Anda di halaman 1dari 14

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

KONSEP DASAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


DAERAH

Oleh :
ASHARIANI (A14231005)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KONSEP DASAR
Ilmu pengetahuan akuntansi (accountancy) berkembang menjadi dua
kelompok besar, yaitu akunting (accounting atau akuntansi) dan auditing (audit).
Ilmu pengetahuan akunting terbagi lagi menjadi tiga bidang, yaitu akunting/ akuntansi
komersial (business accounting), akunting/ akuntasi pemerintahan (governmental
accounting), dan akunting/ akuntansi sosial (social accounting).

 Pengertian Akuntansi Pemerintahan


Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan
mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang berterima umum. Akuntansi
pemerintah memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai salah
satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. Pengertian akuntansi adalah suatu
proses pengumpulan dan pengelohan data secara sistematis serta pengkomunikasian
informasi keuangan yang bermanfaat untuk pembuatan keputusan dan untuk menilai
kinerja organisasi. Sedangkan menurut PP 58/2005 Tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, sistem akuntansi pemerintah merupakan serangkaian prosedur mulai dari
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, dan pelaporan posisi keuangan dan
operasi keuangan pemerintah daerah.

 Ciri-ciri umum entitas yang menjalankan akuntansi pemerintahan adalah :


a. Non-Profit Motive
b. Sumber Pendanaan dari pajak, retribusi, utang, obligasi pemerintah, laba
BUMN/BUMD, penjualan aset negara dsb
c. Pertanggungjawaban keuangan dan operasional kepada masyarakat (publik) dan
parlemen (DPR/DPRD)
d. Struktur Organisasi bersifat birokratis, kaku, dan hierarkis
e. Karakteristik anggaran terbuka untuk public
Berdasarkan pengertian di atas Akuntansi Pemerintahan adalah akuntansi yang
digunakan dalam suatu organisasi pemerintahan / lembaga yang tidak bertujuan untuk
mencari laba, dan merupakan suatu bagian dari disiplin ilmu akuntansi yang utuh.
Pemerintah sebagai entitas yang menjalankan akuntansi public memiliki tujuan
menjalankan pemerintahan dengan baik dan supaya tujuan negaranya menjadi
terwujud. Tujuan akuntansi pemerintahan memang bukan mutlak mencari laba, namun
bukan berarti diharamkan mencari laba. Atas nama terselenggaranya kehidupan
bernegara lebih baik, laba dapat juga diambil, tentu dengan mementingkan pelayanan
kepada masyarakat terlebih dahulu.
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan
akuntansi pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan kompleks
dibandingkan sektor swasta atau bisnis. Keluasan wilayah publik tidak hanya
disebabkan keluasan jenis dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya, tetapi juga
kompleksitas lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut.
Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan
pemerintahan (Pemerintah Pusat dan Daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan
milik negara dan daerah (BUMN dan BUMD), yayasan, universitas, organisasi politik
dan organisasi massa, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

 Lingkungan Akuntansi Pemerintahan


Pemerintah mempunyai lingkungan yang berbeda dengan sektor swasta. Hal ini
harus menjadi pertimbangan dalam mengembangkan sistem akuntansi pemerintahan.
Prinsip-prinsip dan standar akuntansi dan pelaporan harus dipahami dalam
hubungannya dengan lingkungan tempat prinsip itu diterapkan, selain harus juga
mempertimbangkan para calon pengguna laporan keuangan.
Governmental Finance Officers Association mengemukakan bahwa untuk dapat
memahami model akuntansi pemerintahan dengan tepat diperlukan pemahaman
mengenai tiga hal, yaitu struktur pemerintahan, sifat dari sumber daya, dan proses
politik sebagaimana dikutip oleh Sugiyanto dkk (2, 1995).

 Struktur Pemerintahan
Struktur pemerintahan pada umumnya diperlukan untuk melindungi dan
melayani kebutuhan warga negaranya. Pada pemerintahan demokrasi, struktur
pemerintahan berdasarkan sistem check and balances yang dilakukan dengan
pemisahan fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kesuksesan suatu
pemerintahan tidak ditentukan dari jumlah laba yang maksimal, tetapi diukur dari mutu
pelayanan dan efisiensi dalam penggunaan anggaran. Ketiga lembaga dalam
sistem trias politika tersebut bisa jadi memandang dengan pendekatan
berbeda mengenai bagaimana warga negara dilayani dan dilindungi dengan
sebaik-baiknya. Dengan demikian, apakah suatu pemerintahan mempunyai
keuangan yang baik atau buruk tidak dapat dijelaskan dengan mudah hanya dari
melihat data-data akuntansi dan laporan keuangan saja.

 Sifat Sumber Daya


Tidak terdapat hubungan langsung antara barang dan jasa yang diberikan
dengan harga yang harus dibayar oleh pembeli. Sangat sulit diidentifikasikan
hubungan antara pajak yang dibayar dengan jasa yang diterima. Misalnya, suatu
individu tidak akan pernah menerima jumlah barang dan jasa yang sama dengan
jumlah pajak yang telah dibayar kepada pemerintah.
Selain itu, berkaitan dengan sumber daya, pemerintah harus menginvestasikan
sebagian penerimaannya dalam aktiva yang tidak secara langsung menghasilkan
pendapatan, seperti jalan, jembatan, bangunan umum, dan lainnya. Hal ini
tentunya berbeda dengan perusahaan, dimana seluruh asetnya pada umumnya adalah
untuk menghasilkan pendapatan.

 Proses Politik
Politik memegang peranan penting dalam negara demokrasi. Rakyat atau warga
negara melalui wakil-wakilnya dapat mempengaruhi pemerintah. Rakyat dapat
menekan pemerintah agar memberikan sejumlah yang maksimum kepada rakyat
dengan jumlah pembayaran pajak yang minimum. Selain itu di sektor publik,
pemerintah harus mengivestasikan sejumlah sumber daya ke dalam aktiva yang tidak
secara langsung menghasilkan pendapatan seperti taman, jalan dan bangunan umum
lainnya. Hal-hal diatas merupakan alasan perlunya akuntansi pemerintahan yang
terpisah dengan akuntansi komersil, baik dalam pelaporan maupun standar
akuntansinya

 Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah


Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan
mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk
membandingkan realisasi pendapatan dan belanja dengan anggaran yang telah
diteapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efesiensi, dan
membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil
yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu
periode pelaporan untuk kepentingan:
(a) Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan
yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara periodik.
(b) Manajemen
Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas
pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan,
pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana
pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
(c) Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui
secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam
pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada
peraturan perundang-undangan.

(d) Keseimbangan Antargenerasi (Intergenerational equity)


Membantu para pengguna dalam mengetahui apakah penerimaan pemerintah
pada periode laporan cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran yang
dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut
menanggung beban pengeluaran tersebut.

A. PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN


Menurut PP 71 tahun 2010, Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan
dimaksudkan sebagai ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar
dalam menyusun standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan
dalam melakukan kegiatannya, serta pengguna laporan keuangan dalam
memahami laporan keuangan yang disajikan. Delapan prinsip yang digunakan
dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah:
1) Basis akuntansi; Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan
keuangan pemerintah adalah basis akrual, untuk pengakuan pendapatan-LO,
beban, aset, kewajiban, dan ekuitas. Dalam hal peraturan perundangan
mewajibkan disajikannya laporan keuangan dengan basis kas, maka entitas
wajib menyajikan laporan demikian. Basis akrual untuk LO berarti bahwa
pendapatan diakui pada saat hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi
walaupun kas belum diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh
entitas pelaporan dan beban diakui pada saat kewajiban yang mengakibatkan
penurunan nilai kekayaan bersih telah terpenuhi walaupun kas belum
dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas
pelaporan. Pendapatan seperti bantuan pihak luar/asing dalam bentuk jasa
disajikan pula pada LO. Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar
basis kas, maka LRA disusun berdasarkan basis kas, berarti bahwa
pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di
Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan; serta
belanja, transfer dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas
dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Namun demikian,
bilamana anggaran disusun dan dilaksanakan berdasarkan basis akrual,
maka LRA disusun berdasarkan basis akrual. Basis akrual untuk Neraca
berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas diakui dan dicatat pada saat
terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan
berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar

2) Prinsip nilai historis; Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang
dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk
memperoleh asset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar
jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi
kewajiban di masa yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah.
Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena lebih
obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis, dapat
digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait.

3) Prinsip realisasi; Bagi pemerintah, pendapatan basis kas yang tersedia yang
telah diotorisasikan melalui anggaran pemerintah suatu periode akuntansi
akan digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode
tersebut.Mengingat LRA masih merupakan laporan yang wajib disusun, maka
pendapatan atau belanja basis kas diakui setelah diotorisasi melalui
anggaran dan telah menambah atau mengurangi kas.Prinsip layak temu biaya-
pendapatan (matching-cost againstrevenue principle) dalam akuntansi
pemerintah tidak mendapat penekanan sebagaimana dipraktekkan dalam
akuntansi komersial

4) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal; Informasi dimaksudkan untuk


menyajikan dengan wajar transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya
disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan
disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, dan bukan hanya
aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain tidak
konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus
diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

5) Prinsip periodisitas; Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas


pelaporan perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja
entitas dapat diukur dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan.
Periode utama yang digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan,
triwulanan, dan semesteran juga dianjurkan.

6) Prinsip konsistensi; Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian


yang serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip
konsistensi internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi
perubahan dari satu metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode
akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang
baru diterapkan mampu memberikan informasi yang lebih baik dibanding
metode lama. Pengaruh atas perubahan penerapan metode ini dungkapkan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

7) Prinsip pengungkapan lengkap; Laporan keuangan menyajikan secara


lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan dapat ditempatkan pada lembar
muka (on the face) laporan keuangan atau Catatan atas Laporan Keuangan.

8) Prinsip penyajian wajar; Laporan keuangan menyajikan dengan wajar


Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih,
Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan
Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

B. MACAM DAN BENTUK LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH


Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat
bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan
ekonomi, sosial, maupun politik dengan:
a) menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya
keuangan;
b) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk
membiayai seluruh pengeluaran;
c) menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang
digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai;
d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh
kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;
e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek
maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan
pinjaman;
f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas
pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan
yang dilakukan selama periode pelaporan.
Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif
yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi
tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang
diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang
dikehendaki yaitu relevan, andal,dapat dibandingkan, dan dapat dipahami.
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan
informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi,
transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan anggaran, saldo anggaran
lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional (LO), aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas
suatu entitas pelaporan. Komponen Laporan Keuangan terdiri dari : Laporan Realisasi
Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan
SAL), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Arus Kas (LAK), Laporan
Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). (Catatan: Pada
saat SAP Berbasis Akrual belum diterapkan, Komponen Laporan Keuangan hanya
terdiri dari: Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK)
dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

1. Laporan Realisasi Anggaran


Unsur yang dicakup dalam laporan realisasi anggaran terdiri dari pendapatan, belanja
dan pembiayaan. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut:
a. Pendapatan adalah semua penerimaan kas daerah yang menambah ekuitas dana
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah
daerah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah.
b. Belanja adalah semua pengeluaran kas daerah yang mengurangi ekuitas dana dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh pemerintah daerah.
c. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan
maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah
daerah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus
anggaran.

2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL)


Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi kenaikan atau
penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.

3. Neraca
Unsur yang dicakup dalam neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas dan Masing-
masing unsur didefinisikan sebagai berikut:
a. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh pemerintah
daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan
atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah daerah
maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan mata uang.
b. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah daerah di masa
yang akan datang.
c. Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang merupakan selisih
antara aset dan kewajiban pemerintah daerah.

4. Laporan Arus Kas


Unsur yang dicakup oleh laporan arus kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas.
Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut:
a. Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke kas daerah.
b. Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari kas daerah.

5. Laporan Operasional (LO)


Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah
ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Unsur yang
dicakup secara langsung dalam Laporan Operasional terdiri dari pendapatan-LO,
beban, transfer, dan pos-pos luar biasa. Masing- masing unsur dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a) Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih.
b) Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih.
c) Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang dari/oleh suatu
entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan
dan dana bagi hasil.
d) Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang terjadi
karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, tidak
diharapkan sering terjadi dan di luar kendali entitas.
6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas
tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

7. Catatan Atas Laporan Keuangan


Catatan Atas Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
a. Menyajikan informasi tentang ekonomi makro, kebijakan fiskal/keuangan dan
pencapaian target Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi
dalam pencapaian target;
b. Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja selama tahun pelaporan;
c. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan
kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-
transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
d. Meyajikan penjelasan, rincian dan/atau analisis dari setiap pos pada laporan
keuangan.
e. Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar,
yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

C. GAMBARAN UMUM PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH

 Pemegang Kekuasaan Keuangan Daerah


Di dalam Pasal 6, UU No. 17 Tahun 2003 dinyatakan bahwa Presiden selaku
Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian
dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan sebagaimana dimaksud selanjutnya:
a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil
Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah
untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten
atau walikota bagi daerah kota. Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah, selanjutnya melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada:
1. Sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah;
2. Kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD) selaku pejabat pengelola
keuangan daerah (PPKD); dan
3. Kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) selaku pejabat pengguna anggaran/
pengguna barang

 Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah


Koordinator pengelolaan keuangan daerah adalah sekretaris daerah yang
mempunyai tugas koordinasi di bidang:
1. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD;
2. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah;
3. Penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;
4. Penyusunan Raperda APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD;
5. Tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat pengawas keuangan
daerah; dan
6. Penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD.
Koordinator pengelolaan keuangan daerah mempertanggungjawabkan seluruh
pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah.

 Pejabat Pengelola Keuangan Daerah


Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (selanjutnya disingkat PPKD) adalah kepala
satuan kerja pengelola keuangan daerah (selanjutnya disingkat SKPKD), yang mempunyai
tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah
(BUD). PPKD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah
melalui sekretaris daerah.
PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan SKPKD selaku kuasa BUD, yang
melaksanakan sebagian tugas BUD. Penunjukan kuasa BUD tersebut ditetapkan dengan
keputusan kepala daerah. Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk
melaksanakan sebagian tugas BUD. Kuasa BUD mempertanggungjawabkan seluruh
pelaksanaan tugasnya kepada PPKD.

 Pejabat Pengguna Anggaran/Barang


Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat
daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang. SKPD dikepalai oleh
kepala SKPD yang merupakan Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang bagi SKPD yang
dipimpinnya. Dalam kapasitasnya sebagai Pengguna Anggaran (PA), kepala SKPD
merupakan pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan
tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya, sedang dalam kapasitasnya sebagai
Pengguna Barang, kepala SKPD merupakan pejabat pemegang kewenangan penggunaan
barang milik daerah.
Dalam melaksanakan tugas-tugas, pejabat pengguna anggaran/pengguna barang
(kepala SKPD) dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja
pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah pejabat yang diberi kuasa untuk
melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian
tugas dan fungsi SKPD. Pelimpahan sebagian kewenangan pengguna anggaran tersebut
ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD, dan didasarkan pada: pertimbangan
tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi,
kompetensi, rentang kendali, dan/atau pertimbangan objektif lainnya.
Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.

 Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD


Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam dokumen pelaksanaan anggaran
(DPA) SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha
keuangan pada SKPD sebagai pejabat penatausahaan keuangan SKPD (PPK-SKPD). PPK-
SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.
 Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dan kuasa pengguna anggaran/kuasa
pengguna barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit
kerja SKPD selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Penunjukan
tersebutpejabat didasarkan pada pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan,
beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. PPTK
yang ditunjuk oleh pejabat pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang, sedang PPTK yang
ditunjuk oleh kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya kepada kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.

 Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran


Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran ditetapkan oleh Kepala daerah
atas usul PPKD untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
anggaran pada SKPD maupun PPKD. Sebutan bendahara penerimaan umumnya diartikan
sebagai bendahara penerimaan di SKPD, sedang bendahara penerimaan di PPKD biasanya
disebut Bendahara Penerimaan PPKD. Demikian juga, sebutan bendahara pengeluaran
umumnya diartikan sebagai bendahara pengeluaran di SKPD, sedang bendahara
pengeluaran di PPKD biasanya disebut Bendahara Pengeluaran PPKD.
Dalam hal pengguna anggaran melimpahkan sebagian kewenangannya kepada
kuasa pengguna anggaran, ditunjuk bendahara pengeluaran maupun bendahara penerimaan
pembantu SKPD untuk melaksanakan sebagian tugas dan wewenang bendahara
pengeluaran atau penerimaan SKPD. Jabatan bendahara penerimaan/pengeluaran tidak
boleh dirangkap oleh pejabat yang terlibat di dalam pengelolaan keuangan daerah,
misalnya PPK SKPD, PPTK, Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum
Daerah. Selain itu, bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran baik secara langsung
maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan
pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas
kegiatan/pekerjaan/penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang
pada suatu bank atau lembaga keuangan Iainnya atas nama pribadi.
Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran secara fungsional bertanggung
jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD. Sedangkan secara
administratif, keduanya bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PA (kepala
SKPD) atau KPA.

Anda mungkin juga menyukai