Anda di halaman 1dari 14

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Menjelaskan Dan Menghitung APBN Dan APBD

Dosen Pengampu : I Putu Edy Arizona, SE, M.Si

Disusun oleh :

1. Kadek Sinthya Dewi NIM. 2102622010064


2. Ni Wayan Rista Wulandari NIM. 2102622010068
3. Ni Putu Nopiari NIM. 2102622010372

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

TAHUN 2023

1
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian APBN Dan APBD


A. Pengertian APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah daftar yang
memuat rincian penerimaan negara dan pengeluaran/ belanja negara selama satu
tahun yang ditetapkan dengan undang undang untuk masa satu tahun, mulai dari
tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember (disebut tahun fiskal).
APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak,dan
hibah. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah
pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja Negara ini
dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan
pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan
kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat. Rincian belanja negara menurut
fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan
keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum,
kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.
Sedangkan rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara
lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi,
hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. APBN disusun sesuai dengan
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam
menghimpun pendapatan negara. Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan
agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang
bersangkutan. Penyusunan Rancangan APBN berpedoman kepada rencana kerja
Pemerintah (RKP) dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang
APBN. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat
mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan

1
Rakyat. Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip
pertanggungjawaban antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk
pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan
sosial.
B. Pengertian APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah daftar yang
memuat rincian penerimaan daerah dan pengeluaran/belanja daerah selama satu
tahun yang ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda) untuk masa satu tahun,
mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD terdiri
atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan daerah
berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan
yang sah. Pendapatan daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diakui
sebagai penambahan nilai kekayaan bersih. Belanja daerah dirinci menurut
organisasi; fungsi, dan jenis belanja. Belanja daerah merupakan kewajiban
pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Rincian
belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat
daerah/lembaga teknis daerah. Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain
terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan
hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama,
pendidikan, serta perlindungan sosial. Rincian belanja daerah menurut jenis
belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam menyusun APBD dimaksud,
diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun
anggaran yang bersangkutan. Penyusunan Rancangan APBD berpedoman kepada
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan
tercapainya tujuan bernegara.
Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan
untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Dalam hal
anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam
Peraturan Daerah tentang APBD. Penggunaan surplus anggaran perlu

2
mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi, sehingga
penggunaannya diutamakan jaminan untuk pengurangan sosial. utang,
pembentukan cadangan, dan peningkatan
1.2 Sistematis APBN dan Sistematika APBD
A. Sistematika APBN
Secara garis besar struktur APBN merupakan Pendapatan Negara dan Hibah,
Belanja Negara, Keseimbangan Primer, Surplus atau Defisit Anggaran, Pembiayaan.
Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account. Dalam
beberapa hal, isi dari I-account sering disebut postur APBN. Beberapa faktor penentu
postur APBN diantaranya:
1. Belanja Negara
Besar kecilnya belanja negara dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni:
Kebutuhan penyelenggaraan negara. Risiko bencana alam dan dampak krisi global.
Asumsi dasar makro ekonomi. Kebijakan pembangunan. Kondisi akan kebijakan
lainnya. Belanja pemerintah pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai
kegiatan pembangunan pemerintah pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di
daerah.
Belanja pemerintah pusat dapat dikelompokkan menjadi: belanja pegawai, belanja
barang, belanja modal, pembiayaan bunga utang, subsidi BBM dan subsidi non-BBM,
belanja hibah, belanja sosial(termasuk penanggulangan bencana), dan belanja
lainnya. Belanja daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke pemerintah daerah, untuk
kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja daerah
meliputi: Dana bagi hasil Dana alokasi umum Dana alokasi khusus Dana otonomi
khusus
2. Pembiayaan Negara
Besaran pembiayaan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni asumsi dasar
makro ekonomi, kebijakan pembiayaan, kondisi dan kebijakan lainnya. Pembiayaan
negara terbagi menjadi 2 jenis pembiayaan, yakni pembiayaan dalam negeri dan luar
negeri. Pembiayaan dalam negeri meliputi pembiayaan perbankan dalam negeri dan
pembiayaan non perbankan dalam negeri (hasil pengelolaan aset, pinjaman dalam
negeri neto, kewajiban penjaminan, surat berharga negara neto, dan dana investasi
pemerintah).

3
Sedangkan pembiayaan luar negeri meliputi penarikan pinjaman luar negeri yang
terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek, penerusan pinjaman, dan
pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang terdiri atas jatuh tempo dan
moratorium.
3. Pendapatan Pajak
Pendapatan Pajak Dalam Negeri terdiri dari Pendapatan pajak penghasilan (PPh),
Pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah,
Pendapatan pajak bumi dan bangunan, Pendapatan cukai, Pendapatan pajak lainnya.
Selanjutnya Pendapatan Pajak Internasional pendapatan bea masuk dan pendapatan
bea keluar.
4. Pendapatan Negara
Pendapatan negara didapat melalui penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan
pajak. Penerimaan perpajakan untuk APBN biasanya melalui kepabean dan cukai,
penerimaan pajak, dan hibah. Pajak menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari
APBN. Pasalnya pajak memiliki kontribusi besar dalam pembentukan APBN tiap
tahunnya. Penerimaan pajak terbilang paling besar ketimbang komponen-komponen
lainnya yang ada dalam APBN. Selain melalui penerimaan perpajakan, pendapatan
negara juga didapat melalui penerimaan negara bukan pajak dan lainnya. Pendapatan
tersebut antara lain adalah Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU),Pendapatan
Sumber Daya Alam (SDA),Pendapatan dari kekayaan negara dan hibah yang didapat.
Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
▪ Indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi
▪ Kebijakan pendapatan negara
▪ Kebijakan pembangunan ekonomi
▪ Perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum
▪ Kondisi dan kebijakan lainnya
5. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Berasal dari Penerimaan sumber daya alam dan gas bumi (SDA migas),
penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA non migas),
Pendapatan bagian laba BUMN, pendapatan laba BUMN perbankan, pendapatan laba
BUMN non perbankan, PNBP lainnya, pendapatan dari pengelolaan BMN,

4
pendapatan jasa pendapatan bunga pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil
tindak pidana korupsi dan lain-lain.

B. Sistematika APBD
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), terdiri dari:
1. Pendapatan
Pendapatan terdiri dari : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan,
dan lain sebagainya yang termasuk dalam pendapatan daerah yang sah
2. Belanja
Belanja terdiri dari : Belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayan Publik,
Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, Belanja Tak Tersangka.
3. Pembiayaan
Pembiayaan meliputi Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah

1.3 Proses Penyusunan APBN dan APBD


A. Proses Penyusunan APBN
1. Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka
ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
2. Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal,
Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan
umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap Kementerian
Negara/ Lembaga dalam penyusunan anggaran.
3. Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga
selaku pengguna anggaran/ pengguna barang menyusun rencana kerja dan
anggaran kementerian negara/ lembaga tahun berikutnya.
4. Rencana kerja dan anggaran (RKA) disusun berdasarkan prestasi kerja yang
akan dicapai dan disertai dengan perkiraan belanja.
5. RKA disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam
pembicaraan rancangan APBN

5
6. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri
Keuangan sebagai bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang
APBN tahun berikutnya.
7. Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang APBN,
disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR.
8. Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dilakukan sesuai
dengan Undang-Undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR.
9. DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-Undang tentang
APBN, sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
10. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui,
Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
B. Proses Penyusunan APBD
1. Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran
berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai
landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD.
2. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD,
Pemerintah Daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran
sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
3. Dalam menyusun RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku
pengguna anggaran menyusun rencana Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
4. RKA Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan
prestasi kerja yang akan dicapai dan prakiraan belanja.
5. RKA disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD.
6. Hasil pembahasan RKA disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan
daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD tahun berikutnya.

6
7. Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD,
disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.
8. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai
dengan Undang-Undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
9. DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD, sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
10. APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPRD tidak menyetujui
Rancangan Peraturan Daerah tersebut, untuk membiayai keperluan setiap
bulan, pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-
tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
1.4 Pelaksanaan APBN dan APBD
A. Pelaksanaan APBN
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang pelaksanaannya dituangkan
lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pemerintah Pusat menyusun Laporan
Realisasi Semester Pertama APBN dan prognosis untuk 6 bulan berikutnya.
Laporan tersebut disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada akhir juli
tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan
Pemerintah Pusat.
Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/ atau perubahan keadaan
dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan
prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan. Penyesuaian
APBN (rebudgeting) dilaksanakan jika terjadi :
1. Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang
digunakan dalam APBN
2. Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal
3. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis kegiatan belanja
4. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan

7
Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan
APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Pemerintah
Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN tahun
anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan untuk mendapatkan
persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir

B. Pelaksanaan APBD
Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya
dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan
prognis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Laporan tersebut disampaikan kepada
DPRD selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan,
untuk dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah.
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan
dibahas bersama DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan
prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan. Penyesuaian
APBD (rebudgeting) dilakukan jika terjadi :
1. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD.
2. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, antar jenis belanja.
3. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.

Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran


yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan
Perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.
Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan
APBD tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan untuk
mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
berakhir.

1.5 Pertanggungjawaban APBN dan APBD

8
Presiden menyampaikan rancangan Undang-Undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksaan Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan tersebut meliputi Laporan
Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan,
yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pertanggungjawaban APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh Badan Pemeriksaan Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan tersebut meliputi Laporan
Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan,
yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.
Bentuk dan isi Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN/APBD disusun
dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang disusun oleh suatu
komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah
terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

1.6 Menghitung APBN dan APBD


A. Menghitung APBN
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat
dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat
dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan
penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut
pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam
perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar
negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.
Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua
pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor
negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga
dan cicilan utang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran
negara. Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan

9
diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam
APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang
besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus
tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar utang
pemerintah (prepayment).

Gambar 6.1 Struktur APBN


B. Menghitung APBD
1. Langkah 1
▪ Menghitung total realisasi dana transfer yang disalurkan ke daerah
berdasarkan nomor SP2D per Provinsi
▪ Mengestimasi realisasi PAD yang berasal dari laporan realisasi APBD per
triwulan, dibedakan antara realisasi PAD Kabupaten/ Kota dan Provinsi
2. Langkah 2
▪ Menghitung realisasi belanja dengan rumus belanja
Belanja = DPdP(t-1) + DT(t) + PAD(t) - DPdP(t)
Ket:

10
DPdP= Dana pemda di perbankan
DT= Dana Transfer
PAD= Estimasi penerimaan dari PAD
T= Bulan ke t
3. Langkah 3
▪ %Belanja= Estimasi belanja/ anggaran belanja APBD

Gambar 6.2 Struktur APBD

11
KESIMPULAN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah daftar yang memuat
rincian penerimaan negara dan pengeluaran/ belanja negara selama satu tahun sedangkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah daftar yang memuat rincian
penerimaan daerah dan pengeluaran/belanja daerah selama satu tahun yang ditetapkan
dengan peraturan daerah (Perda). APBN dan APBD sama-sama terdiri atas anggaran
pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan Selain itu, perhitungan APBN dan APBD
melibatkan berbagai jenis penerimaan dan pengeluaran negara, dengan surplus dan defisit
yang harus diperhatikan dalam pengeluaran dan pembiayaan. Perhitungan ini penting
untuk mengontrol keseimbangan keuangan negara dan daerah. Secara keseluruhan,
APBN dan APBD adalah instrumen penting dalam mengatur keuangan negara dan
daerah, dan mereka melibatkan proses yang rumit dan terstruktur untuk memastikan
pengeluaran dan penerimaan yang seimbang serta pertanggungjawaban yang baik kepada
masyarakat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mahsun., dkk. 2013. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Ketiga. Yogyakarta:


BPFEYogyakarta

Rosyda. 2021. Pengertian APBN: Fungsi, Struktur, Dasar Hukum dan Mekanisme
Penyusunannya. Url:
https://www.gramedia.com/literasi/apbn/#E_Struktur_APBN. Diakses Pada 24
September 2023

13

Anda mungkin juga menyukai