Anda di halaman 1dari 8

RANGKUMAN MATA KULIAH

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


“APBN-ANGGRAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA”

Disusun oleh:
Kelompok 6
1.M.Akillah Musafiq (22013010336)
2.Devi Firdayati (22013010001)
3.Alim Matur Rosyidah (22013010006)
4.Dinda Windy Aziz Masruroh (22013010040)
5.Islakhatul Fauziyah (22013010132)
6.Intan Maharani (22013010133)
7.Yunita Anggraini (22013010269)

PROGAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIOANAL “VETERAN JAWA TIMUR”
2022/2023
A.DEFINISI ANGGRAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang biasa disingkat APBN didefinisikan
dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 sebagai berikut:
Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sederhananya, APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”). Dikatakan tahunan karena APBN ditetapkan setiap
tahun oleh undang-undang dengan masa keberlakuan satu tahun, yaitu dimulai dari tanggal 1
Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Masa keberlakuan APBN adalah satu tahun dalam rangka menyelenggarakan fungsi
pemerintahan yaitu kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan
negara.
B.FUNGSI ANGGRAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA
Sesuai dengan berbagai literatur dan sejarah APBN, fungsi APBN selalu dikaitkan engan tiga
fungsi yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi. Tetapi secara normatif untuk Indonesia, maka
fungsi APBN secara tegas menjadi aturan normatif dalam kebijkana APBN-nya.Berdasarkan
Pasal 3 Ayat 4 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ditegaskan bahwa
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Dalam penjelasannya disebutkan bahwa:

1. fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi perencanaan,bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan, bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi, bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi, bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi, bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memeliharadan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

C. KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA


Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 (UU No. 17 Tahun 2003) tentang Keuangan Negara
mengatur kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara sebagai berikut (Pasal 6):

(1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan Kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagaimana dimaksud di sini meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang
bersifat khusus. Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum,
strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan
dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian
negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan penerimaan negara.
Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan
pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN,
keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang
negara.

(2) Kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut:

(a) dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam
kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden
dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah
Republik Indonesia.

(b) dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna


Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Setiap menteri/pimpinan lembaga
pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu
pemerintahan. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan lembaga adalah lembaga negara
dan lembaga pemerintah nonkementerian negara.

Di lingkungan lembaga negara, yang dimaksud dengan pimpinan lembaga adalah pejabat yang
bertangguing jawab atas pengelolaan keuangan lembaga yang bersangkutan.

(c) diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk


mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan

(d) tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan
mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang. Sesuai dengan asas desentralisasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut juga
diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Demikian
pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh bank
sentral.

Prinsip pembagian kekuasaan ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan
dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and
balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan
tugas pemerintahan.

D. PENYUSUNAN DAN PENETAPAN ANGGRAN PENDAPATAN BELANJA


NEGARA
Penyusunan dan Penetapan APBN diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara.

Proses Penyusunan anggran pendapatan belanja negara

• Pemerintah Pusat menyampaikan pokok- pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi
makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan
Mei tahun berjalan.
• Pemerintah Pusat dan DPR membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok
kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan
rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
• Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah
Pusat bersama DPR membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan
acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
• Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku
pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga tahun berikutnya.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• Rencana kerja dan anggaran disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai
disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang
sedang disusun lalu disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN.
• Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan
sebagai bahan penyusunan rancangan undang- undang tentang APBN tahun berikutnya.
• Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan UU tentang APBN, disertai nota keuangan
dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus tahun
sebelumnya.
• Pembahasan Rancangan UU tentang APBN dilakukan sesuai dengan UU yang
mengatur susunan dan kedudukan DPR.
• Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai Rancangan UU tentang APBN dilakukan
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
• Apabila DPR tidak menyetujui Rancangan UU tersebut, Pemerintah Pusat dapat
melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran
sebelumnya.

E.STRUKTUR ANGGRAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA

Secara garis besar struktur APBN merupakan Pendapatan Negara dan Hibah, Belanja Negara,
Keseimbangan Primer, Surplus atau Defisit Anggaran, Pembiayaan. Struktur APBN
dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account. Dalam beberapa hal, isi dari I-account
sering disebut postur APBN. Beberapa faktor penentu postur APBN diantaranya:

• Belanja Negara Besar kecilnya belanja negara dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yakni: Kebutuhan penyelenggaraan negara. Risiko bencana alam dan dampak krisi
global.
• Pembiayaan Negara Besaran pembiayaan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yakni asumsi dasar makro ekonomi, kebijakan pembiayaan, kondisi dan kebijakan
lainnya.
• Pendapatan Pajak Pendapatan Pajak Dalam Negeri terdiri dari Pendapatan pajak
penghasilan (PPh), Pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan
atas barang mewah, Pendapatan pajak bumi dan bangunan, Pendapatan cukai,
Pendapatan pajak lainnya. Selanjutnya Pendapatan Pajak Internasional pendapatan bea
masuk dan pendapatan bea keluar.
• Pendapatan Negara Pendapatan negara didapat melalui penerimaan perpajakan dan
penerimaan bukan pajak.
• Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Berasal dari Penerimaan sumber daya alam
dan gas bumi (SDA migas), penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas
bumi (SDA non migas), Pendapatan bagian laba BUMN, pendapatan laba BUMN
perbankan, pendapatan laba BUMN non perbankan, PNBP lainnya, pendapatan dari
pengelolaan BMN, pendapatan jasa pendapatan bunga pendapatan kejaksaan dan
peradilan dan hasil tindak pidana korupsi dan lain-lain.
• Penyusunan APBN Proses penyusunan dan penetapan APBN dapat dikelompokkan
dalam dua tahap, yaitu: (1) pembicaraan pendahuluan antara pemerintah dan DPR, dari
bulan Februari sampai dengan pertengahan bulan Agustus (2) Pengajuan pembahasan
dan penetapan APBN, dari pertengahan bulan Agustus sampai dengan bulan Desember.

F. PELAKSANAAN ANGGRAN PENDAPAT BELANJA NEGARA

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN merupakan instrumen untuk
melaksanakan salah satu kebijakan dalam perekonomian yaitu kebijakan fiskal. Dalam rangka
mendanai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, pengeluaran dan pendapatan
negara dikelola dengan instrumen berupa APBN (Ratnah S, 2015).

Pemerintah setiap tahunnya mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN disertai


nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya untuk dibahas bersama DPR. Jika
disetujui maka RUU tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU) APBN yang akan
berlaku selama 1 (satu) tahun anggaran. Apabila RUU APBN tidak disetujui DPR, maka
Pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar nilai APBN pada tahun
anggaran yang sebelumnya. Dalam menyusun rancangan APBN pemerintah berpedoman pada
rencana kerja yang disusun untuk mendorong tercapainya tujuan bernegara. Dalam rangka
penyusunan APBN, menteri/pimpinan pada Kementerian/Lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
(RKA-KL). Dalam rencana kerja dan anggaran terdapat estimasi belanja untuk tahun
berikutnya dan disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan
undang-undang tentang APBN tahun berikutnya. Sistem anggaran dan pencatatan atas
penerimaan dan pengeluaran negara harus dilakukan dengan cermat dan sistematis agar fungsi
APBN dapat berjalan dengan optimal. Kebijakan anggaran di Indonesia yang berupa APBN
bertujuan untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, 11
menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Namun dalam perkembangannya, kebijakan
anggaran yang sudah ditetapkan tetap tidak terlepas dari situasi perekonomian di Indonesia dan
berbagai faktor eksternal yang tidak pasti dan sulit diprediksi.

APBN-P adalah perubahan anggaran setelah adanya perubahan karena ingin mengurangi
defisit anggaran agar dana dapat teralokasikan dengan baik. Perubahan ini disadari atas
perubahan pada kebijakan-kebijakan fiskal. Untuk menstabilkan perekonomian.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) sebetulnya tidak wajib
dibahas. Semuanya bergantung pemerintah sebagai pihak pengusul. Namun, bila ada
pergeseran asumsi yang sudah ditetapkan dalam APBN, mestinya ada usulan perubahan yang
diajukan pemerintah..

G.ILUSTRASI ANGGRAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA

Sebelum melakukan penyusunan APBN, ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan
seperti asumsi ekonomi makro. Asumsi-asumsi tersebut kemudian menjadi acuan analisis
dalam penyusunan APBN. Asumsi tersebut adalah:

• Harga minyak bumi di pasar internasional diperkirakan lebih rendah dibandingkan


dengan harga minyak bumi yang diasumsikan pada tahun sebelumnya,
• Pengerahan serta penggalian sumber-sumber penerimaan perpajakan perlu
ditingkatkan.
• Tersedianya barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari dalam jumlah banyak dan
merata dengan harga yang stabil serta dapat diakses oleh rakyat banyak.
• Keadaan ekonomi global yang diperkirakan mengalami pertumbuhan lebih baik
dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.
• Proses pemulihan ekonomi diharapkan didukung oleh situasi politik, sosial, dan
keamanan yang kondusif, sehingga dapat mengalami pertumbuhan yang lebih baik dari
tahun sebelumnya.
• Kepastian sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan,
partisipatif, dan bertanggung jawab.

Anda mungkin juga menyukai