Sebuah tata pengelolaan suatu pemerintahan yang baik merupakan pembangunan sebuah
negara dari sebagai maksud dan tujuan yang dijadikan sebagai bentuk sebuah keberhasilan dan
kecapian dalam menjalankan sebuah tugas. Peningkatan sebuah keprihatinan masyarakat
mengenai penyelenggaraan pemerintah yang dijadikan sebagai bukti dalam [elaksanaan
pencapaian ekonomi sebuah negara. Pembaruan pengelolaan keuangan negara dan
pengelolaan keuangan daerah mengakibatkan masyarakat menjadi sadar akan kewajiban akan
warga kenagaraan sehingga lebih aktif memaparkan aspirasi seperti memperbaiki pengelolaan
keuangan daerah serta pengelolaan keuangan negara pada badan- badan pemerintah pusat
maupun daerah. Berdasarkan Undang – undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan
daerah dan Undang – undang nomor 33 tahun 2004 tentang penyeimbangan keuangan darah
serta pusat, Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu bagian yang mengalami
perubahan mendasar dalam mengatur sumber dana, menentukan arah, tujuan, dan target
penggunaan anggaran. Berdasarkan Undang – undang nomor 25 tahun 1999 dan Undang
Undang No 22 tahun 1999 yang telah diberlakukannya sebagai wadah apresiasi pelaksanaan
otonomi daerah sehingga terdapat sesuatu yang harus dilakukan secara hati hati yaitu anggaran
daerah dan pengelolaan keuangan daerah. APBD adalah sebuah bentuk perencanaan baik itu
penerimaan maupun pengeluaran pada pemerintah daerah yang dilakukan selama 1 tahun
anggaran yang sudah ditetapkan dengan pengaturan daerah , yang dimana fungsi Anggaran
pendapatan dan belanja daerah sendiri berdasarkan peraturan perundangan nomor 12 tahun
2019 tentang pengelolaan keuangan daerah yaitu sebagai otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Otonomi daerah berdasarkan undang undang nomor 32 tahun 2004 menjelaskan bahwasannya
otonomi daerah merupakan sebuah hak dan kewajiban daerah yang dilakukan untuk mengatur
serta mengawasi semua urusan masyarakat sendiri dan urusan pemerintah. Berdasarkan
diberlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 25 Tahun
1999 sehingga dilakukannya berbagai perubahan reformasi yaitu pembaruan anggaran daerah
dan pembaruan dalam pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Pembaharuan yang
dilaksanakan ialah dengan digunakannya pola penganggaran berbasis kinerja serta pelaporan
pertanggungjawaban yg bersifat kinerja. Berdasarkan sebuah sistem penganggaran berbasis
kinerja ini menetapkan besarnya pengalokasian anggaran daerah lebih mempertimbangkan
value for money dan money follow function berdasarkan dengan kebutuhan nyata setiap unit
kerja. Hal ini terjadi karena anggaran pendapatan dan belanja daerah adalah sebuah penjelasan
secara kuantitatif berdasarkan program kebijakan dan usaha akan pembangunan yang
dituangkan dalam wujud kegiatan yang dimiliki oleh tiap unit kerja terrendah sesuai dengan
tugas dan fungsi pokok yang sudah dibebankan dalam tiap tahunnya.
Pada era globalisasi menurut Abdul pada tahun 2007 memaparkan bahwasannya pemerintah
melaksanakan tugas serta melakukan tanggung jawab baik dari segi internal dan eksternal
dengan meningkatkan keoptimalan dari sebuah kinerja dan kehendak tuntutan masyarakat agar
mampu menciptakan tujuan masyarakat sejahtera sebagai suatu implikasi dari penerapan
otonomi daerah yang mengedepankan akuntabilitas kinerja dan meningkatkan pelayanan
public. Menurut Irvan pada tahun 2013 proses penilaian kemajuan pekerjaan mengenai sasaran
serta tujuan yang ditentukan baik itu efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan
output yang berkualitas yang disebut dengan pengukuran kinerja. Sedangkan sebuah kegiatan
yang digambarkan untuk mencapai sesuatu baik itu tujuan, visi, misi serta sasaran yang
tertumpu alam sebuah rencana strategis disebut dengan kinerja.
Kualitas laporan keuangan adalah sebuah informasi yang memiliki sebuah nilai informasi yang
berkualitas dan sangat berguna bagi perusahaan mengenai pengembilan keputusan. Kualitas
penting dalam pengelolaan keuangan adalah keuntukan yang dirasakan pengguna. Faktor SIA
keuangan daerah dan faktor kompetensi pengelolaan keuangan daerah mempengaruhi Kualitas
laporan keuangan. Kompetensi capaian sumber pengelolaan keuangan daerah yang dimaksud
merupakan kompetensi sumber daya manusia yang dimana itu adalah suatu kesanggupan SDM
guna melakukan tugas dan tanggung jawab yang diterima kepada dirinya dengan ketersediaan
pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang kompeten. Penyusunan laporan keuangan
dibutuhkan sumber daya manusia yang bekompetensi baik itu berkompeten dan mahir dalam
mengelola laporan keuangan agar menciptakan laporan keuangan yang berkualitas. Jika dalam
penyusunan laporan keuangaan dilakukan oleh Sumber Daya Manusia yang kurang
berkompeten, kurang memahami pengetahuan mengenai proses penyusunan laporan keuangan
maka laporan keuangan yang dihasilkan akan tidak berkualitas.
Tinjauan Pustaka
Menurut Wardoyo (1980: 41), pengelolaan adalah sekumpulan kegiatan yang berpusat pada
perencanaan, pengorganisasian, pengaktifan dan pengendalian pencapaian tujuan yang
diberikan. Menurut Harsoyo (1977:121) pengelolaan adalah istilah yang berasal dari kata
“mengelola” yang menunjukkan seperangkat upaya yang ditujukan untuk menggali dan
menggunakan segala kemungkinan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu
yang telah direncanakan sebelumnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan keuangan
daerah adalah keseluruhan penyelenggaraan yang meliputi, pelaporan, pengelolaan,
perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah keuangan daerah merupakan bagian dari perekonomian negara.
Mengacu pada pengertian keuangan negara dalam UU No. 17 Pasca-2003, pengertian keuangan
daerah dapat diartikan sebagai keuangan daerah yang mencakup semua hak dan kewajiban
kotamadya yang dapat diuangkan dan segala sesuatu yang dapat berupa uang maupun fisik
termasuk. daerah yang terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Tujuan pengelolaan keuangan daerah Permendagri No. 13 Tujuan pengelolaan keuangan negara
tahun 2006 adalah sebagai berikut:
1. Tanggung jawab Pemerintah daerah harus bertanggung jawab secara finansial kepada
lembaga atau orang yang memiliki kepentingan hukum. Instansi atau perseorangan tersebut
antara lain, namun tidak terbatas pada, pemerintah pusat, DPRD, pimpinan daerah, dan
masyarakat umum.
3. Kejujuran Urusan administrasi keuangan daerah harus diserahkan kepada pejabat yang
benar-benar jujur dan amanah.
4. Efektivitas dan Efisiensi Ini adalah proses pengelolaan keuangan daerah agar program dapat
dirancang dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya serendah
mungkin dan dalam waktu sesingkat mungkin.
5 Pengawasan Badan pengelola keuangan daerah, DPRD, dan pengawas harus melaksanakan
pengawasan untuk memastikan tercapainya semua tujuan tersebut.
1. Akuntabilitas
Akuntabilitas mensyaratkan agar pengambil keputusan bertindak sesuai dengan mandat atau
wewenang yang telah diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, baik dalam perumusan politik
maupun dalam hasil kebijakan tersebut, agar berhasil, kebijakan yang dirumuskan harus
tersedia untuk umum dan dikomunikasikan secara vertikal dan horizontal, termasuk kerugian
daerah di mana keuntungan daerah terjadi. ditarik dalam bentuk uang, surat berharga dan
barang sebagai akibat dari aktivitas ilegal yang aktual dan spesifik, baik disengaja maupun lalai.
Inefisiensi Temuan terkait inefisiensi menunjukkan bahwa pada saat yang sama alat
produksi digunakan, yang harga atau kuantitas/kualitasnya di atas standar,
kuantitas/kualitasnya melebihi kebutuhan dan harganya lebih mahal dari pembelian
yang bersangkutan.
Inefisiensi Temuan terkait inefisiensi difokuskan pada pencapaian hasil (results), yaitu. H.
untuk temuan yang mengungkapkan aktivitas yang tidak menghasilkan manfaat atau
hasil yang diinginkan dan aktivitas agensi yang tidak optimal sehingga tujuan organisasi
tidak tercapai.
4. Transparansi
Transparansi adalah keterbukaan pemerintah kota dalam menyusun kebijakan keuangan daerah
sehingga diketahui dan diawasi oleh DPRD. Transparansi pengelolaan keuangan daerah pada
akhirnya menciptakan akuntabilitas horizontal antara pemerintah daerah dengan
masyarakatnya untuk mewujudkan masyarakat yang bersih, efisien, efektif, bertanggung jawab
yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan masyarakat, termasuk pemerintah. Pengamatan
administrasi menunjukkan penyimpangan dari peraturan yang berlaku terkait dengan
pelaksanaan anggaran atau pengelolaan aset, namun penyimpangan tersebut tidak
menimbulkan kerugian daerah atau potensi kerugian daerah, tidak mengurangi hak daerah
(kekurangan pendapatan), tidak menghambat program yang luas dan tidak mengandung bukti
kriminalitas.
5. Pengendalian Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus dikaji secara berkala yaitu. H.
dianggarkan dan dicapai dapat dibandingkan. Oleh karena itu, analisis target/aktual dari
pendapatan dan belanja daerah diperlukan untuk menemukan alasan perbedaan secepat
mungkin untuk inisiatif proaktif di masa mendatang.
Kinerja perekonomian daerah adalah derajat pemenuhan hasil pekerjaan keuangan daerah yang
meliputi pendapatan dan pengeluaran daerah untuk suatu periode anggaran dengan rasio
keuangan yang ditetapkan dengan pedoman atau peraturan perundang-undangan. Formasi ini
berupa rasio-rasio keuangan yang dibentuk oleh unsur-unsur laporan pertanggungjawaban
Direktur Daerah berupa perhitungan APBD. Ukuran untuk menganalisis kinerja keuangan kota
adalah analisis angka kunci keuangan untuk APBD yang ditetapkan dan dilaksanakan. Sebagai
contoh, beberapa indikator keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas
pemerintah daerah meliputi 1) efisiensi dan 2) efektivitas.
Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Tujuan Laporan Keuangan Laporan keuangan yang baik dan akurat dapat memberikan
gambaran yang benar dan wajar mengenai keadaan hasil atau pencapaian perusahaan selama
kurun waktu tertentu. Sedangkan Nurmalia Hasanah dan Acmad Fauzi (2016:
35)Tujuan laporan keuangan adalah untuk:
2. Memberikan informasi apakah pendapatan periode berjalan cukup untuk membiayai semua
pengeluaran.
3. Memberikan informasi jumlah dana yang digunakan dalam operasi entitas pelapor dan hasil
yang dicapai.
4. Memberikan informasi tentang bagaimana entitas pelapor membiayai semua operasi dan
kebutuhan likuiditasnya.
5. Memberikan informasi tentang posisi dan kondisi keuangan entitas pelapor sehubungan
dengan sumber pendapatannya, baik jangka panjang maupun jangka pendek, termasuk yang
berasal dari pemungutan dan pinjaman pajak.