Anda di halaman 1dari 3

Nama : Shinta listiana

BAB III
PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

A. Terwujudnya Good Corporate Governance

Pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang baik harus segera diwujudkan. Hal
tersebut diperlukan dalam mencapai tujuan good corporate governance dalam penyelenggaraan
negara. Secara umum, istilah governance mengedepankan integritas karena harus mengemukakan
atau melaporkan secara apa adanya tanpa direkayasa. Dengan demikian, governance juga
diartikan sebagai keterbukaan dan akuntabilitas yang menjadi konsep etika bertanggung jawab.
Hal tersebut hanya dapat dicapai melalui pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
berdaulat. Governance dalam konteks pemerintahan disebut government governance, sedangkan
corporate governance berkembang dalam konteks bisnis.

Hal tersebut juga diungkapkan oleh Rene Stours yang dikutip oleh Adrian Sutedi. Rene Stours
menyatakan hakikat atau falsafah keuangan negara dalam hal ini APBN sebagai dasar kita: “The
constitutional right which a nation possesses to authorize public revenue and expenditure does not
originates from the fact that the members of nation contribute the payments. This right is based
in a loftier idea. The idea of sovereignty”. Jadi, dapat dipahami bahwa pada hakikatnya public
revenue and expenditure APBN ialah kedaulatan.

Dalam mencapai kedaulatan dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,
pengelolaan keuangan negara harus dijalankan secara profesional, terbuka, dan bertanggung
jawab. Pencapaian tujuan tersebut perlu dijabarkan dalam berbagai ketentuan ataupun aturan
pokok perihal pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Demikian juga dalam roda pemerintahan yang idealnya dapat dijalankan dengan prinsip-prinsip
pengelolaan yang baik, seperti transparansi (keterbukaan), akuntabilitas, partisipasi, keadilan, dan
kemandirian.

Pada hakikatnya, kelangsungan pembangunan Indonesia bergantung pada pengelolaan APBN.


Pengelolaan keuangan negara yang ideal bertumpu pada prinsip good governance (yang dewasa
ini telah menjadi pola dinamik penyelenggaraan negara di seluruh dunia menuju kemantapan
demokrasi) yang selaras dengan prinsip good financial governance.

B. Asas-asas Pengelolaan Keuangan Negara

Suatu pengelolaan keuangan negara yang baik tentu diciptakan berdasarkan pada asas-asas
hukum yang mendasarinya. Tujuannya ialah menciptakan suatu bingkai kerja untuk meningkatkan
pelayanan dalam pengelolaan keuangan negara.” Asas-asas pengelolaan keuangan negara dalam
konteks kehidupan bernegara di Indonesia mengalami perkembangan apabila menjadikan UU
Keuangan Negara sebagai batu pijakan. Sebelum UU Keuangan Negara berlaku, terdapat beberapa
asas yang digunakan dalam pengelolaan keuangan negara dan diakui kekuatan berlakunya dalam
pengelolaan keuangan negara selanjutnya.

Asas-asas umum pengelolaan keuangan negara pada dasarnya dijiwai oleh asas-asas umum
pemerintahan yang baik (good governance). Hal ini dapat dilihat dari asas akuntabilitas,
proporsionalitas, profesionalitas, dan universalitas yang sesuai dengan prinsip-prinsip
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, di mana pada asas-asas good governance dikehendaki
adanya prinsip bertindak cermat, jangan mencampuradukkan kewenangan dan prinsip
penyelenggaraan kepentingan umum.” Pada dasarnya, asas-asas umum pengelolaan keuangan
negara yang baik bertujuan untuk mewujudkan kepentingan umum, serta menyejahterakan
kehidupan rakyat yang berlandaskan pada perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan demi
terciptanya pemerintahan yang baik.

Pengelolaan keuangan negara sebagaimana tertuang dalam penjelasan UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara bahwa asas umum pengelolaan keuangan negara dalam rangka
mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara. Pengelolaan
keuangan negara perlu diselenggarakan secara tertib, taat, efektif, efisien, transparan, dan
bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945.

C. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara

Sistem pemerintahan negara Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebagaimana telah
diubah dengan Perubahan Pertama UUD 1945 menempatkan presiden sebagai penyelenggara
pemerintah negara yang tertinggi di bawah MPR. Presiden memiliki kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan negara meliputi apa yang dalam Trias Politika disebut kekuasaan eksekutif dan
legislatif. Kekuasaan legislatif itu dijalankan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Kekuasaan
penyelenggaraan pemerintahan negara itu meliputi tiga kekuasaan negara, yaitu kekuasan
otorisasi, ordonansi, dan kekuasaan kebendaharawanan.

1. Pendelegasian Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara

Dalam wilayah negara Indonesia yang luas dengan berbagai fungsi yang harus
diselenggarakannya, tugas menjalankan kekuasaan pengelolaan keuangan negara tidak
mungkin dilaksanakan sendiri oleh Presiden. Dalam rangka efisiensi dan efektivitas,
pelaksanaan kekuasaan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan sistem
pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945. Presiden mendelegasikan kekuasaan
pengelolaan keuangan negara itu kepada aparatur pemerintah di pusat dan daerah, BUMN
dan BUMD, serta pihak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2. Pengelolaan Keuangan Negara di Tingkat Pusat

Sesuai dengan Pasal 6 UU No. 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Presiden selaku
kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan
negara di tingkat pusat terdiri dari pengelolaan fiskal dan kekayaan yang dipisahkan serta
pengelolaan penggunaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara di tingkat pusat
untuk pengelolaan fiskal dikuasakan kepada Menteri Keuangan, sedangkan untuk
penggunaan anggaran negara dikuasakan kepada Menteri/pimpinan lembaga yang
dipimpinnya.

3. Pengelolaan Keuangan Negara di Tingkat Daerah

Pasal 10 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 ayat (2)
huruf c:

a. Dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku


pejabat pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
b. Dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat
pengguna anggaran/barang daerah.
4. Pengelolaan Keuangan Negara pada BUMN

Struktur dan pengelolaan BUMN di Indonesia sangat berbeda dengan struktur dan
pengelolaan BUMN di negara-negara lain yang lebih maju. Di negara-negara lain, modal
BUMN memang merupakan keuangan negara yang dipisahkan. Apabila terjadi kerugian,
negara tidak lagi ikut menanggungnya. Pengurusnya pun akuntabel dan bertanggung
jawab pada prestasi kerja perusahaan yang diurusnya. Sebaliknya di Indonesia, walaupun
BUMN sudah “go public”, pemerintah masih tetap memiliki golden share dalam BUMN itu.

D. Asas Kompatibilitas
Pada dasarnya, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara telah mengikuti prinsip kompatibilitas dalam pengelolaan
keuangan negara. Kenyataan ini dimuat dalam
Pasal 35 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Nega bahwa setiap orang yang
diberi tugas menerima, menyimpa membayar dan/atau menyerahkan uang atau surat
berharga ata barang-barang negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kepada BPK. Sementara itu, menung pasal tersebut ayat (3), setiap
bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian keuangan negara yang berada dalam pengurusannya.
Kemudian, Pasal 62 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
menetapkan bahwa pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan
oleh BPK. Pasal 22 UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara mengatur lebih lanjut tentang proses penyelesaian kerugian negara
terhadap bendahara, khususnya ayat (4), yakni tata cara penyelesaian ganti kerugian
negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan
Pemerintah.
Berhubung dengan masuknya prinsip kompatibilitas dalam UU yang baru, bendahara
pengeluaran/penerimaan yang ada pada Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran tidak
bertanggung jawab secara hierarkis pada atasannya, tetapi bertanggung jawab secara
fungsional kepada Menteri Keuangan selaku bendahara Umum negara.

Anda mungkin juga menyukai