DAERAH
Oleh:
Anggakara Pradian M. P.
NIM. 12030113042192
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak masa reformasi masalah keuangan daerah merupakan masalah yang banyak
dibicarakan dalam konteks sektor publik. Halim (2001:19) mengartikan keuangan daerah
sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala
sesuatu baikberupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang itu
belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain
sesuaiketentuan/peraturan undang-undang yang berlaku.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Ruang Lingkup Keuangan daerah?
2. Siapa Yang mengatur Keuangan Daerah?
3. Apa Tujuan Pengelola Keuangan Daerah?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini agar pembaca mengetahui :
1. Dapat Mengetahui Keuangan Daerah.
2. Seperti Apa Ruang Lingkup Keuangan Daerah.
3. Bagaimana Tujuan Pengelola Keuangan Daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keuangan Daerah
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah
Sejak masa reformasi masalah keuangan daerah merupakan masalah yang banyak
dibicarakan dalam konteks sektorpublik. Halim (2001:19) mengartikan keuangan daerah
sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala
sesuatu baikberupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang itu
belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain
sesuaiketentuan/peraturan undang-undang yang berlaku.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005, tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan bahwa keuangan
daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah
daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan daerah
tersebut. Kebijakan keuangan daerah senantiasa diarahkan pada tercapainya sasaran
pembangunan, terciptanya perekonomian daerah yang mandiri sebagai usaha bersama atas
asas kekeluargaan berdasarkan demokrasi ekonomi yang berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang merata. Menurut
Mamesah (Halim, 2002:19) menyatakan bahwa Keuangan daerah dapat diartikan sebagai
semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik
berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki
oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai peraturan perundangan
yang berlaku. Menurut Undang-Undang Nomor 17Tahun 2003, pada rancangan undangundang atau Peraturan Daerah tentang Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah
disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai kinerja instansi pemarintah, yakni
prestasi yang berhasil dicapai oleh penggunaan Anggaran sehubungan dengan anggaran yang
telah digunakan pengungkapan informasi tentang kinerja ini adalahrelevan dengan perubahan
paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan secara
jelas keluaran (outputs) dan setiap kegiatan dari hasil (outcome)dari setiap program untuk
keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang
terintegrasi dengan sistim perencanaan strategis, sistim penganggaran dan sistim akuntansi
pemerintah tersebut sekaligus dimaksudkan untuk menggantikan ketentuan yang termuat
dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, sehingga dihasilkan suatu laporan keuangan dan kinerja yang terpadu.
Sedangkan pengertian keuangan daerah menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29
Tahun 2002 yang sekarang berubah menjadi Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata
Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah semua hak dan
kewjiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan
uang termaksud didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah, dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Adapun ruang lingkup dari keuangan daerah menurut Halim (2001:20) ada dua yaitu :
a. Keuangan daerah yang dikelolah langsung, meliputi
1). Angaran Pendapatan Belanja Daerah (ABPD)
2). Barang-barang inventaris milik daerah
b. Kekayaan daerah yang dipisahkan, meliputi
1). Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Keuangan daerah dikelolah melalui manajemen keuangan daerah. Adapun arti dari
keuangan daerah itu sendiri yaitu pengorganisasian dan pengelolahan sumber-sumber
kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang dikehendaki daerah
tersebut, Halim(2001:20). Sedangkan alat untuk melaksanakan manajemen keuangan
daerah yaitu tata usaha daerah yang terdiri dari tata usaha umum dan tata usaha keuangan
yang sekarang lebih dikenal dengan akuntansi keuangan daerah. Telah dijelaskan diatas
bahwa keuangan daerah adalah penggorganisasian kekayaan yang ada pada suatu daerah
untuk mencapai tujuan yang di inginkan daerah tersebut, sedangkan akuntansi keuangan
daerah sering diartikan sebagai tata buku atau rangkaian kegiatan yang dilakuakan secara
sistimatis dibidang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta
prosedur-prosedur tertentu untuk menghasilkan informasi aktual di bidang keuangan.
B. Tujuan Pengelolahan Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri
dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah menurut (Devas,dkk, 1987:279-280)
adalah sebagai berikut :
1999 hingga 2004, dan era pascatransisi adalah masa setelah diberlakukannya UndangUndang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 tahun
2004, Undang-undang Nomor 15 tahun 2004, Undang-undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004.
Pada era reformasi, dalam manajemen keuangan daerah terdapat reformasi pelaksanaan
seiring dengan adanyaotonomi daerah. Adapun peraturan pelaksanaannya menurut Halim
(2001:3) telah dikeluarkan oleh pemerintah yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 22
tahun 1999 yang sekarang sekarang berubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 yang sekarang
berubah menjadi Undang-Undang Nomor 33 tahun2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pusat dan Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan
b. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengolahan
dan
Kepala Daerah
e. Surat Mentri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 17 November 2000 Nomor
903/235/SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun
Anggaran 2001
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, karakteristik manajemen keuangan daerah
pada era reformasi antara lain :
a. Pengertian daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten
b. Pengertian pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat lainya.
Pemerintah daerah ini adalah badan eksekutif, sedangkan badan legislatif didaerah
adalah DPRD.
c. Perhitungan APBD menjadi satu dengan pertanggungjawaban kepala daerah (Pasal 5
PP Nomor 108 tahun 2000)
d. Bentuk laporan pertanggungjawabanakhir tahun anggaran terdiri atas :
1). Laporan perhitungan APBD
2). Nota perhitungan APBD
3). Laporan aliran kas
bantuan
pemerintah
pusat
ataupun
dari
pinjaman.
Rasio
kemandirian
pendapatan asli daerah. Semangkin tinggi masyarakat membayar pajak dan restribusi daerah
akan menggambarkan tinggkat kesejateraan masyarakat yang semangkian tinggi.
F. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal
Ukuran ini menunjukkan kewenangandan tanggung jawab yang diberikan pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola pendapatan. Rasio ini
dimaksudkan untuk mengukur tingkat kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber
pendapatan yang dikelola sendiri oleh daerah terhadap total penerimaan daerah. Pendapatan
Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang berasal dari hasil pajak daerah, retribusi
daerah, perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan milik daerah serta lain-lain
pendapatan yang sah. Total Pendapatan Daerah (TPD) merupakan jumlah dariseluruh
penerimaan dari seluruh penerimaan dalam satu tahun anggaran. Bagi Hasil Pajak Bukan
Pajak (BHPBP) merupakan pajak yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk kemudian
didistribusikan antara pusat dan daerah otonomi. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur
tingkat keadilan pembagian sumber daya daerah dalam bentuk bagi hasil pendapatan sesuai
potensi daerah terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi hasilnya maka suatu daerah
tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah
pusat. Derajat desentralisasi fiskal, khususnya komponen PAD dibandingkan dengan TPD,
menurut hasil penemuan Tim Fisipol UGM dalam Munir (2004:106)
G. Tingkat Kemandirian Pembiayaan
Ukuran ini menguji tingkat kekuatan kemandirian pemerintah kabupaten dalam
membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap periode anggaran.
Belanja Rutin Non Belanja Pegawai (BRNP) merupakan pengeluaran daerah dalam rangka
pelaksanaan tugas pokok pelayanan masyarakat yang terdiri dari belanja barang,
pemeliharaan, perjalanan dinas, pengeluaran tidak termasuk bagian lain dan tidak tersangka
serta belanja lain-lain. Rasio dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan PAD dalam
membiayai balanja daerah diluar belanja pegawai. Dalam ketentuan yang digariskan bahwa
belanja rutin daerahdibiayai dari kemampuan PAD setiap Pemda dan karenanya tolok ukur ini
sesuai pengukuran dimaksud. Pajak Daerah (TPjD) merupakan iuran wajib yang dilakukan
orang pribadi, atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan digunakan pembiayaan
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan pemerintah. Rasio dimaksudkan untuk
mengukurtingkat kontribusi pajak daerah sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri
oleh daerah terhadap total PAD. Semakin besar rasio akan menunjukkan peran pajak sebagai
sumber pendapatan daerah akan semakin baik.
a) Rasio Efisiensi dan Efektivitas Pendapatan Asli Daerah
Ukuran ini menunjukkan tingkat efisiensi dari setiap penggunaan uang daerah. Sisa
Anggaran (TSA) merupakan selisih lebih antara penerimaan daerah atas belanja yang
dikeluarkan dalam satutahun anggaran ditambah selisih lebih transaksi pembiayaan
penerimaan dan pengeluaran. Rasio pertama dimaksudkan untuk mengukur tingkat
kemampuan perencanaan sesuai prinsip-prinsip disiplin anggaran sehingga memungkinkan
setiap pengeluaran belanja menghasilkan sisa anggaran. Semakin kecil rasio akan
menunjukkan peran perencanaan dan pelaksanaan anggaran semakin baik. Pengeluaran
lainnya (TPL) merupakan pengeluaran yang berasal dari pengeluaran tidak termasuk bagian
lain ditambah dengan pengeluaran tidak tersangka yang direalisasikan dalam satu tahun
anggaran. Total Belanja Daerah (TBD) merupakan jumlah keseluruhan pengeluaran daerah
dalam satu tahun anggaran yang membebani anggaran daerah. Rasio kedua mengukur
pengendalian dan perencanaan anggaran belanja. Semakin kecil rasio akan menunjukkan
bahwa pemerintah daerah telah berupaya untuk mengurangi biaya lain-lain atau biaya taktis
yang tidak jelas tujuan pemanfaatannya. Rasio efektifitas manggambarkan kemampuan
pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerahyang direncanakan
dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi rill daerah. Kemampuan
daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila yang dicapai mencapai
minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Namun demikian semangkin tinggi rasio efektifitas,
menggambarkan kemampuan daerah yang semangkin baik. Guna memperoleh ukuran yang
lebih baik, rasio efektifitas tersebut perlu dipersandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai
pemerintah daerah.
b)
Rasio Keserasian
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memperioritaskan alokasi
dananya padabelanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi
persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi
(belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi
masyarakat cenderung semakin kecil. Belum ada patokan yang pasti yang pasti berapa
besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena itu
sangat dipengarui oleh dinamisasi kegiatanpembangunan dan besarnya kebutuhan investasi
yang diperlukan untuk mencapaipertumbuhan yang ditargetkan. Namun demikian, sebagai
1. Pengertian Anggaran
Proses penyusunan anggaran sering kali menjadi isu penting yang menjadi sorotan
masyarakat. Pidato Presiden setiap bulan Agustus tentang Nota Keuangan dan Ancangan
APBD, misanya, selalu menjadi indikator perekonomian Negara untuk selama setahun
berikutnya. Bahkan, tidak jarang APBD tersebut menjadi alat politik yang digunakan oleh
pemerintah sendiri maupun oleh pihak oposisi. Jika demikian, apakah sebenarnya yang
dimaksud dengan anggaran? Bagaimana seluk-beluknya? Menurut Mardiasmo (2002),
Anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terbatas (the process of allocating resources tounlimited demends ). Pengertian tersebut
mengungkapkan peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah organisasi
sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelanyanan maksimal kepada masyarakat,
tetapi sering kali keinginan tersebutterhambat oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki.
Disinilah dituntut peran penting anggaran. Anggaran dapat juga dikatakan sebagai pernyataan
mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran
finansial. Pembuatan anggaran dalam organisasi sektor publik, terutama pemerintah,
merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang cukup
segnifikan. Berbeda dengan penyusunan anggaran diperusahaan swasta yang muatan
politisnya relatif lebih kecil. Mardismo (2002:61) menyatakan bahwa Anggaran merupakan
pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu
yang dinyatakan dalam ukuran finansial sedangkan penganggaran adalah proses atau metode
untuk mepersiapkan suatu anggaran. Sedangkan menurut Bastian (2006:164) mengutip
didasarkan pada perkirakan kegiatan, bukan pada yang telah dilakukan dimasa
lalu, dan setiap kegiatan dievaluasi secara terpisah.
4. Performance Budgeting Performance Budgeting adalah sistempenganggaran yang
berorentasi pada outputorganisasi dan berkaitan erat dengan Visi, Misi, dan
Rencana Strategi Organisasi.
5. Medium Term Budgeting Framework (MTBF) Medium Term Budgeting
Framework adalah suatu kerangka strategi kebijakan pemerintah tentang
anggaranbelanja untuk departemen dan lembaga pemerintah non departemen, dan
akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan
kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kenutuhan masyarakat.
b. Akuntabilitas
Akuntabilitas
sebagai
kewajiban
seseorang
atauunit
organisasi
untuk
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ruang lingkup dari keuangan daerah menurut Halim (2001:20) ada dua yaitu :
manajemen dalam mencapai tujuannya menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik.
Akuntabilitas yang merupakan salah satu ciri dari terapan good governance bukan hanya
sekedar kemampuan menujukan bagaimana menunjukan bahwa uang publik tersebut telah
dibelanjakan secara ekonomis, efektif, dan efisien (Mardiasmo 2002:121). Ekonomis terkait
dengan sejauh manaorganisasi sektor publik dapat meminimalisir input resourcesyang
digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi
merupakan perbandingan ouput/ input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang
telah ditetapkan. Sedangkan efektif merupakan tingkat standar kinerja atau program dengan
target yang telah ditetapkan yang merupakan perbandingan-perbandingan outcome dengan
output (Mardiasmo, 2002: 4).
Dalam mengukur kualitas pengelolaan keuangan daerah yang diwujudkan dalam Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah, dapat digunakan alat ukur sebagai berikut;
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
2. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal
3. Tingkat Kemandirian Pembiayaan, yang dapat dijabarkan lagi, menjadi;
a) Rasio Efisiensi dan Efektivitas Pendapatan Asli Daerah
b) Rasio Keserasian
c) Rasio Pertumbuhan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Yani. 2004. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta :