Disusun oleh :
Hesty Wulandari
Email: hestiwulanndari89100@gmail.com
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Pengelolaan keuangan daerah dijabarkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 yang mengatur
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Untuk penatausahaan keuangan daerah
diatur oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008. Keuangan daerah
dikelola melalui Manajemen Keuangan Daerah. Penatausahaan keuangan daerah di Indonesia
telah banyak mengalami perubahan seiring dengan semangat reformasi manajemen keuangan
pemerintah untuk mencapai keberhasilan otonomi daerah. Hal ini ditandai dengan
dikeluarkannya paket peraturan perundangan di bidang keuangan negara beserta peraturan-
peraturan turunannya yang juga telah banyak mengalami revisi dan penyempurnaan.
Dalam permendagri nomor 13 tahun 2006 pengelolaan keuangan daerah yang telah
dirubah ke permendagri nomor 21 tahun 2011 diatur meliputi penyusunan rancangan APBD,
penetapan
APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD,
pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah,
akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan
pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan
BLUD.
2. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mempraktekkan ilmu teori yang telah didapat dari perkuliahan ke lapangan
(instansi pemerintah) yangs sesuai dengan jurusan penulis yaitu Keuangan Negara
dan Daerah.
b. Untuk mengetahui , menguasai dan memahami prosedur penatausahaan pengelolaan
keuangan daerah pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA).
c. Untuk mengetahui bagaimana menghadapi dunia kerja pada instansi pemerintahan.
3. Landasan Teori
a. Konsep Akuntabilitas.
Akbar (2012) mengatakan bahwa Akuntabilitas (accountability) secara harfiah dapat
diartikan sebagai pertanggungjawaban, namun penerjemahan secara sederhana ini dapat
mengaburkan arti kata accountability itu sendiri bila dikaitkan dengan pengertian akuntansi
dan manajemen. Lebih lanjut dikatakan bahwa konsep akuntabilitas tersebut senada dengan
apa yang dikemukakan oleh Stewart tentang jenjang atau tangga akuntabilitas yang terdiri
dari 5 (lima) jenis tangga akuntabilitas yakni: 1) accountability for probity and legality; 2)
process Accountability; 3) performance Accountability; 4) programme Accountability; dan 5)
policy Accountability.
Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar
tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma
eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan
tersebut (Krina, 2003 dalam Rahmanurrasjid, 2008:85-86).
b. Indikator Akuntabilitas
Dari konsep-konsep akuntabilitas tersebut di atas, dapat diklasifikasikan beberapa indikator
akuntabilitas yaitu:
1. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, meliputi: pembuatan sebuah keputusan
harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan; pembuatan
keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku; adanya kejelasan
dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai dengan visi dan misi organisasi,
serta standar yang berlaku; adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah
terpenuhi; konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan
maupun prioritas dalam mencapai target tersebut.
2. Pada tahap sosialisasi kebijakan, meliputi: penyebarluasan informasi mengenai suatu
keputusan, melalui media massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal;
akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-cara mencapai sasaran
suatu program; akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat
dan mekanisme pengaduan masyarakat; dan ketersediaan sistem informasi manajemen
dan monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah.
c. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah
Akuntabilitas publik dan keterbukaan merupakan dua sisi koin yang tidak terpisahkan
sebagai bagian dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (Good Governance).
Implikasinya, kini keduanya menjadi bahasan yang marak dan interchangable, penerapannya
pada pola perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang
participative sebagai suatu konsekuensi logis (Akbar, 2012:2). Konsep akuntabilitas di
Indonesia memang bukan merupakan hal yang baru, hampir seluruh instansi dan lembaga
pemerintah menekankan konsep akuntabilitas ini khususnya dalam menjalankan fungsi
administratif kepemerintahan. Fenomena ini merupakan imbas dari tuntutan masyarakat yang
mulai digemborkan kembali pada awal era reformasi pada tahun 1998. Tuntutan masyarakat
ini muncul karena pada masa orde baru konsep akuntabilitas tidak mampu diterapkan secara
konsisten di setiap lini kepemerintahan yang pada akhirnya menjadi salah satu penyebab
lemahnya birokrasi dan menjadi pemicu munculnya berbagai penyimpangan-penyimpangan
dalam pengelolaan keuangan dan administrasi negara di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi dan Ruang Lingkup Pengelolaan Keuangan Daerah
Untuk itu maka sebelum kita membicarakan lebih jauh tentang pengelolaan keuangan
daerah maka kita terlebih dahulu harus paham atau memiliki kesamaan pengertian tentang
keuangan daerah. Dalam berbagai referensi, kita akan menjumpai banyak definisi tentang
keuangan daerah. Walaupun definisi-definisi tersebut menggunakan kalimat yang berbeda
namun pada intinya Keuangan Daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban
daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah tersebut (Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006). Jadi keuangan daerah pada
intinya adalah berbicara tentang dua hal yaitu : Hak Daerah dan Kewajiban Daerah. Hak
adalah milik atau kepunyaan. Jadi hak daerah adalah segala sesuatu yang secara hukum
adalah milik daerah atau dapat dijadikan milik pemerintah. Kewajiban adalah sesuatu yang
harus dikerjakan/dilaksanakan, atau sesuatu yang berkenaan dengan tugas atau pekerjaan.
Apabila “hak” dan “kewajiban” daerah tersebut dapat dinilai dengan uang maka hal tersebut
telah memenuhi syarat dikatakan sebagai bagian dari keuangan daerah.
Jadi berbicara tentang Keuangan Daerah adalah berbicara dalam ruang lingkup :
1) Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan
pinjaman;
2) Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan
membayar tagihan pihak ketiga;
3) Penerimaan daerah;
4) Pengeluaran daerah;
5) Kekayaan daerah yang dikelola sendiri (Pemerintah Daerah) atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan
6) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.
Dalam pengelolaan keuangan daerah, maka pelaku pengelolaan keuangan daerah harus
taat pada 11 (sebelas) azas yaitu tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif,
efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan,
kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
(1) Secara tertib adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna
yang didukung dengan buktibukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu
dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.
(4) Efisien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau
penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.
(5) Ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada
tingkat harga yang terendah.
(10) Kepatutan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan
proporsional.
(11) Manfaat untuk masyarakat adalah bahwa keuangan daerah diutamakan untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Dalam mengelola keuangan daerah terdapat empat tahapan yang dilakukan yaitu,
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Dalam negara yang
demokratis, hampir semua tahapan tersebut melibatkan parlemen (Legislatif) sebagai ”wakil
rakyat”. Pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah Mengapa legislatif (DPRD) harus
dilibatkan dalam pengelolaan keuangan daerah?. Jawaban yang sering kita jumpai adalah
karena pengelolaan keuangan daerah adalah pengelolaan uang rakyat, sehingga perlu
mendapat izin rakyat untuk menggunakan, diawasi saat pelaksanaan, dan dimintai
pertanggungjawaban saat selesai digunakan. Jadi dalam pengelolaan keuangan daerah,
legislatif (DPRD) adalah pihak yang bertindak sebagai ”agen” rakyat untuk memastikan
bahwa uang rakyat tersebut telah digunakan untuk kepentingan rakyat, sedangkan prinsip
pengelolaan ada pada pihak eksekutif (Pemerintah Daerah). Jadi pemaham tentang pelaku
pengelola keuangan daerah harus diartikan sebagai pejabat pada lingkungan eksekutif
(pemerintah daerah). Untuk itu maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005
tentang pengelolaan keuangan daerah disebutkan ada beberapa pelaku yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan daerah yaitu :
2) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala
satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya disebut dengan. kepala SKPKD
yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai
bendahara umum daerah. Pejabat tersebut pada Pemerintah Daerah diemban oleh Kepala
Bagian Keuangan pada sekretariat Daerah Kabupaten Jeneponto.
3) Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak
dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah.
5) Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah.
Pejabat pengguna barang adalah sama dengan pejabat pengguna anggaran yaitu Kepala
Dinas/Badan, para Camat serta para Kepala Kantor.
6) Kuasa Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat Kuasa BUD adalah pejabat
yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas BUD. Pejabat dimaksud adalah
orang-orang di lingkungan bagian keuangan yang ditunjuk oleh Bendahara Umum Daerah
melalui penetapan dengan Keputusan Bupati.
7) Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian
kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD.
9) Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada
unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program
sesuai dengan bidang tugasnya.
10) Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima,
menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang
pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
11) Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan
belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
Dalam menyusun rancangan KUA Bupati dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA yang telah disusun
disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada
Bupati, paling lambat pada awal bulan Juni untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan
RAPBD tahun anggaran berikutnya. Pembahasan Rancangan KUA dilakukan oleh TAPD
bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati
menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.
Berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan
tahapan sebagai berikut:
Bupati menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran
berjalan. Pembahasan PPAS dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.
Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi Prioritas dan Plafon
Anggaran (PPA) paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan. KUA serta PPA
yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang
ditandatangani bersama antara Bupati dengan pimpinan DPRD.
Berdasarkan nota kesepakatan, TAPD menyiapkan rancangan surat edaran Bupati tentang
pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-
SKPD) sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Surat edaran Bupati
perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus
tahun anggaran berjalan Rancangan surat edaran Bupati tentang pedoman penyusunan RKA-
SKPD sebagaimana dimaksud mencakup :
a. PPA yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan
pembiayaan;
b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai
dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-
prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan
anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKA-
SKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas
lebih lanjut oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian
antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran
sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja,
kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan
minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.Dalam hal hasil pembahasan
RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan.. RKA-
SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai
bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
Bupati tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi
dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan APBD;
Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan
kepada Bupati. Rancangan peraturan daerah tentang APBD, sebelum disampaikan kepada
DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi tersebut bersifat memberikan
informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam
pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan. Penyebarluasan rancangan peraturan
daerah tentang APBD dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan
keuangan daerah.
Pelaksanaan keuangan daerah dimulai pada saat APBD ditetapkan oleh Bupati menjadi
Peraturan Daerah dan dijabarkan dalam Peraturan Bupati. PPKD paling lama 3 (tiga) hari
kerja setelah peraturan daerah tentang APBD ditetapkan, memberitahukan kepada semua
kepala SKPD agar menyusun rancangan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD.
Rancangan DPA-SKPD, merinci sasaran yang hendak dicapai, program, kegiatan, anggaran
yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap
SKPD serta pendapatan yang diperkirakan. Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-
SKPD. DPA-SKPD digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku
pengguna anggaran/pengguna barang.
Setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap
dan sah. Bukti tersebut harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan
bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud.
Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan
peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah.
Pengeluaran kas tidak termasuk untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang
bersifat wajib yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari pengelolaan keuangan
negara. Hal itu berarti dalam pengelolaan keuangan daerah juga harus memperhatikan
berbagai aturan perundangan yang diatur dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam rangka
pengelolaan keuangan daerah yang baik, aparatur pengelola keuangan harus memiliki
pemahaman standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual yang baik, didukung dengan
latar belakang pendidikan yang sesuai, pelatihan yang optimal, dan pengalaman kerja yang
cukup di bidang keuangan.
DAFTAR PUSTAKA