Anda di halaman 1dari 11

ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA NEGARA


(APBN)
DR. IR. SLAMET SUBARI, M.SI
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Menurut UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara:
 Rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR
(pasal 1, ayat 7)
 Terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan (pasal
11, ayat 2)
 Meliputi masa satu tahun, mulai 1 Januari s/d 31 Desember (pasal 4)
 Ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang (pasal 11 ayat 1)
 Mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan alokasi, distribusi, dan
stabilisasi (pasal 3, ayat 4)
Selama 1969/70 - 1994/95 (Pembangunan Jangka Panjang Tahap I, PJP I)
pertumbuhan APBN mencapai 23% per tahun, sekitar empat kali lipat pertumbuhan
ekonomi PJP I yang 6,8% per tahun. Hal ini menunjukkan peranan APBN sebagai
lokomotif pertumbuhan ekonomi.
APBN dilaksanakan berdasarkan kepercayaan bahwa sektor belanja
pemerintah sangat dibutuhkan untuk pelaksanaan trilogi pembangunan:
pertumbuhan, pemerataan dan stabilisasi. Trilogi pembangunan ini merupakan
realisasi dari teori tiga fungsi fiskal:
1. Alokasi barang publik (allocation) ; Fungsi penyediaan barang publik yang
diharapkan menghasilkan eksternalitas (dampak) yang menguntungkan
2. Distribusi pendapatan (distribution) ; Fungsi APBN dalam rangka memperbaiki
distribusi pendapatan. Instrumen yang digunakan terutama adalah pajak dan
subsidi, yang dapat mempengaruhi/mengarahkan konsumsi masyarakat.
3. Stabilisasi perekonomian (stabilization) ; Fungsi APBN yang bersifat antisiklis,
seperti yang dijelaskan dalam pembahasan tentang politik anggaran di muka.
Dalam kondisi resesi sebaiknya pemerintah menempuh politik anggaran deficit
(berdampak ekspansif) untuk menstimulan permintaan, sedangkan kondisi
ekonomi membaik ditempuh anggaran surplus untuk menekan laju inflasi.
Dalam kondisi apapun pilihan lain yaitu anggaran berimbang
Struktur Dasar APBN
Penerimaan Pengeluaran
A. Penerimaan dalam Negeri C. Pengeluaran Rutin
1. Penerimaan migas 1. Belanja pegawai
2. Penerimaan pajak 2. Belanja barang
3. Penerimaan bukan pajak 3. Subsidi daerah otonom
4. Bunga dan cicilan utang
5. Lain-lain

B. Penerimaan Pembangunan D. Pengeluaran Pembangunan


4. Bantuan program 6. Pengeluaran pembangunan
5. Bantuan proyek 7. Pembiayaan rupiah

• A+B=C+D
• Tabungan Pemerintah = Penerimaan Dalam Negeri – Pengeluaran Rutin
Penerimaan pembangunan adalah bantuan atau utang luar negeri pemerintah.
APBN PADA PJP I
Merupakan anggaran berimbang dengan pertimbangan menjaga disiplin
dan menjamin kestabilan. Karena anggaran berimbang, maka penerimaan
sama dengan pengeluaran {(A+B) = (C+D)}.
APBN dikatakan fungsional dilihat dari besarnya pengeluaran
pembangunan yang harus selalu sama dengan kemampuan pendanaan.
Mengingat pengeluaran pembangunan selalu lebih besar dari pada
penerimaan pembangunan, harus ada sumber pengimbangnya. Di sisi
pengeluaran pembangunan, pos pengimbangnya adalah pembiayaan rupiah.
Sumber dananya adalah tabungan pemerintah. Selama PJP I peran tabungan
pemerintah sebagai sumber dana pembangunan cukup signifikan.
Namun tidak semua ahli setuju bahwa APBN adalah berimbang. Kelompok
ini berpendapat bahwa APBN Indonesia merupakan anggaran defisit karena
adanya komponen penerimaan pembangunan. Oleh karena itu, APBN
Indonesia adalah anggaran berimbang semu (quasy balanced budget).
Penyusunan APBN menitikberatkan pada hal-hal berikut:
1. Mengendalikan dan menurunkan secara bertahap defisit APBN menuju APBN
yang seimbang
2. Melanjutkan upaya penurunan jumlah utang publik dan rasionya terhadap PDB,
guna meringankan beban utang pemerintah secara cepat dalam jangka
menengah
3. Meningkatkan penerimaan pajak secara progresif yang adil dan jujur,
mengurangi subsidi, menghemat anggaran belanja negara, serta meningkatkan
disiplin anggaran
4. Memantapkan proses desentralisasi, dengan tetap mengupayakan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah, yang sesuai dengan asas keadilan dan
sepadan dengan besarnya kewenangan yang diserahkan pemerintah pusat
kepada daerah
Sumber Keuangan APBN
1. Penerimaan Perpajakan ; Merupakan semua bentuk penerimaan dari pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Pajak dalam negeri terdiri
dari pajak penghasilkan migas dan non migas, pajak pertambahan nilai (PPN),
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), cukai, dan lainnya. Pajak perdagangan
internasional yaitu bea masuk dan pajak/pungutan ekspor
2. Penerimaan Bukan Pajak ; Semua bentuk penerimaan oleh negara dalam
bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah dari laba Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), penerimaan negara bukan pajak lainnya
3. Hibah ; Semua yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri, sumbangan
dan pemerintah luar negeri
Bentuk-Bentuk Pajak
1. Pajak regresif : sistem pajak yang presentasi pungutan pajak menurun apabila
pendapatan yg dikenakan pajak menjadi bertambah tinggi. Hal ini
dimaksudkan untuk merangsang produktivitas masyarakat untuk jenis-jenis
barang tertentu yang sifatnya penting.
2. Pajak proporsional : presentassi pungutan pajak yang tetap besarnya pada
berbagai tingkat pendapatan/jumlah produksi.
3. Pajak progresif : sistem pajak yang presentasinya bertambah apabila
pendapatan semakin meningkat. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
persebaran barang tersebut di pasaran.
Politik Anggaran
Politik anggaran dibedakan menjadi anggaran tidak berimbang dan anggaran
berimbang.
Jenis Anggaran Tidak Berimbang
1. Anggaran Difisit (Deficit Budget) ; Pengeluaran pemerintah direncanakan lebih
besar dari penerimaan pemerintah (T<G).
Dengan asumsi kondisi awal anggaran pemerintah adalah anggaran berimbang
(G=T), apabila pemerintah menempuh anggaran defisit, maka > , dimana ≥ 0
dan ≥ 0. karena > 0 dan > maka jika pemerintah menempuh politik anggaran
defisit, pemerintah dianggap memilih kebijakan fiskal ekspansif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) ; Pemerintah merencanakan
penerimaan lebih besar dari pengeluaran (T > G atau G < T). Atau dapat
dikatakan pemerintah menempuh politik anggaran surplus apabila dimana dan
Sehingga anggaran surplus diidentikkan dengan kebijakan fiskal kontraktif.
Melalui anggaran surplus pemerintah mengerem pengeluarannya untuk
mengurangi daya beli dengan menaikkan pajak.

3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget) ; Pemerintah dikatakan menempuh


politik anggaran berimbang jika pengeluaran direncanakan akan sama dengan
penerimaan (G = T dan atau . Tidak ada ketentuan pokok dalam kondisi ekonomi
seperti apa politik anggaran berimbang ditempuh. Namun jika pemerintah
memilih politik anggaran berimbang, dua hal utama yang ingin dicapai adalah
peningkatan disiplin dan kepastian anggaran.
APBN disusun berdasarkan asumsi sebagai berikut:
1. Keadaan ekonomi global
2. Proses pemulihan ekonomi ; diharapkan didukung oleh situasi politik, sosial,
dan keamanan yang kondusif, sehingga dapat mengalami pertumbuhan yang
lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya
3. Harga minyak bumi di pasar internasional ;
4. Untuk menciptakan kebijakan fiskal yang sehat dan berkelanjutan (sustainable),
sekaligus menjaga kemantapan dan kestabilan pendapatan Negara. Penggalian
sumber-sumber penerimaan perpajakan perlu terus ditingkatkan
5. Untuk memelihara stabilitas moneter, perlu didukung oleh tersedianya barang-
barang kebutuhan pokok sehari-hari yang cukup dan tersebar secara merata,
serta dengan harga yang stabil dan terjangkau oleh rakyat banyak
6. Dalam rangka pemantapan kebijakan desentralisasi fiskal, perlu didukung oleh
adanya kepastian sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional,
transparan, partisipatif dan bertanggung jawab

Anda mungkin juga menyukai