Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA (APBN)


Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Administrasi Keuangan

DI SUSUN OLEH :

Muhamad Galu
(044213957)

SARJANA I
UNIVERSITAS TERBUKA FAKULTAS (FHISIP)
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun anggaran bisa dibaratkan sebagai anggaran rumah tangga ataupun anggaran
perusahaan yang memiliki dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran.
Pemerintahan suatu negara memerlukan pedoman dalam mengelola keuangannya. Dalam
rangka mencapai sasaran seperti yang diharapkan, diperlukan peraturan mengenai
penerimaan dan pengeluaran uang negara. Oleh karena itu, setiap awal periode disusun
APBN yang digunakan sebagai pedoman dalam mengatur keuangan negara.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah :
1. Bagaimana pengertian dan tujuan penyusunan APBN ?
2. Bagaimana struktur APBN ?
3. Bagaimana fungsi APBN ?
4. Bagaimana prinsip dan azas penyusunan APBN ?
C. Tujuan Penulisan

Agar Pembaca dan penulis dapat mengetahui pengertian, tujuan, struktur,


fungsi dan azas dalam menyusun APBN.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana
penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran ( 1 Januari – 31
Desember ). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun
ditetapkan oleh Undang-Undang.1
Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan
neara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka melaksanakan kegiatan-
kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan
kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk
tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.2
B. Dasar Hukum APBN
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi dalam
struktur perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu, pengaturan mengenai
keuangan negara selalu didasarkan pada undang-undang ini. Khususnya dalam BAB
VIII Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV Pasal 23 yang mengatur tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
C. Struktur APBN
Secara garis besar, struktur APBN terdiri dari :
· Pendapatan Negara dan Hibah
· Belanja Negara
· Keseimbangan Primer
· Surplus/Defisit Anggaran
· Pembiayaan

1
Deddi., Putra, Iswahyudi Sondi, dkk. 2007. Akuntansi Pemerintah. Salemba Empat: Jakarta.
2
Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut i-account. Dalam
beberapa hal, isi dari i-account sering disebut postur APBN. Beberapa faktor penentu
postur APBN antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut :3
a. Pendapatan Negara
Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
· Indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi.
· Kebijakan pendapatan negara.
· Kebijakan pembangunan ekonomi.
· Perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum.
· Kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, target penerimaan negara dari sumber daya alam migas turut
dipengaruhi oleh besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi
nilai tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta kebijakn
pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran Pendapatan Tidak Kena
Pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak dan lainnya.
-Penerimaan Hibah
- Penerimaan Perpajakan
- Pendapatan pajak dalam negeri
1. Pendapatan pajak penghasilan (PPh).
2. Pendapatan pajak pertambahan nilai (PPN) dan jasa dan pajak penjualan atas
barang mewah.
3. Pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB).
4. Pendapatan cukai.
5. Pendapatan pajak lainnya.
· Pendapatan pajak internasional
1. Pendapatan bea masuk
2. Pendapatan bea keluar
- Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
· Penerimaan sumber daya alam
1. Penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas).

3
Drs. Purwiyanto MA, dkk. 2013. Dasar-Dasar Praktek Penyusunan APBN di Indonesia. Jakarta Pusat :
Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
2. Penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA non-
migas).
· Pendapatan bagian laba BUMN
1. Pendapatan laba BUMN perbankan
2. Pendapatan laba BUMN non-perbankan.
· PNBP lainnya
1. Pendapatan dari pengelolaan BMN.
2. Pendapatan jasa.
3. Pendapatan bunga.
4. Pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana korupsi.
5. Pendapatan pendidikan.
6. Pendapatan gratifikasi dan uang hasil sitaan korupsi.
7. Pendapatn iuran dan denda.
· Pendapatan BLU
1. Pendapatan jasa layanan umum.
2. Pendapatan hibah badan layanan umum.
3. Pendapatan hasil kerja sama BLU.
4. Pendapatan BLU lainnya.

b. Belanja Negara
Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
· Asumsi dasar makro ekonomi.
· Kebutuhan penyelenggaran negara.
· Kebijakan pembangunan.
· Resiko (bencana alam, dampak krisis global).
· Kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asusmsi ICP, nilai tukar,
serta target volume BBM subsidi.
- Belanja pemerintah pusat
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah :
1. Fungsi pelayanan umum.
2. Fungsi pertahanan.
3. Fungsi ketertiban dan keamanan.
4. Fungsi ekonomi.
5. Funsi lingkungan hidup.
6. Fungsi perumahan dan fasilitas umum.
7. Fungsi kesehatan.
8. Fungsi pariwisata.
9. Fungi agama.
10. Fungsi Pendidikan
11. Fungsi perlindungan sosial.
Belanja pemerintah pusat menurut jenis adalah :
1. Belanja pegawai
2. Belanja barang.
3. Belanja modal.
4. Pembayaran bunga utang.
5. Subsidi.
6. Belanja hibah.
7. Bantuan sosial.4
8. Belanja lainnya.
- Transfer ke daerah
Rincian anggaran transfer ke daerah adalah :
· Dana Perimbangan :
1. Dana Bagi Hasil.
2. Dana Alokasi Umum.
3. Dana Alokasi Khusus.
4. Dana Otonomi Khusus.
· Dana Otonomi Khusus.
· Dana Penyesuaian.
c. Pembiayaan
Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
· Asumsi dasar makro ekonomi.
· Kebijakan pembiayaan.
· Kondisi dan kebijakan lainya.
- Pembiayaan Dalam Negeri
Pembiayan dalam negeri meliputi :
· Pembiayaan perbankan dalam negeri
4
Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah. Yogyakarta: Salemba Empat
· Pembiayaan non-perbankan dalam negeri :
1. Hasil pengelolaan aset
2. Surat berharga negara neto.
3. Pinjaman dalam negeri neto.
4. Dana investasi pemerintah.
5. Kewajiban penjaminan.
- Pembiayaan Luar Negeri
Pembiayaan luar negeri meliputi :
1. Penarikan pinjaman luar negeri, terdiri atas pinjaman program dan pinjaman
proyek.
2. Penerusan pinjaman.
3. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri, terdiri atas jatuh tempo dan
moratorium.

D. Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN


Asumsi dasar ekonomi makro sangat berpengaruh pada besaran komponen dalam
struktur APBN. Asumsi dasar tersebut adalah :5
· Pertumbuhan ekonomi.
· Nominal produk domestik bruto.
· Inflasi y-o-y.
· Rata-rata tingkat bunga SPN 3 bulan.
· Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
· Harga minyak (USD/barel).
· Produksi/lifting minyak (MBPD).
· Lifting gas (MBOEPD).
Indikator lainnya :
· Jumlah penduduk.
· Pendapatan per kapita.
· Tingkat kemiskiann.
· Tingkat pengangguran.
5
Sadono dan Sukirno. 2000. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
E. Siklus APBN
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rangkaian
kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai pada saat anggaran negara mulai
disusun sampai dengan perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang. Ada 5
tahapan pokok dalam satu siklus APBN di Indonesia.6 Dari kelima tahapan itu,
tahapan ke-2 dan ke-5 dilaksanakan bukan oleh pemerintah, yaitu masing-masing
tahap ke-2 penetapan/persetujuan APBN dilaksanakan oleh DPR (lembaga legislatif),
dan tahap ke-5 pemeriksaan dan pertanggungjawaban dilaksanakan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan tahapan lainnya dilaksanakan oleh
pemerintah. Tahapan kegiatan dalam siklus APBN adalah sebagai berikut :
Perencanaan dan Penganggaran APBN
Tahapan ini dilakukan pada tahun anggaran tersebut dilaksanakn (APBN t-
1) yang meliputi dua kegiatan yaitu, perencanaan dan penganggaran. Tahap
perencanaan dimulai dari :7
· Penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional.
· Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi pelaksanaan program
dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru dan indikasi
kebutuhan anggaran.
· Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi
pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan dan mengkaji usulan inisiatif
baru berdasarkan proritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan
efisiensi indikasi kebutuhan dananya.
· Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah ditetapkan.
· K/L menyusun rencana kerja (Renja).
· Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) dilaksanakan antara K/L, Kementerian
Perencanaan, dan Kementerian Keuangan.
· Rancangan awal RKP disempurnakan.
· RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR.
Tahap penganggaran dimulai dari :
· Penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif.
· Penetapan pagu indikatif, penetapan pagu anggaran K/L

7
· Penyusuan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L).
· Penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan rancangan
undang-undang tentang APBN.
· Penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangna UU tentang
APBN kepada DPR.
Penetapan/Persetujuan APBN
Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1, sekitar bulan
Oktober-Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa pembahasan Rancangan APBN
dan Rancangan Undang-Undang APBN serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya
berdasarkan persetujuan DPR, Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN.
Penetapan UU APBN ini diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian APBN
sebagai lampiran UU APBN dimaksud.
Pelaksanaan APBN
Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan APBN
dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada tahun berjalan (APBN t). Dengan kata lain,
pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini kementerian /lembaga (K/L).
K/L mengusulkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) berdasarkan Keppres
mengenai rincian APBN dan menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk disahkan.
DIPA adalah alat untuk melaksanakn APBN. Berdasarkan DIPA inilah para pengelola
anggaran K/L (Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, dan Pembantu Pengguna
Anggaran) melaksanakan berbagai macam kegiatan sesuai tugas dan fungsi instansinya.
Pelaporan dan Pencatatan APBN
Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan tahap pelaksanaan
APBN, 1 Januari – 31 Desember. Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses
akuntansi, dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintah yang terdiri
dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta catatan atas
laporan keuangan.
Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN
Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaandan pertanggungjwaban
yang dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir (APBN t+1), sekitar bulan Januari-Juli.
Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara
keseluruhan selama 1 tahun anggaran, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepda DPR berupa laporan keuangan yang
telah diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.

F. Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara
dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas
perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.8
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi,
dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban negara dalam satu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus
penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran
berikutnya.9
· Fungsi Otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkkutan. Dengan demikian,
pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
· Fungsi Perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman
bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah
direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk mendukung
pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun
proyek pembanguan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil
tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
· Fungsi Pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan
pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
· Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
· Fungsi Dsitribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatuhan.

9
M. Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1997),
257
· Fungsi Stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
G. Prinsip Penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada 3, yaitu :
1. Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
2. Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
3. Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN yaitu :
1. Hemat, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan.
2. Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
3. Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
H. Azas Penyusunan APBN
APBN disusun dengan berdasarkan azas-azas :10
· Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.
· Penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas.
· Penajaman prioritas pembangunan.
· Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
APBN adalah daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai
pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam
rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi,
peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya
ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
B. Saran
Bagi para penyelenggara negara sebagai pengelola anggaran negara hendaknya
menghindarkan diri dari praktek-praktek KKN karena KKN secara material akan sangat
merugikan warga masyarakat. Dan juga agar Negara kita dapat maju dan berkembang dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Deddi., Putra, Iswahyudi Sondi, dkk. 2007. Akuntansi Pemerintah. Salemba Empat: Jakarta

M. Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1997), 257

Drs. Purwiyanto MA, dkk. 2013. Dasar-Dasar Praktek Penyusunan APBN di Indonesia. Jakarta Pusat :
Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Sadono dan Sukirno. 2000. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah. Yogyakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai