Anda di halaman 1dari 10

A.

Apa penyebab munculnya :


1. APBN
2. APBP
3. APBD

1) APBN

Setiap tahun pemerintah menghimpun dan membelanjakan dana melalui Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara. Istilah ini mengacu pada anggaran yang digunakan
oleh pemerintah pusat dan bukan termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah dan juga anggaran BUMN. Penyusunan anggaran negara merupakan
rangkaian aktivitas yang melibatkan banyak pihak, termasuk semua departemen dan
lembaga serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Peran DPR dalam penyusunan
anggaran menyebabkan penyusunan anggaran lebih transparan, demokratis, objektif
dan akuntabel.

Sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa APBN harus diwujudkan dalam bentuk
Undang-Undang. Dalam hal ini presiden berkewajiban menyusun dan mengajukan
Rancangan APBN (RAPBN) kepada DPR. RAPBN tersebut memuat asumsi umum
yang mendasari penyusunan APBN, perkiraan penerimaan, pengeluaran, transfer,
defisit/surplus, pembiayaan defisit serta kebijakan pemerintah. Selain tu APBN juga
memuat perkiraan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran
departemen/lembaga, proyek, data aktual, proyeksi perekonomian, dan informasi
terkait lainnya. Semuanya dituangkan dalam Nota Keuangan yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari RUU APBN yang disahkan kepada DPR.

a. Pengertian
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang
memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun
anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggung
jawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan hukum serta tata cara
penyusunan APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, 2 dan 3. Pada
pasal 23 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN)sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan
setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besanya kemakmuran rakyat. Pada pasal 23
ayat 2 disebutkan bahwaRancangan undang-undang anggaran pendapatan dan
belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Pada pasal 23 ayat 3
disebutkan apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden,
pemerintah menjalankan APBN tahun lalu.
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN
dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan,
di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami
revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan
RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Dalam keadaan
darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan
pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. Selambatnya 6 bulan setelah
tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan
penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka
melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan
produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan
makmur material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kebijakan ekonomi makro Indonesia pada dasarnya merupakan
kesinambungan dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini mengingat bahwa
konsistensi kebijakan sangat diperlukan dalam mencapai sasaran pembangunan,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu kebijakan
ekonomi makro tersebut ditujukan untuk memperkuat fundamental ekonomi yang
sudah membaik dan mengantisipasi berbagai tantangan baru yang mungkin
timbul. Tantangan dan sasaran kebijakan ekonomi makro tersebut adalah
menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
didasarkan atas peningkatan kualitas dan kinerja perekonomian.
Stabilitas perekonomian merupakan prasyarat yang sangat mendasari bagi
para pelaku ekonomi. Oleh karena itu diperlukan pertumbuhan dengan kualitas
yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat menyerap lebih banyak
tenaga kerja sehingga dapat mengurangi penduduk miskin. Sementara itu
pertumbuhan ekonomi yang dicapai dalam tahun sebelumnya dipandang masih
moderat dibandingan dengan masa-masa sebelum krisis. Pertumbuhan tersebut
masih didukung oleh relatif tingginya kontribusi konsumsi, sedangkan dukungan
sumber-sumber ekonomi produktif seperti investasi dan ekspor masih harus
dioptimalkan.
b. Struktur APBN

Mulai tahun 2005, Pemerintah telah mengusulkan penyusunan RAPBN dengan


menggunakan format baru, yakni anggaran belanja terpadu (unified budget). Ini
merupakan reformasi besar-besaran di bidang anggaran negara dengan tujuan
agar ada penghematan belanja negara dan memberantas KKN. Selama lebih
dari 32 tahun, Pemerintah melaksanakan sistem anggaran yang dikenal dengan
dual budgeting, dimana anggaran belanja negara dipisahkan antara anggaran
belanja rutin dan anggaran pembangunan. Pemisahan anggaran rutin dan
anggaran pembangunan tersebut semula dimaksudkan untuk menekankan arti
pentingnya pembangunan, namun dalam pelaksanaannya telah menunjukan
banyak kelemahan (Anggito Abimanyu - 4 Juli 2005) yaitu :

a) Duplikasi antara belanja rutin dan belanja pembangunan oleh karena kurang
tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional organisasi dan proyek,
khususnya proyek-proyek non-fisik. Dengan demikian, kinerja sulit diukur
karena alokasi dana yang ada tidak mencerminkan kondisi yang
sesungguhnya.
b) Penggunaan dual budgeting mendorong dualisme dalam penyusunan daftar
perkiraan mata anggaran keluaran (MAK) karena untuk satu jenis belanja,
ada MAK yang diciptakan untuk belanja rutin dan ada MAK lain yang
ditetapkan untuk belanja pembangunan.
c) Analisis belanja dan biaya program sulit dilakukan karena anggaran belanja
rutin tidak dibatasi pada pengeluaran untuk operasional dan belanja
anggaran pembangunan tidak dibatasi pada pengeluaran untuk investasi.
d) Proyek yang menerima anggaran pembangunan diperlakukan sama dengan
satuan kerja, yaitu sebagai entitas akuntansi, walaupun proyek hanya bersifat
sementara. Jika proyek sudah selesai atau dihentikan tidak ada
kesinambungan dalam pertanggungjawaban terhadap asset dan kewajiban
yang dimiliki proyek tersebut. Hal ini selain menimbulkan ketidakefisienan
dalam pembiayaan kegiatan pemerintahan, juga menyebabkan
ketidakjelasan keterkaitan antara output/outcome yang dicapai dengan
penganggaran organisasi.

Sementara itu, belanja untuk daerah menampung seluruh pengeluaran


pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah, yang pemanfaatannya
diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Secara sederhana, maka struktur
APBN dapat ditunjukkan sebagai berikut :
1. Pendapatan Negara dan Hibah terdiri atas:
A. Penerimaan Dalam Negeri, terdiri atas:
a. Penerimaan Perpajakan, terdiri atas
1) Pajak Dalam Negeri, terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai(PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan(BPHTB), Cukai, dan
pajak lainnya.
2) Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif
Ekspor.
3) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terdiri atas:
a. Penerimaan SDA (Migas dan Non Migas)
b. Bagian Laba BUMN
c. PNBP lainnya
2. Hibah yaitu bantuan yang berasal dari swasta, baik dalam negeri maupun
luar negeri, dan pemerintah luar negeri.
A. Belanja terdiri atas dua jenis:
1) Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang
dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas
pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan
menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal,
Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM,
Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan
Bencana), dan Belanja Lainnya.
2) Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah
Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah
yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
Dana Bagi Hasil
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Otonomi Khusus.
B. Pembiayaan meliputi:

1) Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan,


Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
2) Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
a. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program
dan Pinjaman Proyek
b. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh
Tempo dan Moratorium.

c. Penyusunan dan Penentapan APBN


1) APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap
tahun dengan Undang-Undang
2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan
3) Pendapatan Negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak,
dan hibah
4) Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah
5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja
6) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN,
disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR
pada bulan Agustus tahun sebelumnya.
7) Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai
dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR.
8) DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang
APBN.
9) Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai Rancangan Undang-undang
tentang APBN dilakukanselambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
10) APBN yang disetujui DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja.
11) Apabila DPR tidak menyetujui Rancangan Undang-undang tentang APBN,
Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

Prosedur penyusunan APBN dapat dijelaskan melalui bagan berikut..


Setelah diamati bagan diatas, maka berdasarkan isi pasal 23 ayat (1) UUD
1945, APBN disusun setiap tahun. Tata cara penyusunan RAPBN menjadi
APBN adalah sebagai berikut..

1) Pemerintah menyusun rancangan RAPBN dalam bentuk keuangan


dalam sidang kabinet pemerintah yang bersangkutan
2) Pemerintah mengajukan rancangan RAPBN tersebut kepada DPR untuk
dibahas/disidangkan.
3) Dalam RAPBN di depan sidang dewan jika RAPBN tersebut disetujui
maka segera disahkan menjadi RAPBN untuk tahun anggaran ke depan.
4) Jika rancangan RAPBN yang diajukan tidak disetujui oleh sidang anggota
dewan maka pemerintah akan menggunakan pedoman atau APBN tahun
sebelumnya.

APBN menyangkut kepentingan seluruh masyarakat, oleh sebab itu dalam


pelaksanaannya perlu pengawasan yang ketat sehingga dapat tercapai
sasaran yang telah ditentukan. Adapun lembaga instansi yang melakukan
tugas pengawasan terhadap pelaksanaan APBN adalah :

1) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


2) Dirjen Pengawasan Keuangan atas nama menteri keuangan (untuk intern
tingkat eksekutif).
3) Inspektorat Jenderal (Irjend) departemen masing-masing yang berupa
pengawasan intern atau pengawasan melekat/waskat.

2) APBD Provinsi

APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah . Suatu daerah tidak akan dapat menjalankan kegiatan
pemerintahan tanpa adanya anggaran, oleh karena itu setiap tahunnya APBD
ditetapkan guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi perekonomian daerah
berdasarkan fungsi alokasi APBD. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No
22 tahun 2011 Pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2012, meliputi :

sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan kebijakan pemerintah daerah;


prinsip penyusunan APBD;
kebijakan penyusunan APBD;
teknis penyusunan APBD; dan
hal-hal khusus lainnya
1. Prinsip Penyusunan APBD
Penyusunan APBD Tahun Anggaran harus didasarkan prinsip sebagai berikut:

a) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan


daerah;
b) APBD harus disusunsecara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal;
c) Penyusunan APBD dilakukan secara transparan,dimana memudahkan
masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-
Iuasnya tentang APBD;
d) Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat;
e) APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
f) Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.
2. Teknis Penyusunan APBD
Dalam menyusun APBD Tahun Anggaran, pemerintah daerah dan DPRD
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Penetapan APBD tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal 31 Desember
Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD.

N URAIAN WAKTU LAMA


O
1 Penyusunan RKPD Akhir bulan Mei
Penyampaian KUA dan PPAS oleh 1minggu
2 Minggu 1bulan Juni
Ketua TAPD kepada kepala daerah
Penyampaian KUA dan PPAS oleh Pertengahan bulan 6
3 minggu
kepala daerahkepada DPRD Juni
KUA dan PPAS disepakati antara
4 Akhir bulan Juli
kepala daerahdan DPRD
Surat Edarankepala daerah perihal 1 Minggu
5 Awal bulanAgustus
Pedoman RKA-SKPD
Penyusunan dan pembahasan RKA- Awal Agustus sampai 7 Minggu
6 SKPD danRKA-PPKD dengan akhir
serta penyusunan Rancangan APBD September
Penyampaian Rancangan APBD Minggu pertama bulan 2 Bulan
7
kepadaDPRD Oktober
Palinglama 1 (satu)
Pengambilan persetujuan Bersama bulan sebelum tahun
8
DPRD dan kepala daerah anggaran
yang bersangkutan
15 hari kerja (bulan
9 Hasil evaluasi Rancangan APBD
Desember)
Penetapan Perda APBD dan Perkada Paling Lambat Akhir
10 Penjabaran APBD sesuai denganhasil Desember (31
evaluasi Desember)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD.
Prinsip- prinsip APBD :
a) Kesatuan
b) Universalitas
c) Tahunan
d) Spesialitas
e) Akrual
f) Kas
Kebijakan Umum Anggaran (KUA) menjadi acuan dalam perencanaan operasional
anggaran. Kebijakan anggaran berkaitan dengan analisa fiskal sedangakan operasional
anggaran berkaitan dengan sumber daya.
Proses penyusunan APBD :
a. Siklus Anggaran
1) Penyusunan dan Penetapan APBD;
2) Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD;
3) Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD.
b. Penyusunan Rancangan APBD
1) Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
2) Kebijakan Umum Anggaran
3) Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
4) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
5) Penyiapan Raperda APBD
6) Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
7) Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan
8) Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala
Daerah tentang Penjabaran APBD
9) Perubahan APBD
Penetapan APBD dilaksanakan dengan melalui tiga tahap sebagai berikut:
a) Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD
b) Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
c) Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD

3) APBD Kota/Kabupaten
a) Penyusunan dan penetapan

Tujuan dan fungsi dan klasifikasi APBD (Pasal 16):

1. APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan


setiap tahun dengan Peraturan Daerah.
2. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
3. Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan,
dan lain-lain pendapatan yang sah.
4. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
5. Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai


pengurang nilai kekayaan bersih.Rincian belanja daerah menurut organisasi
disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga teknis
daerah.Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari
pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup,
perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama,
pendidikan, serta perlindungan sosial.Rincian belanja daerah menurut jenis
belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja
barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.

Ketentuan umum penyusunan APBD (Pasal 17):

1. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan


pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.Dalam menyusun
APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui
pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
2. Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka
mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
3. Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah
tentang APBD.Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari
Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan. Jumlah pinjaman
dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto daerah yang
bersangkutan.
4. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan
surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.Penggunaan
surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban
antar generasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan
utang, pembentukan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 18):

1. Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun


anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah,
sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya
pertengahan Juni tahun berjalan.
2. DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah
Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran
berikutnya.
3. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD,
Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan
bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 19):
1. Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan
anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
2. Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan
pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
3. Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan
prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang
sudah disusun.
4. Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD.
5. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada
pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.

Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD (Pasal 20):

1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah


tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya
kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan
DPRD.
3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan
jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD. Perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang tidak mengakibatkan
peningkatan defisit anggaran.
4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan
setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.

b) Tahapan/jadwal proses Penyusunan

No Uraian Waktu Lama


Penyampaian Rancangan Perubahan
1 Minggu pertama Agustus
KUA dan PPAS kepada DPRD
Kesepakatan Perubahan
2 KUA dan PPAS antara Kepala Minggu kedua Agustus 7 hari kerja
Daerah dan DPRD
Pedoman Penyusunan RKA-SKPD
3 Minggu ketiga Agustus
Perubahan APBD
Penyampaian Raperda APBD
4 Minggu kedua September
berserta lampiran kepada DPRD
Pengambilan persetujuan bersama Akhir September
DPRD dan kepala daerah terhadap (3 bulan sebelum tahun
5
Raperda Perubahan anggaran
APBD berakhir)
Penyampaian kepada Menteri Dalam
6 3 hari kerja
Negeri/gubernur untuk dievaluasi
7 Keputusan Menteri Dalam Pertengahan Oktober 15 hari kerja
Negeri/Gubernurtentang hasil evaluasi
PAPBD Provinsi,
Kabupaten/Kota TA 2012
Pengesahan PerdaPAPBDyang telah
8 dievaluasi dan dianggap sesuai dengan Pertengahan Oktober
ketentuan
Penyempurnaan perda sesuai hasil
evaluasi apabila dianggap bertentangan
9 dengan kepentingan umum dan Minggu ke-III Oktober 7 hari kerja
peraturan yang lebih
tinggi
Minggu ke-IV Oktober
Pembatalan Perda PAPBD apabila tidak (setelah pemberitahuan
10 7 hari kerja
dilakukan penyempurnaan Untuk penyempurnaan
sesuai hasil evaluasi)
11 Pencabutan Raperda PAPBD Minggu ke-I Nopember 7 hari kerja
Pemberitahuan untuk penyampaian Minggu ke-III Oktober
12 3 hari kerja
rancangan perubahan DPA-SKPD (setelah P-APBD disahkan)

Anda mungkin juga menyukai