Anda di halaman 1dari 8

Entitas Akuntansi Pemerintahan dan Entitas Pelaporan

Dalam akuntansi pemerintahan, entitas akuntansi (accounting entity) mengacu


pada sebuah entitas yang dikukuhkan untuk tujuan akuntansi untuk aktivitas
atau aktivitas-aktivitas tertentu (Engstrom & Copley, 2002), sedangkan entitas
pelaporan (reporting entity) mengacu pada organisasi secara keseluruhan
(Freeman & Shoulders, 2003).
Penentuan entitas pelaporan keuangan yang merupakan entitas akuntansi yang
menjadi pusat pertanggungjawaban keuangan, perlu dilakukan untuk
memastikan adanya prosedur penuntasan akuntabilitas (accountability
discharge). Entitas pelaporan mengacu pada konsep bahwa setiap pusat
pertanggungjawaban harus bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya
sesuai dengan peraturan (Ihyaul Ulum MD, 2004).
Pada akuntansi pemerintahan Indonesia,setiap jenis akuntansi pada setiap
organisasi merupakan suatu entitas akuntansi tersendiri. Ada kemungkinan
bahwa suatu organisasi mempunyai jenis akuntansi lebih dari satu; dan untuk ini
umumnya entitas akuntansi tetap lebih dari satu, karena tiap jenis akuntansi
merupakan entitas yang terpisah. Pada akuntansi keuangan, walaupun terdapat
entitas akuntansi lebih dari satu, namun akan disatukan. Mekanisme
penyatuannya bisa lewat konsolidasi laporan keuangan. Dalam hal ini, perlu
diketahui mana yang merupakan subsistem dari suatu sistem akuntansi
tertentu.
Sedangkan pada akuntansi pemerintahan, konsolidasi memang dilakukan,
meskipun mekanismenya bukan seperti konsolidasi antara kantor pusat dengan
kantor cabang, tetapi berjenjang (Sony Loho, 2004). Misalnya adalah
sebagai berikut:
a. Presiden menyampaikan laporan ke DPR dalam bentuk konsolidasi
laporan kementerian negara atau lembaga,
b. Antara menteri dengan direktorat jenderal dan kantor-kantornya laporannya
juga harus dikonsolidasikan
c. Eselon I mengkonsolidasikan laporan Eselon II dan Kanwil di bawah
kewenangannya, demikian pula Kanwil mengkonsolidasikan satuan-satuan kerja
(satker) di bawahnya.
Dari Presiden sampai dengan satuan kerja masing-masing melakukan akuntansi
(jadi merupakan entitas akuntansi). Walaupun semuanya merupakan entitas
akuntansi, tetapi hanya Presiden dan Menteri (lebih tepatnya adalah
kementerian atau departemen) yang laporannya diaudit oleh BPK. Jadi
hanya Presiden dan kementerian yang merupakan entitas pelaporan. Hal
penting yang dapat disimpulkan bahwa tidak semua entitas akuntansi menjadi
entitas pelaporan.

Dalam hal keuangan pemerintah daerah, Ihyaul Ulum MD (2004) menulis bahwa
entitas pelaporan dan entitas akuntansinya adalah:
a. Pemerintah Derah secara keseluruhan sebagai entitas pelaporan
b. DPRD, Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota, Dinas-dinas pada pemerintah
Propinsi/Kabupaten/Kota, Lembaga Teknis pada Pemerintah Propinsi/
Kabupaten/Kota sebagai entitas akuntansi.
Penetapan Dinas sebagai entitas akuntansi pemerintah daerah karena dinas
merupakan unit kerja pemerintah daerah yang paling mendekati gambaran
suatu fungsi pemerintah daerah. Padahal, pengukuran kinerja akan lebih tepat
jika dilakukan atas suatu fungsi.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, daerah mempunyai hak dan kewajiban


yang diwujudkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah, dan dijabarkan dalam
bentuk Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).
1. Pengertian
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah,
dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD disusun sesuai dengan
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan keuangan daerah.

2. Landasan Hukum
Landasan hukum dari penyusunan APBD tercantum dalam:
a. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
b. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah.
3. Tujuan
Tujuan penyusunan APBD adalah
a. membantu pemerintah daerah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan
koordinasi antarbagian dalam lingkungan pemerintah daerah;
b. membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang
dan jasa publik melalui proses pemrioritasan;
c. memungkinkan pemerintah daerah untuk memenuhi prioritas belanja;

d. meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah daerah


kepada DPRD dan masyarakat luas.
4. Fungsi APBD
APBD memiliki fungsi sebagai berikut.
a. Fungsi otorisasi.
b. Fungsi perencanaan, melalui APBD, pemerintah daerah dapat:
1. merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi
yang ditetapkan;
2. merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan
organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya;
3. mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah
disusun;
4. menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.
c. Fungsi pengawasan, dengan APBD dapat dihindari adanya overspending,
underspanding, dan salah sasaran dalam pengalokasian anggaran pada bidang
lain yang bukan merupakan prioritas.
d. Fungsi alokasi, APBD memuat pendapatan yang dihimpun oleh pemerintah
daerah yang digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah
daerah di segala bidang dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas
pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat karena pemerintah daerah lebih
mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat.
e. Fungsi distribusi, APBD yang diperoleh dari berbagai sumber penerimaan oleh
pemerintah daerah, kemudian didistribusikan kembali kepada masyarakat dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Desentralisasi
Perusahaan yang terdesentralisasi di Negara asal sering memberlakukan pengawasan
yang lebih ketat pada divisi asing, paling tidak hingga mereka mendapat pengalaman yang
lebih banyak tentang operasional mereka di luar negri. Desentralisasi menawarkan
keunggulan-keunggulan bagi divisi divisi di Negara asal, dan keunggulan bagi divisi asing.
Persaingan dalam memperebutkan pasar pembeli, dibuka seluas-luasnya. Kompetisi benarbenar tidak ditahan-tahan lagi oleh pemerintah negara setempat. Dengan sendirinya,
pertumbuhan ekonomi adalah suatu keniscayaan. Akan tetapi, hasil akhirnya adalah, siapa
yang memiliki modal dan sumber daya besar, hampir dapat dipastikan memenangi pasar.
Kalau sudah seperti ini, akan ada sebagian konsumen/pembeli yang bisa jadi justru tidak
terlayani oleh produsen/pedagang yang mencoba mengekspansi besar-besaran
perusahaannya. Dan sebagian konsumen/pembeli tersebut tidak dilindungi oleh pemerintah.

Desentralisasi yang dianggap sebagai jalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi telah
menarik perhatian dari banyak ahli, antara lain dikemukakan oleh Tiebout, Oates, Tresch,
Breton, Weingast, dan sebagaimana dikutip oleh Litvack et al dalam Sidik (2002) yang
mengatakan bahwa pelayanan publik yang paling efisien seharusnya diselenggarakan oleh
wilayah yang memiliki kontrol geografis yang paling minimum. Desentralisasi adalah paket
delegasi kewenangan pengambilan keputusan kepada jenjang yang lebih rendah. Alasanalasan untuk melakukan desentralisasi adalah sebagai berikut: Mengumpulkan Dan
Menggunakan Informasi Lokal Kualitas keputusan dipengaruhi oleh kualitas informasi yang
tersedia.sejalan dengan pertumbuhan pertumbuhan persahaan dan penambahan operasi
dipasar dan area yang berbeda , manajer pusat mungkin tidak memahami kondisi local.
Memfokuskan Manajemen Pusat Dengan mendesentralisasikan keputusan-keputusan
operasional, manajemen pusat bebas menangani perencanaan dan pengambilan keputusan
strategis. Melatih Dan Memotivasi Para Manajer Organisasi selalu membutuhkan manajer
yang terlatih untuk menggantikan posisi manajer jenjang yang lebih tinggi yang keluar untuk
mengambil keuntungan dari peluang yang lain. Meningkatkan Daya Saing Pada perusahaan
yang sangat tersentralisasi, margin laba secara keseluruhan dapat menutupi ketidakefisienan
yang terjadi diberbagai divisinya.

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


Standar

Akuntansi

Pemerintahan

(SAP)

adalah

prinsip-prinsip

akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan Laporan


Keuangan Pemerintah, yang terdiri atas Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), dalam
rangka

transparansi

dan

akuntabilitas

penyelenggaraan

akuntansi

pemerintahan, serta peningkatan kualitas LKPP dan LKPD. SAP dinyatakan


dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP), yaitu
SAP yang diberi judul, nomor, dan tanggal efektif. Selain itu, SAP juga
dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.
PSAP dapat dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) atau Buletin Teknis SAP. IPSAP dan Buletin
Teknis SAP disusun dan diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan (KSAP) dan diberitahukan kepada Pemerintah dan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Rancangan IPSAP disampaikan kepada BPK
paling lambat empat belas hari kerja sebelum IPSAP diterbitkan. IPSAP
dimaksudkan

untuk

menjelaskan

lebih

lanjut

topik

tertentu

guna

menghindari salah tafsir pengguna PSAP. Sedangkan Buletin Teknis SAP


dimaksudkan

untuk

mengatasi

masalah

teknis

akuntansi

dengan

menjelaskan

secara

teknis

penerapan

PSAP

atau

IPSAP.

Latar Belakang terbitnya PP SAP


Gagasan perlunya standar akuntansi pemerintahan sebenarnya
sudah lama ada, namun baru pada sebatas wacana. Seiring dengan
berkembangnya akuntansi di sector komersil yang dipelopori dengan
dikeluarkannya Standar Akuntansi Keuangan oleh IAI (1994), kebutuhan
standar akuntansi pemerintahan kembali menguat. Oleh karena itu Badan
Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN), Departemen Keuangan mulai
mengembangkan standar akuntansi.
Bergulirnya era reformasi memberikan sinyal yang kuat akan
adanya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Salah satunya adalah PP 105/2000 yang secara eksplisit menyebutkan
perlunya standar akuntansi pemerintahan dalam pertanggungjawaban
keuangan daerah. Tahun 2002 Menteri Keuangan membentuk Komite
Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang bertugas menyusun
konsep standar akuntansi pemerintah pusat dan daerah yang tertuang
dalam KMK 308/KMK.012/2002.
UU

Nomor

17

Tahun

2003

tentang

Keuangan

Negara

mengamanatkan bahwa laporan pertanggungjawaban APBN/APBD harus


disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi Pemerintahan, dan
standar tersebut disusun oleh suatu komite standar yang independen dan
ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya, UU Nomor 1 Tahun
2004

tentang

Perbendaharan

Negara

kembali

mengamanatkan

penyusunan laporan pertanggungjawaban pemerintah pusat dan daerah


sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, bahkan mengamanatkan
pembentukan

komite

yang

bertugas

menyusun

standar

akuntansi

pemerintahan dengan keputusan presiden. Dalam penyusunan standar


harus melalui langkah-langkah tertentu termasuk dengar pendapat
(hearing), dan meminta pertimbangan mengenai substansi kepada BPK
sebelum ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
Proses Penyusunan SAP

Proses penyusunan (Due Process) yang digunakan ini adalah proses


yang berlaku umum secara internasional dengan penyesuaian terhadap
kondisi yang ada di Indonesia. Penyesuaian dilakukan antara lain karena
pertimbangan kebutuhan yang mendesak dan kemampuan pengguna
untuk memahami dan melaksanakan standar yang ditetapkan.
Tahap-tahap penyiapan SAP adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar
b. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP
c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja
d. Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja
e. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja
f.
Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
g. Peluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)
h.
Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat
Publik (Public Hearings)
i.
Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian
j.
Finalisasi Standar

Penetapan SAP
Sebelum dan setelah dilakukan publik hearing, Standar dibahas
bersama dengan Tim Penelaah Standar Akuntansi Pemerintahan BPK.
Setelah dilakukan pembahasan berdasarkan masukan-masukan KSAP
melakukan finalisasi standar kemudian KSAP meminta pertimbangan
kepada BPK melalui Menteri Keuangan. Namun draf SAP ini belum
diterima oleh BPK karena komite belum ditetapkan dengan Keppres.
Suhubungan dengan hal tersebut, melalui Keputusan Presiden Nomor 84
Tahun 2004 dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Komite ini
segera bekerja untuk menyempurnakan kembali draf SAP yang pernah
diajukan kepada BPK agar pada awal tahun 2005 dapat segera ditetapkan.

1.

SAP yang Berlaku di Indonesia


Pada tanggal 13 Juni 2005 Presiden menandatangani Peraturan
Pemerintah

2.

Nomor

24

Tahun

2005

tentang

Standar

Akuntansi

Pemerintahan
Pada tahun 2010 diterbitkan PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, sehingga sejak saat itu PP No. 24 Tahun 2005

dinyatakan

tidak

berlaku

lagi.

PP

No.

71

Tahun

2010

mengatur

penyusunan dan penyajian laporan keuangan berbasis akrual.


PP No.71 Tahun 2010
SAP tercantum dalam dua lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010, yaitu:

SAP Berbasis Akrual


Pemerintah

menerapkan

SAP

Berbasis

Akrual,

yaitu

SAP

yang

mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan


finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan
pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis
yang ditetapkan dalam APBN/APBD. SAP Berbasis Akrual tersebut
dinyatakan

dalam

bentuk

PSAP

dan

dilengkapi

dengan

Kerangka

Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka Konseptual


Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Akrual dimaksud
tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses
baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut
merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap
terdapat dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
Yang membedakan antara Laporan Keuangan Perusahaan dengan Laporan
Keuangan Pemerintahan adalah terletak pada jenis bidang usaha yaitu
pelayanan publik serta nomor rekening perkiraan yang digunakan.

SAP Berbasis Kas Menuju Akrual


Penerapan SAP Berbasis Akrual dilaksanakan secara bertahap dari
penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP
Berbasis Akrual. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual yaitu SAP yang
mengakui pendapatan, belanja,

dan pembiayaan berbasis

kas,

serta

mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual. Ketentuan lebih
lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada
pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan
lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap
pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan


memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan.
SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dinyatakan dalam bentuk PSAP dan
dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP
dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP
Berbasis Kas Menuju Akrual tercantum dalam Lampiran II Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
Sebelumnya, SAP Berbasis Kas Menuju Akrual digunakan dalam SAP
berdasarkan Peraturan

Pemerintah

Nomor

24

Tahun

2005. Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2003menyatakan bahwa selama pengakuan dan


pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan,
digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36
ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilaksanakan paling
lambat lima tahun. Karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2005 digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai