PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah Daerah Kota Banda Aceh mempunyai anggaran pendapatan dan
pengeluaran yang ditetapkan secara berkala setiap tahunnya sesuai dengan
perkembangan daerah. Anggaran Pendapatan dan Pengeluaran tersebut dikelola
secara baik oleh Pemerintah Daerah Kota Banda Aceh dalam Aspek Keuangan.
Adanya perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara berkala
tiap tahun diharapkan adanya perbaikan terutama dalam pembangunan yang
berkonstribusi pada kesejahteraan rakyat. Besarnya anggaran daerah yang meningkat
setiap tahun, tentunya juga memerlukan evaluasi sejauh mana pencapaian dan
penggunaan keuangan yakni evaluasi manajemen keuangan daerah agar efektif dan
efisien. Untuk itu perlu dibuatkan laporan keuangan daerah yang menggambarkan hal
tersebut.
Secara umum laporan keuangan bagi pemerintah daerah adalah memberikan
informasi keuangan kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Penyajian laporan
keuangan adalah salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas pengelolaan keuangan
publik. Reformasi yang bergulir menuntut semua aspek yang menyangkut hajat hidup
orang banyak harus dilakukan secara transparan. Salah satunya adalah transparansi
pengelolaan keuangan daerah, dimana publik akan memperoleh informasi yang aktual
dan faktual.
Bentuk dari transparansi tersebut, dapat dilakukan dengan melakukan analisis
laporan keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Analisis
laporan keuangan dimaksudkan untuk membantu bagaimana cara memahami laporan
keuangan, bagaimana menafsirkan angka-angka dalam laporan keuangan, bagaimana
mengevaluasi laporan keuangan, dan bagaimana menggunakan informasi keuangan
untuk pengambilan keputusan (Mahmudi, 2007).
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah bentuk analisis yang dapat dilakukan pada laporan keuangan APBD
Kota Banda Aceh dari tahun 2015 s/d 2017, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana analisis realisasi anggaran pada APBD terhadap Pendapatan dan
Pembiayaan Daerah?
2. Bagaimana analisis rasio kemandirian keuangan daerah terhadap dana
perimbangan?
3. Bagaimana analisis rasio efektivitas dan efisiensi Pendapatan Asli Daerah (PAD)?
4. Bagaimana analisis rasio aktivitas terhadap belanja rutin dan kemajuan ekonomi
5. Bagaimana analisis rasio pertumbuhan APBD?
6. Bagaimana analisis rasio likuiditas?
7. Bagaimana analisis rasio solvabilitas?
8. Bagaimana analisis rasio utang terhadap ekuitas dana dan aset modal?
9. Bagaimana analisis sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA)?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui analisis realisasi anggaran pada APBD terhadap Pendapatan
dan Pembiayaan Daerah
2. Untuk mengetahui analisis rasio kemandirian keuangan daerah terhadap dana
perimbangan
3. Untuk mengetahui analisis rasio efektivitas dan efisiensi Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
4. Untuk mengetahui analisis rasio aktivitas terhadap belanja rutin dan kemajuan
ekonomi
5. Untuk mengetahui analisis rasio pertumbuhan APBD
6. Untuk mengetahui analisis rasio likuiditas
7. Untuk mengetahui analisis rasio solvabilitas
8. Untuk mengetahui analisis rasio utang terhadap ekuitas dana dan aset modal
9. Untuk mengetahui analisis sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA)
D. Tinjauan Pustaka
Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting
dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan di dalamnya tercermin kebutuhan
masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah.
APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat/DPR.
Pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, oleh sebab itu pembahasan manajemen keuangan daerah bertitik
tolak dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dalam Permendagri Nomor 29
Tahun 2003 dinyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari:
Pendapatan Daerah, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum
daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Terdiri dari:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
- Pajak Daerah
- Retribusi Daerah
- Hasil Perusahaan Milik Daerah
2. Dana Perimbangan
- Dana Bagi Hasil; bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak.
- Dana Alokasi Umum (DAU)
- Dana Alokasi Khusus (DAK)
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Diantara ketiga komponen sumber pendapatan tersebut, komponen kedua yaitu
pendapatan yang berasal dari pusat merupakan cerminan atau indikator dari
ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Di
samping itu besarnya dana dari pusat yang secara fisik implementasinya itu berada
di daerah. Sehingga ada beberapa proyek pemerintah pusat melalui APBN tetapi
dana itu juga masuk di dalam anggaran pemerintah daerah (APBD). Apapun
pembiayaan pemerintah dalam hubungannya dengan pembiayaan pemerintah
pusat diatur sebagai berikut:
- Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat di daerah dalam rangka
dekonsentrasi dibiayai atas beban APBN.
- Urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah dalam rangka desentralisasi
dibayar dari dan atas beban APBD.
- Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah
atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas perbantuan, dibiayai oleh
pemerintah pusat atas beban APBN atau pemerintah daerah diatasnya atas
beban APBD pihak yang menugaskan.
1. Analisis Varians
Varians adalah perbedaan antara standar dengan yang
sesungguhnya. Varians ini dapat digunakan manajemen untuk mengukur
prestasi, memperbaiki efisiensi, dan memberi perlakuan tertentu terhadap
fungsi yang bertanggung jawab. Varians yang terjadi dapat berupa varians
menguntungkan (favorable variances) atau varians tidak menguntungkan
(unfavorable variances). Analisis ini dilakukan dengan cara
membandingkan antara anggaran dengan realisasi. Perbedaan antara angka
anggaran dengan realisasi ini disebut ketidaksesuaian atau varians. Apabila
kita menganggap bahwa anggaran ataupun standar sudah benar maka
secara prinsip kita harus mengusahakan agar realisasi harus sama dengan
anggaran.
2. Desentralisasi Fiskal
Ukuran ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang
diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan
mengelola pendapatan. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat
kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan yang
dikelola sendiri oleh daerah terhadap total penerimaan daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang
berasal dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah
dan pengelolaan kekayaan milik daerah serta lain-lain pendapatan yang
sah. Total Pendapatan Daerah merupakan jumlah dari seluruh penerimaan
dalam satu tahun anggaran.
4. Tingkat Ketergantungan
Diukur dengan menganalisa derajat otonomi fiskal yang
menunjukkan kemampuan daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerahnya. Derajat otonomi fiskal diukur dengan mengukur rasio antara
PAD terhadap penerimaan APBD tanpa subsidi.
5. Rasio Likuiditas
Current Ratio (Rasio Lancar)
Dalam rasio ini akan diketahui sejauh mana aktiva lancar
perusahaan dapat digunakan untuk menutupi kewajiban jangka pendek
atau utang lancarnya. Semakin besar perbandingan aktiva lancar
dengan utang lancar maka artinya semakin tinggi pula kemampuan
perusahaan dalam menutupi kewajiban utang lancarnya. Tingginya
Rasio lancar dapat menunjukkan adanya uang kas berlebih yang bisa
berarti dua hal yaitu besarnya keuntungan yang telah diperoleh atau
akibat tidak digunakannya keuangan perusahaan secara efektif untuk
berinvestasi.
Rasio Lancar = Aktiva lancar
Utang Lancar
Total Utang
Rasio utang terhadap ekuitas = --------------------------------
TOTAL UTANG
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑃𝐴𝐷 =
TOTAL PAD
6. Rasio Aktivitas
Rasio Keserasian adalah rasio yang menggambarkan bagaimana
Pemerintah Daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin
dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi presentasi dana
yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentasi belanja investasi
yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi
masyarakat cenderung semakin kecil.
Belum ada tolak ukur yang pasti untuk menentukan berapa
besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang
ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan
dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai
pertumbuhan yang ditaregetkan.
Total Belanja Operasional
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 =
Total Belanja Daerah
sebaliknya jika tidak dapat menyerap seluruh anggaran akan dinilai kurang
berhasil. Oleh arena itu, tidak mengherankan jika kemudian unit kerja
PEMBAHASAN
Kota Banda Aceh (Jawoë: )اچيه بندر كوتاadalah salah satu kota yang berada di
Aceh dan menjadi ibukota Provinsi Aceh, Indonesia. Sebagai pusat pemerintahan,
Banda Aceh menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kota Banda
Aceh juga merupakan kota Islam yang paling tua di Asia Tenggara, di mana Kota
Banda Aceh merupakan ibu kota dari Kesultanan Aceh.
Secara geografis Kota Banda Aceh memiliki posisi sangat strategis yang
berhadapan dengan negara-negara di Selatan Benua Asia dan merupakan pintu
gerbang Republik Indonesia di bagian Barat. Kondisi ini merupakan potensi yang
besar baik secara alamiah maupun ekonomis, apalagi didukung oleh adanya kebijakan
pengembangan KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) dan dibukanya
kembali Pelabuhan Bebas Sabang, serta era globalisasi. Potensi tersebut secara tidak
langsung akan menjadi aset bagi Kota Banda Aceh khususnya dan Provinsi.
Aceh secara umum untuk lebih membuka diri terhadap pengaruh daerah
sekitarnya maupun dunia luar atau lebih mengenalkan dan menumbuhkan citra serta
jati diri dalam ajang nasional maupun internasional. Letak geografis Kota Banda Aceh
berada antara 05º30′ – 05º35′ LU dan 95º30′ – 99º16′ BT, yang terdiri dari 9
kecamatan, 70 desa dan 20 kelurahan dengan luas wilayah keseluruhan ± 61,36 km².
B. Analisis Data
Analisis Varians
Derajat Desentralisasi
TAHUN ANGGARAN
URAIAN
2015 2016 2017
Rata-rata
Rp Rp
PAD Rp
196,500,996,271.00 223,904,889,113.00 280,877,031,733.00
Total Rp Rp Rp
Pendapatan 1,229,631,429,061.00 1,378,366,044,234.00 1,286,220,058,489.00
Derajat
15.98% 16.24% 21.84% 18.02%
Desentralisasi
Bila dilakukan rata-rata rasio derajat desentralisasi selama 3 tahun (tahun 2015 – 2017), maka
angka rasio ini mencapai 18.02%. Ini menunjukkan bahwa jumlah Pendapatan Asli Daerah
masih relatif kecil dibandingkan dengan total Penerimaan Daerah.
4,000,000,000,000.00
2,000,000,000,000.00
0.00
P…
2014
2015
2016
TAHUN ANGGARAN
URAIAN
Rata-rata
2015 2016 2017
Pendapatan Rp Rp Rp
transfer 692,960,674,000.00 1,079,739,953,121.00 752,803,451,000.00
Total Rp Rp Rp
Pendapatan 1,229,631,429,061.00 1,378,366,044,234.00 1,286,220,058,489.00
Rasio
ketergantungan 56.36% 78.33% 58.53% 64.41%
daerah
Pada tahun 2015 pada rasio ketergantungan daerah Kota Banda Aceh berada pada
angka 56.36% sedangkan pada tahun 2016 rasio ketergantungan mengalami kenaikan sebesar
78.33% dan mengalami penurunan pada tahun 2017 sebesar 58.53%. Rasio ketergantungan
daerah tertinggi pada tahun 2016 yang berarti pada tahun tersebut mengalami ketergantungan
yang tinggi, pada tahun 2017 kota Banda Aceh mengalami penurunan.
Rasio Pertumbuhan PAD
Hasil perhitungan Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut :
Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Realisasi Penerimaan Rp Rp Rp
PAD 209,914,107,300.00 258,591,409,669.00 270,170,805,366.00
Rasio Pertumbuhan
23.19% 4.48%
PAD
Pada tahun 2015 PAD yang dihasilkan kota Banda Aceh sebesar 209,914,107,300.00
mengalami kenaikan pada tahun 2016 sebesar 258,591,409,669.00 sehingga rasio
pertumbuhan PAD yang diperoleh tahun 2016 sebesar 23.19%. Hal ini menunjukkan
kemampuan kota Banda Aceh dalam menghasilkan PAD pada tahun 2015 ke tahun 2015
sebesar 23.19%. Pada tahun 2017 juga mengalami kenaikan menjadi 270,170,805,366.00
yang memperoleh rasio pertumbuhan sebesar 4.48%% ini juga menunjukkan bahwa
kemampuan kota Banda Aceh dalam menghasilkan PAD mengalami penurunan dari tahun
2016 ke tahun 2017.
Hasil perhitungan Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut :
Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Realisasi Jumlah
1.217.566.428.915,33 1.321.704.923.080,05 1.244.415.059.119
Pendapatan
Rasio Pertumbuhan
- 8,5 % - 5,8 %
Jumlah Pendapatan
Pada tahun 2015 pendapatan yang dihasilakan oleh Kota Banda Aceh sebesar
1.217.566.428.915,33 mengalami kenaikan pada tahun 2016 sebesar 1.321.704.923.080,05
sehingga memperoleh rasio pertumbuhan jumlah pendapatan sebesar 8,5 %. Hal ini
menunjukkan kemampuan Kota Banda Aceh dalam menghasilkan jumlah pendapatan pada
tahun 2015 ke tahun 2016 sebesar 8,5 %. Pada tahun 2017 pendapatan Kota Banda Aceh
juga mengalami kenaikan sebesar 1.244.415.059.119 yang memperoleh rasio pertumbuhan
jumlah pendapatan sebesar – 5,8 %. Hal ini juga menunjukkan penurunan kemampuan Kota
Banda Aceh dalam menghasilkan jumlah pendapatan dari tahun 2016 ke tahun 2017.
Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Realisasi Belanja Rp Rp Rp
Operasi 933,581,455,818.07 975,070,137,411.64 581,634,257,047
Rasio Pertumbuhan
4.44% -40.35%
Belanja Operasi
Pada tahun 2015 belanja operasi kota Banda Aceh sebesar Rp
933,581,455,818.07 mengalami kenaikan pada tahun 2016 sebesar Rp. 975,070,137,411.64
yang menghasilakan rasio pertumbuhan belanja operasi sebesar 4.44% Pada tahun 2017
belanja operasi juga mengalami penurunan sebesar Rp 581,634,257,047 sehingga
memperoleh rasio pertumbuhan belanja operasi sebesar -40.35%.
Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Rasio Pertumbuhan
- 6,9 % 1,6 %
Belanja Modal
Belanja modal tahun 2015 sebesar 1.154.827.388.812,07 yang mengalami kenaikan pada
tahun 2016 sebesar 1.234.759.979.058,68 sehingga memperoleh rasio pertumbuhan belanja
modal sebesar 6,9 %. Pada tahun 2017 belanja modal mengalami kenaikan sebesar
1.255.243.124.298 sehingga pada tahun 2017 menghasilkan rasio pertumbuhan modal
sebesar 1,6 %.
1. Rasio Lancar
Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Rp Rp Rp
Aktiva Lancar
181,723,568,169.76 143,768,885,659.36 166,201,766,484.76
Rp Rp Rp
Utang Lancar
66,233,632,780.01 92,400,809,446.01 81,140,740,238.06
Rasio Lancar 2.74 1.56 2.05
Dari hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa dari tahun 2015 ke tahun 2016
mengalami penurunan, namun dari tahun 2016 ke tahun 2017 mengalami kenaikan. Hal
ini dikarenakan utang lancar pada tahun 2017 mengalami kenaikan yang cukup drastis
dari tahun-tahun sebelumnya. Yang mungkin disebabkan oleh utang untuk menutup
defisit di tahun sebelumnya. Namun, secara keseluruhan rasio lancar dari tahun 2015
sampai tahun 2017 sudah baik karena angkanya lebih dari 1.
2. Rasio Kas
Menggambarkan kemampuan organisasi dalam membayar utang yang segera harus dapat
dipenuhi dengan kas yang tersedia dan setara kas yang dapat segera diuangkan. Berikut
adalah hasil perhitungan dari rasio kas:
Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Kas + Setara Kas 129.110.140.556,23 69.389.088.565,6 79.273.094.914,97
Utang Lancar 24.233.632.780,01 53.200.809.446,01 44.740.740.238,06
Rasio Kas 5,33 1,30 1,77
Seperti halnya rasio lancar, pada rasio kas ini pada tahun 2016 mengalami penurunan
yang sangat drastis sementara di tahun 2017 mengalami kenaikan. Hal ini membuktikan
bahwa Kota Banda Aceh mampu membayar utang yang harus segera dapat dipenuhi
dengan kas yang tersedia dan setara kas yang dapat segera diuangkan paling baik pada
tahun 2017. Namun, secara keseluruhan dari tahun 2015 sampai tahun 2017 rasio kas
sudah baik karena semua angkanya lebih dari 1.
3. Rasio Cepat
Menggambarkan kemampuan organisasi dalam membayar utang yang segera harus dapat
dipenuhi dengan aktiva lancar yang likuid (quick assets). Berikut adalah hasil
perhitungan dari rasio cepat:
Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Aktiva Lancar –
174.733.326.008,87 135.624.677.178,36 152.201.335.282,54
Persediaan
Utang Lancar 24.233.632.780,01 53.200.809.446,01 44.740.740.238,06
Rasio Cepat 7,21 2,55 3,40
Sama halnya pada rasio lancar dan rasio kas, rasio cepat juga mempunyai nilai tertinggi
di tahun 2015 dan terendah di tahun 2016. Hal ini dikarenakan pada tahun 2016 utang
yang dimiliki pemda Kota Banda Aceh sangat tinggi. Hal ini membuktikan bahwa
organisasi mampu membayar utang yang segera harus dapat dipenuhi dengan aktiva
lancar yang likuid (quick assets) paling baik pada tahun 2015. Namun, secara
keseluruhan dari tahun 2015 sampai tahun 2017 rasio kas sudah baik karena semua
angkanya lebih dari 1.
Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui dari tahun ke tahun rasio utang terhadap
ekuitas adalah terhitung stabil, tidak mengalami kenaikan atau penurunan yang signifikan.
Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa dari tahun 2015 ke tahun 2016 rasio ini
mengalami kenaikan, namun dari tahun 2016 ke tahun 2017 mengalami penurunan. Dan secara
keseluruhan rasio ini tergolong baik karena angkanya kurang dari 1.
5. Rasio Utang terhadap Pendapatan
Menggambarkan bagian dari setiap Rupiah pendapatan yang dijadikan jaminan untuk
keseluruhan utang. Berikut adalah hasil perhitungan dari rasio utang terhadap
pendapatan:
TOTAL UTANG
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 =
TOTAL PENDAPATAN
Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Rp Rp Rp
Total Utang
66,233,632,780.01 92,400,809,446.01 81,140,740,238.06
Rp Rp Rp
Total Pendapatan
1,217,566,428,915.33 1,321,704,923,080.05 1,244,415,059,119.00
Rasio Utang
Terhadap 0.05 0.07 0.07
Pendapaatan
Dapat diketahui bahwa rasio ini di tahun 2016 mengalami kenaikan kemudian di tahun
2017 tetap stabil. Dan secara keseluruhan rasio utang terhadap pendapatan ini beresiko
sedang karena angka yang didapat kurang dari 1.
Tahun Anggran
Uraian
2015 2016 2017
Total Utang 66.233.632.780,01 92.400.809.446,01 81.140.740.238,06
Total PAD 209.914.107.300,96 258.591.409.669,00 270.170.805.366
Rasio Utang
0,31 0,36 0,30
Terhadap PAD
Seperti halnya denga rasio utang terhadap pendapatan, dapat diketahui bahwa rasio ini di
tahun 2016 mengalami kenaikan kemudian di tahun 2017 mengalami penurunan.
BELUM
Rasio Aktivitas
Tahun Anggaran
Uraian
2014 2015 2016
Total Belanja
2.142.009.298.567,13 2.378.540.551.393,25 2.642.623.655.375,69
Operasional
Total belanja
2.605.269.843.328,35 3.061.176.650.637,25 3.277.243.223.082,69
Daerah
Rasio Belanja
82,22% 77,70% 80,64%
Operasi
Tahun Anggaran
Uraian
2014 2015 2016
Realisasi Penerimaan
561.684.151.009,96 635.647.206.877,06 752.142.501.992,98
Pajak Daerah
Target Penerimaan
785.486.018.000,00 1.053.182.160.000,00
Pajak Daerah
Rasio Efektivitas
80,92% 71,42%
Pajak Daerah
Rasio Efisiensi
88,10% 83,93%
Belanja Daerah
Dari perhitungan di atas, pada tahun 2015 dan 2016 diperoleh Rasio Efisiensi Belanja Daerah
sebesar 88,10% dan 83,93%. Hal ini berarti belanja pemda Kota Makassar tahun 2015 relatif
lebih efisisen dibandingkan tahun 2016. Pemda Kota Makassar dinilai telah melakukan
efisiensi anggaran karena rasio efisiensinya kurang dari 100%.
A. Pembahasan Tambahan
a. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan rata-rata
kinerja pengelolaan kota Makassar berdasarkan rasio keuangan adalah baik
dan tidak ditemukan adanya penyimpangan pada laporan keuangan yang
didukung oleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan oleh
BPK kepada Kota Makassar. Dilansir dari IDN Times Sulsel, predikat tersebut
telah diperoleh selama 4 tahun berturut-turut dari tahun 2015. Predikat WTP
diberikan BPK sebagai tanda pengelolaan keuangan yang bersih dan
transparan. Dengan WTP itu, berarti tidak ditemukan kesalahan material
dalam laporan keuangan, serta dibuat dengan prinisp akuntansi yang berlaku.
Sumber : IDN Times Sulsel (https://bit.ly/2VotR5N)
b. Kota Makassar juga dikenal sebagai kota wisata dengan jumlah kunjungan
pada tahun
2014 adalah
sebesar 3juta
wisatawan nasional dan 51.000 wisatawan mancanegara. Maka dari itu, tidak
heran jika pertambahan wisatawan dari tahun ke tahun meningkat sekitar 27%
sampai 28% menurut data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Makassar yang
dilansir dari Kompas.com. Meningkatnya jumlah wisatawan juga dapat dilihat
dari Rasio Pertumbuhan PAD kota Makassar pada tahun 2014 – 2016 yang
mengalami peningkatan sebesar 3,86%. Namun peningkatan pendapatan asli
daerah perlu lebih diperhatikan karena kontribusi pendapatan asli daerah
dibandingkan total pendapatan masih relatif lebih kecil.
R
a
s
i
o Pertumbuhan PAD meningkat.
Sumber : Kompas.com
(https://bit.ly/2Q8DEw4)
5,000,000,000,000.00
4,000,000,000,000.00
3,000,000,000,000.00
2,000,000,000,000.00
1,000,000,000,000.00
0.00
2014 2015 2016
PAD Total Pendapatan
Kontribusi Pendapatan Asli Daerah dibandingkan Total Pendapatan masih relatif lebih kecil.
c. Sementara itu, di sisi lain, walaupun rasio pertumbuhan PAD meningkat,
tetapi jika dilihat dari Rasio Ketergantungan Daerah, Kota Makassar masih
memiliki tingkat ketergantungan dengan pusat dengan rata-rata 3 tahun
sebesar 68,20%. Artinya, peran pemerintah pusat masih lebih dominan
d
a
r
i
p
a
d
a
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan rata-rata
kinerja pengelolaan kota Bogor berdasarkan rasio keuangan adalah baik dan tidak
ditemukan adanya penyimpangan pada laporan keuangan yang didukung oleh
predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan oleh BPK kepada Kota
Makassar. Predikat tersebut telah diperoleh selama 4 tahun berturut-turut dari tahun
2015.
Kota Makassar juga dikenal sebagai kota wisata dengan jumlah kunjungan
pada tahun 2014 adalah sebesar 3juta wisatawan nasional dan 51.000 wisatawan
mancanegara. Maka tidak heran jika pertambahan wisatawan dari tahun ke tahun
meningkat sekitar 27% sampai 28% menurut data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Makassar. Meningkatnya jumlah wisatawan juga dapat dilihat dari Rasio
Pertumbuhan PAD kota Makassar pada tahun 2014 – 2016 yang mengalami
peningkatan sebesar 3,86%. Namun peningkatan pendapatan asli daerah perlu lebih
diperhatikan karena kontribusi pendapatan asli daerah dibandingkan total pendapatan
masih relatif lebih kecil.
Sementara itu, di sisi lain, walaupun rasio pertumbuhan PAD meningkat,
tetapi jika dilihat dari rasio ketergantungan daerah kota Makassar, masih memiliki
tingkat ketergantungan dengan pusat dengan rata-rata 3 tahun sebesar 68,20%.
Artinya, peran pemerintah pusat masih lebih dominan daripada pemerintah kota
Makassar.
DAFTAR PUSTAKA
Pranata, Aan. 2019. Lima Tahun Pimpin Kota Makassar, Ini Capaian Danny-Ical.
Tersedia pada : https://bit.ly/2VotR5N
Prodjo, Wahyu Adityo. 2015. Wisata Kuliner dan MICE, Cara Makassar Gaet
Wisatawan. Tersedia pada : https://bit.ly/2Q8DEw4