Anda di halaman 1dari 12

NAMA : Nadya Yuliastika

NIM : B12.2019.04074
KELOMPOK : B12.3.3
MATA KULIAH : Pengantar Akuntansi Sektor Publik

UU No.17 Tahun 2003 (Keuangan negara)


Kerangka Konseptual PP 71 Tahun 2010
Resume uu No.17 Tahun 2003
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sistem pengelolaan
keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Dasar.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara disahkan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) pada tanggal 5 Maret 2003. Tanpa
ditandatangani Presiden Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
tetap berlaku dan diundangkan oleh Sekretaris Negara Republik Indonesia, Bambang
Kesowo, pada tanggal 5 April 2003 di Jakarta.
DASAR HUKUM
Undang-Undang Dasar 1945 :
- Pasal 4 - Pasal 22D
- Pasal 5 ayat (1) - Pasal 23
- Pasal 11 ayat (2) - Pasal 23A
- Pasal 17 - Pasal 23B
- Pasal 18 - Pasal 23C
- Pasal 18A - Pasal 23D
- Pasal 20 - Pasal 23E
- Pasal 20A - Pasal 33 ayat (2), (3)
- Pasal 21
PENJELASAN UMUM
1. Dasar Pemikiran
Dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan negara yang
menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan
negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang
perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.
Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan
pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan negara harus
sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang- Undang Dasar.
Selama ini dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih digunakan ketentuan
perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang
berlaku berdasarkan Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Peraturan perundang-
undangan tersebut tidak dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi
dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik
Indonesia. Oleh karena itu, meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal masih tetap
berlaku, secara materiil sebagian dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
dimaksud tidak lagi dilaksanakan.
Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah satu
penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara.
Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan
fiskal yang berkesinambungan sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam
Undang-Undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur
pengelolaan keuangan negara.
Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah
dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-
undang tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang
telah dilakukan selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang
diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.
2. Hal-hal Baru dan/atau Perubahan Mendasar dalam Ketentuan Pengelolaan
Keuangan Negara yang Diatur dalam Undang-undang ini
Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara yang diatur
dalam undang-undang ini meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas
umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan
dan Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai
penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara
pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing,
pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan
daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta penetapan bentuk
dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.
Undang-undang ini juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan
pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di
lingkungan pemerintahan secara internasional.
3. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek,
subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara
meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi
subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana
tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan
negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan,
Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan
dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub
bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan.
4. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara,
pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan
bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang
Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang
tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam
Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang
telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas
universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai
pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan
keuangan negara, antara lain :
1. akuntabilitas berorientasi pada hasil
2. profesionalitas
3. proporsionalitas
4. keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara
5. pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip- prinsip
pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang
Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam Undang-undang tentang
Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi
manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang
bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam
penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada
Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri
Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief
Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan
lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang
tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan
dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and
balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan
tugas pemerintahan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan
kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan,
perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian
kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota selaku pengelola
keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran dilakukan oleh bank sentral.
6. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini
meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,
pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan
klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka
menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen
kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam
upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan
pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan
penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang- undang ini disebutkan bahwa
belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit
organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di
sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem
anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi
serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem
akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan
penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut
dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran
akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor
publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi
yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokantransaksi pemerintah
tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja,
memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah,
menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian
dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah. Selama ini anggaran belanja
pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan.
Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang
semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam
pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan
penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu
dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang
dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi.
Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem
perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan
sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure
Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju. Walaupun anggaran
dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan
masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas
mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara
panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.
7. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah
Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah,
Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu
diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga- lembaga
infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat
dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan
keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta
dan badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat
dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam
penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan
pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat
mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini
mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara
pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan
pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan
pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan
negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
8. Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan
lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga
dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut terutama
menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi
anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran
gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban
kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana
perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan
perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD,
pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama
kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang
disampaikan dalam laporan tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD
semester pertama dan penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD
ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat
lebih banyak menyangkut hubungan administratif antarkementerian negara/lembaga di
lingkungan pemerintah.
9. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah
yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi
pemerintah yang telah diterima secara umum.
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggung-jawaban pelaksanaan
APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari
laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang
disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat
yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan,
demikian pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung
jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang
APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sedangkan
Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala
Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang
disediakan (output). Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang
berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit
organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti
melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang
tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan
sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-
undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.
Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi
wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang, surat
berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan
yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara
oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang
andal.
RESUME MASING-MASING BAB
Bab 1 terdiri dari pasal 1 sampai pasal 5 tentang ketentun umum. Pasal 1 dan pasal 2 berisi
tentang penjelasan instrumen-instrumen yang berkaitan dengan keuangan negara. Pasal 3
berisi cara pengelolaan keuangan negara,.pertanggung jawaban APBN dan APBD, dan cara
penggunaan surplus penerimaan negara. Pasal 4 berisi tentang masa berlakunya tahun
anggaran. Dan pasal 5 berisi tentang penggunaan rupiah sebagai satuan hitung di dala APBN
dan APBD dan jika menggunakan mata uang lain harus sesuai dengan ketentuan UU dari
Menteri Keuangan.
Bab 2 terdiri darí pasal 6 sampai pasal 10 tentang kekuasaan pengelolaan keuangan negara.
Pasal 6 berisi tentang tugas menteri keuangan, pimpinan lembaga-lembaga/ menteri penguna
anggaran dan pemerintan daerah yang diberi wewenang untuk mengelolaan keuangan negara
yang di pimpin oleh presiden selaku kepala pemerintahan. Pasal 7 berisi penyusunan APBN
dan APBD untuk mencapai tujuan negara. Pasal 8 berisi tentang tugas menteri keuangan.
Pasal 9 berisi tentang tugas lembaga/ menteri yang menggunakan anggaran. Pasal 10 berisi
kekuasaan dan tugas pengeiolaan keuangan daerah oleh pemerintah dearah.
Bab 3 terdiri dari pasal 11 sampai pasal 15 tentang penyusunan dan penetapan APBN. Pasal
11 berisi tentang perwujudan pengelolaan negara yang diwujudkan dengan APBN, instrumen
pendiri APBN dan belanja negara. Pasal 12 berisi tentang penyusunan APBN dan RAPBN,
sumber-sumber biaya untuk menutupi defisit, penggunaan anggaran surplus harus meminta
ijin kepada DPR. Pasal 13 berisi tentang pokok-pokok kebijakan fiskal, pembahasan
kerangkan ekonomi makro bersama DPR, pembahsan ekonomi umum besama DPR yang
bersumber dari pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro. Pasal 14 berisi
tentang penyusunan RAPBN berdasarkan prestasi kerja yang disertai dengan prakiraan
belanja yang disampaikan kepada DPR yang kemudian disamapaikan kepada menteri
keuangan. Pasal 15 berisi tentang pengajuan RUU APBN yang dilengkapi dengan nota
keuangan dan dokumen yang diserahkan kepada DPR, DPR dapat merubah penerimaan
maupun pengeluaran dalam RUU APBN dan jika RUU APBN tidak disetujui oleh DPR maka
menggunakan APBN tahun sebelumnya.
Bab 4 terdiri dari pasal 16 samapi pasal 20 tentang Penyusunan dan penetapan APBD. Pasal
16 berisi tentang perwujudan pengelolaan negara yang diwujudkan dengan APBD, instrumen
pendiri APBD dan belanja negara. Pasal 17 berisi tentang penyusunan APBD yang
berpedoman pada rencana kerja pemerintah daerah, sumber-sumber biaya untuk menutupi
defisit, penggunaan anggaran surplus harus sesuai dengan perda tentang APBD. Pasal 18
berisi tentang penyampaiaan kebijakan umun APBD yang sejalan dengan rencana kerja
pemerintah daerah yang diajukan oleh pemerintah daerah kepada DPRD jika sudah di
sepakati maka pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran
yang akan dijadikan acuan setiap satuan kerja perangkat daerah. Pasal 19 berisi tentang
penyusunan RAPBD berdasarkan prestasi kerja yang desertai dengan prakiraan belanja yang
disampaikan kepada DPRID yang kemudian disamapaikan kepada pejabat pengelola
keuangan daerah. Pasal 20 berisi tentang pengajuan RUU APBD yang dilengkapi dengan
penjelasan dan dokumen yang diserahkan kepada DPRD, DPRD dapat merubah penerimaan
maupun pengeluaran dalam RUU APBD dan jika RUU APBD tidak disetujui oleh DPRD
maka menggunakan APBD tahun sebelumnya.
Bab 5 terdiri dari pasal 21 sampai pasal 23 tentang hubungan keuangan antara pemerintah
pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah swasta serta pemerintah /lembaga
asing. Pasal 21 berisi kordinasi antara pemerintah pusat dan bank setral dalam penetapan dan
pelasanaan kebijakan fiskal dan moneter. Pasal 22 berisi tentang pengalokasian dana
perimbangan kepada pemerintah daerah yang sesuai dengan UU perimbangan keuangan pusat
dan daerah, pemerintah berhak untuk meberika pinjaman/hibah kepada pemerintah daerah
atau sebaliknya yang telah di setujuia oleh DPR maupun DPRD. Pasal 23 berisi hak
pemerintah pusat untuk memeberikan atau menerima pijaman /hibah dari tentang
pemerintah/lembaga asing, pinjaman tersebut dapat diberika kepada pemerintah daerah.
Bab 6 terdiri dari pasal 24 sampai pasal 25 tentang hubungan keuangan antara pemerintah
dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta serta badan pengelola dana
masyarakat. Pasal 24 berisi tentang hak pemerintah untuk memeberikan atau menerima
pinjaman/hibah/penyertaan modal dari persahaan negara/daerah yang telah ditetapka dalam
APBN/APBD, pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oelh menteri keuangan, gubernur,
bupati/walikota kepada perusahaan negara/ daerah, hak pemerintah pusat/daerah untuk
menjual/ privatisasi perusahaan nedara /daerah setelah mendapatkan persetujuan dari
DPR/DPRD dan pemerintah pusat memilikiwewengang untuk menyelamatkan perekonomian
negara dalam keadan tertentu setelah mendapatkan persetujuan DPR. Pasal 25 berisi tentang
pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh menteri keuangan, gubernur, bupati/
walikota kepada badan pengelola dana masyarakay yang mendapat fasilitas dari pemerintah.
Bab 7 terdiri dari pasal 26 sampai pasal 29 tentang pelaksanaan APBN dan APBD. Pasal 26
berisi tentang keputusan presiden yang menjadi landa san pelaksanaan APBN dan keputusan
gubernur/bupati/walikota yang menjadi landasan pelaksanaan APBD. Pasal 27 berisi tentang
penyusunan laporan realisasi semester pertama APBN dan prognosis untuk 6 bulan selajutnya
kemudian disampikan kepada DPR, perkembangan/perubahan keadaan yang tidak sesuai
dengan APBN maka pemerintah dan DPR melakukan penyesuaian APBN dan pemerintah
berhak untuk melakukan pengeluaran yang tidak ada dalam anggaran jika terjadi keadaan
yang darurat dan mengajukan perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan dari DPR.
Pasal 28 berisi tentang berisi tentang penyusunan laporan realisasi semester pertama APBD
dan prognosis untuk 6 bulan selajutnya kemudian disampikan kepada DPRD,
perkembangan/perubahan keadaan yang tidak sesuai dengan APBD maka pemerintah daerah
dan DPRD melakukan penyesuaian APBD dan pemerintah daerah berhak untuk melakukan
pengeluaran yang tidak ada dalam anggaran jika terjadi keadaan yang darurat dan
mengajukan perubahan APBD untuk mendapatkan persetujuan dari DPRD. Pasal 29 berisi
tentang ketentuan pengelolaan keuangan negara dalam pelasanaan APBN dan APBD yang
ditetapkan oleh perbendaharaan negara.
Bab 8 terdiri dari pasal 30 sampai pasal 33 tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
dan APBD. Pasal 30 berisi tentang penyampaian pertanggungjawaban laporan keuangan oleh
presiden kepada DPR yang telah diperiksa oleh BPK, laporan keuangan terdiri dari laporan
realisasi APBN, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan dan laporan
keuangan perusahaan pemerintah dan badan. Pasal 31 penyampain pertanggungjawaban
laporan keuangan oleh gubernur,bupati/walikota kepada DPRD yang telah diperiksa oleh
BPK, laporan keuangan terdiri dari laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, catatan
atas laporan keuangan dan laporan keuangan perusahaan pemerintah daerah.Pasal 32 berisi
tentang cara penyajian laporan keauangan sesuai standar akuntansi pemerintahan yang
disusun oleh komite standar independen yang telah mendapat pertimbangan dari BPK. Pasal
33 berisi tentang adanya UU dalam memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara.
Bab 9 terdiri dari pasal 34 sampai pasal 35 tentang ketentuan pidana, sanksi administratif dan
ganti denda untuk menteri/pimpinan rugi. Pasal 34 berisi tentang hukuman penjara dan
lembaga/bupati/walikota/pimpinan unit organisasi kemetrian negara/lembaga/satuan
perangkat negara yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan dan pentimpangan
kegiatan anggaran dan untuk presiden diberika sanksi administratif sesuai sengan ketentuan
UU. Pasal 35 berisi tentang ganti rugi bagi pejabat dan pegawai negeri bukan bendahara yang
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, kewajiban bendahara untuk menyampaikan
laporan pertanggung jawaban kepada BPK dan jika terjadi kerugian negara saat dalam
pengurusannya maka dia bertanggung jawab secara pribadi yang kekentuanya sudah diatu
oleh UU perbendaharaan negara.
Bab 10 terdiri dari pasal 36 tentang ketentuan peralihan yang berisi tentang pengakuan dan
pengukuran pendapan belaja berbasis akrual dan batas pelaksanaan penyampaian laporan
keuangan.
Bab 11 terdiri dari pasal 37 sampai pasal 39 tentang ketentuan penutup. Pasal 37 berisi
tentang UU sebelum UU no 17 tahun 2003 yang tidak berlaku ketika UU no 17 tahun 2003
ini berlaku. Pasal 38 berisi tentang ketentuan tindak lanjut UU yang sudah tidak berlaku.
Pasal 39 yang berisi tentang berlakunya UU setelah UU ini diundangkan.

Kerangka konseptual (pp 71 tahun 2010)


Kerangka Konseptual merupakan konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar
Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan
dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan.
TUJUAN KERANGKA KONSEPTUAL
(1) Penyusunan standar dalam melaksanakan tugasnya
(2) Penyusunan laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi yang belum
diatur
(3) pemeriksa dalam memberikan pendapat tentang kewajaran atau kesesuaian laporan
keuangan dengan standar
(4) para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi apakah sudah sesuai
dengan standar.
LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN
Lingkungan operasional organisasi pemerintahan sangat berpengaruh terhadap karakteristik
tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan. Ada beberapa ciri penting lingkungan
pemerintahan yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan
pelaporan keuangan.
Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan :
a. Bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan.
b. Sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar pemerintah.
c. Pengaruh proses politik.
d. Hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah.
Ciri keuangan pemerintahan yang penting bagi pengendalian :
a. Anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan sebagai alat
pengendalian.
b. Investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan.
c. Kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian.
d. Penyusutan aset sebagai sumber daya ekonomi karena digunakan untuk operasional.
PENGGUNA DAN TUJUAN LAPORAN KEUANGAAN
Pengguna laporan keuangan pemerintah :
(1) Masyarakat
(2) Wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa
(3) Donatur, investor, dan kreditur, serta
(4) Pemerintah
Informasi yang dilaporkan dalam laporan keuangan pemerintah bertujuan umum untuk
memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Oleh karena itu laporan
keuangan harus disusun sesuai standar. Sehingga dapat mengakomodasi semua kebutuhan
informasi yang dibutuhkan oleh pengguna.
PP 71 Tahun 2010 ini mewajibkan pelaporan keuangan pada dasar akrual. berdasarkan
berdasarkan hak dan kewajiban. Karena dengan dasar kebutuhan informasi mengenai
pengelolaan kekayaan dan kewajiban dapat dipenuhi dengan baik.
ENTITAS AKUNTANSI PELAPORAN
Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintah yang anggaran, dan kewajiban yang
mengatur akuntansi dan penyajian laporan keuangan. Entitas pelaporan bertanggung jawab
penuh pelaporan keuangan, sehingga laporan keuangan tersebut dapat
dipertanggungjawabkan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, masing- masing
kementerian yang terkait dan satuan organisasi yang ada di pusat maupun daerah.
PERAN DAN TUJUAN LAPORAN KEUANGAN
Setiap entitas pelaporan pelaporan kewajiban untuk melaporkan melaporkan upaya yang telah
dilakukan serta hasil yang berhasil dalam pelaksanaan kegiatan sistematis dan terstruktur
pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan:
1. Akuntabilitas
2. Manajemen
3. Transparansi
4. Keseimbangan antargenerasi (ekuitas antar generasi)
5. Evaluasi kinerja
Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya dapat menyajikan informasi yang bermanfaat
bagi pengguna untuk penilaian akuntabilitas dan membuat keputusan baik dalam bidang
ekonomi, sosial maupun politik. Oleh karena itu pelaporan keuangan bertujuan untuk
menyediakan informasi mengenai:
1. Sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya keuangan.
2. Kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai pengeluaran.
3. Jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan.
4. Bagaimana pelaporan keuangan seluruh kegiatannya untuk mencukupi kebutuhan
kasnya.
5. Posisi keuangan dan kondisi pelaporan berkaitan dengan penerimaannya.
6. Perubahan pelaporan keuangan pelaporan
KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN
Laporan keuangan pokok akuntansi pemerintahan, yaitu :
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL)
3. Neraca
4. Laporan Operasional (LO)
5. Laporan Arus Kas (LAK)
6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
7. Catatan atas Laporan Keuangan (CALK)
ASUMSI DASAR
Asumsi dasar pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah anggapan yang diterima
sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang
terdiri dari :
1. Asumsi kemandirian entitas
2. Asumsi kesinambungan entitas
3. Asumsi keterukuran dalam satuan uang (pengukuran moneter)
KARAKTERISTIK KUALITATIF LAORAN KEUANGAN
Laporan keuangan pemerintah harus memenuhi kualitas yang dikehendaki, oleh sebab itu ada
empat entitas normatif yang harus dipenuhi dalam pelaporan keuangan, yaitu :
(1) Relevan
(2) Andal
(3) Dapat dibandingkan
(4) Dapat diimplementasikan.
PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN
Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan sebagai ketentuan yang menerapkan dan ditaati
oleh pembuat standar dalam menyusun standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan.
Prinsip yang digunakan dalam pelaporan dan pelaporan keuangan pemerintah adalah:
1. Dasar akuntansi
Dasar akuntansi yang digunakan dalam pelaporan keuangan pemerintah menurut PP
71 Tahun 2010 adalah dasar akrual.
2. Prinsip nilai historis (biaya historis)
Aset pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar darin
ketidakseimbangan untuk mendapatkan aset tersebut.
3. Prinsip realisasi (realisasi)
Apabila dalam akuntansi komersial menganut asas konsep yang cocok maka hal ini
tidak dapat diterapkan pada akuntansi pemerintahan. Hal ini karena pendapatan dan
belanja menggunakan basis kas yang setelah diotorisasi anggaran dan telah menambah
atau mengurangi harta.
4. Prinsip substansi (substansi di atas bentuk)
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan untuk menyajikan dengan wajar
semua transaksi sehingga semua hal yang meskipun berbeda atau tidak konsisten
peristiwanya harus dilaporkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
5. Prinsip periodisitas (periodisitas)
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan pelaporan dibagi melalui periode-
periode yang telah diterapkan, sehingga kinerja entitas dapat diukur dan di posisi
sumber daya yang dimiliki dapat ditentukan.
6. Prinsip konsistensi (konsistensi)
Prinsip konsistensi dalam pelaporan keuangan entitas harus sama di setiap periode,
perubahan metode akuntansi boleh dilakukan asalkan dapat memberikan informasi
yang lebih baik dari metode sebelumnya dan hal ini harus dipaparkan dalam Catatan
atas Laporan Keuangan.
7. Prinsip pengungkapan lengkap (full diselosure)
Pelaporan entitas keuangan harus disajikan secara lengkap sehingga dapat digunakan
sebagai informasi oleh pengguna laporan keuangan.
8. Prinsip penyajian wajar (presentasi yang wajar)
Pelaporan entitas keuangan harus disajikan secara (presentasi yang adil) sehingga
dapat dipertanggungjawabkan.
UNSUR LAPORAN KEUANGAN
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA,
belanja. transfer, surplus / defisit-LRA. dan pembiayaan, yang masing-masing
diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. Struktur LRA adalah (1)
Pendapatan-LRA, (2) Belanja, (3) Transfer, (4) Surplus / defisit-LRA, (5)
Pembiayaan, dan (6) Sisa lebih / kurang pembiayaan anggaran (SİLPA / SİKPA)
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL)
Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) melaporkan mutasi Saldo Anggaran Lebih
(SAL) yang merupakan akumulasi saldo SilLPA / SİKPA dari LRA
3. Neraca
Neraca dalam laporan keuangan akuntansi pemerintahan terdiri dari aset, kewajiban,
dan ekuitas, dimana ekuitas merupakan surplus / defisit Laporan Operasional atau
selisih antara pendapatan dan beban akrual.
4. Laporan Operasional (LO)
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah
ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat / daerah.
5. Laporan Arus Kas (LAK)
Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas, investasi, investasi,
dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo
akhir pemerintah pusat / daerah selama periode tertentu.
6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
Laporan Perubahan Ekuitas, menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas
tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya
7. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
Catatan atas Laporan Keuangan termasuk penjelasan atau rincian dari angka yang
tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran. Laporan Perubahan SAL, Laporan
Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan
atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang
dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan
dipersiapkan untuk bisnis dalam Standar Akuntansi Pemerintahan.
KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEEMRINTAHAN
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP):
1. PSAP 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan
2. PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran
3. PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas
4. PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan
5. PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan
6. Nomor tentang Akuntansi Investasi
7. PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap
8. PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
9. PSAP Nomor 09 tentang Kewajiban Akuntansi
10. PSAP Nomor 10 tentang Koreksi 1, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa
Luar Biasa
11. PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian
12. PSAP Nomor 12 tentang Laporan Operasional.

Anda mungkin juga menyukai