NIM : B12.2019.04074 KELOMPOK : B12.3.3 MATA KULIAH : Pengantar Akuntansi Sektor Publik
UU No.17 Tahun 2003 (Keuangan negara)
Kerangka Konseptual PP 71 Tahun 2010 Resume uu No.17 Tahun 2003 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sistem pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) pada tanggal 5 Maret 2003. Tanpa ditandatangani Presiden Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara tetap berlaku dan diundangkan oleh Sekretaris Negara Republik Indonesia, Bambang Kesowo, pada tanggal 5 April 2003 di Jakarta. DASAR HUKUM Undang-Undang Dasar 1945 : - Pasal 4 - Pasal 22D - Pasal 5 ayat (1) - Pasal 23 - Pasal 11 ayat (2) - Pasal 23A - Pasal 17 - Pasal 23B - Pasal 18 - Pasal 23C - Pasal 18A - Pasal 23D - Pasal 20 - Pasal 23E - Pasal 20A - Pasal 33 ayat (2), (3) - Pasal 21 PENJELASAN UMUM 1. Dasar Pemikiran Dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara. Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang- Undang Dasar. Selama ini dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih digunakan ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berlaku berdasarkan Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Peraturan perundang- undangan tersebut tidak dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal masih tetap berlaku, secara materiil sebagian dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud tidak lagi dilaksanakan. Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara. Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang- undang tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. 2. Hal-hal Baru dan/atau Perubahan Mendasar dalam Ketentuan Pengelolaan Keuangan Negara yang Diatur dalam Undang-undang ini Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara yang diatur dalam undang-undang ini meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD. Undang-undang ini juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan secara internasional. 3. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. 4. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain : 1. akuntabilitas berorientasi pada hasil 2. profesionalitas 3. proporsionalitas 4. keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara 5. pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip- prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam Undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan. Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh bank sentral. 6. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran. Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang- Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang- undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan. Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokantransaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah. Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi. Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju. Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD. 7. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga- lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD. 8. Pelaksanaan APBN dan APBD Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima. Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya. Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif antarkementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah. 9. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum. Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggung-jawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output). Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang- undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan. Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal. RESUME MASING-MASING BAB Bab 1 terdiri dari pasal 1 sampai pasal 5 tentang ketentun umum. Pasal 1 dan pasal 2 berisi tentang penjelasan instrumen-instrumen yang berkaitan dengan keuangan negara. Pasal 3 berisi cara pengelolaan keuangan negara,.pertanggung jawaban APBN dan APBD, dan cara penggunaan surplus penerimaan negara. Pasal 4 berisi tentang masa berlakunya tahun anggaran. Dan pasal 5 berisi tentang penggunaan rupiah sebagai satuan hitung di dala APBN dan APBD dan jika menggunakan mata uang lain harus sesuai dengan ketentuan UU dari Menteri Keuangan. Bab 2 terdiri darí pasal 6 sampai pasal 10 tentang kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Pasal 6 berisi tentang tugas menteri keuangan, pimpinan lembaga-lembaga/ menteri penguna anggaran dan pemerintan daerah yang diberi wewenang untuk mengelolaan keuangan negara yang di pimpin oleh presiden selaku kepala pemerintahan. Pasal 7 berisi penyusunan APBN dan APBD untuk mencapai tujuan negara. Pasal 8 berisi tentang tugas menteri keuangan. Pasal 9 berisi tentang tugas lembaga/ menteri yang menggunakan anggaran. Pasal 10 berisi kekuasaan dan tugas pengeiolaan keuangan daerah oleh pemerintah dearah. Bab 3 terdiri dari pasal 11 sampai pasal 15 tentang penyusunan dan penetapan APBN. Pasal 11 berisi tentang perwujudan pengelolaan negara yang diwujudkan dengan APBN, instrumen pendiri APBN dan belanja negara. Pasal 12 berisi tentang penyusunan APBN dan RAPBN, sumber-sumber biaya untuk menutupi defisit, penggunaan anggaran surplus harus meminta ijin kepada DPR. Pasal 13 berisi tentang pokok-pokok kebijakan fiskal, pembahasan kerangkan ekonomi makro bersama DPR, pembahsan ekonomi umum besama DPR yang bersumber dari pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro. Pasal 14 berisi tentang penyusunan RAPBN berdasarkan prestasi kerja yang disertai dengan prakiraan belanja yang disampaikan kepada DPR yang kemudian disamapaikan kepada menteri keuangan. Pasal 15 berisi tentang pengajuan RUU APBN yang dilengkapi dengan nota keuangan dan dokumen yang diserahkan kepada DPR, DPR dapat merubah penerimaan maupun pengeluaran dalam RUU APBN dan jika RUU APBN tidak disetujui oleh DPR maka menggunakan APBN tahun sebelumnya. Bab 4 terdiri dari pasal 16 samapi pasal 20 tentang Penyusunan dan penetapan APBD. Pasal 16 berisi tentang perwujudan pengelolaan negara yang diwujudkan dengan APBD, instrumen pendiri APBD dan belanja negara. Pasal 17 berisi tentang penyusunan APBD yang berpedoman pada rencana kerja pemerintah daerah, sumber-sumber biaya untuk menutupi defisit, penggunaan anggaran surplus harus sesuai dengan perda tentang APBD. Pasal 18 berisi tentang penyampaiaan kebijakan umun APBD yang sejalan dengan rencana kerja pemerintah daerah yang diajukan oleh pemerintah daerah kepada DPRD jika sudah di sepakati maka pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran yang akan dijadikan acuan setiap satuan kerja perangkat daerah. Pasal 19 berisi tentang penyusunan RAPBD berdasarkan prestasi kerja yang desertai dengan prakiraan belanja yang disampaikan kepada DPRID yang kemudian disamapaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah. Pasal 20 berisi tentang pengajuan RUU APBD yang dilengkapi dengan penjelasan dan dokumen yang diserahkan kepada DPRD, DPRD dapat merubah penerimaan maupun pengeluaran dalam RUU APBD dan jika RUU APBD tidak disetujui oleh DPRD maka menggunakan APBD tahun sebelumnya. Bab 5 terdiri dari pasal 21 sampai pasal 23 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah swasta serta pemerintah /lembaga asing. Pasal 21 berisi kordinasi antara pemerintah pusat dan bank setral dalam penetapan dan pelasanaan kebijakan fiskal dan moneter. Pasal 22 berisi tentang pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintah daerah yang sesuai dengan UU perimbangan keuangan pusat dan daerah, pemerintah berhak untuk meberika pinjaman/hibah kepada pemerintah daerah atau sebaliknya yang telah di setujuia oleh DPR maupun DPRD. Pasal 23 berisi hak pemerintah pusat untuk memeberikan atau menerima pijaman /hibah dari tentang pemerintah/lembaga asing, pinjaman tersebut dapat diberika kepada pemerintah daerah. Bab 6 terdiri dari pasal 24 sampai pasal 25 tentang hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta serta badan pengelola dana masyarakat. Pasal 24 berisi tentang hak pemerintah untuk memeberikan atau menerima pinjaman/hibah/penyertaan modal dari persahaan negara/daerah yang telah ditetapka dalam APBN/APBD, pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oelh menteri keuangan, gubernur, bupati/walikota kepada perusahaan negara/ daerah, hak pemerintah pusat/daerah untuk menjual/ privatisasi perusahaan nedara /daerah setelah mendapatkan persetujuan dari DPR/DPRD dan pemerintah pusat memilikiwewengang untuk menyelamatkan perekonomian negara dalam keadan tertentu setelah mendapatkan persetujuan DPR. Pasal 25 berisi tentang pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh menteri keuangan, gubernur, bupati/ walikota kepada badan pengelola dana masyarakay yang mendapat fasilitas dari pemerintah. Bab 7 terdiri dari pasal 26 sampai pasal 29 tentang pelaksanaan APBN dan APBD. Pasal 26 berisi tentang keputusan presiden yang menjadi landa san pelaksanaan APBN dan keputusan gubernur/bupati/walikota yang menjadi landasan pelaksanaan APBD. Pasal 27 berisi tentang penyusunan laporan realisasi semester pertama APBN dan prognosis untuk 6 bulan selajutnya kemudian disampikan kepada DPR, perkembangan/perubahan keadaan yang tidak sesuai dengan APBN maka pemerintah dan DPR melakukan penyesuaian APBN dan pemerintah berhak untuk melakukan pengeluaran yang tidak ada dalam anggaran jika terjadi keadaan yang darurat dan mengajukan perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan dari DPR. Pasal 28 berisi tentang berisi tentang penyusunan laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 bulan selajutnya kemudian disampikan kepada DPRD, perkembangan/perubahan keadaan yang tidak sesuai dengan APBD maka pemerintah daerah dan DPRD melakukan penyesuaian APBD dan pemerintah daerah berhak untuk melakukan pengeluaran yang tidak ada dalam anggaran jika terjadi keadaan yang darurat dan mengajukan perubahan APBD untuk mendapatkan persetujuan dari DPRD. Pasal 29 berisi tentang ketentuan pengelolaan keuangan negara dalam pelasanaan APBN dan APBD yang ditetapkan oleh perbendaharaan negara. Bab 8 terdiri dari pasal 30 sampai pasal 33 tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD. Pasal 30 berisi tentang penyampaian pertanggungjawaban laporan keuangan oleh presiden kepada DPR yang telah diperiksa oleh BPK, laporan keuangan terdiri dari laporan realisasi APBN, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan dan laporan keuangan perusahaan pemerintah dan badan. Pasal 31 penyampain pertanggungjawaban laporan keuangan oleh gubernur,bupati/walikota kepada DPRD yang telah diperiksa oleh BPK, laporan keuangan terdiri dari laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan dan laporan keuangan perusahaan pemerintah daerah.Pasal 32 berisi tentang cara penyajian laporan keauangan sesuai standar akuntansi pemerintahan yang disusun oleh komite standar independen yang telah mendapat pertimbangan dari BPK. Pasal 33 berisi tentang adanya UU dalam memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Bab 9 terdiri dari pasal 34 sampai pasal 35 tentang ketentuan pidana, sanksi administratif dan ganti denda untuk menteri/pimpinan rugi. Pasal 34 berisi tentang hukuman penjara dan lembaga/bupati/walikota/pimpinan unit organisasi kemetrian negara/lembaga/satuan perangkat negara yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan dan pentimpangan kegiatan anggaran dan untuk presiden diberika sanksi administratif sesuai sengan ketentuan UU. Pasal 35 berisi tentang ganti rugi bagi pejabat dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, kewajiban bendahara untuk menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada BPK dan jika terjadi kerugian negara saat dalam pengurusannya maka dia bertanggung jawab secara pribadi yang kekentuanya sudah diatu oleh UU perbendaharaan negara. Bab 10 terdiri dari pasal 36 tentang ketentuan peralihan yang berisi tentang pengakuan dan pengukuran pendapan belaja berbasis akrual dan batas pelaksanaan penyampaian laporan keuangan. Bab 11 terdiri dari pasal 37 sampai pasal 39 tentang ketentuan penutup. Pasal 37 berisi tentang UU sebelum UU no 17 tahun 2003 yang tidak berlaku ketika UU no 17 tahun 2003 ini berlaku. Pasal 38 berisi tentang ketentuan tindak lanjut UU yang sudah tidak berlaku. Pasal 39 yang berisi tentang berlakunya UU setelah UU ini diundangkan.
Kerangka konseptual (pp 71 tahun 2010)
Kerangka Konseptual merupakan konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan. TUJUAN KERANGKA KONSEPTUAL (1) Penyusunan standar dalam melaksanakan tugasnya (2) Penyusunan laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi yang belum diatur (3) pemeriksa dalam memberikan pendapat tentang kewajaran atau kesesuaian laporan keuangan dengan standar (4) para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi apakah sudah sesuai dengan standar. LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN Lingkungan operasional organisasi pemerintahan sangat berpengaruh terhadap karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan. Ada beberapa ciri penting lingkungan pemerintahan yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan. Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan : a. Bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan. b. Sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar pemerintah. c. Pengaruh proses politik. d. Hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah. Ciri keuangan pemerintahan yang penting bagi pengendalian : a. Anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan sebagai alat pengendalian. b. Investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan. c. Kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian. d. Penyusutan aset sebagai sumber daya ekonomi karena digunakan untuk operasional. PENGGUNA DAN TUJUAN LAPORAN KEUANGAAN Pengguna laporan keuangan pemerintah : (1) Masyarakat (2) Wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa (3) Donatur, investor, dan kreditur, serta (4) Pemerintah Informasi yang dilaporkan dalam laporan keuangan pemerintah bertujuan umum untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Oleh karena itu laporan keuangan harus disusun sesuai standar. Sehingga dapat mengakomodasi semua kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. PP 71 Tahun 2010 ini mewajibkan pelaporan keuangan pada dasar akrual. berdasarkan berdasarkan hak dan kewajiban. Karena dengan dasar kebutuhan informasi mengenai pengelolaan kekayaan dan kewajiban dapat dipenuhi dengan baik. ENTITAS AKUNTANSI PELAPORAN Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintah yang anggaran, dan kewajiban yang mengatur akuntansi dan penyajian laporan keuangan. Entitas pelaporan bertanggung jawab penuh pelaporan keuangan, sehingga laporan keuangan tersebut dapat dipertanggungjawabkan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, masing- masing kementerian yang terkait dan satuan organisasi yang ada di pusat maupun daerah. PERAN DAN TUJUAN LAPORAN KEUANGAN Setiap entitas pelaporan pelaporan kewajiban untuk melaporkan melaporkan upaya yang telah dilakukan serta hasil yang berhasil dalam pelaksanaan kegiatan sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan: 1. Akuntabilitas 2. Manajemen 3. Transparansi 4. Keseimbangan antargenerasi (ekuitas antar generasi) 5. Evaluasi kinerja Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya dapat menyajikan informasi yang bermanfaat bagi pengguna untuk penilaian akuntabilitas dan membuat keputusan baik dalam bidang ekonomi, sosial maupun politik. Oleh karena itu pelaporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai: 1. Sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya keuangan. 2. Kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai pengeluaran. 3. Jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan. 4. Bagaimana pelaporan keuangan seluruh kegiatannya untuk mencukupi kebutuhan kasnya. 5. Posisi keuangan dan kondisi pelaporan berkaitan dengan penerimaannya. 6. Perubahan pelaporan keuangan pelaporan KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN Laporan keuangan pokok akuntansi pemerintahan, yaitu : 1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) 3. Neraca 4. Laporan Operasional (LO) 5. Laporan Arus Kas (LAK) 6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) 7. Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) ASUMSI DASAR Asumsi dasar pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari : 1. Asumsi kemandirian entitas 2. Asumsi kesinambungan entitas 3. Asumsi keterukuran dalam satuan uang (pengukuran moneter) KARAKTERISTIK KUALITATIF LAORAN KEUANGAN Laporan keuangan pemerintah harus memenuhi kualitas yang dikehendaki, oleh sebab itu ada empat entitas normatif yang harus dipenuhi dalam pelaporan keuangan, yaitu : (1) Relevan (2) Andal (3) Dapat dibandingkan (4) Dapat diimplementasikan. PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan sebagai ketentuan yang menerapkan dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan. Prinsip yang digunakan dalam pelaporan dan pelaporan keuangan pemerintah adalah: 1. Dasar akuntansi Dasar akuntansi yang digunakan dalam pelaporan keuangan pemerintah menurut PP 71 Tahun 2010 adalah dasar akrual. 2. Prinsip nilai historis (biaya historis) Aset pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar darin ketidakseimbangan untuk mendapatkan aset tersebut. 3. Prinsip realisasi (realisasi) Apabila dalam akuntansi komersial menganut asas konsep yang cocok maka hal ini tidak dapat diterapkan pada akuntansi pemerintahan. Hal ini karena pendapatan dan belanja menggunakan basis kas yang setelah diotorisasi anggaran dan telah menambah atau mengurangi harta. 4. Prinsip substansi (substansi di atas bentuk) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan untuk menyajikan dengan wajar semua transaksi sehingga semua hal yang meskipun berbeda atau tidak konsisten peristiwanya harus dilaporkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 5. Prinsip periodisitas (periodisitas) Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan pelaporan dibagi melalui periode- periode yang telah diterapkan, sehingga kinerja entitas dapat diukur dan di posisi sumber daya yang dimiliki dapat ditentukan. 6. Prinsip konsistensi (konsistensi) Prinsip konsistensi dalam pelaporan keuangan entitas harus sama di setiap periode, perubahan metode akuntansi boleh dilakukan asalkan dapat memberikan informasi yang lebih baik dari metode sebelumnya dan hal ini harus dipaparkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 7. Prinsip pengungkapan lengkap (full diselosure) Pelaporan entitas keuangan harus disajikan secara lengkap sehingga dapat digunakan sebagai informasi oleh pengguna laporan keuangan. 8. Prinsip penyajian wajar (presentasi yang wajar) Pelaporan entitas keuangan harus disajikan secara (presentasi yang adil) sehingga dapat dipertanggungjawabkan. UNSUR LAPORAN KEUANGAN 1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA, belanja. transfer, surplus / defisit-LRA. dan pembiayaan, yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. Struktur LRA adalah (1) Pendapatan-LRA, (2) Belanja, (3) Transfer, (4) Surplus / defisit-LRA, (5) Pembiayaan, dan (6) Sisa lebih / kurang pembiayaan anggaran (SİLPA / SİKPA) 2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) melaporkan mutasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang merupakan akumulasi saldo SilLPA / SİKPA dari LRA 3. Neraca Neraca dalam laporan keuangan akuntansi pemerintahan terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas, dimana ekuitas merupakan surplus / defisit Laporan Operasional atau selisih antara pendapatan dan beban akrual. 4. Laporan Operasional (LO) Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat / daerah. 5. Laporan Arus Kas (LAK) Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas, investasi, investasi, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir pemerintah pusat / daerah selama periode tertentu. 6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) Laporan Perubahan Ekuitas, menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya 7. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Catatan atas Laporan Keuangan termasuk penjelasan atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran. Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dipersiapkan untuk bisnis dalam Standar Akuntansi Pemerintahan. KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEEMRINTAHAN Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP): 1. PSAP 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan 2. PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran 3. PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas 4. PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan 5. PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan 6. Nomor tentang Akuntansi Investasi 7. PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap 8. PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan 9. PSAP Nomor 09 tentang Kewajiban Akuntansi 10. PSAP Nomor 10 tentang Koreksi 1, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa 11. PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian 12. PSAP Nomor 12 tentang Laporan Operasional.
Ekonomi makro menjadi sederhana, berinvestasi dengan menafsirkan pasar keuangan: Cara membaca dan memahami pasar keuangan agar dapat berinvestasi secara sadar berkat data yang disediakan oleh ekonomi makro