Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS PROPORSI DAN EFEKTIVITAS KOMPONEN BELANJA


DAERAH PEMERINTAH PROVINSI DI PULAU SUMATERA

Disusun untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana


Terapan (D-IV) Akuntansi Sektor Publik pada Jurusan Akuntansi
Politeknik Negeri Sriwijaya

OLEH :

Farizal Apriansyah
061940512464

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


PALEMBANG
2023
PROPOSAL SKRIPSI

1. JUDUL : ANALISIS PROPORSI DAN EFEKTIVITAS


KOMPONEN BELANJA DAERAH
PEMERINTAH PROVINSI DI PULAU
SUMATERA
2. MATA KULIAH : ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
3. PENDAHULUAN
3.1 Latar Belakang
Kebutuhan yang paling mendasar dalam pemenuhan kebutuhan program
setiap institusi atau unit kegiatan adalah ketersediaan anggaran yang kemudian
disalurkan pada setiap sisi program yang disediakan atau program yang
direncanakan. Pengelolaan keuangan daerah sebagai salah satu cara pemerintah
daerah untuk mengelola keuangan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
penganggaran, pelaporan, penatausaha/akuntansi, pengawasan dan
pertanggungjawaban keuangan daerah. Kesuksesan suatu otonomi daerah tidak
lepas dari peran pemerintah dalam mengelola keuangan. Melalui pengelolaan
keuangan daerah, pemerintah dan masyarakat dapat mengetahui kemampuan
anggaran daerah dalam membiayai belanja daerah, serta menunjukkan bahwa
uang/dana publik telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif.
Lembaga Negara atau instansi pemerintahan baik itu pusat dan daerah juga
menyediakan penganggaran dalam pelaksanaan perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program disetiap instansi. Anggaran ini bersumber dari
APBN atau APBD. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Tata
Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara menyatakan bahwa
Percepatan pelaksanaan anggaran dibutuhkan untuk mendukung program
pembangunan nasional yang berkelanjutan dengan optimalisasi peran pendapatan
dan belanja negara, khususnya pendapatan dan belanja Kementerian
Negara/Lembaga terhadap pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya. Inilah yang
kemudian dijadikan sebagai rujukan tentang penggunaan anggaran negara atau
APBN.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan dokumen
yang akan disiapkan oleh pemerintah daerah untuk menampung seluruh
komponen pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pemerintah diberikan keluasan
yang sebesarbesarnya untuk mengatur daerahnya. Hal ini merupakan perwujudkan
dari adanya sistem otonomi daerah di Indonesia. Daerah akan diberikan
kewenangan juga dalam mengelola keuangan daerahnya. Sehingga diperlukan
perencanaan dan pengendalian keuangan daerah yang baik.
Keuangan daerah terdiri atas 3 komponen yakni pendapatan, belanja, dan
pembiayaan. Komponen yang paling rawan dalam pelaksanaannya adalah belanja.
Belanja daerah sering dinilai pemborosan, salah sasaran, dan kurang anggaran.
Pelaksanaan anggaran belanja merupakan hal yang akan tergambar dalam tugas
akhir ini. Analisis efektivitas dan efisiensi yang akan menjadi dasar untuk menilai
pelaksanaan anggaran belanja tersebut.
Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan menjadikan aset daerah
terjaga dan juga keutuhannya. Peran pemerintah daerah dalam mengelola
keuangan sangat dapat menentukan keberhasilan peningkatan pertumbuhan
ekonomi di suatu daerah. Keberhasilan dalam otonomi daerah tidak terlepas dari
kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerahnya secara tertib,
taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan,
dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan
manfaat untuk masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan
dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang setiap tahun ditetapkan dengan
peraturan daerah (PP 58 tahun 2005, Pasal 4).
Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau
sasaran yang harus dicapai. Bahwa efektif tidaknya penggunaan anggaran yang
bersumber dari rakyat itu adalah ketika anggaran itu dibelanjakan sesuai dengan
kebutuhan yang telah ditetapkan pada perencanaan sebelumnya atau dengan kata
lain dibelanjakan sesuai dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output
yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan
operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu
dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah–
rendahnya (spending well). Efisiensi penggunaan anggaran harus mencapai target
yang telah disusun sebelumnya.
Dalam suatu organisasi, anggaran memegang peran penting di mana
anggaran merupakan suatu rencana keuangan yang disusun secara sistematis
dalam menunjang terlaksananya program kegiatan suatu organisasi. Seiring
dengan adanya tuntutan masyarakat untuk dilakukannya transparansi dan
akuntabilitas publik, menuntut setiap organisasi pemerintah untuk memperbaiki
dan meningkatkan kinerjanya agar lebih berorientasi pada terciptanya good public
dan good governance. (Tamasoleng, 2015).
Kinerja merupakan hasil kerja yang telah dicapai dari pelaksanaan suatu
kegiatan dengan tujuan untuk mencapai sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi.
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu manajer sektor publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat
ukur finansial dan nonfinansial. Kinerja tersebut harus diukur dan dilaporkan
dalam bentuk laporan kinerja. Pengukuran kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat
pengendalian organisasi.
Laporan keuangan melaporkan aktivitas yang sudah dilakukan pemerintah
daerah dalam suatu periode tertentu. Aktivitas yang sudah dilakukan, dituangkan
dalam angka-angka, baik dalam bentuk mata uang rupiah maupun dalam mata
uang asing. Angka-angka yang ada dalam laporan keuangan menjadi kurang
berarti jika hanya dilihat satu sisi saja. Angka-angka lebih berguna apabila dapat
dibandingkan antara satu komponen dengan komponen lainnya. Caranya adalah
dengan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan atau
antar laporan keuangan. Perbandingan ini dikenal dengan nama analisis rasio
keuangan.
Pada penelitian ini terdapat contoh seperti Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi
Sumatera Selatan, menjadi unsur perencanaan penyelenggara Pemerintahan
Daerah yang juga mempunyai tugas membantu Gubernur dan dalam pengawasan
internalnya oleh Inspektorat serta memiliki wilayah kerja seluruh Provinsi
Sumatera Selatan. Dalam melaksanakan tugas dalam bidang perencanaan
pembangunan, BAPPEDA sendiri mempunyai peran penting yaitu melakukan
analisis terhadap perencanaan dan pembangunan Provinsi Sumatera Selatan yang
akan bermuara pada anggaran dan belanja daerah sehingga pengelolaannya dapat
terlaksana dengan efektif dan efisien sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
dalam dokumen perencanaan lima tahunan yaitu RPJMD dan dokumen
perencanaan satu tahunan yaitu RKPD. Dari RKPD terkait disusunlah KUA-
PPAS yang ada dibahas dengan DPRD selanjutnya menjadi RKA pada masing-
masing Perangkat Daerah. Dari RKA tersebut disusunlah RAPBD oleh
Pemerintah Daerah, setelah dibahas dengan DPRD dan evaluasi dari Provinsi
ditetapkan menjadi APBD.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muhammad Muslih, Dra.
Sumirah, M.Si., Ak (2018) yang meneliti analisis efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan anggaran belanja daerah kota yogyakarta tahun 2009-2016. Hasilnya
menunjukkan bahwa dengan perhitungan efektivitas dan efisiensi dari
pelaksanaan anggaran belanja daerah tersebut menunjukkan bahwa Kota
Yogyakarta dinilai telah mampu mengelola belanja daerahnya dengan baik. Hal
ini dapat dilihat dari hasil pengukuran yang menunjukkan tingkat efektivitas dan
efisiensi yang sangat baik.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Arthaingan (2018) pada
penelitiannya yang berjudul Analisis Perbandingan Rasio Keuangan Pemerintah
Kota di Provinsi Jawa Barat. Indikator kinerja keuangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rasio kemandirian keuangan daerah, rasio derajat
desentralisasi, dan rasio keserasian belanja. Hasil dari penelitian ini adalah
pemerintah kota dengan kinerja keuangan terbaik secara berturut-turut adalah
Kota Bekasi, dan kemudian Kota Bandung, Kota Depok, Kota Bogor, Kota
Cirebon, Kota Sukabumi, Kota Cimahi, Kota Banjar, dan Kota Tasikmalaya.
Selanjutnya melalui uji beda kolmogorov smirnov menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan di sembilan
pemerintah kota di Jawa Barat.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis
mengajukan penelitian dengan judul “Analisis Proporsi dan Efektivitas
Komponen Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Di Pulau Sumatera”.

3.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dari penelitian ini
diidentifikasikan yaitu Bagaimana Analisis Proporsi dan Efektivitas Komponen
Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Di Pulau Sumatera?

3.3 Batasan Masalah


Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai pembahasan serta
analisis yang terarah dan sesuai dengan masalah yang ada, maka penulis
membatasi pembahasan hanya pada Analisis Proporsi dan Efektivitas Komponen
Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Di Pulau Sumatera Tahun Anggaran 2017-
2021.

3.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian


3.4.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui Analisis Proporsi dan Efektivitas Komponen Belanja Daerah
Pemerintah Provinsi Di Pulau Sumatera Tahun Anggaran 2017-2021.
3.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah Daerah, diharapkan penelitian ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran mengenai pengelolaan APBD yang lebih baik.
2. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan tambahan
ilmu, dan dapat memberikan tambahan referensi yang berkaitan dengan
APBD.
3. Bagi Lembaga, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi
untuk melakukan penelitian berikutnya dengan tema sejenis dan
menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan APBD.
4 Tinjauan Pustaka
4.1 Landasan Teori
4.1.1 Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi sektor publik merupakan suatu entitas yang aktivitasnya
berkaitan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik
yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan dan hak publik. Dalam beberapa
hal, lembaga sektor publik memiliki kesamaan dengan swasta. Keduanya
sama-sama menggunakan sumber daya yang sama dan proses pengendalian
yang hampir mirip. Namun dalam tugas tertentu, sektor publik tidak dapat
digantikan oleh swasta seperti halnya pada fungsi pemerintahan.
Menurut Dwi Ratmono (2015) pengertian akuntansi sektor publik
adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, serta pelaporan
transaksi keuangan dari entitas pemerintah daerah guna pengambilan
keputusan ekonomi yang bermanfaat bagi pihak eksternal.
Adapun karakteristik dari akuntansi sektor publik yaitu:
1. Relevan
Laporan keuangan pada akuntansi sektor publik harus bersifat
relevan. Yang dimaksud dengan relevan adalah berisi informasi
yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan serta
mengevaluasi peristiwa di masa lalu dan masa mendatang.
2. Handal
Laporan keuangan pada akuntansi sektor publik memiliki informasi
yang bermanfaat untuk menjadi bahan pertimbangan dengan laporan
keuangan sebelumnya.
3. Mudah Dipahami
Laporan keuangan akuntansi sektor publik memiliki karakteristik
informasi yang dapat dengan mudah dipahami oleh semua pihak
baik pihak internal maupun eksternal.
4.1.2 Pengertian Anggaran
Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan oleh
pemerintah meliputi rencana, pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang
diukur dalam satuan rupiah yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara
sistematis untuk satu periode. Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal
hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja dan pendapatan
yang diharapkan dapat menutup kebutuhan belanja atau pembiayaan yang
diperlukan. Anggaran mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan
memberi landasan bagi upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan untuk
periode anggaran, yaitu periode tahunan.
Dalam pengertian lain dapat dikatakan bahwa anggaran sebagai sebuah
rencana finansial yang menyatakan :
1. Rencana-rencana organisasi untuk melayani masyarat atau aktivitas lain
yang dapat mengembangkan kapasitas organisasi dalam pelayanan.
2. Estimasi besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam merealisasikan
rencana tersebut.
3. Perkiraan sumber-sumber mana saja yang akan menghasilkan
pemasukan serta seberapa besar pemasukan tersebut
4.1.3 Siklus Anggaran
Menurut Bastian (2010:208), siklus penganggaran publik terdiri dari
beberapa tahapan:
1. Penetapan prosedur dan Tim Penganggaran Tahun Terikat
Tahapan pertama dari siklus anggaran adalah penetapan prosedur atau
aturan dalam pembuatan anggaran sekaligus penetapan tim
penganggaran tahun terikat. Hal ini merupakan bagian yang penting
dalam proses penganggaran, karena dibutuhkan prosedur untuk
memberikan arahan yang jelas dan sebagai pengendalian agar anggaran
yang disusun tidak mengandung kesalahan yang material. Sedangkan
tim penganggaran nantinya akan bertugas menyusun anggaran tahun
terkait.
2. Penetapan Dokumen Standar Harga
Dokumen standar harga ditujukan untuk mengendalikan harga beragai
kebutuhan organisasi (barang dan jasa).
3. Penyebaran dan Pengisian Formulir Rencana Kerja dan Anggaran
Pada tahapan ini akan disebarkan formulir program kerja dan anggaran
tahun terkait. Pedoman pengisian formulir rencana kerja dan anggaran
adalah dokumen standar harga serta draft atau dokumen perencanaan
yang telah dibuat sebelumnya.
4. Rekapitulasi Kertas Kerja
Tahapan selanjutnya setelah proses pembahasan kertas kerja adalah
rekapitulasi kertas kerja tersebut. Rekapitulasi adalah proses meringkas
atau mengumpulkan data dari kertas kerja.
5. Pembahasan Perubahan dan Penyelesaian Draft Anggaran Pendapatan
dan Belanja
Setelah selesai melakukan tahapan rekapitulasi, kemudian dilakukan
pembahasan anggaran untuk periode berikutnya berdasarkan kertas
kerja anggaran dan rencana kerja final.Tahapan selanjutnya adalah
menyelesaikan draft anggaran pendapatan dan belanja. Pada tahapan ini
dilakukan pengecekan ulang terhadap draft anggaran yang dibuat, selain
juga memastikan bahwa draft anggaran telah sesuai dengan
perencanaan dan tanpa kesalahan.
6. Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Draft anggaran yang telah selesai kemudian ditetapkan menjadi
anggaran. Proses penetapan anggaran ini adalah tahapan akhir dari
proses pembuatan anggaran. Dalam penyusunan anggaran periode
berikutnya, kita bisa kembali ke tahapan pertama diatas.
Gambar 2.1
Siklus Penganggaran Publik

Sumber : Bastian,I. 2010. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar.

4.1.4 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)


APBD dapat didefinisikan sebagai rencana oprasional keuangan pemda,
dimana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya
guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun
anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber
penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.
(Abdul Halim, 2008: 219)
Adapun struktur APBD berdasarkan Pemendagri nomor 13 tahun 2006
terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Pendapatan Daerah
Penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan
hutang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan. Oleh karena itu, pendapatan dapat berupa arus kas aktiva
masuk, peningkatan aktiva atau pengurangan hutang yang bukan
berasal dari kontribusi ekuitas pemerintah daerah.
2. Belanja Daerah
Menurut IASC Framework, penurunan dalam manfaat ekonomi selama
periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau deplesi asset atau
terjadinya hutan yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana.
Menurut Halim (2014), definisi atau pengertian belanja daerah adalah
semua pengeluaran pemerintah pada suatu perode anggaran.
3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan adalah sumber-sumber penerimaan dan pengeluaran daerah
yang dimaksudkan untuk menutupi defisit anggaran atau sebagai
alokasi surplus anggaran. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya
agar APBD semakin inovatif yaitu dapat memisahkan pinjaman dari
pendapatan daerah.
4.1.5 Belanja Daerah
Pengertian Belanja Daerah berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 36 bahwa adalah semua kewajiban daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan.
Dari beberapa pengertian, maka dapat dinyatakan bahwa Belanja Daerah
merupakan kewajiban daerah dan pengurangan dari pendapatan daerah.
Klasifikasi Belanja Daerah Menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun
2010 PSAP No. 02 Belanja Daerah bersumber dari:
a. Belanja Operasi menurut PSAP No. 02 adalah pengeluaran anggaran
untuk kegiatan sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi
manfaat jangka pendek. Belanja operasi meliputi:
1. Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi dalam bentuk gaji dan
tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai
negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
2. Belanja Barang adalah pengeluaran yang digunakan untuk
pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari
setahun, dan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan
kegiatan pemerintah daerah.
3. Belanja Bunga adalah belanja yang digunakan untuk menganggarkan
pembayaran bunga utang yang dihitung berdasarkan kewajiban
pokok utang (principal outstanding) dan berdasarkan perjanjian
jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
4. Belanja Subsidi adalah belanja yang telah dianggarkan dan
digunakan untuk bantuan biaya produksi kepada
perusahaan/lembaga tertentu, agar harga jual produksi barang/jasa
yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. Tentunya
perusahaan/lembaga tersebut menghasilkan produk atau jasa untuk
pelayanan masyarakat umum.
5. Belanja Hibah adalah belanja yang telah dianggarkan untuk
diberikan kepada pihak lain sebagai hibah dalam bentuk uang,
barang dan atau jasa. Hibah dapat diberikan kepada pemerintah
pusat, pemerintah daerah lainnya, pemerintah desa, perusahaan
daerah/BUMN/BUMD, badan/ lembaga/ organisasi swasta, ataupun
kelompok, masyarakat/perorangan.
6. Bantuan Sosial adalah belanja yang telah dianggarkan untuk
memberikan bantuan kepada organisasi kemasyarakatan, partai
politik dan yang lainnya dengan tujuan untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
b. Belanja Modal menurut PSAP No. 02 adalah pengeluaran anggaran
untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih
dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi:
1. Belanja Tanah
2. Belanja Peralatan dan Mesin
3. Belanja Gedung dan Bangunan
4. Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
5. Belanja Aset Tetap Lainnya
6. Belanja Aset Lainnya.
c. Belanja Tak Terduga menurut PSAP No. 02 adalah pengeluaran
anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan
berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan
pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka
penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah.
d. Transfer menurut PSAP No. 02 adalah pengeluaran uang dari entitas
pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana
perimbangan oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh
pemerintah daerah.
4.1.6 Proporsi Belanja
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintah mengklasifikasikan belanja daerah sebagai berikut :
1. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan
pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi
ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-
lain. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan
sosial, dan belanja tak terduga.
2. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit
organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi
di lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja per kementerian
negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya. Klasifikasi belanja
menurut organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah
pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dinas pemerintah tingkat
provinsi/kabupaten/kota, dan lembaga teknis daerah
provinsi/kabupaten/kota.
3. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada
fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.

4.1.7 Efektivitas Belanja


Menurut Beni (2016:69), “efektivitas adalah hubungan antara output dan
tujuan atau dapat juga dikatakan merupakan ukuran seberapa jauh tingkat
output, kebijakan dan prosedur dari organisasi”
Menurut Mardiasmo (2017:134) “efektivitas adalah hubungan antara
keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional
dikatan efektif apabila kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan
(spending wisely)”.
Efektivitas mengukur perbandingan antara realisasi penerimaan
pendapatan daerah dengan targetnya. Efektivitas adalah suatu ukuran
keberhasilan atau kegagalan dari organisasi dalam mencapai suatu tujuan
(Abdul Halim, 2004). Efektivitas bertujuan untuk menentukan tingkat
pencapaian hasil atau manfaat yang diinginkan, kesesuaian hasil dengan
tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
Pengukuran efektivitas (Halim, 2000), dapat dirumuskan sebagai berikut:
Realisasi Penerimaan
Efektivitas = X 100%
Target Penerimaan
Kriteria pengukuran efektivitas menurut Kepmendagri No.690.900-327
tahun 1996 adalah sebagai berikut :
Persentase Keterangan
Lebih dari 100% Sangat Efektif
90% - 100% Efektif
80% - 90% Cukup Efektif
60% - 80% Kurang Efektif
60% Tidak Efektif

4.2 Penelitian Terdahulu


Berikut ini akan dilampirkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya, yang ditampilkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Judul Penulis Metode Kesimpulan
1 Analisis Efektivitas Dan Dwi Nofita - Penelitian ini Efektivitas
Efisiensi Pelaksanaan Sari,dkk menggunakan data pelaksanaan
Anggaran Belanja (2018) sekunder anggaran belanja
- Populasi BAPPEDA pemerintah Kota
Kota Samarinda Samarinda pada
Tahun 2011-2015 tahun anggaran
2011- 2015 cukup
bervariasi. Tingkat
efektivitas tertinggi
pada tahun 2014 dan
yang terendah tahun
2013.
Efisiensi pelaksanaan
anggaran belanja
daerah pemerintah
Kota Samarinda
tahun anggaran
2011- 2015 secara
keseluruhan sudah
dikelola secara baik.

2 Analisis Efektivitas Dan Harry - Penelitian ini Mengalami kenaikan


Efisiensi Pelaksanaan P.Paat,dkk menggunakan data dan penurunan
Anggaran Belanja Badan (2019) primer dan sekunder persentase dalam
Perencanaan Penelitian Dan - Populasi Penelitian tingkat efektivitas.
Pengembangan Daerah dan Pengembangan Efisiensi Badan
Kota Tomohon (Bapelitbang) Daerah Perencanaan
Kota Tomohon Penelitian dan
Pengembangan
Daerah Kota
Tomohon telah
mengatur efisiensi
dari anggaran
belanjanya, agar
dapat meminimalisir
pemborosan dan
memaksimalkan
pengelolaan dalam
penggunaan sumber
daya (dana).

3 Kualitas Belanja Daerah Sri - Penelitian ini Peta kualitas belanja


Dan Hubungannya Dengan Wahyuni,d menggunakan data daerah Kota Serang,
Kinerja Pembangunan Di kk (2017) sekunder Kabupaten Serang,
Provinsi Banten - Populasi yang Kabupaten
digunakan adalah Tangerang dan Kota
delapan Tangerang Selatan
kabupaten/kota mengalami
Provinsi Banten penurunan kualitas
Tahun 2009-2013 belanja daerah dari
kategori sangat tinggi
pada tahun 2009,
menjadi kategori
tinggi pada tahun
2013. Efektivitas
belanja rata-rata
berada pada kategori
tinggi dan sangat
tinggi.

4 Analisis Proporsi Belanja Fransiscus - Penelitian ini Proporsi belanja


Aparatur dan Belanja Nicodemus menggunakan data aparatur dan belanja
Pelayanan Publik Terhadap Naiola sekunder pelanyanan publik
Belanja Daerah Pada (2020) - Populasi yang terhadap belanja
Pemerintah Provinsi NTT digunakan yaitu daerah pada
anggaran pendapatan pemerintah provinsi
dan belanja daerah NTT menunjukan
Pemerintah Provinsi hasil yang
NTT 2016-2018 singnifikan, pada tiap
tahun berjalan selalu
mengalami kenaikan.

5 Analisis Belanja Daerah Agustiyana - Penelitian ini 1. Analisis rasio


pada Pemerintah Daerah Lailatus menggunakan data varians belanja
Kabupaten Jepara Sholikhah sekunder Pemerintah Daerah
(2022) - Populasi yang Kabupaten Jepara
digunakan yaitu selama tahun 2017-
anggaran pendapatan 2020 memiliki
dan belanja daerah rata-rata sebesar
Pemerintah Daerah 92,9% karena
Kabupaten Jepara realisasi belanja
2016-2018 tidak melebihi total
anggaran.
2. Analisis rasio
keserasian belanja
yang dihitung dari
rasio belanja
operasi terhadap
total belanja
menunjukkan hasil
selama tahun 2017-
2020 memiliki
rata-rata sebesar
68,7%, artinya
hampir 70% total
belanja daerah
digunakan untuk
belanja
operasional.
Sedangkan
persentase sebesar
15,2% merupakan
hasil perhitungan
rasio belanja modal
terhadap total
belanja, artinya
proporsi belanja
modal jauh
dibawah belanja
operasi.
3. Analisis rasio
efisiensi belanja
selama tahun 2017-
2020 menunjukkan
hasil rata-rata
sebesar 92,9%
dengan kategori
kinerja efisien. Hal
ini menunjukkan
pelaksanaan
efisiensi belanja
pada Pemerintah
Daerah kabupaten
Jepara dinyatakan
berhasil.

Sumber: Penulis, 2023

4.3 Kerangka Pemikiran


Berdasarkan uraian dari latar belakang, tinjauan pustaka, dan teori-teori
yang telah dijelaskan pada bab terdahulu, maka dapat digambarkan bentuk
kerangka berpikir sebagai berikut:

Belanja menurut
klasifikasi ekonomin

Proporsi Efektivitas
Belanja menurut
terhadap terhadap
klasifikasi unit
Belanja Belanja
organisasi
Daerah Daerah

Belanja menurut
klasifikasi fungsi

5 Metode Penelitian
5.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis
penelitian deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Menurut Sugiyono (2018:13) penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada
umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang ditetapkan.
Sesuai dengan rumusan masalah, jenis penelitian ini termasuk ke dalam
penelitian kuantitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui Analisis
Proporsi dan Efektivitas Belanja Daerah di Provinsi Pulau Sumatera

5.2 Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada Provinsi di Pulau Sumatera tahun 2017-
2021. Data yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan yaitu Laporan
Keuangan dengan menggunakan data sekunder.

5.3 Variabel Penelitian


5.3.1 Definisi Operasional Variabel
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Menurut Sugiyono (2018:38) Definisi Operasional Variabel
adalah definisi yang disusun berdasarkan apa yang dapat diamati dan diukur
tentang variabel dalam penelitian tersebut. Definisi operasional variabel dapat
dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1
Operasional Variabel dan Pengukuran
Variabel Definisi Kriteria Ukuran Skala
Belanja Semua pengeluaran dari Realisasi anggaran Interval
Daerah Rekening Kas Umum pendapatan dan
Negara/Daerah yang belanja daerah
mengurangi saldo tahun 2017-2021
Anggaran lebih dalam
periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak
akan diperoleh
pembayarannya kembali
oleh pemerintah
Proporsi adalah perbandingan Realisasi anggaran Rasio
Belanja antara komponen belanja pendapatan dan
dengan total belanja. belanja daerah
tahun 2017-2021
Efektivitas Adalah hubungan antara Realisasi anggaran Rasio
Belanja keluaran dengan tujuan pendapatan dan
atau sasaran yang harus belanja daerah
dicapai. Kegiatan tahun 2017-2021
operasional dikatakan
efektif apabila dalam
prosesnya tujuan dan
sasaran akhir kebijakan
telah berhasil dicapai.

5.4 Populasi dan Sampel


5.4.1 Populasi
Menurut Sanusi (2014:87) populasi adalah seluruh kumpulan elemen yang
menunjukkan ciri-ciri tertentu yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan.
Jadi, kumpulan elemen itu menunjukkan jumlah, sedangkan ciri-ciri tertentu
menunjukkan karakteristik dari kumpulan itu.
Pada penelitian ini menggunakan populasi Pemerintah Provinsi di Pulau
Sumatera terdiri dari 10 Provinsi tahun 2017-2021. Berikut ini daftar populasi
yang digunakan, yaitu:
Tabel 3.2
Populasi Pemerintah Pulau Sumatera
Tahun 2017-2021
No Pemerintah Provinsi Sumatera
1 Aceh
2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat
4 Riau
5 Jambi
6 Sumatera Selatan
7 Bengkulu
8 Lampung
9 Kepulauan Riau
10 Kepulauan Bangka Belitung
Sumber: Penulis, 2023
5.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar, dan penelitian tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu,
maka penelitian dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
(Sugiyono,2018: 116).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode sampling jenuh, yaitu sampel yang digunakan dari semua anggota
populasi. Dengan kata lain, populasi dijadikan sampel.
Jumlah sampel yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini yaitu sebanyak
50 sampel, terdiri dari 10 Provinsi x 5 tahun periode Laporan Keuangan
Pemerintah di Provinsi Pulau Sumatera periode 2017 – 2021. Sehingga total
sampel sebanyak 50 sampel.

5.5 Teknik Analisis Data


5.5.1 Analisis Rasio Varians Belanja
Analisis ini merupakan analisis terhadap perbedaan atau selisih antara
realisasi belanja dengan anggaran (Kawatu, 2019). Hasil dari analisis ini dapat
ditampilkan dalam dua bentuk, baik nilai nominalnya maupun besarnya
persentasenya. Selisih anggaran belanja dikategorikan menjadi 2 bentuk, yaitu 1)
Favourable Variance (Selisih Disukai) terjadi apabila realisasi belanja lebih kecil
dari anggarannya; dan 2) Unfavourable Variance (Selisih Tidak Disukai) terjadi
apabila realisasi belanjanya lebih besar dari anggarannya. Informasi selisih
anggaran ini sangat berguna bagi pengguna laporan saat menganalisis indikator
pendapatan (Saputra et al., 2018). Berikut rumus dalam menghitung rasio varians
belanja:
Realisasi Belanja i & ti
X 100%
Total Belanja Daerah
5.5.2 Analisis Rasio Belanja Operasi Terhadap Total Belanja
Rasio ini membandingkan total belanja operasi dengan total belanja
daerah. Rasio belanja operasi bersifat informatif kepada pengguna laporan terkait
porsi belanja daerah yang diperuntukkan pada bagian-bagian belanja yang
didistribusikan untuk belanja operasional. Belanja operasi sifatnya adalah jangka
pendek dan pada kasus tertentu memiliki sifat teratur atau berulang ulang karena
memiliki manfaat yang habis dikonsumsi dalam jangka waktu satu tahun
anggaran. Sehingga pada beberapa kasus dapat berjalan secara kontinu dan
konsisten karena bersifat jangka pendek (Farida & Nugraha, 2019). Secara umum,
persentase antara 60-90% untuk belanja operasional mendominasi total belanja
daerah. Berikut rumus dalam menghitung rasio belanja operasi terhadap total
belanja:

5.5.3 Analisis Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja


Rasio ini membandingkan antara total belanja modal dengan total belanja
daerah. Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja informatif berupa porsi
belanja daerah yang diperuntukkan dalam berinvestasi dengan wujud belanja
modal pada setiap tahun anggaran. Biaya modal ini memiliki sifat tidak rutin dan
bermanfaat dalam jangka menengah dan jangka panjang. Umumnya belanja
modal menyumbang berkisar 5-20% terhadap total belanja (Mahmudi, 2016).
Berikut rumus dalam menghitung rasio belanja modal terhadap total belanja

5.5.4 Tingkat Efektivitas Anggaran Belanja


Efektivitas merupakan perbandingan antara hasil yang diharapkan (target)
dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Hasil atau target yang diharapkan
merupakan outcome sedangkan hasil yang dicapai merupakan output. Efektivitas
membandingkan antara outcome dengan output suatu organisasi, program, atau
kegiatan dinilai efektif apabila output yang dihasilkan bisa memenuhi tujuan yang
diharapkan atau dengan kata lain anggaran digunakan secara tepat (spending
wisely) dalam (Mahmudi, 2018: 22). Berikut rumus dalam menghitung efektivitas
anggaran belanja:

Efektivitas anggaran belanja dapat dikatakan atau dinilai efektif jika masuk
dalam kriteria tingkat efektivitas atas dasar Keputusan Menteri Dalam Negeri No.
690.900-327 tahun 1996 tentang “Kriteria Penilaian dan Kinerja Keuangan”
sebagai berikut:
a. Jika hasil perbandingan lebih dari 100%, maka anggaran belanja dikatakan
sangat efektif.
b. Jika hasil pencapaian antara 90% - 100%, maka anggaran belanja
dikatakan efektif.
c. Jika hasil pencapaian antara 80% - 90%, maka anggaran belanja dikatakan
cukup efektif.
d. Jika hasil pencapaian antara 60% - 80%, maka anggaran belanja dikatakan
kurang efektif.
e. Jika hasil pencapaian dibawah 60%, maka anggaran belanja dikatakan
tidak efektif
DAFTAR PUSTAKA

Bastian,I. 2010. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Jakarta:Penerbit


Airlangga
Dwi Nofita Sari, et al. 2018. Analisis Efektivitas Dan Efisiensi Pelaksanaan
Anggaran Belanja, Jurnal Kinerja, Vol 15, No 1, 2018, hal. 38-43.
Farida, A. S., & Nugraha, R. F. M. (2019). Analisis Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Kabupaten Subang. Publica: Jurnal Pemikiran
Administrasi Negara, 11(2), 107–124.
H.P.Paat.,G.B.Nangoi.,R.J.Pusung. (2019). Analisis Efektivitas Dan Efisiensi
Pelaksanaan Anggaran Belanja Badan Perencanaan Penelitian Dan
Pengembangan Daerah Kota Tomohon. Jurnal EMBA Vol.7 No.3 Juli 2019,
Hal. 2979 – 2988.
Halim, A., & Kusufi, M. S. (2014). Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan
Daerah (Edisi 4). Salemba Empat.
Kawatu, F. S. (2019). Analisis Laporan Keuangan Sektor Publik. Deepublish.
Mahmudi. (2016). Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. UPP AMP
YPKN.
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah No 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Tamasoleng A. (2015). Analisis Efektivitas Pengelolaan Anggaran Di Kabupaten
Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Jurnal Riset Bisnis dan Manajemen
Vol.3 ,No.1, 2015: 97-110.
Waney, C. K., Saerang, D. P. ., & Alexanderm, S. W. (2018). Analisis Realisasi
Anggaran Untuk Menilai Efektivitas Dan Efisiensi Kinerja Pemerintah Di
Dinas Pertanian Dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Riset
Akuntansi Going Concern, 13(2), 334–341.

Anda mungkin juga menyukai