Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KELOMPOK 5

PENGELOLAAN KEUANGAN PUBLIK


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Publik
Dosen Pengampu:
Eka Nur Rofik, M. Ak.

Disusun Oleh:

1. LIVAHTUL MASRUROH (126403202111)


2. INTAN RISQI ANDRIANI (126403202113)
3. DIAH AYU PRAMESWARI (126403202133)
4. CLARISA INTARI CITRA DEWI (126403202140)

KELAS 5C

AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

SEPTEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan ridho-Nya karena atas segala kenikmatan dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Pengelolaan Keuangan Publik” dengan baik dan selesai tepat waktu.
Penulisan makalah ini bertujuan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Manajemen Keuangan Publik. Disamping itu, makalah ini diharapkan dapat menjadikan
sarana pembelajaran serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan.
Disamping itu penulis juga menyadari akan segala kekurangan dan ketidaksempurnaan,
baik dari segi penulisan maupun dari cara penyajianya. Oleh karena itu, kami selaku penulis
meminta kritik dan sarannya, terimakasih.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya dan
juga dapat memperluas wawasan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tulungagung, 5 Oktober 2022

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.................................................................................................................................5
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................5
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................6
BAB II...................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN...................................................................................................................................7
2.1 Ketentuan Pengelolaan Keuangan Publik....................................................................................7
2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja........................................................................................7
2.1.2 Fungsi APBN dan APBD......................................................................................................8
2.1.3 Tahun Anggaran, Satuan Hitung, dan Penggunaan Mata Uang Lain....................................9
2.2 Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara.................................................................................9
2.2.1 Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara.......................................................10
2.2.2 Tugas Menteri Keuangan selaku Pemegang Kekuasaan atas Pengelolaan Fiskal...............11
2.2.3 Tugas Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang..........11
2.2.4 Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah.........................................................................12
2.2.5 Tugas Pejabat Pengelola Keuangan Daerah........................................................................13
2.2.6 Tugas Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah....................................................................14
2.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).................................................................14
2.3.1 Pendapatan Negara.............................................................................................................14
2.3.2 Belanja Negara....................................................................................................................15
2.3.3 Pembiayaan.........................................................................................................................15
2.4 Penerimaan dan Pengeluaran Negara........................................................................................20
2.4.1 Uraian Penerimaan Negara.................................................................................................20
2.4.1 Uraian Pengeluaran Negara................................................................................................21
BAB III................................................................................................................................................23
PENUTUP...........................................................................................................................................23
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengelolaan keuangan negara merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi
kehidupan perekonomian suatu negara karena berkaitan erat dengan mampu dan tidaknya
negara dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita negara serta menciptakan kesejahteraan.
Lemahnya sistem pengelolaan keuangan negara dan sistem hukum di negara kita adalah
pemicu tindakan penyalahgunaan kekayaan dan keuangan negara serta maraknya
tindakan KKN. Pengalaman bangsa Indonesia telah cukup membuktikan bahwa tindakan
tersebut menyebabkan terpuruknya bangsa Indonesia dan sulitnya mewujudkan cita-cita
bersama bangsa Indonesia.
Pengelolaan keuangan negara memiliki tujuan untuk menjaga dan menjamin
eksistensi negara dan membiayai pengelolaan negara untuk mewujudkan kesejahteraan.
Semua negara dikelola secara tertib, sesuai, dan taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan akuntabel. Agar segala kekurangan dalam
laporan keuangan pemerintah dapat dideteksi secara akurat sebagai bahan dalam
memperbaiki sistem pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta sebagai
bahan dalam pengambilan kebijakan secara tepat, maka diperlukan suatu lembaga negara
khusus yang independen, objektif, dan tidak memihak dalam memeriksa laporan
keuangan pemerintah. Lembaga yang dimaksud adalah Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK).
Untuk mewujudkan tujuan negara, perlu dibangun suatu sistem pengelolaan
keuangan negara yang bertumpu pada prinsip-prinsip ketertiban, ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan akuntabel.
Bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara adalah sistem pengawasan dan
pemeriksaan untuk memasukkan bahwa apakah keuangan negara telah dilaksanakan
sesuai target dan tujuan yang hendak dicapai.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja ketentuan pengelolaan publik?
2. Apa saja kekuasaan pengelolaan publik?
3. Apa saja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)?
4. Apa saja penerimaan dan pengeluaran Negara?
4
5

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan apa saja ketentuan pengelolaan publik.
2. Menjelaskan apa saja kekuasaan pengelolaan publik.
3. Menjelaskan apa saja Anggaran Pendapatan Publik.
4. Menjelaskan apa saja penerimaan dan pengeluaran negara.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ketentuan Pengelolaan Keuangan Publik


Pada prinsipnya pengelolaan keuangan publik oleh pemerintah baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan keuangan publik
sebagaimana dimaksud adalah mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan,
penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. (Tjahjanulin, 2010)
Berkaitan dengan ketentuan pengeloaan tersebut berikut ini akan diuraikan
sebagai berikut:
2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja
Anggaran pendapatan dan belanja dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anggaran
pendapatan dan belanja yang dikelola pemerintah pusat dan anggaran pendapatan
belanja yang dikelola oleh pemerintah daerah.
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Anggaran pendapatan dan belanja pemerintah pusat yang disebut Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pendapatan Negara adalah hak pemeritah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih. Belanja Negara adalah kewajiban pemerintah
pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
a. APBN, perubahan APBN, dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBN setiap
tahun ditetapkan dengan undang-undang.
b. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan
dalam APBN.
c. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara tahun anggaran berikutnya.
d. Dalam hal surplus penerimaan negara sebagaimana dimaksud di atas yang
akan digunakan untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada
Perusahaan Negara, pelaksanaannya harus memperoleh persetujuan terlebih
dahulu dari DPR.
6
7

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)


Anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang disebut
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Provinsi/Kabupaten/Kota.
Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih. Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
a. APBD, perubahan APBD, dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD setiap
tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
b. Semua penerimaan menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban
daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam
APBD.
c. Surplus penerimaan daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara/daerah anggaran berikutnya.
d. Dalam hal surplus penerimaan daerah sebagaimana dimaksud di atas akan
digunakan untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan
Daerah, pelaksanaannya harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari
DPRD.1
2.1.2 Fungsi APBN dan APBD
APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi.
a. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
b. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman
bagi manajamen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
c. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman
untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
d. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perekonomian.

1
Tjahjanulin Domai, Manajemen Keuangan Publik, (Malang: Universitas Brawijaya Press, 2010), hal. 97-98
8

e. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus


memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
f. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
2.1.3 Tahun Anggaran, Satuan Hitung, dan Penggunaan Mata Uang Lain
a. Tahun Anggaran
Tahun anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan tanggal 31 Desember.
b. Satuan Hitung
Satuan hitung yang dipergunakan dalam penyusunan, penetapan, dan
pertanggungjawaban APBN/APBD adalah mata uang Rupiah.
c. Penggunaan Mata Uang Lain
Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh
Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.2

2.2 Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara


Di Indonesia, keuangan negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara. Sesuai dengan undang-undang tersebut pengertian
keuangan negara seperti yang dirumuskan pada pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa
keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.3
Keuangan negara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 angka 1, meliputi:
a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman;
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan
negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan negara;
d. Pengeluaran negara;
e. Penerimaan daerah;
f. Pengeluaran daerah;

2
Ibid., hal. 98-99
3
M. Ikhsan, “Konsep Keuangan Publik” dalam https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/MAPU520203-
M1.pdf, diakses 1 Oktober 2022
9

g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan
daerah;
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan pemerintah.4
2.2.1 Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku kepala pemerintah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan pengelolaan
keuangan negara ini meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang
bersifat khusus.
1. Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum,
strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman
pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan
rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta
pedoman pengelolaan Penerimaan Negara.
2. Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/kebijakan teknis yang
berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di
bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana
pertimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.
Kekuasaan sebagaimana dimaksud di atas:
a. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan wakil
pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengelola
Anggaran/Pengguna Barang Kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
(Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan lembaga adalah lembaga Negara dan
lembaga pemerintah non kementerian negara. Di lingkungan lembaga negara,
yang dimaksud dengan pimpinan lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab
atas pengelolaan keuangan lembaga yang bersangkutan)

4
“Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003” dalam
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2003/17tahun2003uu.htm#:~:text=Pengelolaan%20Keuangan%20Negara-,Presiden
%20selaku%20Kepala%20Pemerintahan%20memegang%20kekuasaan%20pengelolaan%20keuangan%20negara
%20sebagai,dan%20kewenangan%20yang%20bersifat%20khusus., diakses 2 Oktober 2022
10

c. Diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah


untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
d. Tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain
mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Keuangan Negara, kekuasaan atas
pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud di atas digunakan untuk mencapai
tujuan bernegara. Sejalan dengan itu, dalam rangka penyelenggaraan fungsi
pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara maka setiap tahunnya disusun APBN
dan APBD (Atep dkk, 2004).
2.2.2 Tugas Menteri Keuangan selaku Pemegang Kekuasaan atas Pengelolaan Fiskal
Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, menteri keuangan
mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
b. Menyusun rancangan APBN dan rancangan perubahan APBN;
c. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
d. Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
e. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan
undang-undang;
f. Melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
g. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN;
h. Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan
undang-undang.5
2.2.3 Tugas Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
Menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang
mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Menyusun rancangan anggaran kementrian negara/lembaga yang dipimpinnya;
b. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
c. Melaksanakan anggaran kementrian negara/lembaga yang dipimpinnya;
d. Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya
ke kas negara;

5
Tjahjanulin Domai, Manajemen Keuangan Publik…, hal. 101
11

e. Mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementrian
negara/lembaga yang dipimpinnya;
(Piutang adalah hak negara dalam rangka penerimaan negara bukan pajak yang
pemungutannya menjadi tanggung jawab kementrian negara/lembaga yang
bersangkutan. Utang adalah kewajiban negara kepada pihak ketiga dalam rangka
pengadaan barang dan jasa yang pembayarannya merupakan tanggung jawab
kementrian negara/lembaga berkaitan sebagai unit pengguna anggaran dan/atau
kewajiban lain yang timbul berdasarkan undang-undang/putusan pengadilan)
f. Mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
kementrian negara/lembaga yang dipimpinnya;
g. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementrian negara/lembaga yang
dipimpinnya;
(Penyusunan dan penyajian laporan keuangan yaitu dalam rangka akuntabilitas
dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk prestasi kerja
yang dicapai atas penggunaan anggaran)
h. Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan
ketentuan undang-undang.6
2.2.4 Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan satu kesatuan yang yang
tidak dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
masyarakat. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang pedoman pengelolaan
keuangan daerah pasal 1:
a. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah tersebut.
b. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah.
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama
oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.7
6
Ibid., hal. 101-102
7
“Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006” dalam
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/117485/Permen-No.13-2006.pdf, diakses 2 Oktober 2022
12

Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi


dan diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang setiap tahun
ditetapkan dengan peraturan daerah. Pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah
kekayaan bersih. Dengan demikian APBD yaitu suatu rencana keuangan tahunan
daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan. Selain itu, APBD merupakan salah satu
alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
tujuan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab. 8 Berdasarkan pasal 1
ayat 6 PP 58 Tahun 2005 pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.9
Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah yang diserahkan oleh presiden kepada
gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola
keuangan daerah yaitu:
a. Dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat
pengelola APBD;
b. Dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna
anggaran /barang daerah.10
2.2.5 Tugas Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
Dalam rangka pengelolaan keuangan darah, pejabat pengelola keuangan daerah
mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;
b. Menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;
c. Melakukan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah;
d. Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;
e. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.11

8
“Keuangan Publik” dalam http://eprints.umm.ac.id/58386/3/BAB%20II.pdf, diakses 2 Oktober 2022
9
“Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005” dalam https://djpk.kemenkeu.go.id/attach/post-
no-58-tahun-2005-tentang-pengelolaan-keuangan-daerah/--376-490-PP58_2005.pdf, diakses 3 Oktober 2022
10
Tjahjanulin Domai, Manajemen Keuangan Publik…, hal. 102
11
Ibid., hal. 102-103
13

2.2.6 Tugas Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah


Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat penggunan
anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya,
b. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran,
c. Melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya,
d. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak,
e. Mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja
perangkat daerah yang dipimpinnya,
f. Mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan
kerja perangkat daerah yang dipimpinnya,
g. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangn satuan kerja perangkat daerah
yang dipimpinnya dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan
keuangan daerah, termasuk prestasi kerja yang dicapai atas penggunaan anggaran.
(Atep dkk, 2004)12

2.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan wujud
pengelolaan keuangan negara setiap tahunnya ditetapkan dengan undang-undang, dan di
dalamnya terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Berikut
ini akan diuraikan tentang:
2.3.1 Pendapatan Negara
Pendapatan Negara adalah semua hak pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih. Arti Pendapatan Negara secara lebih luas dapat
didefinisikan sebagai semua penerimaan kas umum negara yang menambah ekuitas
dana dalam periode tahun anggaran bersangkutan, yang menjadi hak pemerintah pusat,
yang tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah pusat. Pendapatan negara terdiri atas:
a. Penerimaan pajak (termasuk bea masuk dan cukai),
b. Penerimaan bukan pajak, dan
c. Hibah.

12
Ibid., hal. 103
14

2.3.2 Belanja Negara


Belanja Negara adalah semua kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih. Jadi, Belanja Negara ini dapat diartikan sebagai
semua pengeluaran kas umum negara yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam
periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh kembali
pembayarannya oleh pemerintah pusat.
Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah. Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
a. Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan
kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat.
b. Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum,
pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan
fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan
perlindungan sosial.
c. Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari
belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan
sosial, dan belanja lain-lain.13
2.3.3 Pembiayaan
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Arti pembiayaan (financing) secara lebih luas dapat didefinisikan sebagai
seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang
perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah
terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran.
Penerimaan untuk pembiayaan atau disebut dengan istilah penerimaan
pembiayaan dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi pengeluaran untuk
pembiayaan atau disebut dengan istilah pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan
untuk melakukan pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada
entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.

13
Ibid., hal. 103-104
15

A. PENDAPAT NEGARA DAN HIBAH


I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
B. BELANJA NEGARA
I. Belanja Pemerintah Pusat
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang
3. Belanja Modal
4. Pembayaran Bunga Utang
5. Subsidi
6. Belanja Hibah
7. Bantuan Sosial
8. Belanja lain-lain
II. Belanja untuk Daerah
1. Dana Perimbangan
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
C. KESEIMBANGAN PRIMER
D. SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN
E. PEMBIAYAAN

Dalam Atep dkk (2004)14


Berikut ini akan dikemukakan tentang:
a. Penyusunan APBN
APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam menyusun
APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui
pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara, penyusunan
Rancangan APBN sebagaimana dimaksud di atas harus berpedoman pada rencana
kerja pemerintah.
Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, maka sumber-sumber pembiayaan
untuk menutup defisit tersebut diterapkan dalam Undang-Undang tentang APBN.

14
Ibid., hal. 104-105
16

Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto dan
jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto. (Atep dkk,
2004)
Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat
mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan
Rakyat. Penggunaan surplus anggaran tersebut perlu mempertimbangkan prinsip
pertanggung jawaban antar generasi sehingga penggunaanya diutamakan untuk
pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Dalam penyusunan rancangan APBN dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Penyampaian Pokok-pokok Kebijakan Fiskal
Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan
kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan
Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya penengahan bulan Mei tahun berjalan.
Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka
ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh
Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun
anggaran berikutnya.
Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan
fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas
kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap
kementrian negara atau lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
2. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan
lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja
dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun berikutnya.
Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud disusun
berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana kerja dan anggaran ini
harus disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun
anggaran yang sedang disusun.
Selanjutnya, rencana kerja dan anggaran tersebut disampaikan kepada
DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
Kemudian, hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada
Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang
tentang APBN tahun berikutnya.
17

3. Pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dan Persetujuan DPR


Pemerintah pusat mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang
APBN untuk tahun anggaran yang akan datang, disertai nota keuangan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus tahun
sebelumnya.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang APBN tersebut
dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan
kedudukan DPR. DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan
jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-Undang
tentang APBN sepanjang perubahan Rancangan Undang-Undang tentang
APBN yang diusulkan oleh DPR tersebut tidak mengakibatkan peningkatan
defisit anggaran.
Pengambilan keputusan oleh Dewan mengenai Rancangan Undang-
Undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh
DPR tersebut terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan,
dan jenis belanja.
Apabila DPR tidak menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang
APBN, maka Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-
tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.15
b. Pelaksanaan APBN
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya
dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
1. Pemerintah pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan
prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas disampaikan kepada
DPR selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan,
untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah Pusat.
3. Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan
dibahasa bersama DPR dengan pemerintah pusat dalam rangka penyusunan
prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila
terjadi:

15
Ibid., hal. 105-107
18

a. Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang


digunakan dalam APBN;
b. Perubahan pokok-pokok kebijakan finansial;
c. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar
unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
d. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya
harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
4. Dalam keadaan darurat pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan
APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran. Pengajuan
pemerintah pusat mengenai rancangan undang-undang tentang pengeluaran
tersebut termasuk belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya
ditetapkan dalam Undang-Undang tentang APBN yang bersangkutan.
5. Perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan
sebagaimana dimaksud dalam hutuf c di atas untuk mendapatkan persetujuan
DPR, sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.16
c. Pertanggungjawaban APBN
Sebelum dipertanggung jawaban kepada DPR, laporan keuangan
Pemerintah Pusat, harus diperiksa dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan itu harus diselesaikan selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan setelah diterimanya dari Pemerintah Pusat.
Catatan:
Tata cara pemeriksaan pengelolaan dana pertanggung jawaban keuangan
negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan didasarkan pada ketentuan pemeriksaan
yang diatur dalam undang-undang tersendiri.
Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggung
jawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan tentang keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi:


16
Ibid., hal. 107-108
19

a. Laporan Realisasi APBN


b. Neraca
c. Laporan Arus Kas, dan
d. Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan
perusahan negara dan badan lainnya.
Laporan Realisasi Anggaran, selain menyajikan realisasi pendapatan dan
belanja, juga menjelaskan prestasi kerja setiap kementerian negara/lembaga.17

2.4 Penerimaan dan Pengeluaran Negara


2.4.1 Uraian Penerimaan Negara
Penerimaan atau pendapatan pemerintah (government revenue) terdiri dari
pendapatan dari sektor pajak, bukan pajak, hibah, dan penerimaan pembiayaan.
a. Pendapatan Negara dan Hibah
Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
1. Pajak Dalam Negeri
a. Pajak Penghasilan (migas dan non-migas)
b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah
c. Penerimaan Pajak (Bumi dan Bangunan)
d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
e. Cukai
f. Pajak Lainnya
2. Pajak Perdagangan Internasional
a. Bea Masuk
b. Pajak Ekspor
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
a. Penerimaan Sumber Daya Alam
b. Bagian Laba BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
c. PNBP lainnya
3. Hibah

b. Penerimaan Pembiayaan

17
Ibid., hal. 108-109
20

Penerimaan pembiayaan pemerintah pusat, antara lain berupa:


a. Pinjaman Sektor Perbankan
b. Privatisasi BUMN
c. Penjualan Aset
d. Penjualan Obligasi Pemerintah
e. Pinjaman Luar Negeri

2.4.1 Uraian Pengeluaran Negara


Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) di Indonesia, pengeluaran
negara/pemerintah (government expenditure) dibedakan menjadi dua, yaitu pengeluaran
yang dimasukkan sebagai kelompok belanja, dan pengeluaran yang dimasukkan
sebagai kelompok pengeluaran pembiayaan.
a. Belanja Negara
1. Belanja Pemerintah Pusat
1. Pengeluaran Rutin
a. Belanja Rutin
b. Belanja Barang
c. Belanja Modal
d. Pembiayaan Bunga Utang
e. Subsidi
f. Belanja Hibah
g. Bantuan Sosial
h. Belanja lain-lain
2. Pengeluaran Pembangunan
a. Pembiayaan Pembangunan Rupiah
b. Pembiayaan Proyek
2. Dana yang Dialokasikan ke Daerah
1. Dana Perimbangan
a. Dana Bagi Hasil
b. Dana Alokasi Umum
c. Dana Alokasi Khusus
21

2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang/Penyesuaian Belanja operasi dan


belanja modal sebagaimana diuraikan di atas disajikan berdasarkan jenis
belanja. Dalam hal belanja disajikan menurut fungsinya seperti berikut:
a. Pelayanan umum;
b. Pertahanan;
c. Ketertiban dan keamanan;
d. Ekonomi;
e. Lingkungan hidup;
f. Perumahan dan fasilitas umum;
g. Kesehatan;
h. Pariwisata, budaya, dan agama;
i. Pendidikan;
j. Perlindungan sosial;
b. Pengeluaran Pembiayan
a. Pengeluaran Obligasi Pemerintah
b. Pembayaran Pokok Pinjaman
c. Pembayaran lain-lain18

18
Ibid., hal. 109-111
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengelolaan keuangan publik oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan keuangan publik sebagaimana dimaksud adalah
mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan,
dan pertanggungjawaban. Anggaran pendapatan dan belanja dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu anggaran pendapatan dan belanja yang dikelola pemerintah pusat dan
anggaran pendapatan belanja yang dikelola oleh pemerintah daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
(APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi/Kabupaten/Kota. APBN/APBD mempunyai
fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Di Indonesia, keuangan negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara. Sesuai dengan undang-undang tersebut pengertian
keuangan negara seperti yang dirumuskan pada pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa
keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pemerintah pusat dan
pemerintah daerah merupakan satu kesatuan yang yang tidak dapat dipisahkan dalam
upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

22
DAFTAR PUSTAKA

Domai, Tjahjanulin. 2013. Manajemen Keuangan Publik. Malang: Tim UB Press.

Ikhsan, M.. "Konsep Keuangan Publik", dalam


https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/MAPU520203-M1.pdf, diakses
1 Oktober 2022.

"Keuangan Publik", dalam http://eprints.umm.ac.id/58386/3/BAB%20II.pdf, diakses 2


Oktober 2022.

"Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006", dalam


https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/117485/Permen-No.13-2006.pdf,
diakses 2 Oktober 2022.

"Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005", dalam


https://djpk.kemenkeu.go.id/attach/post-no-58-tahun-2005-tentang-pengelolaan-
keuangan-daerah/--376-490-PP58_2005.pdf, diakses 3 Oktober 2022.

"Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003", dalam


https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2003/17tahun2003uu.htm#:~:text=Pengelolaan
%20Keuangan%20Negara-,Presiden%20selaku%20Kepala%20Pemerintahan
%20memegang%20kekuasaan%20pengelolaan%20keuangan%20negara
%20sebagai,dan%20kewenangan%20yang%20bersifat%20khusus, diakses 2 Oktober
2022.

23

Anda mungkin juga menyukai