Anda di halaman 1dari 9

Ekonomi Publik

Materi 1 (Setelah Mid Tes)


Dr. Muhammad Nur Afiat, SE., M.Si

APBN Dan Utang Negara

A. APBN
1. Pengertian APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan
tahunan Pemerintah Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan
pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. Dijabarkan
dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan
APBN adalah:

∙ Rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR (Pasal 1, Ayat
7).
∙ Terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan (Pasal 11, Ayat 2).
∙ Meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember (Pasal 4).
∙ Ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang (Pasal 11 Ayat 1).
∙ Mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi (Pasal 3, Ayat 4).

2. Pengertian APBN Menurut Para Ahli


1. John F. Due
Menurutnya APBN adalah suatu pernyataan mengenai perkiraan pengeluaran dan
penerimaan negara yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode di masa depan atau
yang akan datang, serta data dari pengeluaran dan penerimaan yang benar-benar terjadi di
masa lalu.
2. M. Suparmoko
Menurut M. Suparmoko, APBN adalah suatu daftar atau pernyataan yang terinci tentang
penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu,
biasanya dalam satu tahun.
3. Nurjaman Arysad
Menurut Nurjaman Arsyad, APBN adalah rencana kerja pemerintah yang akan dilakukan
dalam satu tahun yang dituangkan dalam angka-angka.
Ekonomi Publik
Materi 1 (Setelah Mid Tes)
Dr. Muhammad Nur Afiat, SE., M.Si
3. Macam-Macam Kebijakan Anggaran
Kebijakan anggaran/fiskal terbagi atas 4 macam
1. Kebijakan anggaran Surplus, yaitu kebijakan anggaran dimana penerimaan negara lebih
besar daripada pengeluaran negara.
Anggaran surplus menurut Boediono mengandung beberapa pengertian, antara lain:
Pengertian pertama, yaitu apabila penerimaan utama lebih besar dari pada seluruh pengeluaran
pemerintah. Pengertian kedua, apabila penerimaan (pajak + non pajak) + pinjaman masyarakat
dalam negeri lebih besar dibandingkan seluruh pengeluaran pemerintah. Pengertian ketiga,
apabila penerimaan utama (pajak + non pajak) + pinjaman masyarakat dalam negeri +
pinjaman luar negeri lebih besar dari pada pengeluaran pemerintah. Jadi , jika penerimaan
utama, (pajak dan non pajak) sudah dapat membiayai pengeluaran pemerintah, pemerintah
tidak perlu meminjam dari masyarakat maupun dari luar negeri.
Kebijakan Fiskal Surplus (Kebijakan Fiskal Kontraktif) adalah kebijakan fiskal yang
diakukan oleh pemerintah dengan cara mengendalikan pembelanjaan lebih kecil dari pada
Pendapatan. Dengan kebijakan memperkecil jumlah pembelanjaan (pengeluaran) anggaran
dana pemerintah, diharapkan jumlah permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa secara
umum tidak meningkat. Jika permintaan atas barang dan jasa meningkat atau turun, maka
harga barang akan turun atau tidak meningkat. Jika harga barang menurun atau tidak
meningkat maka inflasi dapat di cegah atau diatas. Oleh karena itu, kebijakan fiskal surplus
ini biasanya digunakan pemerintah untuk mencegah terjadinya inflasi (kenaikan harga barang
yang diakibatkan jumlah uang beredar melebihi jumlah uang yang dibutuhkan masyarakat).
2. Kebijakan anggaran Defisit, yaitu kebijakan anggaran dimana pengeluaran negara lebih
besar daripada penerimaan negara.
Anggaran disebut defisit apabila seluruh pengeluaran pemerintah tidak bisa dibiayai oleh
sumber penerimaan. Contohnya :
Pengeluaran Total : 360
Penerimaan :
Pajak : 220
Non pajak : 70
Pinjaman Masyarakat dalam negeri : 10
Total : 300
Maka penerimaan (300) – pengeluaran (360) = -60, artinya terjadi defisit sebanyak 60.
APBN defisit apabila penerimaan pajak plus penerimaan hasil dari sumber daya alam
dan laba dari BUMN bagi pemerintah plus pinjaman dari masyarakat dalam negeri tidak
mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah.
Kebijakan Fiskal Anggaran Defisit (Kebijakan Fiskal Ekspansif) adalah kebijakan
fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan cara mengendalikan pembelanjaan
pemerintah (pengeluaran) lebih besar dari pada pendapatan pemerintah (penerimaan).
Peningkatan jumlah
Ekonomi Publik
Materi 1 (Setelah Mid Tes)
Dr. Muhammad Nur Afiat, SE., M.Si
anggaran yang di gunakan untuk pembelanjaan (pengerluaran) yang tidak sebanding dengan
pendapatan negara, akan menyebabkan negara tersebut mengalami kekurangan (defisit).
Kebijakan anggaran defisit ini pada umumnya digunakan oleh pemerintah untuk mensiasati
peningkatan pertumbuhan ekonomi negara. dengan kondisi anggaran dana negara yang defisit,
pemerintah akan mencari dana dari pihak lain untuk memajukan usaha dan ekonomi negara.
Terdapat banyak pantangan dalam kebijakan ini seperti pelaku harus jujur, tidak boros, tidak
korupsi, dan mampu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang akan terjadi (walaupun
kemungkinan buruk). Secara teori, kebijakan ekspansif ditempuh pada saat perekonomian
dalam kondisi lesu. Dalam kondisi investasi swasta melemah, maka Pemerintah harus
mengambil alih melemahnya peran swasta tersebut dengan meningkatkan belanjanya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, defisit APBN
dalam satu periode anggaran dibatasi tidak boleh melebihi 3 persen dari total PDB. Tujuan
dari batasan defisit tersebut adalah untuk menjamin agar kebijakan ekspansif pemerintah tetap
menjamin APBN tetap dalam kondisi sehat dan berkesinambungan. Oleh karena itu, dalam
penyusunan APBN setiap tahunnya, Pemerintah harus memastikan bahwa defisit APBN tetap
terkendali di bawah batas ketentuan perundangan.
3. Kebijakan anggaran Seimbang, yaitu kebijakan anggaran yang jumlah penerimaan tolat
negara seimbang/sama dengan jumlah pengeluaran total negara.
Dari segi pembukaan, APBN selalu seimbang. Artinya antara total penerimaan dan
total pengeluaran besarnya sama. Perubahan kebijakan anggaran ditujukan oleh adanya
perubahan jumlah untuk masing-masing pos, meskipun jumlah total penerimaan dan
pengeluaran sama.
Contoh Anggaran Pendapatan dan Belanja Seimbang :
Penerimaan :
Pajak : 200
Non pajak : 70
Pinjaman Luar Negeri : 40
Pinjaman Masyarakat : 20
Kredit bank sentral : 220
Belanja barang/Jasa : 10
Total : 360
Pengeluaran :
Belanja barang/jasa : 100
Gaji pegawai subsidi : 40
Pembayaran utang : 30
Pengeluaran pembayaran : 40
Dana pembayaran : 50
Operasional khusus : 90
Ekonomi Publik
Materi 1 (Setelah Mid Tes)
Dr. Muhammad Nur Afiat, SE., M.Si
Lain-lain : 10
Total : 360
Kebijakan anggaran seimbang adalah kebijakan fiskal yang dikeluarkan oleh
pemerintah dengan cara mengendalikan pembelanjaan dan pendapatan yang berimbang ( sama
sama besar). Pemerintah mengendalikan jumlah pembelanjaan tidak boleh lebih besar dari
pada jumlah pendapatan dan jumlah pendapatan juga tidak lebih besar dari pada jumlah
penerimaan. Hal tersebut akan dapat menguntungkan bagi negara karena pemerintah tidak
perlu hutang kepada pihak lain.
4. Kebijakan anggaran dinamis, yaitu kebijakan anggaran yang mana pemerintah menetapkan
anggaran yang selalu meningkat dari tahun sebelumnya.
Kebijakan anggaran dikatakan dinamis apabila anggaran yang ditentukan dapat
berubah berdasarkan situasi dan kondisi negara yaitu sendiri maupun akibat perkembangan
ekonomi internasional. Setiap perubahan anggaran harus disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat. Kebijakan fiskal dinamis adalah kebijakan yang menyediakan pendapatan yang bisa
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah yang bertambah seiring berjalannya waktu.

B. Utang Negara
1. Pengertian Utang Negara
Utang negara berdasarkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 merupakan jumlah uang yang
wajib dibayar pemerintah pusat dan/atau kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai
dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau
berdasarkan sebab lain yang sah.
Utang sering kali menjadi permasalahan yang pelik dalam lingkup nasional, karena telah
tertanam dalam benak mayoritas masyarakat sebuah doktrin general yang memberikan sinyal
buruk terhadap utang, khususnya utang negara. Namun ternyata utang merupakan salah satu
bagian penting dalam menetapkan kebijakan fiskal (APBN) dimana juga merupakan begian
dari suatu sistem besar yang disebut pengelolaan ekonomi.
Tujuan dari pengelolaan ekonomi tersebut adalah:
1. Menciptakan kemakmuran rakyat dalam bentuk:
a. Penciptaan kesempatan kerja.
b. Mengurangi kemiskinan.
c. Menguatkanpertumbuhanekonomi.
2. Menciptakan keamanan.

2. Utang Negara dalam APBN


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang biasa disingkat APBN merupakan
rencana keuangan tahunan pemerintah pusat yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR).
Ekonomi Publik
Materi 1 (Setelah Mid Tes)
Dr. Muhammad Nur Afiat, SE., M.Si
APBN memuat rincian yang sistematis atas rencana pendapatan yang akan diterima dan nilai
pagu maksimal yang akan dibelanjakan oleh negara. APBN Indonesia hingga kini masih
menerapkan sistem penganggaran defisit. Hal inilah yang menyebabkan terdapat kolom
pembiayaan dalam APBN untuk mengisi nilai pendapatan pembiayaan (netto) yang
diperlukan untuk menutupi kekurangan pendapatan negara. Untuk menutupi kekurangan
pendapatan negara tersebut banyak cara yang dapat dipilih dari sekian banyak opsi seperti
penjualan aset yang dimiliki, utang dan lainnya. Namun dari semuanya itu, utang (terlepas
apapun jenisnya) merupakan instrumen yang paling sering digunakan pemerintah dalam
pelaksanaan APBN, karena memiliki tingkat risiko yang dapat dikendalikan, tingkat
fleksibilitas yang tinggi (dari segi waktu, jenis dan sumbernya), dan kapasitas yang sangat
besar.
3. Jenis-jenis Utang Negara
Pinjaman. Ada dua jenis pinjaman, yaitu :
1. Pinjaman Luar Negeri
Dapat berasal dari World Bank, Asian Development Bank, Islamic Development Bank
dan kreditor bilateral (Jepang, Jerman, Perancis dll), serta Kredit Ekspor. Pinjaman luar negeri
ini terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Pinjaman Program:
Untuk budget support dan pencairannya dikaitkan dengan pemenuhan Policy Matrix di
bidang kegiatan untuk mencapai MDGs (pengentasan kemiskinan, pendidikan, pemberantasan
korupsi), pemberdayaan masyarakat, policy terkait dengan climate change dan infrastruktur.
change dan infrastruktur.
b. Pinjaman Proyek :
Untuk pembiayaan proyek infrastruktur di berbagai sektor (perhubungan, energi, dll);
proyek-proyek dalam rangka pengentasan kemiskinan (PNPM).
Utang internasional adalah bagian utang dari suatu negara yang mana pembeli dari
surat utang tersebut adalah pihak investor dari luar negeri. Pinjaman yang didapat beserta
dengan bunganya harus dibayar dalam mata uang pinjaman tersebut. Untuk bisa memperoleh
mata uang yang diperlukan untuk membayar kembali pinjaman yang sudah diberikan, maka
pihak pemerintah bisa menjual ataupun mengekspor barang ke negara pemberi pinjaman
tersebut, atau bisa juga mengubah pendapatannya menjadi mata uang negara pemberi
pinjaman.
Krisis utang bisa saja timbul pada suatu negara dengan kondisi ekonomi yang lemah
duan sudah tidak mampu lagi membayar utang luar negerinya. Hal tersebut dikarenakan
negara tidak mampu mengumpulkan pajak yang tepat. Biasanya hal tersebut terjadi dalam
beberapa periode pertumbuhan ekonomi yang terlampau lemah, yang mana keuntungan bisnis
dan pendapatan masyarakat menjadi menurun tajam.
2. Pinjaman Dalam Negeri
a) Peraturan Pemerintah (PP) No.: 54 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengadaan dan
Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah ;
b) Berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Pemerintah Daerah,dan Perusahaan
Daerah;
Ekonomi Publik
Materi 1 (Setelah Mid Tes)
Dr. Muhammad Nur Afiat, SE., M.Si
c) Untuk membiayai kegiatan dalam rangka pemberdayaan industri dalam negeri dan
pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum; kegiatan investasi yang
menghasilkan penerimaan.
Demi mendanai pembangunan domestik, maka pemerintah selanjutnya akan
mengeluarkan obligasi agar bisa dibeli oleh investor domestik. Terdapat beberapa jenis
investor yang mampu membeli obligasi dari pemerintah, seperti perusahaan asuransi,
perusahaan bank, hingga dana pensiun. Jenis obligasi yang satu ini dinilai rendah atau bebas
risiko pelarian modal karena investornya berasal dari domestik. Sehingga, efek nilai tukarnya
juga bisa diminimalisir. Ketika dalam kondisi krisis ekonomi, beberapa negara bisa
meningkatkan pajak atau mencetak uang yang lebih banyak agar bisa membayar kembali
pinjamannya. Walaupun, pilihan terakhir tersebut memiliki risiko meningkatkan inflasi.
4. Perjalanan Utang Pemerintah dari Era Soeharto Sampai Jokowi
Indonesia masih mengandalkan utang sebagai salah satu sumber pembiayaan negara.
Periode Mei 2021 dari data APBN Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah
mencapai Rp 6.418,5 triliun. Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai
40,49%. Ini merupakan indikator keamanan utang sebuah negara.

Dari Undang-undang Keuangan Negara No. 17 tahun 2003, batas rasio utang terhadap PDB
adalah 60%. Jika sudah lewat batas aman tersebut maka negara akan terjebak utang dan tidak
bisa membayar. Angka rasio utang ini terus mengalami naik turun di beberapa kepemimpinan
presiden.

∙ Era Presiden Soekarno


Indonesia mulai terjerat utang luar negeri sejak negara ini baru berusia seumur jagung setelah
merdeka. Indonesia sudah diwarisi utang oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1949.
Warisan utang dari pemerintah Hindia Belanda itu adalah salah satu kesepakatan dalam
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, sebagai syarat kemerdekaan.
Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Bung Karno juga pernah berutang ke negara
lain. Di bawah kepemimpinan Bung Karno, ia mewarisi utang sebesar USD 2,3 miliar atau
sekitar Rp32 Triliun. Angka tersebut di luar dari utang Hindia Belanda yang sebesar USD 4
miliar atau sekitar Rp56 Triliun.
"Utamanya ke negara-negara blok timur, Uni Soviet dan sekutunya. Ada bantuan (utang) dari
AS, tapi jumlahnya tidak lebih besar dari utang yang diperoleh dari Uni Soviet dan sekutunya.

∙ Era Soeharto
Setelah pergantian presiden, Soekarno pun mewarisi utang pemerintah ke tangan Soeharto.
Menurut data, utang di masa pemerintahan Soeharto berada di kisaran Rp 551,4 triliun.
Sementara PDB saat itu di kisaran Rp 955,6 triliun.
Bedanya, Soeharto tidak memilih utang dari negara blok timur, tapi cenderung ke blok barat
dan lembaga asing semisal Bank Dunia dan IMF. Warisan utang dari Hindia Belanda yang
sempat dibatalkan oleh Soekarno , justru di re-schedule ulang oleh Soeharto pada 1964.
Ekonomi Publik
Materi 1 (Setelah Mid Tes)
Dr. Muhammad Nur Afiat, SE., M.Si
Selain mereschedule ulang, Soeharto juga mendapat komitmen pinjaman baru. Utang di era
Soeharto , disebutkan diarahkan untuk pertumbuhan ekonomi. Mulai dari pembangunan
infrastruktur, pabrik, industri, dan lain-lain.
Saat Orde Baru Presiden Soeharto rasio utang 57,7% terhadap PDB dan utang pemerintah
berada di level Rp 551,4 triliun, sementara PDB Rp 955,6 triliun. Rasio utang era Presiden
Joko Widodo saat ini lebih kecil dari era Soeharto. Namun yang menjadi catatan kondisi utang
di Era Soeharto dan Jokowi sangat berbeda.

∙ Era BJ Habibie
Setelah Soeharto dilengserkan pada tahun 1998, warisan utang negara itupun diberikan
kepada Presiden BJ Habibie. Proses akumulasi utang pun terus berlanjut di era Presiden
Habibie. Bahkan, Habibie tercatat sebagai presiden yang membuat utang Indonesia makin
besar hanya dalam waktu singkat. Era Presiden BJ Habibie, rasio utang terhadap PDB
melambung tinggi. Saat itu, utang di era Habibie sekitar Rp 938,8 triliun, sementara PDB Rp
1.099 triliun. Sehingga rasio utang terhadap PDB berada di level 85,4%.

∙ Era Presiden Gus Dur


Rasio utang mulai turun pada era Gusdur, atau Presiden KH Abdurrahman Wahid. Saat
itu, rasio utang pemerintah turun tipis menjadi 77,2%. Di mana utang pemerintah sebesar Rp
1.271 triliun dan PDB Rp 1.491 triliun.

∙ Era Presiden Megawati


Di bawah kepemimpinan presiden Megawati, rasio utang Indonesia kembali
mengalami penurunan. Utang pada era Megawati sebesar Rp 1.298 triliun, sementara PDB Rp
2.303 triliun. Sehingga rasio utang saat itu 56,5 persen terhadap PDB.

∙ Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono


Setelah mendapat warisan utang sebesar RP 1.298 triliun, utang Indonesia justru
semakin membengkak menjadi Rp 2.608 triliun. Namun, SBY sempat melunasi utang
utangnya pada dana moneter internasional atau International Monetary Fund (IMF) yang telah
menjerat sejak tahun 1997. Pada Oktober 2006, sisa utang pada IMF sebesar USD 3,7 miliar
yang harusnya jatuh tempo pada 2010 telah diselesaikan oleh BI.
Walau nilai utang meningkat dua kali lipat, namun nilai PDB saat itu juga mengalami
peningkatan yang lebih tinggi. PDB era itu mencapai Rp 10.542 triliun atau meningkat berkali
kali lipat dibanding era sebelumnya. Dengan begitu, rasio utang juga hanya sekitar 24,7%
terhadap PDB. Rasio utang itu tercatat jadi yang paling rendah hingga saat ini.
∙ Era Presiden Joko Widodo
Era Jokowi-Jusuf Kalla saat masa jabatan pada periode 2014-2018, utang pemerintah
pusat per Juli 2018 tercatat Rp 4.253,02 triliun atau tumbuh 12,51% secara year on year (yoy).
Rasio utang terhadap PDB saat itu mencapai sekitar Rp 14.000 triliun tercatat 29,74%.
Berdasarkan catatan Bank Dunia, utang luar negeri Indonesia naik lebih dari dua kali
lipat dalam 10 tahun terakhir. Posisi utang Indonesia kemudian menanjak menjadi USD
307,75 miliar pada 2015, USD 318,94 miliar pada 2016, USD 353,56 miliar pada 2017, USD
379,59
Ekonomi Publik
Materi 1 (Setelah Mid Tes)
Dr. Muhammad Nur Afiat, SE., M.Si
miliar pada 2018, dan USD 402,08 miliar atau sekitar Rp5.634 Triliun. Kementerian
Keuangan RI mencatat, sampai akhir Desember 2020 total utang pemerintah mencapai angka
Rp 6.074,56 triliun sehingga rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,68 persen.
Secara nominal, utang pemerintah ini mengalami peningkatan dibandingkan periode yang
sama di tahun lalu. Hal ini disebabkan, pelemahan ekonomi sebagai akibat dari pandemi
Covid-19.
Utang luar negeri Indonesia paling banyak berasal dari Singapura yang mencapai USD
67,93 miliar, disusul oleh Jepang sebesar USD 29,03 miliar dan Tiongkok USD 20,03 miliar.
Selain ketiga negara itu, Indonesia juga memiliki pinjaman dari Amerika, Australia, Austria,
Hongkong, Korea Selatan, Inggris, Swiss, dan berbagai negara lainnya. Utang Indonesia yang
kian meningkat menjadi beban negara berpenduduk lebih dari 270 juta jiwa ini. Diperkirakan
per orang di Indonesia menanggung beban utang puluhan juta rupiah. "Per penduduk
Indonesia menanggung Rp 24,4 juta utang pemerintah," Angka itu berasal dari posisi utang
Indonesia sebesar Rp 6.625,43 triliun per Agustus 2021. Sementara populasi Indonesia
menurut Data Sensus Penduduk 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak
271.349.889 jiwa.
5. Rasio utang Indonesia di banding Negara Lain

Anda mungkin juga menyukai