Anda di halaman 1dari 11

PEREKONOMIAN INDONESIA

APBN DAN PERAN PEMERINTAH

DI SUSUN OLEH :

Kelompok 9

Putu Anastasya Ferdiana Sari ( 202032121618 )

Ni Kadek Intan Julia Puspita Dewi ( 202032121669 )

I Made Oka Candra Permana ( 202032121671 )

Universitas Warmadewa

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Tahun Ajaran 2021/2022


A. Pendahuluan
Setiap negara mempunyai cara-cara tertentu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
di negaranya. Indonesia menyusun anggaran untuk menentukan dan pengeluaran negara
demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Anggaraan-anggaran tersebut disusun dalam
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara yang disingkat APBN. Indonesia merancang
semua penerimaan dan belanja dalam APBN setiap tahunnya. APBN merupakan unsur
penting bagi Indonesia. APBN diatur secara ketat dalam undang-undang untuk mencegah
penyalahgunaan dan harus transparan kepada masyarakat. Dalam APBN dirinci hal-hal
seperti penerimaan pajak penerimaan non-pajak, belanja pegawai, dan pengeluaran
lainnya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN
berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran
negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN,
dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
B. Konsep APBN
1. Pengertian dan Dasar Hukum APBN
Menurut UU No 17 Tahun 2003 APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah
yang disetujui oleh dewan perwakilan rakyat. Dasar hukum penyusunan APBN adalah:
 UUD 1945 pasal 23 ayat 1 yang menyatakan anggaran pendapatan dan belanja negara
ditetapkan setiap tahun.
 UU No 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara.
 UU No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi dalam struktur
perundang- undangan di Indonesia. UUD 1945 telah diamandemenkan sebanyak 4 kali
sejak tahun 1999 hingga 2002, sehingga pengaturan tentang keuangan negara selalu
didasarkan pada undang-undang ini, khususnya dalam Bab VIII Undang-Undang Dasar
1945 Amandemen IV pasal 23 yang mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Bunyi pasal 23: ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara
sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-
undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, ayat (2): Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan
belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan ayat (3): "Apabila
Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun lalu".
2. Tahapan penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBN
Pemerintah mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada
DPR. Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN
selambat-lambatnya 2 bulan[1] sebelum tahun anggaran dilaksanakan. Pelaksanaan
APBN : Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN
dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di
tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan.
Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN
untuk mendapatkan persetujuan DPR.Perubahan APBN dilakukan paling lambat akhir
Maret, setelah pembahasan dengan Badan anggaran DPR.[2] Dalam keadaan darurat
(misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN : Selambatnya 6 bulan
setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

C. Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam
rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas
perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus
penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun
anggaran berikutnya.

Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian,
pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2) Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman
bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan
telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk
medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan
membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah
dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan
dengan lancar.
3) Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan
pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau
tidak. 4) Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi
dan efektivitas perekonomian.
5) Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan
6) Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

D. Prinsip APBN
Prinsip Penyusunan dan Azas APBN
1. Prinsip APBN
Sejak Orde Baru mulai membangun, APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip, yaitu
prinsip berimbang (balance budget), prinsip dinamis, dan prinsip fungsional. Berikut
penjelasan dari masing-masing prinsip tersebut:
Prinsip Anggaran Berimbang, yang dimaksud anggaran berimbang adalah sisi
penerimaan sama dengan sisi pengeluaran, di mana defisit anggaran ditutup bukan
dengan mencetak uang baru melainkan dengan bantuan/pinjaman/utang luar negeri
(Oficial Development Assistance = ODA), atau dalam APBN dikategorikan sebagai
penerimaan pembangunan.
Prinsip Anggaran Dinamis, ada dua pengertian mengenai prinsip anggaran dinamis,
yaitu anggaran dinamis absolut dan relatif. Anggaran dinamis absolut diartikan
sebagai peningkatan jumlah tabungan pemerintah dari tahun ke tahun (peningkatan
surplus anggaran rutin), sehingga kemampuan menggali sumber dalam negeri bagi
pembiayaan pembangunan dapat tercapai. İndikator ini bisa diukur melalui laju
pertumbuhan tabungan pemerintah yang selalu positif dalam perkembangannya.
Sedangkan anggaran dinamis relatif diartikan sebagai semakin kecilnva persentase
ketergantungan pembiayaan pada bantuan luar negeri atau pinjaman luar negeri.
Prinsip Anggaran Fungsional, bahwa fungsi dari bantuan luar negeri hanya untuk
membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan
untuk membiayai anggaran rutin.
2. Prinsip Penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
1 Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
2 Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
3 Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan
denda.
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
1 Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
2 Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
3 Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
APBN disusun dengan berdasarkan azas-azas:
1 Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri
2 Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
3 Penajaman prioritas pembangunan.
4 Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara

E. Asumsi Dasar Makro APBN


Asumsi dasar makro adalah indikator utama ekonomi makro yang digunakan sebagai
acuan dalam menyusun postur APBN. Asumsi dasar makro disusun dengan mengacu
pada sasaran-sasaran pembangunan jangka menengah yang ada pada Rencana Kerja
Pemerintah (RKP). Selain itu, asumsi daar makro APBN juga disusun dengan
mempertimbangkan perkembangan ekonomi domestik maupun global agar asumsi yang
digunakan dapat mempresentasikan kondisi perekonomian terkini. Asumsi dasar makro
ekonomi sangat berpengaruh terhadap besaran komponen dalam struktur APBN.
Asumsi dasar makroekonomi terdiri atas 7 indikator utama yaitu :
1 Pertumbuhan ekonomi,
2 Inflasi,
3 Nilai tukar rupiah terhadap dolar US,
4 Suku bunga SPN (Surat Perbendaharaan Negara) 3 bulan,
5 Harga minyak mentah Indonesia,
6 Lifting dan harga minyak dan gas bumi indonesia
7 Produktivitas minyak dan gas bumi Indonesia
Besaran angka setiap jenis pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan anggaran
dihitung berdasarkan indikator asumsi dasar makroekonomi yang terkait serta parameter
pendukung lainnya.
Perumusan asumsi dasar ekonomi makro dalam rangka penyusunan RAPBN melibatkan
berbagai pihak sebagai pemangku kepentingan, baik dari sisi (1). Pemerintah maupun,
(2). Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Proses perumusan asumsi dasar ekonomi
makro dilakukan melalui rapat koordinasi yang dilakukan secara intensif antara pihak
pemerintah (Kementerian Keuangan, BAPPENAS, dan Sumber Daya Mineral, Badan
Pusat Statistik, dan Bank Indonesia).
F. Sumber Penerimaan Negara
Secara garis besar faktor penentu besarnya penerimaan negara adalah Pendapatan Negara
dan Hibah. Pendapatan Negara dan Hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal
dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara non-pajak, serta penerimaan hibah dari
dalam negeri dan luar negeri.
Pengertian pendapatan hibah adalah setiap penerimaan pemerintah pusat dalam bentuk
uang, barang, jasa, dan surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu
dibayar kembali yang berasal dari dalam negeri, yang atas pendapatan hibah tersebut
pemerintah mendapat manfaat secara langsung untuk digunakan demi mendukung tugas
dan fungsi negara. Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain:

 Indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi.
 Kebijakan pendapatan negara.
 Kebijakan pembangunan ekonomi.
 Perkembangan pemungutan.
 Kondisi kebijakan lain.
Sebagai contoh, target penerimaan negara dari SDA migas dipengaruhi oleh besaran
asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, Indonesia Crude Price (ICP), dan asumsi nilai
tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta kebijakan
pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran pendapatan tidak kena pajak
(PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak, dan lainnya
Beberapa contoh hibah adalah (1) hibah uang: hibah uang tunai dan uang untuk
membiayai kegiatan, serta (2) hibah barang atau jasa dan hibah surat berharga.
Berdasarkan mekanisme pencairannya dibagi menjadi dua: hibah terencana dan hibah
langsung. Sementara berdasarkan sumbernya dibagi menjadi hibah dalam negeri dan
luar negeri.
1. Penerimaan Perpajakan
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam
negeri dan pajak perdagangan internasional.
a. Pendapatan Pajak Dalam Negeri.
Pendapatan pajak dalam negeri dibagi menjadi lima, yaitu:
a) Pendapatan pajak penghasilan (PPh), yang menurut UU Nomar 36 Tahun 2008
PPh adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. Jensjenis pajak penghasilan
(PPh) dalam APBN: PPh Migas, yaitu PPh yang dipungut dari Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap atas penghasilan dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan
gas alam. PPh Non-Migas yaitu PPh yang dipungut dari wajib pajak orang pribadi,
badan, dan bentuk usaha tetap dalam negeri atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak selain penghasilan atas pelaksanaan hulu migas.
b) Pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa serta pajak penjualan atas barang
mewah, berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 5 PPnBM adalah pajak yang
dikenakan terhadap penyerahan BKP tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di daerah pabean dalam rangka
kegiatan usaha atau pekerjaannya, dan impor BKP yang tergolong mewah.
c) Pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB), berdasarkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, adalah pajak yang
bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan Oleh keadaan
objek yaitu bumi/tanah atau bangunan. PBB terbagi ke dalam beberapa sektor,
yaitu Sektor Perkotaan, Sektor Pedesaan, Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan,
serta Sektor Pertambangan Migas dan Pertambangan Umum.
d) Pendapatan cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-
barang yang mempunyai sifat atau karakteristik Barang Kena Cukai (BKC).
Walaupun cukai dikategorikan sebagai pajak tidak langsung, tetapi dalam
prakteknya produsen ikut menanggung beban cukai sehingga konsumen
membayar cukai dalam jumlah yang tidak seharusnya.
e) Pendapatan pajak Iainnya merupakan jenis penerimaan perpajakan yang tidak
termasuk dalam kategori penerimaan pajak. Penerimaan pajak Iainnya terdiri dari
(a) Bea Materai, (b) Pendapatan Penjualan Benda Materai, (c) Pajak Tidak
Langsung Lainnya, (d) Denda Penagihan PPh, (e) Denda Penagihan PPN, (f)
Denda Penagihan PPnBM, dan (g) Denda Penagihan Pajak. Penerimaan bea
materai merupakan penerimaan yang dominan dalam pajak Iainnya. Bea materai
sendiri pada dasarnya adalah pajak atas dokumen sesuai dengan UU Nomor 13
Tahun 1985 tentang bea materai.
f) Pendapatan bea masuk adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang
yang diimpor. (Pasal 1 Ayat 15 UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas
UU No.10 Tahun 1995 tentang kepabeanan). Pada dasarnya, bea masuk berfungsi
untuk :
• Mencegah kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang
sejenis dengan barang impor tersebut,
• Melindungi pengembangan industri barang sejenis barang barang impor
dalam negeri,
• Mencegah terjadinya serius terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dan/atau barang yang secara langsung
bersaing,
• Melakukan pembalasan terhadap barang impor yang berasal dari negara
yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif.
g) Pendapatan bea keluar menyangkut kepabeanan terhadap barang ekspor
yang dikenakan kepada negara. Tujuan bea keluar terhadap barang ekspor
adalah:
• Menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri,
• Melindungi kelestarian sumber daya alam, • Mengantisipasi kenaikan
harga yang cukup drastis dan komoditi ekspor tertentu di pasaran
internasional, dan
• Menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri. Sedangkan
barang ekspor yang dikenakan bea keluar adalah rotan, kulit, kayu,
kelapa sawit, serta CPO dan produk turunannya.

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)


Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan salah satu sumber pendapatan
negara, di luar penerimaan perpajakan. PNBP telah mengalami beberapa kali
perubahan klasifikasi sejalan dengan jumlah dan kontribusinya dalam pendapatan
negara. PNBP terdiri dari:
a) Penerimaan Sumber Daya Alam
• Penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas).
Penerimaan SDA migas merupakan bagian pemerintah atas kegiatan usaha
hulu yang dilaksanakan berdasarkan Kontrak Production Sharing (KPS),
setelah dikurangi faktor pengurang berupa pajakpajak dan pungutan Iainnya.
• Penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA
nonmigas). Penerimaan SDA nonmigas merupakan penerimaan yang berasal
dari hasil pemanfaatan sumber daya alam di luar minyak dan gas bumi.
Sumber penerimaan SDA nonmigas meliputi: Pendapatan pertambangan
umum, Pendapatan kehutanan, Pendapatan perikanan, dan Pendapatan
pertambangan panas bumi.
b) Pendapatan Bagian Laba BUMN Pendapatan laba BUMN perbankan dan
pendapatan laba BUMN nonperbankan.
c) Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya
Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya terdiri dari pendapatan bunga dan
pendapatan pendidikan.
• Pendapatan bunga adalah semua pendapatan negara yang berasal dari bunga
atas piutang pemerintah dan penerusan pinjaman, Pendapatan kejaksaan dan
peradilan serta hasil tindak pidana korupsi semuanya adalah pendapatan
pemerintah yang berasal dari kasus-kasus pengadilan yang ditangani
pemerintah, seperti legalisasi penandatanganan, denda/tilang, pengesahan
surat di bawah tangan, ongkos perkara, penjualan hasil lelang, tindak pidana
korupsi, dan lainlain.
• Pendapatan pendidikan adalah semua pendapatan negara yang berasal dari jasa
penyelenggaraan pendidikan, yaitu pendapatan uang pendidikan, uang ujian
masuk, kenaikan tingkat, akhir pendidikan, serta pendapatan uang ujian untuk
menjalankan praktik. Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi
adalah semua pendapatan negara yang berasal dari hasil korupsi yang telah
ditetapkan menjadi milik negara, baik ditetapkan oleh pengadilan maupun
KPK. Pendapatan iuran dan denda adalah pendapatan negara yang berasal dari
iuran badan usaha yang bergerak di bidang penyediaan dan pendistribusian
BBM, serta pengangkutan gas bumi melalui pipa.
d) Pendapatan Badan Layanan Umum
Pendapatan atau penerimaan BLU adalah penerimaan yang berasal dari kegiatan
pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh Badan Layanan Umum. Badan Layanan
Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
tanpa mencari keuntungan dan, dalam melakukan kegiatannya, didasarkan pada
prinsip efisiensi serta produktivitas. Jenis pendapatan BLU antara lain: pendapatan
jasa layanan umum, pendapatan hibah badan layanan umum, pendapatan hasil kerja
sama BLU, dan pendapatan BLU lainnya.
G. Pengeluaran Negara (Belanja Negara)
Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih. Belanja negara ini terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke
Daerah. Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain Kebutuhan
penyelenggaraan negara, Kebijakan pembangunan, serta Kondisi kebijakan lainnya.
1 Belanja Pemerintah Pusat
Pengeluaran atau belanja negara adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai
belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah. Belanja Pemerintah Pusat
menurut jenisnya adalah:
a. Belanja pegawai adalah kompensasi baik dalam bentuk uang atau barang,yang
harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah baik di dalam maupun luar
neger sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali
pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Pengeluaran rutin
pegawai meliputi: gaji dan pensiun, tunjagan beras, uang makan dan lauk
pauk, lain-lain belanja pegawai dalam negeri, dan belanja pegawai luar negeri.
• Belanja barang: belanja dalam negeri dan luar negeri.
• Subsidi daerah otonom: belanja pegawai dan non pegawai.
• Bunga cicilan utang: utang dalam negeri dan luar negeri.
• Pengeluaran rutin lainnya: subsidi bahan bakar minyak dan lain-lain.
b. Belanja barang dalam negeri dan luar negeri adalah pembelian barang dan jasa
yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun
yang tidak dipasarkan, termasuk biaya pemeliharaan serta biaya perjalanan.
c. Belanja modal adalah pengeluaran/belanja yang dikeluarkan dalam rangka
pembentukan modal, yang terdiri dari tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jaringan, belanja modal lainnya, dan belanja modal non-fisik.
d. Pembayaran bunga utang adalah pembayaran atas biaya pinjaman yang
dihitung berdasarkan posisi pinjaman.
e. Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada
perusahaan atau lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau
mengimpor barang dan jasa.
f. Belanja hibah adalah transfer rutin/modal yang sifatnya tidak wajib dari
pemerintah pusat kepada negara lain dan kepada organisasi internasional.
g. Bantuan sosial adalah transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat
guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial.

2 Transfer ke Daerah
Transfer ke daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka membiayai
pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan
dana penyesuaian. Transfer ke daerah disebut juga APBD adalah belanja yang dibagi-
bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah
yang bersangkutan. Rincian anggaran transfer ke daerah adalah:
a. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas: Dana bagi hasil, yaitu dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah berdasarkan
persentase tertentu demi mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi; Dana Alokasi Umum, yang selanjutnya disebut
DAU, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
ke daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah demi
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU
tersebut dialokasikan dalam bentuk block grant, yang penggunaannya
diserahkan sepenuhnya kepada daerah; Dana Alokasi Khusus, yaitu dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu
dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Komponen Transfer ke Daerah
Iainnya adalah Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian, yang diatur dengar
peraturan perundang-undangan di luar CC perimbangan keuangan.
b. Dana Otonomi Khusus, yaitu dana yang dialokasikan untuk membiayai
pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Dana ini dibatasi hanya 20 tahun
yang saat ini untuk Provinsi Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam.
c. Dana Penyesuaian, yaitu dana yang dialokasikan untuk membantu daerah
dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan membantu
mendukung percepatan pembangunan di daerah.
3 Pembiayaan
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang harus dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, haik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya. Besaran pembiayaan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara Iain asumsi dasar makro ekonomi kebijakan
pembiayaan; serta kondisi dan kebijakan Iainnya.
• Pembiayaan Dalam Negeri, yang meliputi:
a Pembiayaan perbankan dalam negeri yang bersumber dari Sisa
Anggaran Lebih (SAL), penerimaan cicilan pengembalian Subsidiry
Loan Agreement (SLA)/Rekening Dana Investasi (RDI), rekening
pembangunan hutan, dan rekening pemerintah Iainnya. Sedangkan
pembiayaan nonperbankan dalam negeri bersumber dari privatisasi,
Hasil Pengelolaan Aset (HPA), penerbitan Surat Berharga Negara
(SBN), penarikan pinjaman dalam negeri, dana investasi pemerintah
dan Penyertaan Modal Negara (PMN), serta dana pengembangan
pendidikan nasional, dan
b Pembiayaan nonperbankan dalam negeri; Hasil pengelolaan aset; Surat
berharga negara neto; Pinjaman dalam negeri neto; Dana investasi
pemerintah; dan Kewajiban penjaminan.
• Pembiayaan Luar Negeri, yang meliputi :
a Penarikan Pinjaman Luar Negen, yang terdiri atas Pinjaman Program
dan Pinjaman Proyek, dan
b Penerusan pinjaman, serta Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar
Negeri, yang terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.

H. Optimalisasi Peranan DPR


Peranan DPR dalam penganggaran dapat dijalankan berdasarkan fungsi-fungsi yang
dimilikinya. Berdasarkan Pasal 20A UUD 1945 Perubahan Pertama, DPR mempunyai
tiga fungsi, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
a Fungsi Legislasi. Dalam menjalankan fungsi legislasinya, DPR menetapkan dan
menyetujui RUU APBN yang diajukan oleh Pemerintah. Proses penetapan itu
sendiri diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI. Sebelum menetapkan dan
menyetujui RUU APBN yang diajukan oleh Pemerintah, DPR terlibat secara
intens dalam keseluruhan proses penyusunan dan penetapan sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya.
b Fungsi Anggaran. Berkenaan dengan fungsi anggaran, DPR mempunyai hak
budget sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 perubahan Ketiga
yang menyebutkan bahwa RUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. DPR sesuai dengan hak
budget-nya dapat menyetujui ataupun tidak menyetujui RUU APBN yang
diajukan oleh Pemerintah dan mengadakan pembahasan. pembahasan RUU
APBN secara bersama oleh DPR dan Presiden selain dalam rangka melaksanakan
fungsi legislasi juga dimaksudkan agar DPR dapat mengetahui dan
mengidentifikasi dengan jelas bahwa terhadap alokasi yang dicantumkan dalam
RAPBN tersebut tidak terjadi penyelewengan. Selain itu, DPR juga mempunyai
hak untuk mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan
dan pengeluaran dalam RUU APBN.Dalam konteks optimalisasi peranan DPR
dalam penganggaran, khususnya pada tahap penyusunan dan penetapan APBN,
Abdullah Zainie (2003) menggaris bawahi beberapa hal, di antaranya:
 DPR harus mempunyai waktu khusus untuk membahas proses anggaran
dengan mengkaji secara teliti sehingga proses tersebut dapat berjalan
lancar;
 DPR harus menguasai keseluruhan struktur dan proscs anggaran sehingga
bisa memberikan peran yang maksimal terhadap proses anggaran;
 DPR dengan didukung oleh Undang-undang seharusnya mampu
memberikan kontribusi lebih besar; bukan hanya sekedar menerima atau
menolak RUU APBN. DPR seharusnya dapat mendiskusikan anggaran
sebagai sebuah instrumen kebijakan dan untuk menjamin bahwa anggaran
tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam konstitusi.
DPR juga harus bisa mengkaji dan menganalisis anggaran secara teperinci
berdasarkan fungsi-fungsi yang ada;
 Anggaran seharusnya digunakan oleh Pemerintah dan DPR untuk
bertindak sebagai mitra yang berkepentingan dalam pencapaian tujuan
yang sama;
 Kepentingan tertinggi partai harus didahulukan di atas kepentingan partai.

c Fungsi Pengawasan. Pengawasan yang dilakukan oleh DPR terdiri dari dua hal,
yaitu i). Pengawasan terhadap Pemerintah dalam melaksanakan Undang-undang;
dan ii). Pengawasan terhadap Pemerintah dalam melaksanakan APBN.
Pengawasan DPR terhadap Pemerintah dalam melaksanakan APBN dapat
dilakukan melalui dua hal, yaitu:
 Melalui rapat-rapat kerja yang dilakukan oleh komisi-komisi DPR dengan
departemendepartemen pemerintahan. Dalam rapat kerja tersebut, DPR
dapat mengadakan pembahasan mengenai berbagai hal dengan
Pemerintah. Selain itu, DPR juga membahas hasil dengar pendapat komisi-
komisi dengan masyarakat, NGO, akademisi. Fungsi pengawasan dan
fungsi penganggaran akan beririsan ketika DPR melakukan pembahasan
dengan Pemerintah untuk menyetujui RUU APBN atau PAN yang
diajukan oleh Pemerintah.
 Menerima dan membahas laporan dari BPK. Berdasarkan Pasal 23E UUD
1945 Perubahan Ketiga, ditetapkan bahwa hasil pemeriksaan keuangan
negara diserahkan kepada DPR, DPD, DPRD, sesuai dengan
kewenangannya. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK akan
digunakan oleh DPR untuk mengevaluasi pertanggungjawaban Pemerintah
dalam pelaksanaan APBN. Menurut pasal 145 Peraturan Tata Tertib DPR,
DPR membahas hasil pemeriksaan tersebut yang diberitahukan oleh BPK
dalam bentuk Hasil Pemeriksaan Semester, yang kemudian disampaikan
dalam rapat paripurna DPR untuk dipergunakan sebagai bahan
pengawasan. Hasil pemeriksaan juga membantu DPR dalam rangka
memberikan persetujuan atas PAN yang diajukan oleh Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai