Kebijaksanaan Fiskal
Oleh:
I Gede Jemika Negara
1306305117
No Absen 47
1. Kebijakan Fiskal
Antara tahun 1951-1958 sistem fiskal indonesia sangat tergantung pada
sumber penerimaan yang berasal dari perdagangan internasional. Semenjak akhir
1950-an penerimaan atas perdagangan tersebut menurun seiring memburuknya
situasi
belanja
dipertahankan
agar
seimbang
dalam
arti
bahwa
pengeluaran total tidak melebihi penerimaan total yang berasal dari dalam
maupun luar negeri,termasuk bantuan luar negeri.
2. Tabungan pemerintah yang diartikan sebagai penerimaan dalam negeri
dikurangi pengeluaran rutin diusahakan meningkat,dengan tujuan agar
mampu menggeser secara berangsur-angsur bantuan dalam negeri dan
akhirnya
menghilangkan
pembangunan.
3. Basis perpajakan diusahakan diperluas berangsur-angsur guna menghindari
pengalaman yang kurang menyenangkan ditahun 1959-1960. Sasaran ini
dicapai
dengan
mengintensifkan
pengumpulannya.
4. Prorioritas
harus
diberikan
penaksiran
kepada
pajak
dan
pengeluaran
prosedur
produktif
Saat ini ada tiga jenis anggaran belanja pemerintah sesuai dengan tingkat
pemerintahan,yakni
APBN,APBD
provinsi,APBD
Provinsi
II,dengan
prosedur
bunga yang didapat sebagai konpensasi atas investasi yang ditanamkan dimana
masyarakat menganggapnya sebagai kesempatan untuk korupsi.
Pada masa pemerintahan presiden Soeharto APBN selalu disusun agar
seimbang (pendapatan negara sama dengan pembelanjaan negara). Anggaran yang
demikian disebut dengan Balance Budget. Pada masa kepemimpinan presiden
Soeharto, pemerintah selalu mengalami defisit dalam APBNnya. Hal ini dikarenakan
penerimaan pajak yang sangat kecil karena perekonomian yang tidak berkembang
(Stagnan), sedangkan pengeluaran pemerintah selalu mengami peningkatan yang
disebabkan oleh pembiayaan keamanan didalam negeri maupun diluarnegeri
(penjajah) neokolonisme,dan neoriberalisme. APBN waktu itu selalu selalu dikatakan
menggunakan sistem defisit spending ,kelebihan belanja dari pendapatan dibiayai
dengan mencetak uang. Dimasa pemerintahan Soeharto apabila terjadi anggaran
belanja difisit maka perlu didicarikan sumber pembiayaannya,yang bisa berasal dari
sumber dalam negeri yang bisa berupa : 1). Hasil privatisasi perusahaan negara. 2).
Penjualan aset restrukturisasi perbankan. 3). Penjualan obligasi negara. 4). Dana
investasi pemerintah. Sumber pendanaan dari luar negeri bisa berupa penarikan
pinjaman luar negeri (baik berupa pinjaman program maupun pinjaman proyek)
setelah dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri.
6. Pola Penerimaan Pemerintah
Kebijakan fiskal pada umumnya (juga indonesia) terdiri dari kebijakan
penerimaan
dan
pengeluaran
negara/pemerintah.
Penerimaan
pemerintah
dibedakan menjadi:
1. Penerimaan dalam negeri, yang tidak lain dari pada seluruh penerimaan baik
berupa pajak ataupun penerimaan bukan pajak.
2. Hibah,yang merupakan bantuan pihak ketiga (yang tidak mengikat) baik yang
datang dari dalam maupun luar negeri. Dimana penerimaan dalam negeri
dibedakan menjadi:
a) Penerimaan dari perpajakan (baik dari pajak langsung maupun tidak
lansung, baik dalam maupun perdaganagan internasional).penerimaan
negara dari pajak dibedakan menjadi:
Pajak dalam negeri yang terdiri dari komponen : Pajak penghasilan
(Pph), Pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak bumi dan bangunan
(PBB), Bea perolehan hak atas tanah & bangunan,Cukai, dan Pajak
lainnya.
Pajak dari perdagangan internasional,pajak impor dan pungutan
administrasi ekspor.
b) Penerimaan bukan pajak (PNBP),semua penerimaan negara yang bukan
pajak seperti halnya uang sekolah (SPP),penerimaan dari penjualan bibit
oleh departemen yang membuat pembibitan untuk rakyat, asetmilik
pemerintah yang dijual kepada rakyat misalnya, rumah dinas, mobil dinas
dan sebagainya.
7. Pola Pengeluaran Pemerintah
Anggaran belanja pemerintah terdiri dari anggaran untuk Pemerintah Pusat
dan anggaran untuk Pemerintah Daerah, dimana anggara untuk Pemerintah Pusat
sekitar dua kali dari anggaran untuk Pemerintah Daerah.
Dalam kurun waktu enam tahun Pemerintah Daerah dan Pusat telah mampu
meningkatkan anggaran belanjanya lebih dari dua kali lipat dari Rp 322 triliun pada
tahun 2002 menjadi lebih dari Rp 752 triliun pada tahun 2007.
Anggaran rutin Pemerintah Pusat relatif tetap pada tahun 2002, 2003, dan
2004 tetapi meningkat tajam saat 2005 dan meningkat lagi pada tahun 2007. Selain
itu, anggaran pembangunannya juga terus meningkat dari 37 triliun pada tahun 2002
menjadi 71 triliun pada tahun 2007.
8. Pengaruh APBN terhadap Jumlah Uang Beredar
Jika realisasi APBN bersifat seimbang, maka jumlah uang beredar di
masyarakat tetap. Jika realisasi APBN bersifat defisit, maka jumlah uang beredar di
masyarakat bertambah. Jika realisasi APBN bersifat surplus, maka jumlah uang
beredar di masyarakat berkurang.
9. Kebijakan Perpajakan dan Pengeluaran Pemerintah
Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap penghasilan nasional yakni pemerintah
melakukan pengeluaran dan dibayarkan ke masyarakat sehingga mereka menerima
tambahan pendapatan yang nantinya akan meningkatkan konsumsi dan tabungan
mereka.
4
DAFTAR PUSTAKA