Anda di halaman 1dari 13

Kelompok 7

MAKALAH

KINERJA KEUANGAN DAEARH, KINERJA SEKTOR PUBLIK, DAN


KINERJA EKONOMI PUBLIK

Disusun Oleh:

T Rahmadsyah 180604086

Raja Alkausar 180604099

Faja Siddiq 190604113

Anas Alfathani 190604054

PRODI ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

BANDA ACEH

2022
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu aspek penting dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi adalah masalah keuangan daerah dan anggaran daerah. Untuk
mewujudkan otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan
bertanggungjawab diperlukan manajemen keuangan daerah yang mampu mengontrol
kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan
akuntabel. Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent)
untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya
kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk
meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2009:20).
Dengan adanya otonomi daerah maka pemerintah daerah dituntut untuk
mengelola rumah tangganya sendiri, hal ini mengimplikasikan setiap daerah harus
mampu mengelola dana dari masyarakat semaksimal mungkin dalam upaya
meningkatkan pendapatan daerah karena sumber utama Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu sendiri. Sesuai
undang-undang (UU) No. 33 tahun 2004 bab VI pasal 10 bahwa yang menjadi
sumber-sumber pembiayaan pembangunan daerah (capital investment), antara lain
berasal dari Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum (DAU) , dan Dana Alokasi Kusus (DAK). Disamping dana perimbangan
yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah juga dapat membiayai
pelaksanaan pembangunan daerah melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri berasal dari pajak daerah, retribusi daerah,
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan pendapatan lain asli daerah yang sah.
Salah satu upaya untuk mengelola dana dari masyarakat semaksimal mungkin adalah
dengan menyusun anggaran (budget) sebagai acuan dalam melaksanakan setiap
kegiatan.
Anggaran merupakan bagian penting dalam sistem pengendalian manajemen
yang disusun organisasi dalam mencapai tujuan. Pada sektor publik, anggaran

2
merupakan dokumen publik yang bisa diakses oleh publik untuk diketahui, diberi
masukan, dikritisi dan diperdebatkan. Anggaran sektor publik merupakan blue print
organisasi tentang rencana program dan kegiatan yang akan dilaksanakan (Mahmudi,
2011:59). Anggaran pada sektor publik dinyatakan dalam bentuk Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Berdasarkan Peraturan Mentri Dalam
Negeri No 37 tahun 2011 tentang pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dapat didefinisikan sebagai rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan
DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Tahap setelah operasional anggaran
adalah pengukuran kinerja untuk menilai prestasi manajer dan unit organisasi yang
dipimpinya. Kinerja anggaran pemerintah daerah selalu dikaitkan dengan bagaimana
sebuah unit kerja pemerintah daerah dapat mencapai tujuan kerja dengan alokasi
anggaran yang tersedia.

Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan


manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan
sekedar kemampuan menunjukan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi
meliputi kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan
secara efektif, efisien, dan ekonomis (Mardiasmo, 2009:121). Pengukuran kinerja
digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja, yaitu untuk menilai
sukses atau tidaknya suatu organisasi program atau kegiatan.
Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah
dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas
terukur. Sebagaimana diatur dalam UU No.17/2003, pada rancangan undang-undang
atau peraturan daerah tentang Laporan Keuangan pemerintah pusat/daerah disertakan
informasi tambahan mengenai kinerja instansi pemerintah. Hal ini seiring dengan
perubahan paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan
mengidentifikasikan keluaran (output) dan hasil (outcome) dari setiap

3
kegiatan/program dengan jelas. Dalam konsep penggunaan anggaran pemerintah,
pengukuran kinerja juga merupakan salah satu cara untuk mewujudkan akuntabilitas.
Akuntabilitas bukan hanya soal pembelanjaan uang publik melainkan juga
apakah uang publik tersebut telah digunakan secara ekonomis, efisien dan
efektif.Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi
instrumen kebijakan multi-fungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
organisasi. Hal tersebut terutama tercermin pada komposisi dan besarnya anggaran
yang secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang
diharapkan. Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan
dalam satuan moneter sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Agar
fungsi perencanaan dan pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka sistem
anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan dengan
cermat dan sistematis. Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik
telah mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publik
berkembang dan berubah sesuai dengan dinamika perkembangan manajemen sektor
publik dan perkembangan tuntutan yang muncul di masyarakat. Pada dasarnya
terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan anggaran
sektor publik.
Value for Money merupakan sebuah konsep dalam pengukuran kinerja. Value
for Money yaitu indikator kinerja sebuah sektor publik yang memberikan informasi
apakah anggaran (dana) yang dibelanjakan menghasilkan suatu nilai tertentu bagi
masyarakatnya. Indikator yang dimaksud adalah ekonomi, efisien, dan efektif.
1. Ekonomi terkait analisis sejauh mana organisasi sektor publik dapat
meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari
pengeluaran yang boros dan tidak produktif.

2. Efisiens merupakan perbandingan output input yang dikaitkan dengan standar kinerja


atau target yang telah ditetapkan. Pencapaian output yang maksimum dengan input
yang terendah menunjukkan efisiensi

3. Efektivitas: tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kinerja Keuangan Daerah


Definisi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kinerja keuangan adalah
suatu ukuran dari pengelolaan keuangan organisasi dikaitkan dengan pusat
pertanggungjawaban. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa kinerja adalah
keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang
terukur. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah “gambaran mengenai tingkat
pencapaian pengelolaan keuangan atas pelaksanaan suatu kegiatan program
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi pemerintah daerah”
(Mahsun, 2013: 25). Menurut Sari (2016) kinerja keuangan pemerintah daerah
adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja dibidang keuangan daerah yang
meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan sistem keuangan yang
ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu
periode anggaran.

a) Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah


Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang
sekarang berubah manjadi Permendagri nomor 21 tahun 2011 tentang pedoman
pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah serta tata cara
penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, pelaksanaan tata usaha
keuangan daerah dan penyusunan perhitungan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD), bahwa tolak ukur kinerja merupakan komponen lainnya yang harus
dikembangkan untuk dasar pengukuran kinerja keuangan dalam sistem anggaran
kinerja. Mahsun (2013: 25) mengatakan bahwa: “Pengukuran kinerja adalah suatu
proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya
5
dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan
dibandingkan dengan maksud yang diinginkan dan efektivitas tindakan dalam
mencapai tujuan”. Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pengukuran kinerja adalah suatu penilaian untuk mengetahui pencapaian kinerja
suatu organisasi. Pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan sistem
penghargaan dan hukuman. Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
dilakukan untuk memenuhi 3 tujuan yaitu (Mardiasmo, 2016):
1. Memperbaiki kinerja pemerintah daerah.
2. Membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan.
3. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan. Pemerintah adalah aparatur yang bertanggungjawab dalam
menjalankan roda pemerintahan, pembangunan masyarakat dan pelayanan terhadap
masyarakat dan pemerintah bertanggungjawab untuk menyampaikan laporan
kinerjanya sebagai tolak ukur atau bentuk capaian yang telah dilakukan selama
periode berjalan (Halim, 2014). Salah satu alat yang digunakan dalam menganalisis
kinerja keuangan pemerintah daerah yaitu melakukan analisis rasio keuangan. Rasio
keuangan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rasio ketergantungan.
Hasil dari analisis rasio keuangan ini selanjutnya digunakan sebagai tolak ukur untuk
(Mahmudi, 2011):
1) Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran
yang dilakukan selama periode waktu tertentu.
2) Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.
3) Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan
pendapatan daerahnya.
4) Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan
pendapatan daerah.
5) Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran
yang dilakukan selama periode waktu tertentu.

B. Kinerja Sektor publik


1. Pengukuran Kinerja Sektor Publik

6
Pengukurankinerja menurut Mahmudi (2015) meliputi aktivitas penetapan
serangkaian ukuran atau indikator kinerja yang memberikan informasi sehingga
memungkinkan bagi unit kerja sektor publik untuk memonitor kinerjanya dalam
mengahasilkan output dan outcome terhadap masyarakat. Pengukuran kinerja
bermanfaat untuk membantu manajer unit kerja dalam memonitoring dan
memperbaiki kinerja dan berfokus pada tujuan organisasi dalam rangka memenuhi
tuntutan akuntabilitas publik. Mardiasmo (2009) berpendapat pengukuran kinerja
sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik
menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial.
Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi,
karena pengukuran kinerja dapat diperkuat dengan menetapkan reward dan
punishment system.
Pengukuran kinerja menurut Amins (2012 dalam Alfian 2016) merupakan hasil
dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja
yang berupa masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak yang digunakan untuk
menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Mulyadi penilaian kinerja adalah
penentuan secara periodik mengenai efektivitas operasional suatu organisasi, bagian
organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya Dari berbagai definisi dapat disimpulkan bahwa pengukuran
kinerja merupakan serangkaian aktivitas penetapan penilaian kinerja yang
berdasarkan ukuran finansial dan non finansial, untuk mengukur sejauh mana hasil
dan manfaat yang telah ditentukan sebelumnya dalam penggunaan sumber daya
untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.

2. Tujuan Pengukuran Kinerja


Pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian
menejemen, baik organisasi publik maupun swasta. Namun karena sifat dan
karakteristik organisasi sektor publik berbeda dengan sektor swasta, penekanan dan
orientasi pengukuran kinerjanya pun terdapat perbedaan. Tujuan utama penilaian
kinerja menurut Mulyadiadalah untuk memotivasi personel dalam mencapai sasaran
organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya

7
agar membuahkan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Tujuan dilakukanya
pengukuran kinerja sektor publik menurut pendapat Mahmudi (2015) adalah:
b) Mengetahui tingkat kecapain tujuan organisasi.
c) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai.
d) Memperbaiki kinerja periode berikutnya.
e) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian
reward dan punishment.
f) Memotivasi pegawai dan menciptakan akuntabilitas publik.

3. Manfaat Pengukuran Kinerja


Menurut Lynch dan Cross (dalam Yuwono, 2007) manfaat sistem
pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut:
a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan
lebih dekat kepada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi
terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai
pelanggan dan pemasok internal.
c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit
sehingga mempercepat proses pembelajaran.
e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi reward
atas perilaku tersebut.

4. Informasi yang digunakan untuk Pengukuran Kinerja


Menurut Mardiasmo (2009) ada dua informasi yang dapat digunakan untuk
melakukan pengukuran kinerja, kedua informasi tersebut adalah :
a) Informasi Financial Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada
anggaran yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis
varians (selisih atau perbedaan) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan
setelah dilakukan analisis varians, maka dilakukan

8
b) identifikasi sumber penyebab terjadinya varians dengan menelusur varians tersebut
hingga level manajemen paling bawah. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui unit
spesifikasi mana yang bertanggung jawab terhadap terjadinya varians sampai tingkat
manajemen yang paling bawah. 2. Informasi Non Financial Informasi non finansial
ini dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian manajemen.
Teknik pengukuran kinerja yang komprehensif yang banyak dikembangkan oleh
berbagai organisasi dewasa ini adalah Balanced Scorecard, dengan Balanced
Scorecard kinerja organisasi diukur tidak hanya berdasarkan aspek finansialnya saja,
akan tetapi juga aspek non finansial. Pengukuran dengan metode Balanced Scorecard
melibatkan empat aspek, yaitu :
a. Perspektif finansial (financial prespective).
b. Perspektif kepuasaan pelanggan (customer prespective).
c. Perspektif proses internal (internal process efficiency).
d. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth prespective).

C. Kinerja Ekonomi Publik


1. Indikator pengukuran kinerja
Pengukuran kinerja organisasi pemerintah di mulai sejak tahun 1966 di
Amerika, Ide evaluasi kinerja ini timbul atas kesadaran adanya kondisi di
mana struktur organisasi pemerintahan semakin besar dan kompleks,
mengiringi kebutuhan publik yang juga semakin kompleks. Kompleksitas
dan ukuran organisasi yang besar semakin menyulitkan para pimpinan
puncak organisasi pemerintahan pada waktu itu untuk melakukan
kendali atas kinerja organisasi mereka sendiri. Para pimpinan puncak tidak
banyak mengetahui tentang berapa sumber daya yang digunakan dan
untuk apa, serta sejauh mana dipergunakan. Perkembangan organisasi
pemerintahan tersebut telah memunculkan beberapa akibat pula seperti tidak
transparannya kegiatan pemerintahan baik untuk pimpinan puncak
organisasi maupun masyarakat yang bermuara pada masalah akuntabilitas,
karena begitu banyaknya organisasi pemerintahan yang bekerja, baik di
sektor pelayanan publik (operating) maupun penunjang (supproting,
technostructure, dan Middle line).

9
a. Efisiensi
Dalam penyediaan layanan publik perlu adanya efisiensi. Maksud dari
efisiensi layanan publik tersebut adalah bagaimana suatu pemerintah daerah
tersebut dapat menggunakan keuangan daerah secara akurat dan optimal
untuk menghasilkan sejumlah output atau layanan publik. Disediakannnya
sektor publik yaitu dengan tujuan untuk menghasilkan pelayanan terbaik
kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki. Kinerja
sektor publik sendiri dilihat dengan tolak ukur berapa banyak pelayanan yang
diberikan dan disediakan untuk masyarakat serta bagaimana kualitas
dari pelayanan yang disediakan. Teori pertumbuhan baru menekankan
pentingnya peranan pemerintah terutama dalam meningkatkan pembangunan
modal manusia (human capital) dan mendorong penelitian serta
pengembangan untuk meningkatkan produktivitas manusia.
Kenyataannya dapat dilihat dengan melakukan investasi pendidikan akan
mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diperlihatkan
dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga
akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas
kerjanya. Rendahnya produktivitas tingkat kemiskinan dapat disebabkan oleh
rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan efisien dalam
pengeluarna belanja pemerintah didefinisikan suatu kondisi ketika tidak
mungkin lagi relokasi sumberdaya yang dilakukan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

a. Efektifitas
Organisasi sektor publik dituntut untuk memperhatikan value for
money dalam menjalankan aktifitasnya. Tujuan yang dikehendaki
masyarakat mencakup pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for
money, yaitu ekonomis dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisien
dalam penggunaan sumber daya dalam arti penggunaannya diminimalkan
dan hasilnya dimaksimalkan, serta efektif dalam arti mencapai tujuandan

10
sasaran. efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitas.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara
ouput yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output).
Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efektif apabila suatu produk
atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya
dan dana yang serendah – rendahnya (spending well). Indikator efisiensi
menggambarkan hubungan antara masukan sumber daya oleh suatu unit
organisasi (misalnya: staf, upah, biaya administratif).

c.Implementasi
Perkembangan pembangunan di Indonesia saat ini sangat cepat
dikarenakan Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dengan
pesat. Upaya pemerintah dilakukan berdasarkan pola umum pembangunan
jangka panjang yang telah mencapai kemajuan yang cukup memuaskan,
terutama dalam meningkatkan kesejahteraan umum masyarakat. Namun
setelah krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998, kondisi perekonomian
kita menurun dengan drastis. Hal ini membawa dampak yang buruk bagi
kondisi di Indonesia sehingga menimbulkan gejolak ekonomi yang
berkepanjangan dan kecemburuan sosial. Keefesiensi dan keefektifan di
segala bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat, telah memunculkan
aspirasi dan tuntutan baru masyarakat untuk berperan aktif dan terlibat
dalam mewujudkan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Dalam konteks pembangunan daerah, keinginan untuk meningkatkan peran
serta masyarakat daerah ditunjukan dengan adanya keinginan pergeseran dari
peranan pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam rangka perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan daerah untuk menciptakan kemandirian
daerah yang lebih besar, serta keinginan untuk diberikan keadilan pembagian
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah sehingga good governance
menjadi kunci utama sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja. Melihat
kasus di Provinsi Jawa Timur yang berdampak pada masyarakat dalam
mengakses informasi pada instansi perkantoran yang ada, sehinggah perlu

11
ditindak tegas agar hal-hal tersebut tidak berlarut-larut. Beberapa realitas
pelayanan publik yang lamban dan buruk menimbulkan kejenuhan
masyarakat.

BAB III
KESIMPULAN

Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kinerja keuangan adalah suatu ukuran


dari pengelolaan keuangan organisasi dikaitkan dengan pusat pertanggungjawaban.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa kinerja adalah keluaran atau hasil
dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan
penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Kinerja keuangan
pemerintah daerah adalah “gambaran mengenai tingkat pencapaian pengelolaan
keuangan atas pelaksanaan suatu kegiatan program kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, visi dan misi pemerintah daerah” (Mahsun, 2013: 25).
Sistem pengukuran kinerja sektror publik adalah suatu sistem yang bertujuan
untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur
financial dan non financial. Sistem pengukuran kinerja merupakan salah satu alat
pengendalian organisasi karena diperkuat dengan adanya mekanisme reward and
punishment. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki kinerja pemerintah, memperbaiki pengalokasian sumber daya dan
pembuatan keputusan, serta untuk menfasilitasi terwujudnya akuntabilitas publik.
Inti pengukuran kinerja pemerintah adalah pengukuran value for money. Kinerja
pemerintah harus diukur dari sisi input, output, dan outcome. Tujuan pengukuran
value for money yaitu mengukur tingkat keekonomisan dalam alokasi sumber daya,

12
efisiensi dalam penggunaan sumber daya dan hasil yang maksimal, serta efektifitas
dalam penggunaan sumber daya

Maksud dari efisiensi layanan publik tersebut adalah bagaimana suatu pemerintah
daerah tersebut dapat menggunakan keuangan daerah secara akurat dan optimal
untuk menghasilkan sejumlah output atau layanan public serta efektif yang berarti
terjadi suatu pencapaian target atau tujuan dalam waktu batas yang sudah ditentukan
tanpa harus memperdulikan semua biaya yang telah dikeluarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Chusnah, s. (2014). Efisiensi sektor publik dan kinerja ekonomi daerah (studi kasus
kabupaten/kota di jawa timur). Jurnal ilmiah.

Kurni, a. S. (2006). Model pengukuran kinerja dan efisiensi sektor publik metode free
disposable (fdh). Jurnal ekonomi pembangunan, 1-20.
Shumenge, a. S. (2012). Analisis efektifitas dan efisiensi pelaksanaan anggaran belanja
badan perencanaan pembangunan daerah (bappeda) minahasa selatan. Jurnal
riset ekonomi.

Suwatin. (2009). Indikator kinerja dan reformasi birokrasi : tinjauan terhadap indikator
kinerja dalam instrumen pengukuran kinerja.

Zuhri, M., & Sholeh, A. (2016). Analisis Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten Kaur. Jurnal
Fakultas Ekonomi Universitas Dehasen Bengkulu.

13

Anda mungkin juga menyukai