukan dibandingkan dengan anggaran. Adanya perbedaan antara
hasil yang dicapai dan jumlah anggaran kemudaian dianalisis untuk diketahui
penyebabnya dan dicari siapa yang bertanggungjawab atas terjadinya perbedaan
tersebut, sehingga dapat segera dilakukan tindakan korektif. Tindakan tersebut biasa
dilakukan pada perusahaan-perusahaan swasta. Pada organisasi publik, mekanisme
tersebut perlu dilakukan sebagai salah satu cara pengendalian anggaran.

Idealnya, struktur pusat pertanggungjawaban sebagai alat pengendalian


anggaran sejalan dengan program atau struktur aktivitas organisasi. Dengan kata lain
tiap-tiap pusat pertanggungjawaban bertugas untuk melaksanakan program atau
aktivitas tertentu dan penggabungan proram-program dari tiap-tiap pusat
pertanggungjawaban tersebut seharusnya mendukung program pusat
pertanggungjawaban pada level yang lebih tinggi, sehingga pada akhirnya tujuan
umum organisasi dapat tercapai.

Setiap jenis pusat pertanggungjawaban membutuhkan data mengenai belanja


(pengeluaran) yang telah dilakukan dan output yang dihasilkan selama masa
anggaran. Laporan kinerja disiapkan dan dikirim ke setiap level manajemen untuk
dievaluasi kinerjanya, yaitu dibandingkan antara hasil yang telah dicapai dengan
anggaran. Jika sistem pengendalian anggaran berjalan dengan baik maka informasi
yang dikirimkan kepada manajer harus relevan dan tepat waktu. Informasi yang
relevan harus up to date (terbaru) dan biaya yang dikendalikan secara langsung
(controlable) dengan biaya-biaya yang tidak dikendalikan (uncontrolable) oleh
manajer pusat pertanggungjawaban.
Pusat pertanggungjawaban berfungsi sebagai pengemban budget holder, maka
proses penyiapan dan pengendalian anggaran harus menjadi fokus perhatian manajer
pusat pertanggungjawaban. Keberadaan departemen anggaran dan komite anggaran
pada pusat pertanggungjawaban sangat perlu untuk membentu terciptanya anggaran
yang efektif.

Informasi yang terkait dengan sistem pengendalian anggaran biasanya banyak


diketahui oleh bagian departemen anggaran. Departemen anggaran memiliki fungsi
sebagai berikut :

1. Menetapkan prosedur dan formulir untuk persiapan anggaran


2. Mengoordinasi dan membuat asumsi sebagai dasar anggaran (misal: asumsi
tingkat inflasi, nilai tukar, harga migas)
3. Membantu mengomunikasikan anggaran ke seluruh bagian dalam organisasi
4. Menganalisis anggaran yang diajukan dan membuat rekomendasi kepada
budgeter dan manajer pusat pertanggungjawaban
5. Menganalisis kinerja anggaran yang dilaporkan, menginterpretasikan hasil
dan menyiapkan ikhtisar laporan untuk manajer pusat pertanggungjawaban
6. Menyiapkan revisi anggaran jika diperlukan.

Komite anggaran biasanya tediri dari para pimpinan puncak seperti kepala
departemen, kepala dinas, kepala biro dan lain-lain. Komite anggaran juga memiliki
peran yang vital. Komite anggaran bertugas menyusun anggaran untuk tiap-tiap unit
operasi. Departemen anggaran dan komite anggaran merupakan perangkat yanmg
berada pada pusat pertanggungjawaban. Oleh karena itu, pusat pertanggungjawaban
merupakan alat yang sangat vital untuk pelaksanaan dan pengendalian anggaran,
selain itu pusat pertanggungjawaban juga merupakan basis pengukuran kinerja yaitu
sebagai alat untuk membandingkan apa yang telah dicapai dengan anggaran yang
telah ditetapkan.

2.4 Proses Pengendalian Manajemen


Proses pengendalian manajemen pada organisasi sektor publik dapat
dilakukan dengan menggunakan saluran komunikasi formal dan informal. Saluran
komunikasi formal dalam organisasi meliputi:

1. Rumusan strategi (strategy formulation);

2. Perencanaan strategik (strategic planning);

3. Penganggaran;

4. Operasional/pelaksanaan anggaran;

5. Evaluasi kinerja.

Sedangkan saluran komunikasi informal dapat dilakukan melalui komunikasi


langsung, pertemuan informal, diskusi, atau melalui metode management by
walking around.
Sistem pengendalian manajemen suatu organisasi dirancang untuk
mempengaruhi orang-orang di dalam organisasi tersebut agar berperilaku sesuai
dengan tujuan organisasi. Pengendalian organisasi dapat berupa aturan dan
prosedur birokrasi atau melalui pengendalian dan manajemen informasi yang
dirancang secara formal.
Dalam organisasi setiap orang memiliki tujuan personal (individual goal).
Untuk menyikapi hal tersebut perlu adanya suatu “jembatan” yang mampu
mengantarkan organisasi mencapai tujuannnya, yaitu tercapainya keselarasan
antara individual goal dengan organization goal. Dalam hal ini, sistem
pengendalian manajemen hendaknya dapat menjadi jembatan dalam mewujudkan
adanya goal congruence, yaitu keselarasan antara tujuan organisasi dengan tujuan
personal.
1. Perumusan Strategi (Strategy Formulation)

Perumusan strategi merupakan proses penentuan visi, misi, tujuan,


sasaran, target (outcome), arah dan kebijakan, serta strategi organisasi.
Perumusan strategi merupakan tugas dan tanggung jawab manajemen puncak
(top management). Dalam organisasi pemerintahan, perumusan strategi
dilakukan oleh dewan legislatif yang hasilnya berupa Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) yang akan menjadi acuan bagi eksekutif dalam
bertindak.

Strategi yang dihasilkan dari proses perumusan strategi merupakan


strategi global (makro) atau dalam perusahaan disebut corporate level
strategy. Strategi organisasi ditetapkan untuk memberikan kemudahan dalam
mencapai tujuan organisasi. Salah satu metode penentuan strategi adalah
dengan menggunakan analisis SWOT (strengh, weakness, opportunity,
threat). Berdasarkan analisis SWOT tersebut, organisasi dapat menentukan
strategi terbaik untuk mencapai tujuan organisasi.

Proses perumusan strategi pada organisasi sektor publik banyak


dipengaruhi oleh sektor swasta. Sama halnya dengan sektor swasta, tahap
paling awal dari manajemen strategik pada sektor publik adalah perencanaan.
Olsen dan Eadie (1982) menyatakan proses perumusan strategi terdiri atas
lima komponen dasar, yaitu:

a. Pernyataan misi dan tujuan umum organisasi yang dirumuskan oleh


manajemen eksekutif organisasi dan memberikan kerangka pengembangan
strategi serta target yang akan dicapai.
b. Analisis atau scanning lingkungan, terdiri dari pengidentifikasian dan
pengukuran (assessment) faktor-faktor eksternal yang sedang dan akan
terjadi dan kondisi yang harus dipertimbangkan pada saat merumuskan
strategi organisasi.
c. Profil internal dan audit sumber daya, yang mengidentifikasi dan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan organisasi dalam hal berbagai faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan strategik.
d. Perumusan, evaluasi, dan pemilihan strategi

e. Implementasi dan pengendalian rencana strategi

2. Perencanaan Strategik (Strategic Planning)

Perencanaan strategik adalah proses penentuan program-program,


aktivitas, atau proyek yang akan dilaksanakan oleh suatu organisasi dan
penentuan jumlah alokasi sumber daya yang akan dibutuhkan. Proses strategik
merupakan proses yang sistematik yang memiliki prosedur dan jadwal yang
jelas. Organisasi yang tidak memiliki atau tidak melakukan perencanaan
strategik akan mengalami masalah dalam penganggaran, misalnya terjadinya
beban kerja anggaran (budget workload) yang terlalu berat.

Perencanaan strategik sangat penting bagi organisasi. Adapun manfaat


perencanaan strategik bagi organisasi adalah:

a. sebagai sarana untuk memfasilitasi terciptanya anggaran yang efektif;


b. sebagai sarana untuk memfokuskan manajer pada pelaksanaan strategi
yang telah ditetapkan;
c. sebagai sarana untuk memfasilitasi dilakukannnya alokasi sumber daya
yang optimal (efektif dan efisien);
d. sebagai kerangka untuk pelaksanaan tindakan jangka pendek (short term
action);
e. sebagai sarana bagi manajemen untuk dapat memahami strategi organisasi
secara lebih jelas;
f. sebagai alat untuk memperkecil rentang alternatif strategi.
3. Penganggaran

Apabila tahap perencanaan strategik telah selesai dilakukan, tahap


berikutnya adalah menentukan anggaran. Tahap penganggaran dalam proses
pengendalian manajemen sektor publik merupakan tahap yang dominan.
Proses penganggaran pada organisasi sektor publik memiliki karakteristik
yang agak berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta. Perbedaan
tersebut terutama adalah adanya pengaruh politik dalam proses penganggaran.

4. Penilaian Kinerja
Tahap akhir dari proses pengendalian manajemen adalah penilaian
kinerja. Penilaian kinerja merupakan bagian dari proses pengendalian
manajemen yang dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Pengendalian
manajemen melalui sistem penilaian kinerja dilakukan dengan cara
menciptakan mekanisme reward & punishment. Sistem pemberian
penghargaan (rewards) dan hukuman (punishment) digunakan sebagai
pendorong bagi pencapaian strategi. Pemberian imbalan (reward) dapat
berupa finansial dan nonfinansial seperti pshycologoical reward dan social
reward. Imbalan atau penghargaan yang sifatnya finansial misalnya berupa
kenaikan gaji, bonus, dan tunjangan. Imbalan yang bersifat psikologis dan
sosial misalnya berupa promosi jabatan, penambahan tanggung jawab dan
kepercayaan, otonomi yang lebih besar, penempatan kerja di lokasi yang lebih
baik, dan pengakuan. Mekanisme pemberian sanksi dan hukuman untuk
kondisi tertentu diperlukan. Namun, orientasi penilaian kinerja hendaknya
lebih diarahkan pada pemberian penghargaan (reward oriented).
5. Evaluasi Kerja

Pada tahap evaluasi kerja, di tahap ini seharusnya dari semua tahap
tahap yang sudah dilalui perlu di evalusi, karena untuk mencapai tujuan
tersebut ada kalanya ahrus bisa dievaluasi, baik itu mengenai proses
perencanaan di awal, pengorganisasian pada kelompok atau team, pengarahan
dan pengendalian, semua perlu proses dalam mencapai tujuan yang
diinginkan, saat sudah tujuan tersebut tercapai perlulah evaluasi di tahap akhir
untuk membenahi apa yang sudah bagus dipertahankan dan yang kurang
bagus dibenahi menjadi lebih baik lagi.
2.5 Kontroversi Perencanaan VS Pengendalian dan Birokrasi VS
Fleksibilitas
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan
perlakuan akuntansi pada domain publik. Akuntansi sektor publik merupakan
mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan
dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-
departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM, dan
yayasan sosial maupun pada proyek-royek kerjasama sektor publik serta
swasta.
a. Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan
perlakuan akuntansi pada domain publik. Akuntansi sektor publik
merupakan mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada
pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan
departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN,
BUMD, LSM, dan yayasan sosial maupun pada proyek-royek kerjasama
sektor publik serta swasta.
b. Akuntansi Pemerintahan
Didefinisikan lebih sebagai sistem pengukuran kinerja pemerintah,.
Dengan kata lain, akuntansi mendukung pemerintah dalam
mempertanggungjawabkan keputusan sumber daya apa yang harus
dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan militer (dan kebutuhan ekspor) serta
kebutuhan kelompok sipil.
2.6 Fokus Pengendalian Pada Publik Expenditure Management (PEM)
Public Expenditure Management (PEM) adalah suatu pendekatan baru dalam
permasalahan pengalokasian uang negara melalui pilihan-pilihan kolektif. PEM
bekerja melalui mekanisme kebijakan anggaran yang berbeda dengan
penganggaran konvensional. Perbedaan ini dapat dilihat dalam dua kategori:
1. PEM memberikan suplemen peraturan prosedural yang konvensional terhadap
norma kebijakan yang substantif. PEM tidak hanya cukup dengan pemerintah
menerapkan prosedur yang benar tetapi yang lebih esensial adalah bagaimana
pemerintah menciptakan kebijakan yang efisien untuk mencapai hasil yang
diinginkan.

2. PEM memiliki cakupan sangat luas pada berbagai kelembagaan dan


pengaturan manajemen pemerintah. PEM mengakui bahwa hasil anggaran
tidak mungkin akan optimal jika sektor publik kurang terstruktur dan dikelola
dengan baik, atau informasi-informasi yang diberikan kepada pembuat
kebijakan tidak maksimal sehingga mendorong mereka untuk membuat
keputusan yang menyimpang.

Unsur utama dari Public Expenditure Management atau manajemen


pengeluaran publik, adalah:
1. Aggregate Fiscal Dicipline yaitu Total anggaran harus merupakan hasil yang
eksplisit, keputusan yang berkekuatan, dimana tidak hanya mengakomodasi
penempatan kebutuhan. Total anggaran ini harus dibuat sebelum penetapan
rinciannya, dan harus bertahan pada jangka waktu menengah.
2. Allocative Efficiency yaitu Pengeluaran harus didasarkan pada prioritas
pemerintah dan keefektifan dari program publik yang dijalankan. Sistem
anggaran harus mendorong relokasi dana dari program dengan prioritas yang
rendah ke priorotas yang tinggi dan dari program yang keefektifannya rendah
sampai yang tinggi.
3. Operational Efficiency yaitu Agen-agen harus menghasilkan barang-barang
dan jasa pada tingkat cost untuk mencapai tujuan yang efisien dan pada
tingkat biaya yang kompetitif dengan pasar.
Sejak awal pertumbuhannya, budgeting (penganggaran) telah ditetapkan
sebagai suatu bentuk prosedur yang berulang kali terjadi, dan biasanya dengan
perubahan yang sedikit dari tahun ke tahun dengan menggunakan rasio sumber
daya pemerintah diantara agen-agennya dan pengawasan setiap jumlah yang
dikeluarkan. Jadi penganggaran adalah pekerjaan pilihan runtinisasi yang
berhubungan dengan keuangan publik. Karakteristik ini membedakan
penganggaran dari tindakan pemerintahan yang lain yang mempengaruhi
pengeluaran publik, seperti perencanaan nasional dan kebijakan kabinet.

Terdapat beberapa prinsip dasar dalam penganggaran, yakni


comprehensiveness (anggaran harus mencakup pendapatan dan pengeluaran),
accuracy (anggaran harus mencerminkan transaksi dan aliran yang aktual),
annuality ( anggaran harus mencakup periode waktu yang tetap, biasanya pada
satu waktu fiskal), authoritativeness (dana publik yang dibelanjakan harus
dibawah kuasa hukum), dan terakhir adalah transparency (pemerintah harus
memperlihatkan informasi anggaran baik yang berupa estimasi maupun
pengeluaran yang sebenarnya secara berkala). Prinsip-prinsip penganggaran ini
adalah untuk diterapkan dan dijalankan melalui aturan-aturan prosedural yang
detail, mencakup lingkup anggaran, informasi didalamnya, timetable untuk
pengambilan tindakan tertentu, bentuk-bentuk untuk digunakan, otorisasi
diperlukan sebelum dana-dana publik dikeluarkan, dan seterusnya. Setiap prinsip
ini di latar belakangi oleh aturan formal yang dijalankan oleh pengendali
anggaran di pemerintahan pusat dan di departemen yang terkait. Akumulasi dari
prinsip-prinsip dan prosedur merupakan bagian due process in budgeting.

1. Pengendalian Manajemen Pengeluaran Publik (PEM) yang Modern

Manajemen pengeluaran publik (PEM) pada saat ini lebih mengacu pada
proses budgeting karena aturan-aturan yang prosedural sangat mempengaruhi
outcomes (hasil) dari pengeluaran. Akuntansi Sektor Publikek kunci dari
budgeting yang mempengaruhi hasil pengeluaran adalah pengaturan
institusional, jenis informasi yang tersedia untuk membuat dan
menjalankan  kebijakan pengeluaran, insentif yang menyediakan cara untuk
mempromosikan keinginan akan outcomes, serta jaminan dan implementasi
substanstif.

PEM terbagi dalam tiga basis objektif dari Manajemen Pengeluaran Publik
yang Modern, yaitu:

a. Aggregate Fiscal Dicipline

Disiplin fiskal memerlukan pengawasan pengumpulan anggaran yang


efektif yaitu : penerimaan total dan pengeluaran serta keseimbangan diantara
total ini. Pada saat kendali aggregat  bekerja secara efektif, outcomes ini
akan menjadi lebih disiplin daripada akomodasi, hasilnya mereka peroleh
dari keputusan yang dijalankan secara eksplisit pada aggregatnya oleh
pemerintahan. PEM juga mencari efisiensi alokatif,  yaitu suatu gabungan
pengeluaran yang responsif terhadap perubahan prioritas pemerintah dan
juga temuan evaluatif yang bernilai pada keefektifan pengeluaran alternatif
yang komparatif. Efisiensi alokatif bergantung pada kapasitas dalam
menggeser sumber daya  dari program yang lama ke yang baru dan dari
penggunaan produktif dari yang sedikit ke yang lebih besar, sesuai dengan
perubahan obyektif kebijakan publik. Pada akhirnya, PEM mencari efisiensi
dalam pengoperasian administratif, pengurangan progresif melalui perolehan
produktivitas dalam mengelola biaya agensi pemerintahan dan dalam unit
biaya jasa.

Pengaturan Kelembagaan bagi Aggregate Fiscal Dicipline

Rules Penetapan (pembatasan) pengeluaran total dan sektoral


ditetapkan sebelum pembuatan rinciannya. Pengeluaran
total ini harus konsisten dengan batasan yang telah
ditentukan, yakni dalam kerangka waktu jangka menengah
antara 3-5 tahun (Medium-Term Expenditure Framework).
Roles Peran Departemen keuangan harus kuat dalam penetapan
total anggaran dalam negosiasi dengan departemen teknis
dan dalam rapat kabinet. Dalam tahap implementasi
anggaran, Departemen Keuangan dapat melakukan suatu
tindakan tegas jika ternyata terjadi pelanggaran dalam
batas total.
Informatio Medium Term Expenditure Framework memberikan suatu
n garis batas untuk mengukur dampak anggaran dari adanya
perubahan kebijakan. Dalam tahap implementasi
anggaran, pengeluaran diawasi untuk memastikan bahwa
aggregate fiscal dipenuhi.

b. Allocative Efficiency

Efisiensi alokatif dapat di kembangkan hanya bila


permintaan informational dapat diatur, konflik mengenai penganggaran
dapat diredam dan para pembuat kebijakan pengeluaran tidak melakukan
sabotase pengaturan prioritas dan proses pengimplementasian anggaran.

 Pengaturan Kelembagaan bagi Allocative Efficiency

Rules Penetapan batas pengeluaran bagi sektor/departemen dan menteri


didorong untuk mere-alokasi dananya pada batas yang telah
ditetapkan. Proses re-alokasi harus didasarkan pada temuan yang
telah dievaluasi terhadap keberhasilan program.
Roles Pemerintah pusat harus memiliki kapasitas untuk mendefiniskan
tujuan dan prioritas nasional dan melakukan alokasi antar sektor
secara konsisten dengan Medium-Term Expenditure Framework.
Menteri teknis yang kuat dengan otoritas yang memadai untuk
mere-alokasi dana pada area tanggung jawabnya melalui masukan
dari kabinet atau parlemen.
Information Para menteri dan manager menyiapkan informasi atau menerima
informasi mengenai kebejasilan program yang direncanakan dan
yang sesungguhnya dapat dicapai. Mereka juga menerima
informasi mengenai dampak dari pengeluaran yang dilakukan
dalam perspektif medium-term framework.

c. Operational Efficiency

Salah satu tujuan penganggaran adalah membuat ekonomis suatu


pengoperasian pemerintahan dengan mengendalikan items pengeluaran,
yaitu  pegawai, suplai, peralatan, dll yang dibeli oleh agen-agen pemerintah.
Pada banyak negara, penganggaran terus difokuskan pada  jumlah input yang
beragam. Kendali input ini memperlambat efisiensi operasional karena  tidak
memberikan insentif-insentif yang ekonomis yang dibuat oleh para pembuat
kebijakan pengeluaran dan tidak ada hubungannya dengan  jumlah yang
telah dikeluarkan pada output yang dihasilkan.

Pengaturan Kelembagaan bagi Operational Efficiency

Rules Biaya operasional sangat terbatas karena itu para


manajer diberikan diskresi dalam menggunakan sumber
daya. Biaya operasional ini sebisa mungkin dikurangi
secara progrsif untuk meningkatkan efisiensi.
Roles Manajer tingkat menengah berperan menetapkan
bagaimana berbagai sumber daya yang terbatas
digunakan. Diskrsi operasional diberikan kepada manajer
berkaitan dengan hal tersebut.
Information Output anggaran dispesifikkan lebih lanjut dan output
aktual diperbandingkan dengan target yang telah
ditetapkan sebelumnya. Informasi akan keuangan dan
organisasi yang mengatur anggaran dipublikasikan
dalam laporan berkala dan pada dokumen-dokumen
lainnya.

2.7 Teknik-Teknik Pengendalian


Terdapat lima teknik akuntansi keuangan yang dapat diadopsi oleh sektor
publik. Pada dasarnya kelima teknik akuntansi tersebut tidak bersifat mutually
exclusive. Artinya, penggunaan salah satu teknik akuntansi tersebut tidak berarti
menolak penggunaan teknik yang lain.
Berikut adalah teknik-teknik akuntansi tersebut:
1. Akuntansi Anggaran (budgetary accounting)

Teknik akuntansi anggaran merupakan teknik akuntansi yang


menyajikan jumlah yang dianggarkan dengan jumlah aktual dan dicatat secara
berpasangan (double entry). Akuntansi anggaran merupakan praktik akuntansi
yang banyak digunakan organisasi sektor publik, khususnya pemerintahan,
yang mencatat dan menyajikan akun operasi dalam format yang sama dan
sejajar dengan anggarannya. Jumlah belanja yang dianggarkan dikreditkan
terhadap akun yang sesuai kemudian apabila belanja tersebut direalisasikan,
maka akun tersebut didebit kembali. Saldo yang ada dengan demikian
menunjukkan jumlah anggaran yang belum dibelanjakan. Teknik akuntansi
anggaran dapat membandingkan secara sistematik dan kontinyu jumlah
anggaran dengan realisasi anggaran. Tujuan utama teknik ini adalah untuk
mmenekankan peran anggaran dalam siklus perencanaan, pengendalian, dan
akuntabilitas.
2. Akuntansi Komitmen (commitment accounting)

Akuntansi komitmen adalah sistem akuntansi yang mengakui transaksi


dan mencatatnya pada saat order dikeluarkan. Akuntansi komitmen dapat
digunakan bersama-sama dengan akuntansi kas atau akuntansi akrual. Tujuan
utama akuntansi komitmen adalah untuk pengendalian anggaran. Agar
manajer dapat mengendalikan anggaran, ia perlu mengetahui berapa besar
anggaran yang dilaksanakan jika dihitung berdasarkan order yang telah
dikeluarkan. Dengan menerima akun atas faktur yang diterima atau
dibayarkan, ia dapat dengan mudah menghabiskan anggaran (overcommit).

Manajer yang teliti akan tahu bahwa akun-akun tidak memasukkan


order yang dikeluarkan yang mana faktur belum diterima dan oleh karena itu
ia membuat catatan sendiri agar ia tidak melakukan pemborosan anngaran.
Akuntansi komitmen berfokus pada order yang dikeluarkan. Order yang
diterima terkait dengan pendapatan tidak akan dicatat sebelum faktur
dikirimkan. Meskipun akuntansi komitmen dapat memperbaiki pengendalian
terhadap anggaran, namun terdapat masalah dalam pengadopsian sistem
tersebut ke dalam akun-akun keuangan. Akun yang dicatat hanya didukung
oleh order yang dikeluarkan. Pada umumnya tidak ada kewajiban hukum
(legal liability) untuk patuh terhadap order yang terjadi dan order tersebut
dapat dengan mudah dibatalkan.

3. Akuntansi Dana (Fund Accounting)

Akuntansi dana merupakan salah satu alternatif sistem akuntansi di


sektor publik yang dikembangkan dari basis kas dan prosedur pengendalian
anggaran. Disektor publik, dana kas cukup penting dan berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan. Besarnya dana kas sangat mempengaruhi anggaran
organisasi sektor publik. Jadi, sistem akuntansi harus memprioritaskan pada
pengelolaan dana kas. Pada organisasi sektor publik masalah utama yang
dihadapi adalah pencarian sumber dana dan alokasi dana. Saat ini dalam
akuntansi dana, “dana” dimaknai sebagai entitas anggaran dan entitas
akuntansi yang terpisah, termasuk sumber daya nonkas dan utang
diperhitungkan di dalamnya.

Teori akuntansi dana pada awalnya dikembangkan oleh Vatter (1947)


untuk tujuan organisasi bisnis. Pada waktu itu ia melihat bahwa antara
perusahaan pribadi dengan perusahaan badan memiliki beberapa kelemahan.
Kelemahan tersebut adalah, pertama perusahaan perorangan (milik pribadi)
kurang menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan yang dimiliki
publik (perseroan terbatas). Kedua, adanya kesalahan dalam memahami
makna entitas. Berdasarkan kedua hal tersebut Vatter berpendapat bahwa
reporting unit harus diperlakukan sebagai dana (fund) dan organisasi harus
dilihat sebagai satu dana atau satu rangkaian dana. Hal ini berarti jika suatu
organisasi dilihat sebagai suatu rangkaian dana (series of fund), maka laporan
keuangan organisasi tersebut merupakan penggabungan (konsolidasi) dari
laporan keuangan dana yang menjadi bagian organisasi.

Sistem akuntansi pemerintah yang dilakukan dengan konsep dana,


memperlakukan unit kerja sebagai accounting entity dan budget entity yang
berdiri sendiri. Sistem ini dibuat untuk memastikan bahwa uang publik
dibelanjakan untuk tujuan yg telah ditetapkan. Dana dapat dikeluarkan bila
tdpt otorisasi dr dewan legislatif, pihak eksekutif, atau krn tuntutan peraturan
perundangan. Sistem akuntansi dana adalah metoda akuntansi yang
menekankan pada pelaporan pemanfaatan dana, bukan pelaporan organisasi
itu sendiri. Dua jenis dana pd organisasi sektor publik, yaitu:

a. Expendable fund: digunakan untuk menctt nilai aktiva, utang, perubahan


aktiva bersih & saldo dana yg dapat dibelanjakan untuk kegiatan yg tak
bertujuan mencari laba. Digunakan pada governmental funds
b. Nonexpendable fund: untuk menctt pendapatan, biaya, aktiva, utang, &
modal untuk kegiatan yg sifatnya mencari laba. Digunakan pd organisasi
bisnis (proprietary funds).

4. Akuntansi Kas (Cash Accounting)

Penerapan akuntansi kas yaitu pendapatan dicatat pada saat kas


diterima & pengeluaran dicatat ketika kas dikeluarkan. Kelebihannya,
mencerminkan pengeluaran yang aktual, riil dan obyektif. Namun GAAP tak
menganjurkan pencatatan dengan dasar kas karena tak dapat mencerminkan
kinerja sesungguhnya.

5. Akuntansi Akrual
Akuntansi akrual dianggap lebih baik daripada akuntansi kas.
Akuntansi akrual diyakini dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih
dapat dipercaya, akurat, komprehensif, & relevan untuk pengambilan
keputusan ekonomi, sosial, & politik.
Pengaplikasian accrual basis dalam akuntansi sektor publik adalah
untuk menentukan cost of services & charging for services, yaitu untuk
mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan
publik serta penentuan harga pelayanan yang dibebankan kepada publik.
Aplikasi accrual basis sektor swasta digunakan untuk proper matching cost
againts revenue. Perbedaan ini disebabkan karena pada sektor swasta lebih
profit oriented, sedangkan sektor publik cenderung pada public service
oriented.
Teknik akuntansi tersebut tak bersifat mutually, artinya penggunaan
satu teknik tak berarti menolak penggunaan teknik lain. Disebut sebagai
modified accrual karena biaya diukur dalam Proprietary fund, sedangkan
expenditure difokuskan pada general fund. Expense adalah sumber daya yang
dikonsumsi selama periode akuntansi. Expenditure adalah jumlah kas yang
dikeluarkan atau akan dikeluarkan selama periode akuntansi. Karena
Governmental fund tidak memiliki catatan modal dan utang
(dicatat/dikategorikan dalam aktiva tetap dan utang jangka panjang),
expenditure yang diukur bukan expense.
Pada Governmental fund, hendaknya digunakan modified accrual
basis. Expenditure diakrualkan, tetapi revenue dicatat berdasarkan kas basis,
yaitu pada saat diterima bukan saat diperoleh. Pendapatan seperti PPN, PPh
dan fee (retribusi) dihitung pada saat diterima kasnya. Salah satu pengecualian
adalah property tax (PBB) yang diakrualkan karena jumlahnya dapat
diestimasi secara lebih pasti.
Pengaplikasian accrual basis dalam akuntansi sektor publik pada
dasarnya adalah untuk menentukan cost of services dan charging for services,
yaitu untuk mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan
pelayanan publik serta penentuan harga pelayanan yang dibebankan kepada
publik. Hal ini berbeda dengan tujuan pengaplikasian accrual basis dalam
sektor swasta yang digunakan untuk mengetahui dan membandingkan
besarnya biaya terhadap pendapatan (proper matching cost against revenue).
Perbedaan ini disebabkan karena pada sektor swasta orientasi lebih
difokuskan pada usaha untuk memaksimumkan laba (profit oriented),
sedangkan dalam sektor publik orientasi difokuskan pada optimalisasi
pelayanan publik (public service oriented).
2.8 Tipe Pengendalian Program Pengendalian Sektor Publik
Tipe pengendalian manajemen dapat dikategorikan dalam 3 kelompok:
a. Pengendalian preventif (preventive control). Dalam tahap ini pengendalian
manajemen terkait dengan perumusan strategi dan perencanaan stretegik yang
dijabarkan dalam bentuk program-program.
b. Pengendalian operasional (operational control). Dalam tahap ini pengendalian
manajemen terkait dengan pelaksanaan pengawasan program yang telah
ditetapkan melalui alat berupa anggaran. Anggaran ini menghubungkan
perencanaan dan pengendalian
c. Pengendalian kinerja. Pada tahap ini pengendalian manajemen berupa analisis
evaluasi kinerja berasarkan tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan.
2.9 Penerapan Sistem Pengendalian Sektor Publik di Indonesia
Penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban,
harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efektif dan efisien. Untuk
mewujudkannya dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai
bahwa penyelenggaraan kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan
dapat mencapai tujuan. Sistem inilah yang dikenal sebagai Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP) atau sistem pengendalian sektor publik yang berlaku di
Indonesia.
Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi
melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber
daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan
keyakinan mutlak, sehingga dalam pengembangan dan penerapannya perlu
dilakukan secara komprehensif dan harus memperhatikan aspek biaya manfaat
(cost and benefit), rasa keadilan dan kepatutan, perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari
tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dijelaskan bahwa SPIP adalah Sistem
Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berkaitan dengan hal ini, Presiden selaku
Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern
di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Sedangkan Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara menyelenggarakan sistem pengendalian intern di
bidang perbendaharaan, Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang menyelenggarakan sistem pengendalian intern di
bidang pemerintahan masing-masing, dan Gubernur/Bupati/Walikota selaku
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mengatur lebih lanjut dan
meyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah daerah
yang dipimpinnya.
Unsur SPIP di Indonesia mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang
telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara, yaitu meliputi:
a. Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam Instansi Pemerintah yang
memengaruhi efektivitas pengendalian intern. Unsur ini menekankan bahwa
Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan
memelihara keseluruhan lingkungan organisasi, sehingga dapat menimbulkan
perilaku positif dan mendukung pengendalian intern dan manajemen yang
sehat. Lingkungan pengendalian dapat diwujudkan melalui:
1. Penegakan integritas dan nilai etika;
2. Komitmen terhadap kompetensi;
3. Kepemimpinan yang kondusif;
4. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
5. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
6. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan
sumber daya manusia;
7. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;
8. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
b. Penilaian risiko
Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah. Unsur ini
memberikan penekanan bahwa pengendalian intern harus memberikan
penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari
dalam.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko dengan cara
mengidentifikasi dan menganalisis resiko. Identifikasi risiko sekurang-
kurangnya dilaksanakan dengan menggunakan metodologi yang sesuai untuk
tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara
komprehensif, menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko
dari faktor eksternal dan faktor internal serta menilai faktor lain yang dapat
meningkatkan risiko. Sedangkan analisis resiko dilaksanakan untuk
menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian
tujuan Instansi Pemerintah dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.
Dalam rangka penilaian risiko pimpinan Instansi Pemerintah perlu
menetapkan tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan
dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Tujuan Instansi
Pemerintah memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat
dicapai, realistis, dan terikat waktu. Tujuan Instansi Pemerintah tersebut wajib
dikomunikasikan kepada seluruh pegawai, sehingga untuk mencapainya
pimpinan Instansi Pemerintah perlu menetapkan strategi operasional yang
konsisten dan strategi manajemen yang terintegrasi dengan rencana penilaian
risiko.
Begitupula dengan tujuan pada tingkatan kegiatan, sekurang-kurangnya
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1. Berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah;
2. Saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan
lainnya;
3. Relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah;
4. Mengandung unsur kriteria pengukuran;
5. Didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup; dan
6. Melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya.
c. Kegiatan pengendalian
Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi
risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk
memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.
Unsur ini menekankan bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah wajib
menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas,
dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan.

Penyelenggaraan kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok


Instansi Pemerintah, seperti:
1. Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
2. Pembinaan sumber daya manusia/Pegawai Pemerintahan;
3. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
4. Pengendalian fisik atas aset;
5. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
6. Pemisahan fungsi;
7. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
8. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
9. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
10. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
11. Dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan
kejadian penting.
Selain itu, kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko
dan disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah. Kebijakan dan
prosedur dalam kegiatan pengendalian harus ditetapkan secara tertulis dan
dilaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan tersebut, sehingga untuk menjamin
kegiatan pengendalian masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan
maka harus dievaluasi secara teratur.
d. Informasi dan komunikasi
Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi
Instansi Pemerintah. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian pesan
atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.

Dalam hal ini pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat,


dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat.
Berkaitan dengan pengkomunikasian informasi, wajib diselenggarakan secara
efektif, dengan cara sebagai berikut:
1. Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi;
dan
2. Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara
terus menerus.
e. Pemantauan
Pemantauan pengendalian intern pada dasarnya adalah untuk memastikan
apakah sistem pengendalian intern pada suatu instansi pemerintah telah berjalan
sebagaimana yang diharapkan dan apakah perbaikan-perbaikan yang perlu
dilakukan telah dilaksanakan sesuai dengan perkembangan. Unsur ini
mencakup penilaian desain dan operasi pengendalian serta pelaksanaan
tindakan perbaikan yang diperlukan.
Pimpinan instansi harus menaruh perhatian serius terhadap kegiatan
pemantauan atas pengendalian intern dan perkembangan misi organisasi.
Pengendalian yang tidak dipantau dengan baik cenderung memberikan
pengaruh yang buruk dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, agar
kegiatan pemantauan menjadi lebih efektif, seluruh pegawai perlu mengerti
misi organisasi, tujuan, tingkat toleransi risiko dan tanggung jawab rnasing-
masing.
Dalam menerapkan unsur SPIP, setiap pimpinan Instansi Pemerintah
bertanggung jawab untuk mengembangkan kebijakan, prosedur dan praktik
detail untuk menyesuaikan dengan kegiatan Instansi Pemerintah dan untuk
memastikan bahwa unsur tersebut telah menyatu dan menjadi bagian integral
dari kegiatan Instansi Pemerintah.
Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan SPIP
dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP.
Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengendalian
intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas
dan fungsi Instansi Pemerintah. Lingkup pengaturan pengawasan intern ini
mencakup kelembagaan, lingkup tugas, kompetensi sumber daya manusia, kode
etik, standar audit, pelaporan, dan telaahan sejawat. Sedangkan Pembinaan
penyelenggaraan SPIP meliputi penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan,
sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, pembimbingan dan konsultansi SPIP,
serta peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah
(APIP) pada setiap instansi Pemerintahan.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengendalian adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan


tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan
kinerja yang telah ditetapkan tersebut (Schermerhorn,2002). Ada tiga tipe
pengendalian yaitu:

1. Pengendalian preventif (preventive control)


2. Pengendalian operasional (operational control)
3. Pengendalian kinerja

Sistem pengendalian manajemen harus didukung dengan struktur organisasi yang


baik. Struktur organisasi termanifestasi dalam bentuk struktur pusat
pertanggungjawaban (responsibility centers). Pusat-pusat pertanggungjawaban
organisasi mempunyai peran yang sangat penting dalam melakukan perencanaan dan
pengendalian anggaran.
Di dalam melaksanakan pengendalian manajemen sektor publik, beberapa proses
harus dilalui agar pengendalian dapat dilaksanakan secara efisien dan tujuan
organisasi dapat dicapai. Proses tersebut diantaranya:

1. Perumusan Strategi (Strategy Formulation)


2. Perencanaan Strategik (Strategic Planning)
3. Penganggaran

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi

http://muslimahbiru.blogspot.co.id/2014/06/sejarah-dan-perkembangan-
pengendalian.html
http://pengendalianmanajemensektorpublik.blogspot.co.id/
https://www.slideshare.net/radel_dyla/sistem-pengendalian-sektor-m-sektor-
publik
http://sharingilmupajak.blogspot.co.id/2013/11/sistem-pengendalian-
manajemen-sektor.html
http://fekool.blogspot.co.id/2016/09/sistem-pengendalian-manajemen-
sektor.html
http://adi-yatra55.blogspot.co.id/2011/11/manajemen-pengeluaran-
publik.html
http://feuh-kel4.blogspot.co.id/2013/10/teknik-akuntansi-keuangan-sektor-
publik.html
https://andichairilfurqan.wordpress.com/2012/05/25/sistem-pengendalian-
intern-pemerintah-spip/

http://rismandepkeu.blogspot.co.id/2015/01/sistem-pengendalian-intern-
pemerintah.html

Anda mungkin juga menyukai