Anda di halaman 1dari 39

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)

MATA KULIAH MANAJEMEN KEUANGAN PEMERINTAH

REGULASI KEUANGAN PEMERINTAH DAN


AKUNTABILITAS PUBLIK

DOSEN PEMBINA MATA KULIAH :

SRI FADILAH, Dr., S.E., M.Si., Ak., C.A

DISUSUN OLEH :

YULI YULIANTI - 1618204021

UNIVERSITAS WIDYATAMA

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

2020
0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan

hidayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Dalam makalah ini akan disampaikan pembahasan tentang “REGULASI

KEUANGAN PEMERINTAH DAN AKUNTABILITAS PUBLIK”

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak

kekurangan, Oleh karena itu saya harapkan kepada pembaca untuk dapat

memberikan masukan - masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan

makalah ini.

Cianjur, April 2020

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................1

DAFTAR ISI......................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................3

1.1 Latar Belakang...........................................................................3


1.2 Rumusan Masalah......................................................................4
1.3 Tujuan Pembahasan....................................................................5

BAB II LANDASAN TEORI............................................................................6

2.1 Akuntabilitas ............................................................................6


2.2 Kinerja .................................................................................... 13

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................20

3.1 Analisis pengaruh pengendalian akuntansi terhadap


akuntabilitas publik...................................................................22
3.2 Analisis pengaruh sistem pelaporan terhadap akuntabilitas
kinerja instansi pemerintahan daerah serta pemaparannya
kepada publik............................................................................24
3.3 Analisis pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap publik.31

BAB IV KESIMPULAN..................................................................................35

4.1 Kesimpulan ....................................................................................35

4.2 Saran...............................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................36

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai


perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan
rangkaian bagaimana suatu pemerintah daerah dapat menciptakan good
governance dan clean goverment dengan melakukan tata kelola pemerintahan
dengan baik. Keberhasilan dari suatu pembangunan di daerah tidak terlepas
dari aspek pengelolaan keuangan daerah yang dikelola dengan manajemen
yang baik pula.

Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi


perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban,
dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 3
meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur
APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan
penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan
APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah,
akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,
pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah,
dan pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaan keuangan daerah harus
dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif,
efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

Aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam pengelolaan keuangan


daerah adalah legalitas penerimaan dan pengeluaran daerah, serta pengelolaan
keuangan secara baik, perlindungan aset fisik dan finansial, dan mencegah

3
terjadinya pemborosan aset dan salah urus. Berdasarkan pandangan tersebut,
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah merupakan satu kesatuan
yang tak dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan masyarakat, dengan misi penting adalah peningkatan efisiensi dan
efektifitas pengelolaan sumber daya keuangan dalam rangka peningkatan
kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat.

Didasari oleh sifat demokratis yang diemban oleh sebuah negara, maka dirasa
akan sangat penting adanya akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik
menjadi salah satu poin penting dalam pembangunan sebuah negara, karena
dengan adanya pengelolaan organisasi publik maka akan ada pula proses
pertanggung jawaban publik. Proses inilah yang menentukan penilaian
keberhasilan sebuah organisasi publik dalam mencapai tujuannya untuk
menyampaikan informasi keuangan kepada publik secara benar dan
bertanggung jawab. Dengan adanya informasi keuangan kepada publik ini,
memungkinkan bagi publik untuk menilai pertanggung jawaban pemerintah
atas seluruh aktivitas yang telah dilakukan, bukan hanya aktivitas keuangan
saja akan tetapi menekankan bahwa laporan keuangan pemerintah harus dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan para penggunanya dalam pembuatan
keputusan ekonomi, sosial dan politik.

Dalam menghadapi akuntabilitas tersebut pemerintah perlu memperhatikan


beberapa hal, yaitu seperti anggaran, pengendalian akuntansi, efektivitas
pelaksanaan anggaran dan sistem pelaporan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah kami paparkan, maka masalah yang
dapat dirumuskan yaitu, sebagai berikut:

1. Apakah pengendalian akuntansi berpengaruh terhadap akuntabilitas


publik?

4
2. Apakah sistem pelaporan berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja
instansi pemerintahan daerah dan publik?

3. Apakah kejelasan sasaran anggaran berpengaruh terhadap akuntabilitas


publik?

1.3 Tujuan Pembahasan

Berdasarkan permasalahan yg telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan


yang ingin dicapai dalam pembahasan ini yaitu:

1. Untuk menganalisa pengaruh pengendalian akuntansi terhadap


akuntabilitas publik

2. Untuk menganalisa pengaruh sistem pelaporan terhadap akuntabilitas


kinerja instansi pemerintahan daerah serta pemaparannya kepada publik

3. Untuk menganalisa pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap publik.

5
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 AKUNTABILITAS
2.1.1 Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas berasal dari istilah dalam bahasa Inggris yaitu accountability, yang
berarti pertanggunganjawaban atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau
keadaan untuk diminta pertanggungjawaban (Salim, 1991). Akuntabilitas
(accountability) menurut Suherman (2007) yaitu berfungsinya seluruh komponen
penggerak jalannya kegiatan perusahaan, sesuai tugas dan kewenangannya
masing-masing.
Selanjutnya definisi akuntabilitas menurut Mardiasmo (2004), menerangkan
bahwa pengertian akuntabilitas adalah:
“Akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk
memberikan pertanggung jawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan
segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak
pemberi amanah (prinscipal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggung jawaban tersebut.”
Dari kedua definisi diatas dapat dikatakan bahwa akuntabilitas merupakan
pertanggungjawaban atas segala yang dilakukan oleh pimpinan atau lembaga yang
memberi wewenang dan akuntabilitas merupakan prinsip yang menjamin bahwa
setiap kegiatan suatu organisasi atau perorangan dapat dipertangungjawabkan
secara terbuka kepada masyarakat.
Berdasarkan beberapa akuntabilitas yang dilihat dari berbagai sudut pandang
tersebut, maka akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban untuk menyajikan
dan melaporkan segala tindak lanjut dan kegiatan seseorang atau lembaga
terutama bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi.
Akuntabilitas dalam konteks pemerintahan mempunyai arti pertanggungjawaban
yang merupakan salah satu ciri dari terapan good governance. Pemikiran ini
bersumber dari pemikiran administrasi publik merupakan isu menuju clean

6
goverment atau pemerintahan yang bersih. Akuntabilitas dilihat dari sudut
pandang pengendalian merupakan tindakan pada pencapaian tujuan.

2.1.2 Sifat Akuntabilitas

Laporan keuangan pemerintah harus menyediakan informasi yang dapat dipakai


oleh pengguna laporan keuangan untuk menilai akuntabilitas pemerintahan dalam
membuat keputusan ekonomi, sosial dan politik. Akuntabilitas diartikan sebagai
hubungan antara pihak yang memegang kendali dan mengatur entitas dengan
pihak yang memiliki kekuatan formal atas pihak pengendali tersebut. Dalam hal
ini dibutuhkan juga pihak ketiga yang accountable untuk memberikan penjelasan
atau alasan yang masuk akal terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan dan hasil
usaha yang diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas dan pencapaian
suatu tujuan tertentu.
Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, akuntabilitas pemerintah tidak
dapat diketahui tanpa pemerintah memberitahukan kepada rakyat tentang
informasi sehubungan dengan pengumpulan sumber daya dan sumber dana
masyarakat beserta penggunaannya. Akuntabilitas dapat dipandang dari berbagai
perspektif. Dari perspektif akuntansi, American Accounting Association
menyatakan bahwa akuntabilitas suatu entitas pemerintahan dapat dibagi dalam
empat kelompok, yaitu akuntabilitas terhadap:

1. Sumber daya finansial


2. Kepatuhan terhadap aturan hukum dan kebijaksanaan administrasi
3. Efisiensi dan ekonomisnya suatu kegiatan
4. ..................Hasil program dan kegiatan pemerintah yang tercermin dalam pencapaian
tujuan, manfaat dan efektivitas.

Sedangkan dari perspektif fungsional, akuntabilitas dilihat sebagai suatu tingkatan


dengan lima tahap yang berbeda yang diawali dari tahap yang lebih banyak
membutuhkan ukuran-ukuran obyektif (legal compliance) ke tahap yang

7
membutuhkan lebih banyak ukuran-ukuran subyektif . Tahap-tahap tersebut
adalah:

1. Probility and legality accountability Hal ini menyangkut pertanggungjawaban


penggunaan dana sesuai dengan anggaran yang telah disetujui dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (compliance).
2. Process accountability Dalam hal ini digunakan proses, prosedur, atau
ukuran-ukuran dalam.................. melaksanakan kegiatan yang ditentukan (planning,
allocating and managing).
3. Performance accountability Pada level ini dilihat apakah kegiatan yang
dilakukan sudah efisien (efficient and economy).
4. Program accountability Di sini akan disoroti penetapan dan pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan tersebut (outcomes and effectiveness).
5. Policy accountability Dalam tahap ini dilakukan pemilihan berbagai
kebijakan yang akan diterapkan atau tidak (value).
Akuntabilitas pemerintahan di negara yang menganut paham demokrasi
sebenarnya tidak lepas dari prinsip dasar demokrasi yaitu kedaulatan adalah di
tangan rakyat. Pemerintahan demokrasi menjalankan dan mengatur kehidupan
rakyat dalam bernegara dengan mengeluarkan sejumlah aturan serta mengambil
dan menggunakan sumber dana masyarakat. Pemerintah wajib memberikan
pertanggungjawabannya atas semua aktivitasnya kepada masyarakat. Seiring
dengan meningkatnya aktivitas pemerintah dalam pengaturan perdagangan dan
industri, perlindungan hak asasi dan kepemilikan serta penyediaan jasa sosial,
timbul kesadaran yang luas untuk menciptakan sistem pertanggungjawaban
pemerintah yang lebih komprehensif. Sistem tersebut antara lain meliputi sistem
anggaran pendapatan dan belanja, organisasi pelayanan pemerintah, manajemen
wilayah yang profesional serta pengembangan praktik akuntansi dan pelaporan
keuangan.
Ternyata dalam pelaksanaannya, keingintahuan masyarakat tentang akuntabilitas
pemerintahan tidak dapat dipenuhi hanya dengan informasi keuangan saja.
Masyarakat ingin tahu lebih jauh apakah pemerintah yang dipilihnya telah

8
beroperasi dengan ekonomis, efisien dan efektif. Beberapa teknik yang
dikembangkan untuk memperkuat sistem akuntabilitas sangat dipengaruhi oleh
metode yang banyak dipakai dalam akuntansi, manajemen dan riset seperti
management by objectives, anggaran kinerja, riset operasi, audit kepatuhan dan
kinerja, akuntansi biaya, analisis keuangan dan survey yang dilakukan terhadap
masyarakat sendiri. Teknik-teknik tersebut tentunya juga dipakai oleh pemerintah
sendiri untuk meningkatkan kinerjanya.

2.1.3 Ciri-Ciri Pemerintahan Yang Akuntabel

Finner dalam Joko Widodo menjelaskan akuntabilitas sebagai konsep yang


berkenaan dengan standar eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan
birokrasi. Pengendalian dari luar (external control) menjadi sumber akuntabilitas
yang memotivasi dan mendorong aparat untuk bekerja keras. Masyarakat luas
sebagai penilai objektif yang akan menetukan accountable atau tidaknya sebuah
birokrasi. Terdapat beberapa ciri pemerintahan yang accountable di antaranya
sebagai berikut :

1. Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintahsecara terbuka,


cepat, dan tepat kepada masyarakat.
2. Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi public.
3. Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik
secara proposional.
4. Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses
pembangunan dan pemerintahan.
5. Adanya sasaran bagi public untuk menilai kinerja (performance) pemerintah.
Dengan pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat
pencapaian pelaksanaan program/kegiatan pemerintah.

9
2.1.4 Macam Akuntabilitas

Dalam Akuntabilitas publik ada dua macam akuntabilitas diantaranya


akuntabilitas vertikal (vertical accountability) dan akuntabilitas horizontal
(horizontal accountability) yang mempunyai definisi sebagai berikut:

1. Akuntabilitas Vertikal (vertical accountability)

Pertanggungjawaban vertikal (vertical accountability) adalah


pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi,
misalnya pertanggung jawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah
daerah, pertanggung jawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat,
dan pemerintah pusat kepada MPR.

2. Akuntabilitas Horizontal (horizontal accountability) Pertanggungjawaban


horizontal.................... (horizontal accountability) adalah pertanggungjawaban pada
masyarakat luas.

2.1.5 Dimensi Akuntabilitas

Dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik tersebut


antara lain (Hopwood dan Tomkins, 1984, Elwood, 1993).

1. Akuntabilitas hukum dan kejujuran (accountability for probility and legality),


2. Akuntabilitas Proses (process accountability),
3. Akuntabilitas program (program accountability),
4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)

10
1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran

Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga- lembaga publik


untuk berprilaku jujur dalam bekerja dan mentaati ketentuan hukum yang berlaku.
Penggunaan dana publik harus dilakukan secara benar dan telah mendapatkan
otorisasi. Akuntabilitas hukum berkaitan dengan kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan lain yang disyaraktan dalam menjalankan organisasi, sedangkan
akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan
(abuse of power), korupsi dan kolusi. Akuntabilitas hukum menuntut
penegakan hukum (law enforcement) sedangkan akuntabilitas kejujuran
menuntut adanya praktik organisasi yang sehat tidak terjadi malpraktek dan
maladministrasi.

2. Akuntabilitas Proses

Akuntabilitas proses terkait dengan prosedur yang digunakan dalam


melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi
akuntansi, system informasi manajemen, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas
proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat
responsive, dan murah biaya.

3. Akuntabilitas Program

Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang


ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah
mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal
dengan biaya yang minimal. Lembaga-lembaga publik harus
mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan
program. Dengan kata lain akuntabilitas program berarti bahwa program- program
organisasi hendaknya merupakan program yang bermutu yang mendukung
strategi dan pencapaian misi, visi,dan tujuan organisasi.

11
4. Akuntabilitas Kebijakan

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga publik atas


kebijakan-kebijakan yang diambil. Lembaga- lembaga publik hendaknya dapat
mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan
mempertimbangkan dampak dimasa depan. Dalam membuat kebijakan harus
mempertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu diambil,
siapa sasarannya, pemangku kepentingan (stakeholder) mana yang akan
terpengaruh dan memperoleh manfaat dan dampak (negatif) atas kebijakan
tersebut.

2.1.6 Indikator Akuntabilitas

Dari dimensi akuntabilitas yang telah di jelaskan dan disebutkan di atas yang
bersumber dari (Hopwood dan Tomkins, 1984, Elwood, 1993) dimensi tersebut
dapat di turunkan menjadi indikator akuntabilitas adalah sebagai berikut:

1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran


a. Kepatuhan terhadap hukum.
b. Penghindaran korupsi dan kolusi
2. Akuntabilitas Proses
a. Adanya kepatuhan terhadap prosedur
b. Adanya pelayanan publik yang responsif
c. Adanya pelayanan publik yang cermat
d. Adanya pelayanan publik yang biaya murah
3. Akuntabilitas program:
a. Alternatif program yang memberikan hasil yang optimal
b. Mempertanggung jawabkan yang telah dibuat
4. Akuntabilitas Kebijakan

Mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah diambil

12
2.2 Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja

Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh
para cendekiawan sebagai penampilan, unjuk kerja, atau prestasi (Keban, 2004).
Secara etimologis, kinerja adalah sebuah kata yang dalam bahasa Indonesia
berasal dari kata dasar “kerja” yang menerjemahkan kata dari bahasa asing
prestasi, bisa pula berarti hasil kerja. Sehingga pengertian kinerja dalam
organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang
telah ditetapkan.
Kinerja adalah penampilan cara-cara untuk menghasilkan suatu hasil yang
diperoleh dengan aktivitas yang di capai dengan suatu unjuk kerja. Dengan
demikian kinerja adalah konsep utama organisasi yang menunjukan beberapa jauh
tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi dilakukan dalam
pencapaian tujuan (Pamungkas, 2000). Pendapat lain menyatakan bahwa kinerja
merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh pegawai yang biasanya dipakai
sebagai dasar penilaian terhadap pegawai atau organisasi (Hasibuan, 2007).
Menurut Mangkunegara (2005)kinerja instansi pemerintah adalah :
“Kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran visi, misi dan strategi
instansi perintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan atau pencapaian
pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang
ditetapkan.”

Menurut LAN (2003) kinerja instansi pemerintah adalah :


“Kinerja gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi
pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi pemerintah

13
yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-
kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan”.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kinerja
merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau aktivitas atau
program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta sasaran
yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu
tertentu.

2.2.2 Manfaat Penilaian Kinerja

Salah satu sarana manajemen paling panting yang harus dibebankan agar tujuan
organisasi dapat tercapai adalah faktor manusia. Tanpa manusia yang berkualitas,
betapapun canggihnya sistem yang dirancang, tujuan organisasi mungkin hanya
sekedar angan-angan saja. Disamping sarana, prinsip-prinsip organisasi harus pula
dipenuhi seperti adanya pembagian tugas yang adil, pendelegasian tugas. Rentang
kekuasaan, tingkat pengawsan yang cukup, kesatuan perintah dan tanggung jawab
serta koordinasi masing-masing unit merupakan suat hal yang harus terus menerus
disempurnakan.
Untuk itu penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen untuk hal-hal sebagai
berikut :

1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisian melalui pemitivasian


karyawan secara maksimum
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan
seperti promosi, transfer dan pemberhentian
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka
5. Menyediakan suatu bagi distribusi dasar penghargaan

14
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau aktivitas
atau program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta
sasaran yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam
jangka waktu tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Dalam Keban (2004) untuk melakukan kajian secara lebih mendalam tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penilaian kinerja di Indonesia, maka
perlu melihat beberapa faktor penting sebagai berikut:

a. Kejelasan tuntutan hukum atau peraturan perundangan untuk melakukan


penilaian secara benar dan tepat. Dalam kenyataannya, orang menilai secara
subyektif dan penuh dengan bias tetapi tidak ada suatu aturan hukum yang
mengatur atau mengendaikan perbuatan tersebut
b. Manajemen sumber daya manusia yang berlaku memiliki fungsi dan proses
yang sangat menentukan efektivitas penilaian kinerja. Aturan main
menyangkut siapa yang harus menilai, kapan menilai, kriteria apa yang
digunakan dalam sistem penilaian kinerja sebenarnya diatur dalam manajemen
sumber daya manusia tersebut. Dengan demikian manajemen sumber daya
manusia juga merupakan kunci utama keberhasilan sistem penilaian kinerja
c. Kesesuaian antara paradigma yang dianut oleh manajemen suatu organisasi
dengan tujuan penilaian kinerja. Apabila paradigma yang dianut masih
berorientasi pada manajemen klasik, maka penilaian selalu bias kepada
pengukuran tabiat atau karakter pihak yang dinilai, sehingga prestasi yang
seharusnya menjadi fokus utama kurang diperhatikan
d. Komitmen para pemimpin atau manajer organisasi publik terhadap pentingnya
penilaian suatu kinerja. Bila mereka selalu memberikan komitmen yang tinggi

15
terhadap efektivitas penilaian kinerja, maka para penilai yang ada dibawah
otoritasnya akan selalu berusaha melakukakan penilaian secara tepat dan benar

Menurut Atmosoeprapto (2004) mengemukakan bahwa kinerja organisasi


dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, secara lebih lanjut kedua
faktor tersebut diuraikan sebagai berikut:

a. Faktor internal
1. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin
dihasilkan oleh suatu organisasi.
2. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan
dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.
3. Sumber Daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi
sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan.
4. Budaya organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola
kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.
b. Faktor eksternal
1. Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan
kekuasaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang
akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara
maksimal.
2. Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh
pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk
menggerakkan sektor-sektor lainya sebagai suatu system ekonomi yang
lebih besar.
3. Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di masyarakat, yang
mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan
bagi peningkatan kinerja organisasi.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor
yang mempengaruhi tingkat kinerja dalam suatu organisasi. Namun secara garis

16
besarnya, faktor yang sangat dominan mempengaruhi kinerja organisasi adalah
faktor internal (faktor yang datang dari dalam organisasi) dan faktor eksternal
(faktor yang datang dari luar organisasi). Setiap organisasi akan mempunyai
tingkat kinerja yang berbeda-beda karena pada hakekatnya setiap organisasi
memiliki ciri atau karakteristik masing-masing sehingga permasalahan yang
dihadapi juga cenderung berbeda tergantung pada faktor internal dan eksternal
organisasi.

2.2.4 Dimensi Kinerja

Salim dan Woodward (1992) mengemukakan indikator kinerja antar lain


economy, efficiency, effectiveness, dan equity. Secara lebih lanjut indikator
tersebut diuraikan sebagai berikut:

a. Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumber daya sesedikit mungkin


dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.
b. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya
perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
c. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan,
baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi.
d. Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan dengan
memperhatikan aspek-aspek kemerataan.

Dwiyanto (2006) mengukur kinerja birokrasi publik berdasar adanya dimensi


yang secara lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

a. Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga


efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara
input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian
General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran
17
produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan
publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja
yang penting.

b. Kualitas Layanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung semakin menjadi penting dalam


menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang
terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat
terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik.

c. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan


masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara
program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu dimensi kinerja karena responsivitas
secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam
menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan
antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan
kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik.
Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki
kinerja yang jelek pula.

d. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu


dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai

18
dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu,
responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas.

e. Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan


organisasi publik tunduk pada para pejabat publik yang dipilih

oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih
oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat.
Dalam konteks ini, konsep dasar akuntabilitas publik dapat digunakan untuk
melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten
dengan kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa
dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau
pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran
eksternal, seperti nilai- nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu
kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu
dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam
masyarakat.
Dimensi pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Dwiyanto (2006) meliputi
lima dimensi, yaitu produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas
dan akuntabilitas. Mengenai akuntabilitas, Dwiyanto (2006) mengemukakan
bahwa akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagai suatu
ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelanggaraan
pelayanan dengan ukuran nilai-nilai dan norma eksternal yang ada di masyarakat
atau yang dimiliki oleh para stakeholders. Acuan pelayanan yang digunakan oleh
organisasi publik juga dapat menunjukkan tingkat akuntabilitas pemberian
pelayanan publik. Acuan pelayanan yang dianggap paling penting oleh suatu
organisasi publik adalah dapat merefleksikan pola pelayanan yang dipergunakan

19
yaitu pola pelayanan yang akuntabel yang mengacu pada kepuasan publik sebagai
pengguna jasa.
Akuntabilitas dalam penggunaan anggaran merupakan bentuk
pertanggungjawaban instansi pemerintah Kota Bandung atas penyelenggaraan
pelayanan publik, kemudian publik memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB III
PEMBAHASAN

Akuntansi merupakan suatu proses pengumpulan, pencatatan, pengklarifikasian,


menganalisis dan membuat laporan transaksi keuangan untuk suatu lembaga atau
organisasi yang menyediakan informasi keuangan bagi pihak yang membutuhkan
yang digunakan untuk pengambilan suatu keputusan.
Akuntabilitas merupakan suatu kewajiban seseorang yang diberikan kepercayaan
dalam mengelola sumber daya publik dan mampu mempertanggungjawabkan
kepada masyarakat. Akuntabilitas merupakan instrumen kegiatan kontrol yang
terkait dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya
dengan transparan kepada masyarakat. Penerapkan sistem akuntabilitas kinerja
dan melaporkannya secara transparan kepada publik sudah seharusnya diterapkan
oleh Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Sedangkan Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk
memberikan pertanggung jawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak yang
memberikan amanah yang merupakan rakyat atau warga negara.
Pengelolaan anggaran pemerintah daerah merupakan wujud dari pemerintah yang
berakuntabilitas. Untuk mencapai akuntabilitas publik dapat dilakukan dengan
cara penggunaan sumber daya secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata
(Mardiasmo,2009).Pemanfaatkan sumber keuangan sesuai dengan kebutuhan dan

20
aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah yang merupakan hak dan
kewenangan dari pemerintah daerah.
Menurut (Schief dan Lewin,1970; Welsch, Hilton, dan Gordon, 1996 dalam
Ikhsan dan Ane, 2007) anggaran adalah alat perencanaan yang berupa elemen
sistem pengendalian manajemen yang digunakan manajer untuk melaksanakan
kegiatan operasional organisasinya secara efektif dan efisien Lingkup anggaran
mempunyai fungsi yang sangat penting di pemerintah daerah terkait dengan
fungsi dari anggaran tersebut dengan akuntabilitas pemerintah

Menurut  Sri Yuliani (2010:44) buku Teori Administrasi Negara menjelaskan


Akuntabilitas yaitu  :

“Kewajiban untuk menyampaikan pertanggung jawaban atau untuk menjawab


dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang / badan hukum / pimpinan
kolektif atau organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau
berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.”

Akuntabilitas merupakan konsep yang lebih luas dari stewardship.


Stewardship mengacu pada pengelolaan atas suatu aktivitas secara ekonomis dan
efisien tanpa dibebani kewajiban untuk melaporkan, sedangkan  accountability 
mengacu pada pertanggungjawaban oleh seorang steward  kepada pemberi
tanggung jawab.

Dari kedua pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa akuntansi sektor
publik merupakan bagian dalam suatu lembaga maupun organisasi yang
berkewajiban untuk mengumpulkan, mencatat, menganalisa sebagai bentuk
tanggung jawab atas segala aktivitas yang berkaitan dengan aktivitas keuangan
yang terjadi dalam kurun waktu tertentu yang selanjutnya akan digunakan untuk
pengambilan suatu keputusan.

Jadi akuntabilitas publik menjadi nilai yang sangat penting dalam administrasi
negara karena akuntabilitas publik merupakan salah satu bentuk kewajiban yang
harus dilakukan oleh organisasi publik atau pemerintah atau pejabat pemerintah
21
sebagai suatu pertanggungjawaban setelah menjalankan fungsi pemerintahan dan
melaksanakan tugas-tugasnya kepada atasan dalam satu pemerintahan juga kepada
masyarakat sebagai suatu pengawasan dan evaluasi dari pelaksanaan tugas.
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: akuntabilitas vertikal (vertical
accountability), dan akuntabilitas horizontal (horizontal accountability). Vertical
accountability adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas
yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada
pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah kepada pemerintah pusat,
pemerintah pusat kepada DPR.

Horizontal accountability  adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.


Tuntunan akuntabilitas publik lebih menekankan pada akuntabilitas horizontal,
tidak hanya akuntabilitas vertikal.

Akuntabilitas publik yang dilakukan organisasi sektor publik terdiri atas empat
dimensi akuntabilitas yang mesti dipenuhi organisasi sektor publik (Ellwood,
1993). yaitu :
1. Accountability for probity and legality (akuntabilitas kejujuran dan hukum).
Akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang diterapkan.
2. Process accountability (akuntabilitas proses). Akuntabilitas proses terkait
dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah
cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem
informasi manajemen, dan prosedur administrasi.
Akuntabilitas ini diterjemahkan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat,
responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan dapat dilakukan
terhadap akuntabilitas proses, untuk dapat menghindari kolusi, korupsi dan
nepotisme.
1. Program accountability, akuntabilitas program, untuk pertimbangan apakah
tujuan yang ditetapkan dapat tercapai, dan apakah ada alternatif program
lain yang memberikan hasil maksimal dengan biaya minimal.
2. Policy accountability (akuntabilitas kebijakan).
22
3.1 Analisis pengaruh pengendalian akuntansi terhadap akuntabilitas publik
BAPPENAS sebagai salah satu badan atau lembaga yang dibentuk
pemerintah untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Agar dapat berjalan
dengan baik menetapkan beberapa karakteristik terselenggaranya pemerintaha
yang baik yang dikenal dengan good governance.

Akuntansi mempunyai kaitan sangat erat dengan beberapa prinsip good


governance diatas, karena akuntansi pada hakekatnya adalah proses
pencatatan secara sistematis atas transaksi keuangan yang bermuara kepada
pelaporan keuangan daerah. Partisipasi, transparansi dan akuntabilitas akan
semakin membaik jika didukung oleh suatu sistem akuntansi yang
menghasilkan informasi yang tepat waktu, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Sebaliknya sistem informasi akuntansi yang usang
dan tidak akurat akan menghancurkan sendi-sendi partisipasi masyarakat,
transparansi dan akuntabilitas

Adapun penjelasan mengenai laporan-laporan yang termasuk dalam laporan


keuangan sebagaimana terkandung dalam PP NO. 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan adalah sebagai berikut:
1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan
pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap
PABN/APBD. Laporan Realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber,
alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh
pemerintah pusat/daerah dalam satu periode pelaporan. Dalam laporan
realisasi anggaran sekurang-kurangnya menyajikan unsur-unsur seperti:
pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, pembiayaan, sisa
lebih/kurang pembiayaan anggaran.
2. Neraca

23
Neraca mengambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai
aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Dalam nerac
sekurang-kurangnya menyajikan pos-pos seperti: kas dan setara kas,
investasi jangka pendek, piutang pajak dan bukan pajak, persediaan,
investasi jangka panjang, aset tetap, kewajiban juangka pendek, kewajiban
3. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai sumber penggunaan,
perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas
dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas
diklasifikasikan berdasarkan aktifitas operasi, investasi aset nonkeuangan,
pembiayaan dan nonanggaran.
4. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau
analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan
atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan
dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-
pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas
laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi dan komitmen-komitmen
lainnya.

3.2 Analisis pengaruh sistem pelaporan terhadap akuntabilitas kinerja


instansi pemerintahan daerah serta pemaparannya kepada publik

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang penting dalam


rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat
disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah
masing-masing. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah
daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan
kewenangan yang menjadi hak daerah.

24
Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan
kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah
bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu
saja dengan tidak melanggar ketentuan hukum yaitu perundang-
undangan. Salah satu tujuan utama pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal tersebut adalah untuk menciptakan good governance,
yaitu pemerintahan yang baik yang ditandai dengan adanya transparansi,
akuntabilitas publik, partisipasi, efisiensi dan efektivitas, serta penegakan
hukum. Otonomi daerah tersebut berdampak pada berbagai aspek, baik aspek
politik, hukum, dan sosial, maupun aspek akuntansi dan manajemen
keuangan daerah.

Reformasi akuntansi keuangan daerah dan manajemen keuangan daerah


kemudian banyak dilakukan dalam rangka memenuhi tuntutan transparansi
dan akuntabilitas publik pemerintah daerah atas pengelolaan keuangan publik.
Salah satu alat untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas
publik adalah melalui penyajian laporan keuangan pemerintah.

Dalam pasal 1 Undang-Undang No. 17/ 2003 tentang Keuangan Negara


pengertian keuangan negara adalah Keuangan Negara adalah semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pengertian
keuangan negara adalah semua hak &kewajiban negara serta segala sesuatu
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban tersebut yang dapat dinilai
dengan  uang (Baswir,1999:13). Bertolak dari pengertian keuangan negara
tersebut diatas, maka pengertian keuangan daerah pada dasarnya sama dengan
pengertian keuangan “daerah”.

25
Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi, sesuai dengan ketentuan UU
No. 23 Tahun 2014, PP No. 71 Tahun 2010, dan PP No. 58 Tahun 2005,
pemerintah daerah disyaratkan untuk dapat menyajikan laporan keuangan
pemerintah daerah sebagai bagian dari LKPJ Kepala Daerah. Undang-Undang
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 31 mengatur bahwa
Kepala Daerah harus memberikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
kepada DPRD berupa Laporan Keuangan. Laporan Keuangan tersebut
setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus
Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan
keuangan perusahaan daerah.

Berkaitan dengan hakekat otonomi daerah yaitu berkaitan dengan pelimpahan


wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan
pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan
masyarakat, maka peranan data keuangan daerah sangat dibutuhkan untuk
mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar
belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang
memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik
penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan
informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam
pengelolaan keuangan daerah untuk melihat kemampuan / kemandirian
daerah (Yuliati, 2001:22).

Selain itu publik adalah merupakan pemegang kekuasaan atau jika dalam
perusahaan adalah pemilik/stakeholder. Sedangkan pemerintah hanyalah
pemegang amanah publik atau manajemen. Sehingga laporan keuangan harus
disajikan sebagai bentuk pertanggung jawaban atau akuntabilitas pemegang
amanah kepada pemilik. Selain itu informasi-informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan sangatlah penting bagi pengambilan keputusan ekonomi,
sosial maupun politik bagi stakeholder.
26
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, menyebutkan
bahwa Pengeluaran Daerah Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari
kas daerah. Dimana Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang
daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh
penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran
daerah.

Pengawasan keuangan daerah diperlukan untuk mengetahui apakah


perencanaan yang telah di susun dapat berjalan secara efisien, efektif dan
ekonomis. Pengawasan menurut PP No.12 Tahun 2017 tentang Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, menyebutkan, bahwa:
“Pengawasan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Berdasarkan ruang lingkup pengawasan Fatchurrochman (2002)


membedakanya menjadi dua, yaitu: (1). Pengawasan internal yang terdiri dari
pengawasan melekat dan pengawasan fungsional, dan (2). Pengawasan
eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh baik
atasan langsung dan aparat pengawas fungsional yang berasal dari lingkungan
internal organisasi pemerintah, atau juga yang dikenal sebagai APIP (Aparat
Pengawas Internal Pemerintah). APIP terdiri dari BPKP (Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan), Inspektorat Jendral Departemen (Irjen) atau
Unit Pengawas Lembaga Non Departemen, Inspektorat Wilayah (Itwil), serta
Satuan Pengawas Intern (SPI)
Pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atau
atasan langsung suatu organisasi terhadap kinerja bawahan dengan tujuan
untuk mengetahui atau menilai apakah kerja yang ditetapkan telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Sedangkan pengawasan fungsional adalah pengawasan internal
yang dilakukan oleh aparat fungsional baik yang berasal dari lingkungan

27
internal depertemen, lembaga negara atau BUMN termasuk pengawasan dari
lembaga khusus pengawasan.
Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan dapat berupa pengawasan secara
langsung dan tidak langsung serta preventif dan represif. Pengawasan
langsung dilakukan secara pribadi dengan cara mengamati, meneliti,
memeriksa, mengecek sendiri di tempat pekerjaan dan meminta secara
langsung dari pelaksana dengan cara inspeksi. Sedangkan pengawasan tidak
langsung dilakukan dengan cara mempelajari laporan yang diterima dari
pelaksana. Pengawasan preventif dilakukan melalui pre-audit yaitu sebelum
pekerjaan dimulai. Pengawasan represif dilakukan melalui post audit dengan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi).
Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap eksekutif  dimaksudkan
agar terdapat jaminan terciptanya pola pengelolaan anggaran daerah yang
terhindar dari praktik-praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) baik
mulai dari proses perencanaan, pengesahan, pelaksanaan serta
pertanggungjawabannya. Disamping DPRD mengawasi secara langsung
tentang mekanisme anggaran, DPRD juga menggunakan aparat pengawasan
eksternal pemerintah, yang independen terhadap lembaga eksekutif di daerah
yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengawasan merupakan tahap
integral dengan keseluruhan tahap pada penyusunan dan pelaporan APBD.
Pengawasan diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi
saja (Mardiasmo, 2001).
Azas akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegaitan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi. Akuntabilitas bersumber kepada adanya pengendalian dari luar
(external control) yang mendorong aparat untuk bekerja keras. Birokrasi
dikatakan accountable apabila dinilai secara objektif oleh masyarakat luas.
Menurut Sulistoni (2003) pemerintahan yang accountable memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: (1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan

28
pemerintah secara terbuka, cepat, dan tepat kepada masyarakat, (2) Mampu
memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik, (3) Mampu
memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan
dan pemerintahan, (4) Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan
setiap kebijakan publik secara proporsional, dan (5) Adanya sarana bagi
publik untuk menilai kinerja pemerintah. Melalui pertanggungjawaban
publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program
dan kegiatan pemerintah.
Akuntabilitas publik akan tercapai jika pengawasan yang dilakukan oleh
dewan dan masyarakat berjalan secara efektif. Hal ini juga di dukung oleh
pendapatnya Rubin (1996) yang menyatakan bahwa untuk menciptakan
akuntabilitas kepada publik diperlukan partisipasi pimpinan instansi dan
warga masyarakat dalam penyusunan dan pengawasan keuangan daerah
(APBD). Sehingga akuntabilitas publik yang tinggi akan memperkuat fungsi
pengawasan yang dilakukan oleh dewan.
Selain itu, Penjaringan aspirasi masyarakat merupakan bagian integral dari
upaya untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan
kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan
fungsi DPRD yang merupakan misi utama dikeluarkannya Undang-undang
Otonomi Daerah Tahun 1999. Pada dasarnya ada tiga elemen penting yang
segmental saling bersentuhan dan menentukan kinerja (performance)
pengelolaan keuangan daerah yaitu stakeholder, Pemerintah Daerah, dan
DPRD.
Achmadi dkk. (2002) menyebutkan bahwa partisipasi merupakan kunci
sukses dari pelaksanaan otonomi daerah karena dalam partisipasi menyangkut
aspek pengawasan dan aspirasi. Pengawasan yang dimaksud disini termasuk
pengawasan terhadap pihak eksekutif melalui pihak legislatif. Semakin aktif
masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan akan berarti
semakin sukses pelakasanaan otonomi daerah. Namun kenyataan dilapangan
tidak selalu masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam proses

29
penyelenggaraan pemerintahan khususnya pada saat penyusunan anggaran
(APBD). Menyadari pentingnya aspirasi masyarakat, maka diperlukan
langkah startegis agar partisipasi masyarakat bisa berjalan secara kondusif.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan peran dari
lembaga institusi lokal non pemerintahan seperti lembaga swadaya masyarakt
(LSM), media masa, organisasi kemasyarakatan dan partai politik.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa adanya partisipasi
masyarakat akan memperkuat proses penyelenggaraan pemerintah, maka
peranan Dewan dalam melakukan pengawasan keuangan daerah akan
dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat dalam advokasi anggaran. Jadi,
selain pengetahuan tentang anggaran yang mempengaruhi pengawasan yang
dilakukan oleh Dewan, partisipasi masyarakat diharapkan akan
meningkatkan  fungsi pengawasan.
Selain adanya partisipasi masyarakat dalam siklus anggaran,  transparansi
anggaran juga diperlukan untuk meningkatkan pengawasan. Transparansi
merupakan salah satu prinsip good governance. Transparansi dibangun atas
dasar arus informasi yang bebas, seluruh proses pemerintahan, lembaga-
lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat di 
mengerti dan di pantau.
Menurut Sopanah dan Mardiasmo (2003) Anggaran yang disusun oleh pihak
eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi beberapa kriteria berikut: (1)
Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, (2) Tersedia dokumen anggaran
dan mudah diakses, (3) Tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat
waktu, (4) Terakomodasinya suara/usulan rakyat, (4), Terdapat sistem
pemberian informasi kepada pubik. Transparansi merupakan prasyarat untuk
terjadinya partisipasi masyarakat yang semakin sehat karena (Sulistoni,
2003): (a) Tanpa informasi yang memadai tentang penganggaran, masyarakat
tidak punya kesempatan untuk mengetahui, menganalisis, dan mempengaruhi
kebijakan, (b) Transparansi memberi kesempatan aktor diluar eksekutif untuk

30
mempengaruhi kebijakan dan alokasi anggaran dengan memberi perspektif
berbeda dan kreatif dalam debat anggaran, (c) Melalui informasi, legislatif
dan masyarakat dapat melakukan monitoring terhadap keputusan dan kinerja
pemerintah. Tanpa kebebasan informasi fungsi pengawasan tidak akan
efektif, (d) Berdasarkan teori yang ada menunjukkan bahwa semakin
transparan sebuah kebijakan publik maka pengawasan yang dilakukan oleh
dewan akan semakin meningkat karena masyarakat juga terlibat dalam
mengawasi kebijakan publik tersebut.

3.3 Analisis pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap publik


Penelitian tentang pengaruh akuntabilitas publik dan kejelasan sasaran
anggaran terhadap kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah yang
dilakukan oleh Deki Putra (2010) hasil penelitiannya menyatakan terdapat
pengaruh positif dan signifikan antara kejelasan sasaran anggaran terhadap
kinerja manajerial SKPD. Menggunakan komitmen organisasi sebagai
variabel moderasi dengan kejelasan sasaran anggaran, pengendalian akuntansi
dan sistem pelaporan yang diharapkan juga dapat meningkatkan akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah daerah kota Denpasar merupakan alasan mengapa
menggunakan variabel tersebut sebagai variabel pemoderasi.
Hubungan keagenan adalah hubungan antara prinsipal (principal) dan agen
(agent) yang didalamnya agen bertindak atas nama dan untuk kepentingan
principal dan atas tindakan (actions) tersebut agen mendapatkan imbalan
tertentu. (Suwardjono: 2012: 485).
Bastian (2010: 297) mengutarakan bahwa Laporan keuangan sektor publik
merupakan representasi posisi keuangan dari transaksi-transaksi yang di
lakukan oleh suatu entitas sektor publik. Tujuan umum pelaporan keuangan
adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja, dan arus
kas suatu entitas yang berguna bagi sejumlah besar pemakai (wide range
users) untuk membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber

31
daya yang dipakai oleh suatu entitas dalam aktivitasnya guna mencapai tujuan
.

Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan


Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah pasal 103,
dinyatakan bahwa informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan
Daerah (SIKD) adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses dan
diperoleh oleh masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah harus
membuka akses kepada stakeholder (pihak internal/pihak eksternal) secara
luas atas laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah, misalnya
dengan mempublikasikan laporan keuangan daerah melalui surat kabar,
internet, televisi dan cara lainya sesuai dengan media informasi yang dimiliki
oleh pemerintah kabupaten setempat.
Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu bentuk
pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya
kekayaan daerah serta keseluruhan kegiatan pemerintah daerah dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan pertanggungjawaban
dan pengawasan keuangan daerah guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Output dari akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah dapat
berupa laporan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah (LAKIP) yang
merupakan hasil laporan yang memberikan penjelasan mengenai pencapaian
kinerja pada suatu pemerintah daerah dalam waktu satu periode.
Menurut Mahsun,dkk (2006: 124) menyatakan bahwa Informasi yang di
sajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum untuk memenuhi kebutuhan
informasi dari semua kelompok pemakai. Dengan demikian laporan keuangan
pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari masing
masing kelompok pemakai. Namun, demikian berhubung pajak merupakan
salah satu sumber utama pendapatan pemerintah, maka ketentuan laporan
keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para pembayar pajak perlu
mendapat perhatian.. Seiring perkembangan sektor publik yang terjadi di
Indonesia maka pemerintah daerah di tuntut untuk lebih transparan. Salah

32
satu pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap publik yaitu dengan
menyajikan laporan kekuangan yang disajikan secara transparan melalui
media massa maupun media nirmasa.
Dari hasil penelitian Aliyah dan Nahar (2012) mengindikasikan bahwa
penyajian laporan keuangan berpengaruh terhadap transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dengan meningkatnya penyajian laporan keuangan daerah akan
berimplikasi terhadap peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah. Sebagaimana dalam beberapa pernyataan berikut maka
peneliti menduga bahwa penyajian laporan keuangan berpengaruh terhadap
transparansi.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2010 Dalam kehidupan bernegara
yang semakin terbuka, pemerintah selaku perumus dan pelaksanaan kebijakan
APBN berkewajiban untuk terbuka dan bertanggung jawab terhadap seluruh
hasil pelaksanaan pembangunan. Penelitian oleh Aliyah dan Nahar (2012)
menunjukan bahwa aksesibilitas laporan keuangan daerah berpengaruh
signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
daerah terbukti dan diterima. Oleh sebab itu peneliti menduga bahwa terdapat
pengaruh antara aksesibilitas laporan keuangan terhadap transparansi.
Tuntutan akan perwujudan good governance di Indonesia yang semakin
meningkat berdampak pada sistem pengelolaan keuangan secara akuntabel
dan transparan. Hal ini tidak terpisahkan oleh adanya sistem pengendalian
dan pengawasan di setiap instansi pemerintah yang secara sistematis yang
terdiri dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan hingga
pertanggungjawaban secara efektif, efisien dan terkendali. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012) yang meneliti tentang pengaruh
sistem pengendalian intern pemerintah terhadap transparansi laporan
keuangan pemerintah daerah terdapat hubungan yang signifikan antara
Pengendalian Internal (X) dengan Transparansi laporan keuangan pemerintah
daerah (Y) dengan arah hubungan positif.

33
Adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas
sektor publik menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk
memberikan informasi kepada publik, salah satunya adalah informasi
akuntansi yang berupa laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan Sande
(2008) menyatakan bahwa laporan keuangan daerah berpengaruh teradap
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Dengan adanya pernyataan
tersebut maka peneliti menduga bahwa Penyajian laporan keuangan
berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
Selain penyajian laporan keuangan pemerintah daerah bentuk
pertanggungjawaban publik adalah aksesibilitas yang merupakan sarana
pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada publik secara terbuka dan
jujur berupa laporan keuangan yang dapat di akses dengan mudah oleh
berbagai pihak yang berkepentingan (Mustofa 2012). Sebagaimana dalam
penelitian Mustofa (2012) tentang pengaruh penyajian dan aksesibilitas
laporan keuangan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah
menyatakan bahwa aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh terhadap
laporan keuangan.

34
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan dalam makalah ini yaitu, bahwa terdapat pengaruh positif dan
signifikan kejelasan sasaran terhadap akuntabilitas kinerja instansi
Pemerintah, terdapat pengaruh positif dan signifikan pengendalian akuntansi
terhadap akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah, terdapat pengaruh positif
dan signifikan sistem pelaporan terhadap akuntabilitas kinerja instansi
Pemerintah, tidak terdapat pengaruh moderasi terhadap hubungan antara
kejelasan sasaran anggaran dengan akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah,
tidak terdapat pengaruh moderasi terhadap hubungan antara pengendalian
akuntansi dengan akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah, tidak terdapat
pengaruh moderasi terhadap hubungan antara sistem pelaporan dengan
akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah.

4.2 Saran

35
Akuntabilitas publik masih pelu adanya transparansi yang lebih jelas kepada
rakyat sehingga pemerintah daerah sebaiknya lebih meningkatkan sistem
kontrol terhadap bawahannya terutama dalam hal peningkatan komitmen
organisasi guna tercapainya akuntabilitas kinerja di masing-masing kantor
dinas pemerintah. Sebaliknya begitu pula bagi masyarakat masih perlu
adanya perhatian dan kepedulian tinggi terhadap perkembangan akuntabilitas
yang berjalan, baik itu dipemerintah pusat maupun dalam pemerintahan
daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Nur Azizah, Junaidi, Achdiar Redy Setiawan. Pengaruh Penyajian Dan


Aksesibilitas Laporan Keuangan Serta Sistem Pengendalian Intenal
Pemerintah Terhadap Transparansi Dan Akuntabilitas Pengelolaan
Keuangan Daerah. Madura :Jurnal Universitas Trunojoyo

Achmadi, A., Muslim, M. dkk, 2002, Good governance dan Penguatan Institusi
Daerah, Masyarakat Transparansi Indonesia, Jakarta.

Andriani, Rini, 2002, Pengaruh Pengetahuan dan RPPs terhadap peranan DPRD
dalam Pengawasan Anggaran (Studi Kasus pada DPRD se-Propinsi
Bengkulu, Tesis Program Pasca Sarjana UGM, Jogjakarta.

36
Bazwir, Revrisond, 1999, Akutansi Pemerintah Indonesia, Edisi Tiga BPFE
Jogjakarta.

Fatchurrochman, Agam, 2002, Manajemen Keuangan Publik, Materi Pelatihan


Anti Korupsi, Indonesian Coruption Watch, 23-25 Januari 2002, Jakarta.

Halim, Abdul, 2003, Bunga Rampai Keuangan Daerah, UPP AMP YKPN,
Jogjakarta.

Indradi, Syamsiar, 2001, Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman anggota DPRD


dengan Proses Pembuatan Peraturan Daerah, Tesis S2 Tidak di
Publikasikan, Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Negara, Universitas
Brawijaya Malang.

Kaiser, H. Dan Rice, J., 1974, Educational and Psycological Measurement,


Volume 34, No.1, hal 111-117.

Luthfi, JK., 2003, Diskusi Anggaran Publik, 2 Agustus 2003, Malang Coruption
Watch, Malang

Mardiasmo, 2001, Pengawasan, Pengendalian, dan Pemeriksaan Kinerja


Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Andi, Jogjakarta.

Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan daerah, Andi, Jogjakarta.

Mardiasmo, 2003, Konsep Ideal Akuntabilitas dan Transparansi Organisasi


Layanan Publik, Majalah Swara MEP, Vol. 3 No. 8 Maret, MEP UGM,
Jogjakarta.

Nunnaly, 1967, Psycometric Theory, McGraw-Hill, New York.

Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

37
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan


Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 Tentang Sistem Informasi Keuangan
Daerah

Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi


Pemerintahan

Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan


Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman


Pengelolaan Keuangan Daerah

Pramono, Agus H., 2002, Pengawasan Legislative terhadap Ekesekutif dalam


Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Tesis S2 Tidak di Publikasikan,

38

Anda mungkin juga menyukai