Anda di halaman 1dari 14

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Selly Rizki Precilia


Fakultas Hukum, Universitas Jambi, Jalan Lintas Sumatera Jalan Jambi – Muara Bulian No.Km 15 Mendalo Darat
Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi, Jambi 36383, Indonesia

Email: sellyrizky008@gmail.com

ABSTRAK
The operational of transparancy and accountability are the important things to make a good and clean government
according to the expectation of its stakeholders. Transparancy and accountability can be realized by the
responsibility in all of regional’s financial management periodicly in financial’s report form to the central
government, Regional General Assembly (DPRD) and the public. The acceleration in regional accounting system
implementation is the necessity for the government, since its make Kepmendagri No.29, 2002, about the orientation
of regional’s government which is not implements the regional’s accounting system already are worried not to
manage its regional’s accounting transparancy.
Keywords: Transparancy, Accountability, Finance

ABSTRAK
Transparansi dan akuntabilitas merupakan hal penting untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan
bersih sesuai harapan stakeholders. Transparansi dan akuntabilitas dapat diwujudkan dengan tanggung
jawab dalam seluruh pengelolaan keuangan daerah secara berkala dalam bentuk laporan keuangan kepada
pemerintah pusat, DPRD, dan masyarakat. Percepatan penerapan sistem akuntansi daerah merupakan
kebutuhan bagi pemerintah, sejak dikeluarkannya Kepmendagri No.29 Tahun 2002, tentang orientasi
pemerintah daerah yang tidak melaksanakan sistem akuntansi daerah sudah dikhawatirkan tidak
mengelola transparansi akuntansi daerahnya.
Kata Kunci: transparansi, akuntabilitas, keuangan

Pendahuluan
Sebagai sebuah organisasi pemerintah membutuhkan sebuah pengelolaan yang memadai dalam
berbagai aspek untuk mencapai tujuannya secara optimal untuk masyarakat. Salah satu aspek yang sangat
penting untuk dikelola dengan baik adalah aspek keuangan pemerintah. Reformasi pengelolaan keuangan
negara dan daerah membuat masyarakat semakin menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara
dan lebih dapat menyampaikan aspirasi yang salah satunya untuk perbaikan terhadap pengelolaan
keuangan negara dan daerah pada instansi - instansi pemerintah pusat maupun daerah (1).
Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pmerintah Daerah, maka timbul hak dan kewajiban daerah yang
dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelola keuangan daerah.
Menurut PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pengelolaan keuangan daerah adalah
sub sistem dari pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dari penyelenggaraan
pemerintah daerah. Transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah menjadi salah satu faktor penting
untuk meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Perlu adanya transparansi dari keuangan daerah adalah
mengantisipasi adanya penyelewengan atau rekayasa dana oleh pihak yang bersangkutan, agar
masyarakat juga dapat mengetahui apakah keuangan negara telah digunakan dengan semestinya atau
tidak. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip
tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara
umum (2).
1. Pengelolaan Keuangan Negara
A. Pengertian Keuangan Negara menurut peraturan perundangan Keuangan
Keuangan negara, jika dilihat dari sisi teori, bisa mengandung beberapa pengertian, tetapi
pengertian yang diuraikan dalam bahan ajar ini dibatasi pada pengertian-pengertian seperti diatur
dalam peraturan perundangan di bidang keuangan negara. Sesuai dengan yang diuraikan dalam
Undang Undang Keuangan Negara (UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara), yang
dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu - baik berupa uang maupun berupa barang - yang dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kemudian, dalam
penjelasan dalam Undang Undang tersebut, diuraikan secara lengkap bahwa:
1. Objek dari keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal dan moneter, dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
2. Subjek keuangan negara adalah seluruh objek keuangan negara yang dimiliki dan/atau dikuasai
oleh pemerintah dan badan hukum publik lainnya.
3. Menurut prosesnya, keuangan negara merupakan seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan
semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang dimulai dari perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.
4. Tujuan seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan
dan/atau penguasaan objek keuangan negara tersebut dimaksudkan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara (3).
B. Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Agar tujuan pengelolaan seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan
dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek keuangan negara dapat memberikan daya dukung
penyelenggaraan pemerintahan negara yang optimal, keuangan negara dikelola berdasarkan asas
umum sebagai berikut:
1. Akuntabilitas yang berorientasi pada hasil, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara, karena pada
dasarnya setiap sen uang negara adalah uang rakyat, dan akuntabilitas ini harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Profesionalitas, yang berarti mengutamakan keahlian dan kompetensi yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan perundang-undangan.
3. Proporsionalitas, yakni asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
Penyelenggara Negara.
4. Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak-hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara.
5. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, yang dalam praktiknya
dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI).
C. Good Governance (Tata Kelola Yang Baik)
Wiranto (2012) mengatakan bahwa Good Governance dapat dipahami sebagai implementasi
otoritas politik, ekonomi, dan administratif dalam proses manajemen berbagai urusan publik pada
berbagai level dalam suatu negara. Good Governance memiliki beberapa indikator seperti efektif,
partisipatif, transparan, akuntabel, produktif, dan sejajar serta mampu mempromosikan penegakan
hukum. Dari semua indikator tersebut, hal yang paling penting dalam Good Governance adalah
bagaimana penggunaan kekuasaan dan otoritas dalam menyelesaikan berbagai persoalan publik.
Mardiasmo (2006) mengatakan bahwa karakteristik pelaksanaan Good Governance meliputi antara
lain transparency, responsiveness, consensus orientation, equity, efficiency dan effectiveness, serta
accountability. Dari karakterikstik tersebut, paling tidak terdapat tiga hal yang dapat diperankan
oleh akuntansi sektor publik yaitu terwujudnya transparansi, value for money, dan akuntabilitas (4)
Mardiasmo (2006) mengatakan bahwa dalam memberikan layanan kepada masyarakat,
pemerintah daerah dituntut lebih responsif atau cepat dan tanggap. Terdapat 3 (tiga) mekanisme
yang dapat dilaksanakan pemerintah daerah agar lebih responsif, transparan, dan akuntabel dalam
mewujudkan Good Governance yaitu: (1) mendengarkan suara atau aspirasi masyarakat serta
membangun kerjasama pemberdayaan masyarakat, (2) memperbaiki internal rules dan mekanisme
pengendalian, dan (3) membangun iklim kompetisi dalam memberikan layanan terhadap
masyarakat serta marketisasi layanan. Ketiga mekanisme tersebut saling berkaitan dan saling
menunjang untuk memperbaiki efektivitas pengelolaan pemerintahan daerah. Akbar (2012)
mengatakan bahwa era reformasi membawa dampak terhadap tuntutan adanya akuntabilitas
(accountability) dan keterbukaan (transparency) dalam proses pembangunan manajemen
pemerintahan di Indonesia. Akuntabilitas publik dan keterbukaan merupakan bagian yang tidak
dapat terpisahkan dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (Good Governance). Kedua hal
tersebut menjadi suatu konsekuensi logis dalam penerapannya pada pola perencanaan, pelaksanaan
dan pertanggung jawaban keuangan daerah yang participative (5).
2. Akuntabilitas
A. Konsep Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Daerah
Sistem pemerintahan saat ini, membuat desa mempunyai peran yang strategis dalam
membantu pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, termasuk
pembangunan.Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa pengaturan desa
bertujuan untuk: (a) Memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan
keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b)
Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; (c) Melestarikan dan
memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; (d) Mendorong prakarsa, gerakan, dan
partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan
bersama; (e) Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta
bertanggung jawab; (f) Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna
mempercepat perwujudan kesejahteraan umum (6).
Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diartikan sebagai kewajiban
pemerintah daerah untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pelaksanaan pemerintahan di
daerah dalam rangka otonomi daerah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui media
pertanggungjawaban yang terukur baik dari segi kualitasnya maupun kuantitasnya. Pemerintah
daerah sebagai pelaku pemerintahan harus bertanggungjawab terhadap apa yang telah dilakukannya
terhadap masyarakat dalam rangka menjalankan tugas, wewenang, dan kewajiban Pemerintah
Daerah (Sabarno, 2007:129). Dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan
melaporkan segala kegiatan, terutama dalam bidang administrasi keuangan kepada pihak yang
lebih tinggi. Media pertanggungjawaban akuntabilitas tidak terbatas pada laporan
pertanggungjawaban, akan tetapi juga mencakup aspek-aspek kemudahan pemberi mandat untuk
mendapatkan informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan,
sehingga akuntabilitas dapat tumbuh pada lingkungan yang mengutamakan keterbukaan sebagai
landasan pertanggungjawaban (7)
B. Akuntabilitas Publik Keuangan Daerah
Kualitas Pemerintahan Daerah yang baik (good governance) tidak hanya ditentukan oleh
akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat dan supremasi hukum. Namun, kualitas
pemerintahan yang baik juga ditentukan oleh faktorfaktor lain seperti responsiveness, consessus
orientation, equity efficiency, effectiveness dan strategic vision. Hal ini sesuai dengan karakteristik
pelaksanaan pemerintahan yang baik menurut UNDP dan Word Bank. Menurut Mardismo (2004),
akuntabilitas publik keuangan daerah adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure)
atas aktivitas dan kinerja keuangan daereah kepada semua pihak yang berkepentingan (stakeholder)
sehingga hak-hak publik, yaitu hak untuk tau (right to know), hak untuk diberi informasi (right to
be kept information), dan hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to)
dapat terpenuhi. Mardiasmo (2004) menyatakan bahwa akuntabilitas publik meliputi akuntabilitas
internal dan akuntabilitas eksternal. Akuntabilitas internal merupakan pertanggungjawaban kepada
pihak-pihak internal yang berkepentingan seperti pegawai, pejabat pengelola keuangan negara, dan
badan legislatif. Sedangkan akuntabilitas eksternal adalah pertanggungjawaban kepada pihak-pihak
luar yang berkepentingan, seperti pembayar pajak, media massa, pemberi dana bantuan, dan
investor atau kreditor.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dinyatakan bahwa Kepala Daerah merupakan pengelola keuangan daerah. Untuk membantu Kepala
Daerah dalam mengelola keuangan daerah dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan
kepada Biro/Bagian Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah daerah kepemilikan
kekayaan daerah yang dipisahkan, serta kepada Kepala Satuan Kerja/Dinas selaku pengguna
anggaran. Biro/Bagian Keuangan sebagai pembantu Kepala Daerah dalam bidang keuangan pada
hakekatnya adalah manajer keuangan atau Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Daerah,
sementara setiap Kepala Satuan Kerja/Dinas pada hakekatnya adalah manajer operasional atau
Chief Operational Officer (COO) Pemerintah Daerah. Mardiasmo (2004) menyatakan bahwa
“stakeholder yang beragam memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Oleh karena itu informasi
yang dibutuhkan juga berbeda-beda. Untuk memenuhi kebutuhan seluruh stakeholder tersebut
diperlukan kerangka konseptual (conceptual framework) yang komprehensif. Kerangka konseptual
akuntabilitas publik dapat dibangun di atas dasar empat komponen. Pertama, adanya sistem
pelaporan keuangan. Kedua, adanya sistem pengukuran kinerja. Ketiga, dilakukannya audit. Sektor
publik. Keempat, berfungsinya saluran akuntabilitas publik (channel of public accountability).
C. Mekanisme Akuntabilitas Keuangan
Dalam pelaksanaan penyajian laporan keuangan pemerintah daerah, kenyataannya
mekanisme akuntabilitas keuangan daerah tidak berjalan dengan baik terutama kepada masyarakat.
Akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan pemerintah daerah tidak begitu dipahami oleh
masyarakat sebagai pemakai. Sebagian besar masyarakat tidak dalam asumsi memiliki pengetahuan
yang memadai tantang aktivitas pemerintahan dalam pengelolaan keuangan, aset daerah dan
akuntansi. Mekanisme monitoring cost sebenarnya sudah berjalan pada akuntansi sektor publik
walaupun belum seefektif pada sektor privat. Hal ini dapat kita lihat dari adanya keberadaan
lembaga pengawas seperti Badan Pengawas Daerah, Badan Pengawas Keuangan Pembangunan,
dan DPRD. Lembagalembaga tersebut tentunya dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi
(Tupoksi) menggunakan biaya yang bersumber dari keuangan negara.
D. Impelentasi Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah
Pencapaian kinerja organisasi pemerintah biasanya memang dihubungkan dengan konsep
3E. Hal ini sesuai dengan konsep Value For Money (Mulgan, 1997) yang merupakan konsep
pengelolaan organisasi sektor publik yang didasarkan pada tiga elemen yaitu ekonomis, efisiensi
dan efektivitas. Namu tiga elemen ini saja sebenarnya tidak cukup dan perlu ditambah dengan dua
elemen lain yaitu keadilan (equity) dan pemerataan atau kesetaraan (equility). Artinya bahwa
penggunaan uang publik hendaknya tidak hanya terkonsentrasi pada kelompok tertentu saja tetapi
dilakukan secara merata.
E. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan
Daerah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah maka sistem akuntansi yang digunakan oleh pemerintah berubah. Basis akuntansi yang
digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan,
belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset,
kewajiban dan ekuitas dalam Neraca. Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa
pendapatan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas
pelaporan dan belanja diakui apda saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah
atau entitas pelaporan.
Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas dana diakui dan
dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh
pada keuangan pemerintah tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
dinyatakan bahwa komponen yang harus terdapat dalam suatu Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah meliputi; Laporan Realisasi Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan
atas Laporan Keuangan. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntasi Pemerintah Nomor 1 tentang
Penyajian Laporang Keuangan pada paragraf 38 dan paragraf 43 dinyatakan bahwa Neraca
menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas
dana pada tanggal tertentu, selain itu juga dinyatakan Neraca mencantumkan pos-pos berikut; Kas
dan setara kas, Investasi jangka pendek, Piutang pajak dan bukan pajak, Persediaan, Investasi
jangka panjang, Aset tetap, Kewajiban jangka pendek, Kewajiban jangka panjang, Ekuitas dana.
Dengan demikan, PSAP Nomor 1 telah mengharuskan setiap Pemerintah Daerah untuk menyajikan
dan melaporkan Neraca secara komprehensif (8)
F. Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagai Bentuk Akuntabilitas dan Transparansi
Pengelolaan
Keuangan Daerah Pada setiap akhir tahun anggaran dan periode pemerintahan Kepala
Daerah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang disampaikan kepada DPRD
sebagai wakil dari masyarakat yang telah mempercayakan pengelolaan sumber daya daerah.
Undang-undang republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 pasal 184 ayat 1 menyebutkan bahwa
kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan
paling lambat 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pada ayat 2 disebutkan bahwa laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi Laporan Keuangan APBD, Neraca, Laporan
Aliran Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan Badan
Usaha Milik Daerah. Sebagaimana telah diketahui bahwa sejak tahun 2001 Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia telah menyampaikan Hasil Pemeriksaan Semesteran (HAPSEM)
kepada DPRD, yaitu hasil pemeriksaan yang menyangkut pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Propinsi/ Kabupaten/Kota yang ber-sangkutan
(9)
3. Transparansi
A. Konsep Transparansi
Dalam Pasal 4 ayat 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia NO. 13 Tahun
2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dikatakan transparan adalah prinsip
keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses
informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah. Dengan adanya transparansi menjamin akses
atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan
pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanannya, serta
hasil-hasil yang dicapai. Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan.
Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan
pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan
menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran dan kebijakan dibuat berdasarkan pada
preferensi publik (10)
Transparansi menjadi sangat penting bagi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah dalam
menjalankan mandat dari rakyat. Mengingat pemerintah memiliki kewenangan mengambil
berbagai keputusan penting yang berdampak bagi orang banyak, pemerintah harus menyediakan
informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakannya. Dengan transparansi, kebohongan
sulit untuk disembunyikan. Dengan demikian transparansi menjadi instrumen penting yang dapat
menyelamatkan uang rakyat dari perbuatan korupsi (11)
Prinsip-prinsip transparansi dapat diukur melalui sejumlah indikator (Loina Lalolo Krina
P, 2003) seperti berikut : 1) Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari
semua proses- proses pelayanan publik; 2) Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-
pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses
didalam sektor publik ; 3) Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran
informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani.
Keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik, pada akhirnya akan
membuat pemerintah menjadi bertanggungjawab kepada semua stakeholders yang
berkepentingan dengan proses maupun kegiatan dalam sektor public (12)
B. Indikator Transparansi
Menurut Krina (2003) dalam Rahmanurrasjid (2008:87-88) prinsip transparansi di atas
dapat diukur melalui sejumlah indikator seperti: 1) mekanisme yang menjamin sistem
keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses pelayanan publik; 2) mekanisme yang
memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik,
maupun proses-proses didalam sektor publik; 3) mekanisme yang memfasilitasi pelaporan
maupun penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan
melayani (13)
C. Prinsip-prinsip Transparansi
Transparasi merupakan salah satu prinsip Good Governance. Pasaribu (2011) mengatakan
transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Artinya, informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsungdapat
diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau
kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan,
yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang
dicapai. Prinsip transparansi menurut Werimon, dkk (2007:8) meliputi 2 aspek, yaitu:
komunikasi publik oleh pemerintah, dan hak masyarakat terhadap akses informasi. Pemerintah
diharapkan membangun komunikasi yang luas dengan masyarakat berkaitan dengan berbagai hal
dalam kontek pembangunan yang berkaitan dengan masyarakat. Masyarakat mempunyai hak untuk
mengetahui berbagai hal yang dilakukan oleh pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintahan.
Werimon (2007:8) menyebutkan bahwa, kerangka konseptual dalam membangun transparansi
organisasi sektor publik dibutuhkan empat komponen yang terdiri dari: 1) adanya sistem pelaporan
keuangan; 2) adanya sistem pengukuran kinerja; 3) dilakukannya auditing sektor publik; dan 4)
berfungsinya saluran akuntabilitas publik (channel of accountability). Lebih lanjut dikatakan
anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi beberapa kriteria
berikut: 1) terdapat pengumuman kebijakan anggaran, 2) tersedia dokumen anggaran dan mudah
diakses, 3) tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu, 4) terakomodasinya
suara/usulan rakyat, 5) terdapat sistem pemberian informasi kepada publik. Asumsinya semakin
transparan kebijakan publik, yang dalam hal ini adalah APBN maka pengawasan yang dilakukan
oleh Dewan akan semakin meningkat karena masyarakat juga terlibat dalam mengawasi kebijakan
publik tersebut. Transparansi penyelenggaraan pemerintah daerah dalam hubungannya dengan
pemerintah daerah perlu kiranya perhatian terhadap beberapa hal berikut; (1) publikasi dan
sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,
(2) publikasi dan sosialisasi regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah tentang berbagai
perizinan dan prosedurnya, (3) publikasi dan sosialisasi tentang prosedur dan tata kerja dari
pemerintah daerah, (4) transparansi dalam penawaran dan penetapan tender atau kontrak proyek-
proyek pemerintah daerah kepada pihak ketiga, (5) kesempatan masyarakat untuk mengakses
informasi yang jujur, benar dan tidak diskriminatif dari pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah (5)
D. Regulasi Transparansi Keuangan
Pada bagian ini dijelaskan regulasi transparansi keuangan dalam 3 tahapan siklus keuangan
yaitu : tahapan penganggaran, tahapan pelaksanaan, dan tahapan pelaporan.
1. Transparansi Tahap Penganggaran
Ketentuan yang mengharuskan transparansi dalam tahapan penganggaran (penyusunan
APBD) diatur dalam Pasal 103 Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa
a. Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan
kepada kepala daerah.
b. Rancangan peraturan daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum
disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat.
c. Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta
masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan.
d. Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh sekretaris
daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
Selain itu, transparansi dalam tahap penganggaran diatur dalam PP 56/2005 tentang
Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD). Dalam aturan ini diatur bahwa pemerintah daerah
menyelenggarakan SIKD di daerah masing-masing dengan menyampaikan informasi keuangan
kepada masyarakat.
2. Transparansi Tahap Pelaksanaan
Pengaturan transparansi dalam tahap pelaksanaan anggaran dapat ditemukan dalam
Permendagri 13 Tahun 2006, khususnya pada pasal yang mengatur Pengendalian Internal.
a. Dalam rangka meningkatkan kinerja transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
daerah, kepala daerah mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern
dilingkungan pemerintahan daerah yang dipimpinnya.
b. Pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan proses yang
dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan
pemerintah daerah yang tercermin dari kendala laporan keuangan, efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan.
c. Pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurnag-kurangnya memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Terciptanya lingkungan pengendalian yang sehat.
2. Terselenggaranya penilaian resiko.
3. Terselenggaranya aktivitas pengendalian.
4. Terselenggaranya sistem informasi dan komunikasi, dan
5. Terselenggaranya kegiatan pemantauan pengendalian.
3. Transparansi Tahap Pelaporan dan Pemeriksaan
Regulasi yang menghasilkan transparansi diatur dalam (1) PP 24/2005 dan PP 71/2010,
(2) UU 15/2004, dan (3) PP 3/2007. Dalam PP 24/2005 dan PP 71/2010 yang mengatur
Kerangka Konseptual Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) disebutkan kelompok utama
pengguna laporan keuangan pemerintahan. (1) masyarakat, (2) para wakil rakyat, lembaga
pengawas dan lembaga pemeriksa, (3) pihak yang mencari atau berperan dalam proses donasi,
investasi, dan (4) pinjaman, dan pemerintah. Sebagai pengguna informasi, warga masyarakat
pertama-tama berhak atas laporan keuangan yang disusun pemerintah daerah. Warga
masyarakat sebagai pengguna informasi keuangan harus mendapatkan laporan keuangan sesuai
ketentuan di atas (14)
Dalam pasal 19 UU 15/2005 tentang Pemeriksaan Laporan Dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara diatur bahwa laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang telah disampaikan
kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka dan umum. Laporan hasil pemeriksaan ini tidak
termasuk laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Ketentuan ini menjelaskan bahwa masyarakat berhak memperoleh informasi dari
hasil pemeriksaan BPK (Pasal Regulasi lain yang mengatur transparansi dapat ditemukan dalam
PP 3/2007 tentang Laporan Penyelengaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan
Keterangan Pertanggung jawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
Dan Informasi Laporan Penyelengaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat ILPPD)
(15).

Kesimpulan
Sesuai dengan yang diuraikan dalam Undang Undang Keuangan Negara (UU No 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara), yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu - baik berupa uang maupun berupa barang -
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Objek dari
keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal dan moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dengan demikan, PSAP Nomor 1 telah mengharuskan setiap Pemerintah Daerah untuk
menyajikan dan melaporkan Neraca secara komprehensif (8) F. Laporan keuangan Pemerintah Daerah
sebagai Bentuk Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah Pada setiap akhir tahun
anggaran dan periode pemerintahan Kepala Daerah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
yang disampaikan kepada DPRD sebagai wakil dari masyarakat yang telah mempercayakan pengelolaan
sumber daya daerah.
Transparansi penyelenggaraan pemerintah daerah dalam hubungannya dengan pemerintah daerah
perlu kiranya perhatian terhadap beberapa hal berikut; (1) publikasi dan sosialisasi kebijakan-kebijakan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, (2) publikasi dan sosialisasi regulasi
yang dikeluarkan pemerintah daerah tentang berbagai perizinan dan prosedurnya, (3) publikasi dan
sosialisasi tentang prosedur dan tata kerja dari pemerintah daerah, (4) transparansi dalam penawaran dan
penetapan tender atau kontrak proyek-proyek pemerintah daerah kepada pihak ketiga, (5) kesempatan
masyarakat untuk mengakses informasi yang jujur, benar dan tidak diskriminatif dari pemerintah daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Acknowledgment
Not applicable in this section.
Funding
There is no funding for this research.
Conflict of Interest
There is no conflict of interest in this study.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nasution DAD. Analisis Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah, Akuntabilitas dan Transparansi
Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah. J Stud Akunt Keuang [Internet]. 2018 Nov 4 [cited 2020
Nov 20];2(3):149–62. Available from: http://www.ejurnal.id/index.php/jsak/article/view/226
2. Novitasari Y. Pengawasan Keuangan Daerah, Akuntabilitas, dan Transparansi Pengelolaan
Keuangan Daerah di Sidoarjo [Internet]. Kompasiana. 2019 [cited 2020 Nov 20]. Available from:
https://www.kompasiana.com/yuriken/5d22dee1097f3618ac093a22/pengawasan-keuangan-
daerah-akuntanbilitas-dan-transparansi-pengelolaan-keuangan-daerah-di-sidoarjo
3. Tim Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia. Pengelolaan Keuangan Negara 2018. 2018.
4. Adiwirya M, Sudana I. Akuntabilitas, Transparansi, dan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Satuan
Kerja Perangkat Daerah Kota Denpasar. E-Jurnal Akunt. 2015;11(2):611–28.
5. Auditya L. Analisis Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah
Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. J Fairness [Internet]. 2013 [cited 2020 Nov 20];3(1).
Available from:
https://www.researchgate.net/profile/Husaini_Husaini5/publication/334224301_ANALISIS_PEN
GARUH_AKUNTABILITAS_DAN_TRANSPARANSI_PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAE
RAH_TERHADAP_KINERJA_PEMERINTAH_DAERAH/links/5d1d87ca458515c11c0f948f/A
NALISIS-PENGARUH-AKUNTABILITAS-DAN-
6. Rahmanurrasjid A. Akuntabilitas dan Transparansi Dalam Pertanggungjawaban Pemerintah
Daerah Untuk Mewujudkan Pemerintah Yang Baik di Daerah [Internet]. 2008 [cited 2020 Nov
21]. Available from: http://eprints.undip.ac.id/16411/
7. Hanifah SI. Akuntabilitas dan Transparansi Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Belanja
Desa (APBDes). J Ilmu Ris Akunt. 2015;4(8).
8. Insani I. Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia Pemerintah Daerah Dalam Rangka
Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah. J Borneo Adm
[Internet]. 2009 [cited 2020 Nov 20];5(3). Available from:
https://www.samarinda.lan.go.id/jba/index.php/jba/article/view/50
9. Yahya I. Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah. J Keilmuan dan
Pengguna Terhadap Sist Tek Ind [Internet]. 2006 [cited 2020 Nov 20]; Available from:
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/31091250/Sistem_Teknik_Industri_Vol__7_No__4_Oktobe
r_2006.pdf?1365203556=&response-content-
disposition=inline%3B+filename%3DMENGENDALIKAN_KELELAHAN_PEKERJA_TERHA
DA.pdf&Expires=1605876685&Signature=K13ih5N9TY~LUU62BZQdC24Bhlj9p8r8Gii6gjrCfR
VZU03u0nfKA8tSflXbEmOTloSjnaq4t1ZZK6svjq8rkGrW35bAnZR5cfkbVWNt~3xKGIxhEQn
wdK9xM~YUALVtCsH9lHWfOxNLSnh3txQiUp0BGS0V0giwDQlyY~SvMbUO6Os-
NmsUObUVJSItJkKS8U31gwOB~vt-xk~VZuoF3OZBgHq8mRNANqP-
pJH~OBAGO31izWZRn8SQpwpeJSLYWacSHGMl2~zAnM0rb5h-
jeHQpyqlPHGnqrGO93pkA9c1T~G1~T3D2AD6fLY~rdEcUmxALYzbanqwXzgGPUxqDA__&
Key-Pair-Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA#page=30
10. Nahruddin Z. Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Dana Alokasi Desa di Desa Pao-pao
Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru. Otoritas J Ilmu Pemerintah [Internet]. 2014 Oct 14
[cited 2020 Nov 21];4(2):193. Available from:
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/Otoritas/article/view/95
11. Hehanussa SJ. Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksebilitas Laporan Keuangan
Daerah Terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Keuangan Daerah Kota
Ambon. Conf Business, Accounting, Manag [Internet]. 2015 May 1 [cited 2020 Nov 20];2(1):82–
90. Available from: http://lppm-
unissula.com/jurnal.unissula.ac.id/index.php/cbam/article/view/294
12. Taufik T. Pengelolaan Keuangan Desa dalam Sistem Keuangan Negara Republik Indonesia. J
Ekon . 2008;
13. Rondonuwu RH, Tinangon JJ, Budiarso N. Analisis Efisiensi dan Efektivitas Pengelolaan
Keuangan Daerah Pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Minahasa. J EMBA J Ris Ekon
Manajemen, Bisnis dan Akunt [Internet]. 2016 Jan 18 [cited 2020 Nov 20];3(4). Available from:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/10580
14. Musloqiem M, Si. Keuangan Negara. 2017.
15. Salle A. Makna Transparansi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. J Kaji Ekon dan Keuang Drh
[Internet]. 2016 [cited 2020 Nov 20]; Available from:
https://media.neliti.com/media/publications/217576-makna-transparansi-dalam-pengelolaan-
keu.pdf

Anda mungkin juga menyukai