Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

KOTA BANDA ACEH TAHUN 2015 - 2017

Disusun oleh Kelompok 4 :

Salsabila Bairat (15312038)

Siti Nurshaliha (15312400)

Rintan Falah I. (16312308)

Vivin Vinitty (16312319)

Tri Nur Astuti (16312387)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerintah Daerah Kota Banda Aceh mempunyai anggaran pendapatan dan
pengeluaran yang ditetapkan secara berkala setiap tahunnya sesuai dengan
perkembangan daerah. Anggaran Pendapatan dan Pengeluaran tersebut dikelola
secara baik oleh Pemerintah Daerah Kota Banda Aceh dalam Aspek Keuangan.
Adanya perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara berkala
tiap tahun diharapkan adanya perbaikan terutama dalam pembangunan yang
berkonstribusi pada kesejahteraan rakyat. Besarnya anggaran daerah yang meningkat
setiap tahun, tentunya juga memerlukan evaluasi sejauh mana pencapaian dan
penggunaan keuangan yakni evaluasi manajemen keuangan daerah agar efektif dan
efisien. Untuk itu perlu dibuatkan laporan keuangan daerah yang menggambarkan hal
tersebut.
Secara umum laporan keuangan bagi pemerintah daerah adalah memberikan
informasi keuangan kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Penyajian laporan
keuangan adalah salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas pengelolaan keuangan
publik. Reformasi yang bergulir menuntut semua aspek yang menyangkut hajat hidup
orang banyak harus dilakukan secara transparan. Salah satunya adalah transparansi
pengelolaan keuangan daerah, dimana publik akan memperoleh informasi yang aktual
dan faktual.
Bentuk dari transparansi tersebut, dapat dilakukan dengan melakukan analisis
laporan keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Analisis
laporan keuangan dimaksudkan untuk membantu bagaimana cara memahami laporan
keuangan, bagaimana menafsirkan angka-angka dalam laporan keuangan, bagaimana
mengevaluasi laporan keuangan, dan bagaimana menggunakan informasi keuangan
untuk pengambilan keputusan (Mahmudi, 2007).

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah bentuk analisis yang dapat dilakukan pada laporan keuangan APBD
Kota Banda Aceh dari tahun 2015 s/d 2017, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana analisis realisasi anggaran pada APBD terhadap Pendapatan dan
Pembiayaan Daerah?
2. Bagaimana analisis rasio kemandirian keuangan daerah terhadap dana
perimbangan?
3. Bagaimana analisis rasio efektivitas dan efisiensi Pendapatan Asli Daerah (PAD)?
4. Bagaimana analisis rasio aktivitas terhadap belanja rutin dan kemajuan ekonomi
5. Bagaimana analisis rasio pertumbuhan APBD?
6. Bagaimana analisis rasio likuiditas?
7. Bagaimana analisis rasio solvabilitas?
8. Bagaimana analisis rasio utang terhadap ekuitas dana dan aset modal?
9. Bagaimana analisis sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA)?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui analisis realisasi anggaran pada APBD terhadap Pendapatan
dan Pembiayaan Daerah
2. Untuk mengetahui analisis rasio kemandirian keuangan daerah terhadap dana
perimbangan
3. Untuk mengetahui analisis rasio efektivitas dan efisiensi Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
4. Untuk mengetahui analisis rasio aktivitas terhadap belanja rutin dan kemajuan
ekonomi
5. Untuk mengetahui analisis rasio pertumbuhan APBD
6. Untuk mengetahui analisis rasio likuiditas
7. Untuk mengetahui analisis rasio solvabilitas
8. Untuk mengetahui analisis rasio utang terhadap ekuitas dana dan aset modal
9. Untuk mengetahui analisis sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA)

D. Tinjauan Pustaka
Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting
dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan di dalamnya tercermin kebutuhan
masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah.
APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat/DPR.
Pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, oleh sebab itu pembahasan manajemen keuangan daerah bertitik
tolak dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dalam Permendagri Nomor 29
Tahun 2003 dinyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari:
Pendapatan Daerah, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum
daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Terdiri dari:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
- Pajak Daerah
- Retribusi Daerah
- Hasil Perusahaan Milik Daerah
2. Dana Perimbangan
- Dana Bagi Hasil; bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak.
- Dana Alokasi Umum (DAU)
- Dana Alokasi Khusus (DAK)
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Diantara ketiga komponen sumber pendapatan tersebut, komponen kedua yaitu
pendapatan yang berasal dari pusat merupakan cerminan atau indikator dari
ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Di
samping itu besarnya dana dari pusat yang secara fisik implementasinya itu berada
di daerah. Sehingga ada beberapa proyek pemerintah pusat melalui APBN tetapi
dana itu juga masuk di dalam anggaran pemerintah daerah (APBD). Apapun
pembiayaan pemerintah dalam hubungannya dengan pembiayaan pemerintah
pusat diatur sebagai berikut:
- Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat di daerah dalam rangka
dekonsentrasi dibiayai atas beban APBN.
- Urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah dalam rangka desentralisasi
dibayar dari dan atas beban APBD.
- Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah
atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas perbantuan, dibiayai oleh
pemerintah pusat atas beban APBN atau pemerintah daerah diatasnya atas
beban APBD pihak yang menugaskan.

Sepanjang potensi sumber keuangan daerah belum mencukupi pemerintah


pusat memberikan sejumlah sumbangan kepada pemerintah daerah. Dengan
demikian bagi pemerintah kabupaten/kota disamping mendapat bantuan dari
pemerintah pusat juga mendapat limpahan dari Pemerintah Provinsi. Meskipun
bisa jadi limpahan, dana provinsi tersebut berasal dari pemerintah pusat lewat
APBN. Berbagai penelitian empiris yang pernah dilakukan menyebutkan bahwa
daeri ketiga sumber pendapatan daerah seperti tersebut diatas peranan dari
pendapatan yang berasal dari pusat sangat dominan.

Adapun rasio keuangan yang sering dipakai dalam mengukur kinerja


Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:

1. Analisis Varians
Varians adalah perbedaan antara standar dengan yang
sesungguhnya. Varians ini dapat digunakan manajemen untuk mengukur
prestasi, memperbaiki efisiensi, dan memberi perlakuan tertentu terhadap
fungsi yang bertanggung jawab. Varians yang terjadi dapat berupa varians
menguntungkan (favorable variances) atau varians tidak menguntungkan
(unfavorable variances). Analisis ini dilakukan dengan cara
membandingkan antara anggaran dengan realisasi. Perbedaan antara angka
anggaran dengan realisasi ini disebut ketidaksesuaian atau varians. Apabila
kita menganggap bahwa anggaran ataupun standar sudah benar maka
secara prinsip kita harus mengusahakan agar realisasi harus sama dengan
anggaran.

2. Desentralisasi Fiskal
Ukuran ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang
diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan
mengelola pendapatan. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat
kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan yang
dikelola sendiri oleh daerah terhadap total penerimaan daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang
berasal dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah
dan pengelolaan kekayaan milik daerah serta lain-lain pendapatan yang
sah. Total Pendapatan Daerah merupakan jumlah dari seluruh penerimaan
dalam satu tahun anggaran.

3. Tingkat Kemandirian, menurut Munir (2004 : 101)


Kinerja Keuangan Daerah dalam Bentuk Kemandirian Pembiayaan Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Kemandirian Pembiayaan Daerah = ——————————————

Belanja Rutin non Pegawai (BRNP)

4. Tingkat Ketergantungan
Diukur dengan menganalisa derajat otonomi fiskal yang
menunjukkan kemampuan daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerahnya. Derajat otonomi fiskal diukur dengan mengukur rasio antara
PAD terhadap penerimaan APBD tanpa subsidi.

Pendapatan Asli Daerah

Tingkat Ketergantungan = ——————————–—–—–—–

Pendapatan APBD Tanpa Subsidi

5. Rasio Likuiditas
 Current Ratio (Rasio Lancar)
Dalam rasio ini akan diketahui sejauh mana aktiva lancar
perusahaan dapat digunakan untuk menutupi kewajiban jangka pendek
atau utang lancarnya. Semakin besar perbandingan aktiva lancar
dengan utang lancar maka artinya semakin tinggi pula kemampuan
perusahaan dalam menutupi kewajiban utang lancarnya. Tingginya
Rasio lancar dapat menunjukkan adanya uang kas berlebih yang bisa
berarti dua hal yaitu besarnya keuntungan yang telah diperoleh atau
akibat tidak digunakannya keuangan perusahaan secara efektif untuk
berinvestasi.
Rasio Lancar = Aktiva lancar

Utang Lancar

 Quick Ratio (Rasio Cepat)


Rasio ini akan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aktiva
lancar atau tanpa memperhitungkan persediaan karena persediaan akan
membutuhkan waktu yang lama untuk diuangkan dibanding dengan
aset lainnya. Quick Ratio ini terdiri dari piutang dan surat-surat
berharga. Jadi semakin besar rasio, semakin baik juga posisi keuangan
perusahaan. Jika hasilnya mencapai 1:1 atau 100%, maka ini akan
berakibat baik jika terjadi likuidasi karena perusahaan akan mudah
untuk membayar kewajibannya.

Aktiva Lancar - Persediaan


Rasio Cepat = --------------------------------------
Utang Lancar

 Cash Ratio (Rasio Kas)


Rasio ini digunakan untuk mengukur besarnya uang kas yang
tersedia untuk melunasi kewajiban jangka pendek yang ditunjukan dari
tersedianya dana kas atau setara kas, contohnya rekening giro. Jika
hasil rasio menunjukkan 1:1 atau 100% atau semakin besar
perbandingan kas dengan utang maka akan semakin baik.
Kas + Efek
Rasio Kas = ---------------------
Utang

 Rasio Utang (Leverage Ratio)


Rasio Solvabilitas (Solvency Ratio) atau sering juga disebut
dengan Rasio Leverage (Leverage Ratio) adalah suatu rasio keuangan
yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
jangka panjangnya seperti pembayaran bunga atas hutang, pembayaran
pokok akhir atas hutang dan kewajiban-kewajiban tetap lainnya.
Hutang Jangka Panjang biasanya didefinisikan sebagai kewajiban
membayar yang jatuh temponya lebih dari satu tahun.
Jenis-jenis rasio utang:
 Debt to Equity Ratio (Rasio Hutang Terhadap Ekuitas)
Debt to Equity Ratio atau Rasio Hutang terhadap Ekuitas
adalah rasio keuangan yang menunjukan proporsi relatif antara
Ekuitas dan Hutang yang digunakan untuk membiayai aset
perusahaan. Debt to Equity Ratio (DER) atau Rasio Hutang
Terhadap Ekuitas ini dihitung dengan cara mengambil total
kewajiban hutang (Liabilities) dan membaginya dengan Ekuitas
(Equity). Berikut dibawah ini adalah Rumus Debt to Equity
Ratio (DER).

Total Utang
Rasio utang terhadap ekuitas = --------------------------------

Jumlah ekuitas dana

 Debt Ratio (Rasio Hutang)


Debt Ratio adalah Rasio yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar perusahaan mengandalkan hutang untuk
membiayai asetnya. Debt Ratio atau Rasio Hutang ini dihitung
dengan membagikan total hutang (total liabilities) dengan total
aset yang dimilikinya. Debt Ratio ini sering juga disebut
dengan Rasio Hutang Terhadap Total Aset (Total Debt to Total
Assets Ratio). Berikut ini adalah rumus debt ratio:
TOTAL UTANG
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 =
TOTAL PENDAPATAN

Rasio ini menggambarkan bagian dari setiap Rupiah pendapatan yang


dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang.

TOTAL UTANG
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑃𝐴𝐷 =
TOTAL PAD
6. Rasio Aktivitas
Rasio Keserasian adalah rasio yang menggambarkan bagaimana
Pemerintah Daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin
dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi presentasi dana
yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentasi belanja investasi
yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi
masyarakat cenderung semakin kecil.
Belum ada tolak ukur yang pasti untuk menentukan berapa
besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang
ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan
dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai
pertumbuhan yang ditaregetkan.
Total Belanja Operasional
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 =
Total Belanja Daerah

Total Belanja Operasional


𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 =
Total Belanja Daerah

7. Analisis Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)

Sistem anggaran tradisional yang bersifat incrementalism dan line-item

dengan pendekatan anggaran berimbang (balanced budget), sebagimana

diimplementasikan selama era orde baru, menilai kinerja anggaran

berdasarkan habis tidaknya anggaran. Jika unit kerja berhasil

menghabiskan anggaran maka unit kerja tersebut akan dinilai berhasil,

sebaliknya jika tidak dapat menyerap seluruh anggaran akan dinilai kurang

berhasil. Oleh arena itu, tidak mengherankan jika kemudian unit kerja

berusah untuk menghabiskan anggaran dengan cara membuat program

dadakan yang sifatnya sekedar untuk menghabiskan anggaran.


Pada era reformasi dan demokrasi saat ini, tidak bisa lagi diterapkan

sistem anggaran tradisional karena era reformasi dituntut bekerja secara

efektif dan efisien. Untuk itu dengan sistem panganggaran kinerja

(performance budgeting), kinerja anggaran tidak lagi didasarkan habis

tidaknya anggaran, tetapi diukur dari tercapai tidaknya target kinerja

dengan anggaran yang disediakan. Sehingga diperoleh sisa yang nantinya

bisa digunakan pada periode selanjutnya. SILPAdirumuskan:

SILPA = Realisasi Penerimaan Daerah – Realisasi Pengeluaran Daerah


BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kota Banda Aceh

Kota Banda Aceh (Jawoë: ‫ )اچيه بندر كوتا‬adalah salah satu kota yang berada di
Aceh dan menjadi ibukota Provinsi Aceh, Indonesia. Sebagai pusat pemerintahan,
Banda Aceh menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kota Banda
Aceh juga merupakan kota Islam yang paling tua di Asia Tenggara, di mana Kota
Banda Aceh merupakan ibu kota dari Kesultanan Aceh.
Secara geografis Kota Banda Aceh memiliki posisi sangat strategis yang
berhadapan dengan negara-negara di Selatan Benua Asia dan merupakan pintu
gerbang Republik Indonesia di bagian Barat. Kondisi ini merupakan potensi yang
besar baik secara alamiah maupun ekonomis, apalagi didukung oleh adanya kebijakan
pengembangan KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) dan dibukanya
kembali Pelabuhan Bebas Sabang, serta era globalisasi. Potensi tersebut secara tidak
langsung akan menjadi aset bagi Kota Banda Aceh khususnya dan Provinsi.
Aceh secara umum untuk lebih membuka diri terhadap pengaruh daerah
sekitarnya maupun dunia luar atau lebih mengenalkan dan menumbuhkan citra serta
jati diri dalam ajang nasional maupun internasional. Letak geografis Kota Banda Aceh
berada antara 05º30′ – 05º35′ LU dan 95º30′ – 99º16′ BT, yang terdiri dari 9
kecamatan, 70 desa dan 20 kelurahan dengan luas wilayah keseluruhan ± 61,36 km².

B. Analisis Data
Analisis Varians

Analisis varians yang kami lakukan dengan menggunakan realisasi vs realisasi


dan realisasi vs anggaran, namun pada realisasi vs anggaran hanya dapat menghitung
pada tahun 2015 dan 2016 dikarenakan tidak tersedianya data anggaran tahun 2014.
Pada realisasi vs realisasi pendapatan tahun 2014 dan 2015 sebesar 6,8 %
sedangkan pada tahun 2015 dan 2016 mengalami kenaikan menjadi 7,9 %. Kemudian
pada realisasi vs realisasi belanja tahun
2014 dan 2015 sebesar 6,2 % sedangkan
pada tahun 2015 dan 2016 mengalami
penurunan menjadi 6,5 %.
Pada realisasi vs anggaran, pendapatan tahun 2015 terdapat selisih sebesar
12.065.000.145,67 sedangkan pada tahun 2016 terdapat selisih 56.661.121.153,95.
Kemudian pada realisasi vs anggaran belanja tahun 2015 terdapat selisih sebesar
1.154.827.388.812,07, sedangkan tahun 2016 terdapat selisih sebesar
119.480.328.190,32.
Selisih anggaran pendapatan dari tahun 2015 ke tahun 2016 mengalami
kenaikan sebesar 44.596.121.008,28 atau sebesar 78 % dan kenaikan ini sangat
signifikan. Sedangkan selisih anggaran belanja dari tahun dari tahun 2015 ke tahun
2016 mengalami kenaikan sebesar – 16.557.754.457,61 atau sebesar -14 % dan
penurunan ini cukup signifikan.

Derajat Desentralisasi

Hasil perhitungan Derajat Desentralisasi adalah sebagai berikut :

TAHUN ANGGARAN
URAIAN
2015 2016 2017
Rata-rata

Rp Rp
PAD Rp
196,500,996,271.00 223,904,889,113.00 280,877,031,733.00
Total Rp Rp Rp
Pendapatan 1,229,631,429,061.00 1,378,366,044,234.00 1,286,220,058,489.00
Derajat
15.98% 16.24% 21.84% 18.02%
Desentralisasi

Bila dilakukan rata-rata rasio derajat desentralisasi selama 3 tahun (tahun 2015 – 2017), maka
angka rasio ini mencapai 18.02%. Ini menunjukkan bahwa jumlah Pendapatan Asli Daerah
masih relatif kecil dibandingkan dengan total Penerimaan Daerah.
4,000,000,000,000.00

2,000,000,000,000.00

0.00
P…
2014
2015
2016

PAD Total Pendapatan

Grafik tambahin sama rintan kehapus

Rasio Ketergantungan Daerah

Hasil perhitungan Rasio Ketergantungan Daerah adalah sebagai berikut :

TAHUN ANGGARAN
URAIAN

Rata-rata
2015 2016 2017
Pendapatan Rp Rp Rp
transfer 692,960,674,000.00 1,079,739,953,121.00 752,803,451,000.00
Total Rp Rp Rp
Pendapatan 1,229,631,429,061.00 1,378,366,044,234.00 1,286,220,058,489.00
Rasio
ketergantungan 56.36% 78.33% 58.53% 64.41%
daerah

Pada tahun 2015 pada rasio ketergantungan daerah Kota Banda Aceh berada pada
angka 56.36% sedangkan pada tahun 2016 rasio ketergantungan mengalami kenaikan sebesar
78.33% dan mengalami penurunan pada tahun 2017 sebesar 58.53%. Rasio ketergantungan
daerah tertinggi pada tahun 2016 yang berarti pada tahun tersebut mengalami ketergantungan
yang tinggi, pada tahun 2017 kota Banda Aceh mengalami penurunan.
Rasio Pertumbuhan PAD

Hasil perhitungan Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut :

Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017

Realisasi Penerimaan Rp Rp Rp
PAD 209,914,107,300.00 258,591,409,669.00 270,170,805,366.00
Rasio Pertumbuhan
23.19% 4.48%
PAD

Pada tahun 2015 PAD yang dihasilkan kota Banda Aceh sebesar 209,914,107,300.00
mengalami kenaikan pada tahun 2016 sebesar 258,591,409,669.00 sehingga rasio
pertumbuhan PAD yang diperoleh tahun 2016 sebesar 23.19%. Hal ini menunjukkan
kemampuan kota Banda Aceh dalam menghasilkan PAD pada tahun 2015 ke tahun 2015
sebesar 23.19%. Pada tahun 2017 juga mengalami kenaikan menjadi 270,170,805,366.00
yang memperoleh rasio pertumbuhan sebesar 4.48%% ini juga menunjukkan bahwa
kemampuan kota Banda Aceh dalam menghasilkan PAD mengalami penurunan dari tahun
2016 ke tahun 2017.

Rasio Pertumbuhan Jumlah Pendapatan

Hasil perhitungan Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut :
Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017

Realisasi Jumlah
1.217.566.428.915,33 1.321.704.923.080,05 1.244.415.059.119
Pendapatan

Rasio Pertumbuhan
- 8,5 % - 5,8 %
Jumlah Pendapatan

Pada tahun 2015 pendapatan yang dihasilakan oleh Kota Banda Aceh sebesar
1.217.566.428.915,33 mengalami kenaikan pada tahun 2016 sebesar 1.321.704.923.080,05
sehingga memperoleh rasio pertumbuhan jumlah pendapatan sebesar 8,5 %. Hal ini
menunjukkan kemampuan Kota Banda Aceh dalam menghasilkan jumlah pendapatan pada
tahun 2015 ke tahun 2016 sebesar 8,5 %. Pada tahun 2017 pendapatan Kota Banda Aceh
juga mengalami kenaikan sebesar 1.244.415.059.119 yang memperoleh rasio pertumbuhan
jumlah pendapatan sebesar – 5,8 %. Hal ini juga menunjukkan penurunan kemampuan Kota
Banda Aceh dalam menghasilkan jumlah pendapatan dari tahun 2016 ke tahun 2017.

Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi

Hasil perhitungan Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi adalah sebagai berikut :

Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Realisasi Belanja Rp Rp Rp
Operasi 933,581,455,818.07 975,070,137,411.64 581,634,257,047
Rasio Pertumbuhan
4.44% -40.35%
Belanja Operasi
Pada tahun 2015 belanja operasi kota Banda Aceh sebesar Rp
933,581,455,818.07 mengalami kenaikan pada tahun 2016 sebesar Rp. 975,070,137,411.64
yang menghasilakan rasio pertumbuhan belanja operasi sebesar 4.44% Pada tahun 2017
belanja operasi juga mengalami penurunan sebesar Rp 581,634,257,047 sehingga
memperoleh rasio pertumbuhan belanja operasi sebesar -40.35%.

Rasio Pertumbuhan Belanja Modal

Hasil perhitungan Rasio Pertumbuhan Belanja Modal adalah sebagai berikut :

Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017

Realisasi Belanja Modal 1.154.827.388.812,07 1.234.759.979.058,68 1.255.243.124.298

Rasio Pertumbuhan
- 6,9 % 1,6 %
Belanja Modal

Belanja modal tahun 2015 sebesar 1.154.827.388.812,07 yang mengalami kenaikan pada
tahun 2016 sebesar 1.234.759.979.058,68 sehingga memperoleh rasio pertumbuhan belanja
modal sebesar 6,9 %. Pada tahun 2017 belanja modal mengalami kenaikan sebesar
1.255.243.124.298 sehingga pada tahun 2017 menghasilkan rasio pertumbuhan modal
sebesar 1,6 %.

Analisis Rasio Keuangan

1. Rasio Lancar

Rasio Lancar menggambarkan kemampuan organisasi dalam membayar utang yang


segera harus dapat dipenuhi dengan aktiva lancar.
Berikut adalah hasil perhitungan dari rasio lancar:

Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Rp Rp Rp
Aktiva Lancar
181,723,568,169.76 143,768,885,659.36 166,201,766,484.76
Rp Rp Rp
Utang Lancar
66,233,632,780.01 92,400,809,446.01 81,140,740,238.06
Rasio Lancar 2.74 1.56 2.05

Dari hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa dari tahun 2015 ke tahun 2016
mengalami penurunan, namun dari tahun 2016 ke tahun 2017 mengalami kenaikan. Hal
ini dikarenakan utang lancar pada tahun 2017 mengalami kenaikan yang cukup drastis
dari tahun-tahun sebelumnya. Yang mungkin disebabkan oleh utang untuk menutup
defisit di tahun sebelumnya. Namun, secara keseluruhan rasio lancar dari tahun 2015
sampai tahun 2017 sudah baik karena angkanya lebih dari 1.
2. Rasio Kas
Menggambarkan kemampuan organisasi dalam membayar utang yang segera harus dapat
dipenuhi dengan kas yang tersedia dan setara kas yang dapat segera diuangkan. Berikut
adalah hasil perhitungan dari rasio kas:

Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Kas + Setara Kas 129.110.140.556,23 69.389.088.565,6 79.273.094.914,97
Utang Lancar 24.233.632.780,01 53.200.809.446,01 44.740.740.238,06
Rasio Kas 5,33 1,30 1,77

Seperti halnya rasio lancar, pada rasio kas ini pada tahun 2016 mengalami penurunan
yang sangat drastis sementara di tahun 2017 mengalami kenaikan. Hal ini membuktikan
bahwa Kota Banda Aceh mampu membayar utang yang harus segera dapat dipenuhi
dengan kas yang tersedia dan setara kas yang dapat segera diuangkan paling baik pada
tahun 2017. Namun, secara keseluruhan dari tahun 2015 sampai tahun 2017 rasio kas
sudah baik karena semua angkanya lebih dari 1.

3. Rasio Cepat
Menggambarkan kemampuan organisasi dalam membayar utang yang segera harus dapat
dipenuhi dengan aktiva lancar yang likuid (quick assets). Berikut adalah hasil
perhitungan dari rasio cepat:

Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Aktiva Lancar –
174.733.326.008,87 135.624.677.178,36 152.201.335.282,54
Persediaan
Utang Lancar 24.233.632.780,01 53.200.809.446,01 44.740.740.238,06
Rasio Cepat 7,21 2,55 3,40

Sama halnya pada rasio lancar dan rasio kas, rasio cepat juga mempunyai nilai tertinggi
di tahun 2015 dan terendah di tahun 2016. Hal ini dikarenakan pada tahun 2016 utang
yang dimiliki pemda Kota Banda Aceh sangat tinggi. Hal ini membuktikan bahwa
organisasi mampu membayar utang yang segera harus dapat dipenuhi dengan aktiva
lancar yang likuid (quick assets) paling baik pada tahun 2015. Namun, secara
keseluruhan dari tahun 2015 sampai tahun 2017 rasio kas sudah baik karena semua
angkanya lebih dari 1.

4. Rasio Utang terhadap Ekuitas


Menggambarkan bagian dari setiap Rupiah modal yang dijadikan jaminan untuk
keseluruhan utang. Berikut adalah hasil dari perhitungan rasio utang terhadap ekuitas:
Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Rp Rp Rp
Total Utang
66,233,632,780.01 92,400,809,446.01 81,140,740,238.06
Rp Rp Rp
Total Ekuitas
4,103,158,130,916.85 4,060,303,827,246.26 5,900,330,676,304.99
Rasio DER 0.02 0.02 0.01

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui dari tahun ke tahun rasio utang terhadap
ekuitas adalah terhitung stabil, tidak mengalami kenaikan atau penurunan yang signifikan.

5. Rasio Utang terhadap Aset Modal


Menggambarkan bagian dari setiap Rupiah Aset Tetap yang dijadikan jaminan
untuk keseluruhan utang. Berikut adalah hasil perhitungan dari rasio utang terhadap
asset modal:

Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017

Total Utang 66.233.632.780,01 92.400.809.446,01 81.140.740.238,06

Total Aset Modal 3.835.536.437.980,77 3.509.538.380.658,31 5.308.127.675.695,87

Rasio Debt to Capital


0.02 0.03 0.01
Assests

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa dari tahun 2015 ke tahun 2016 rasio ini
mengalami kenaikan, namun dari tahun 2016 ke tahun 2017 mengalami penurunan. Dan secara
keseluruhan rasio ini tergolong baik karena angkanya kurang dari 1.
5. Rasio Utang terhadap Pendapatan
Menggambarkan bagian dari setiap Rupiah pendapatan yang dijadikan jaminan untuk
keseluruhan utang. Berikut adalah hasil perhitungan dari rasio utang terhadap
pendapatan:

TOTAL UTANG
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 =
TOTAL PENDAPATAN

Tahun Anggaran
Uraian
2015 2016 2017
Rp Rp Rp
Total Utang
66,233,632,780.01 92,400,809,446.01 81,140,740,238.06
Rp Rp Rp
Total Pendapatan
1,217,566,428,915.33 1,321,704,923,080.05 1,244,415,059,119.00
Rasio Utang
Terhadap 0.05 0.07 0.07
Pendapaatan

Dapat diketahui bahwa rasio ini di tahun 2016 mengalami kenaikan kemudian di tahun
2017 tetap stabil. Dan secara keseluruhan rasio utang terhadap pendapatan ini beresiko
sedang karena angka yang didapat kurang dari 1.

6. Rasio utang terhadap PAD


Menggambarkan bagian dari setiap Rupiah pendapatan yang dijadikan jaminan untuk
keseluruhan utang.
TOTAL UTANG
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑃𝐴𝐷 =
TOTAL PAD

Tahun Anggran
Uraian
2015 2016 2017
Total Utang 66.233.632.780,01 92.400.809.446,01 81.140.740.238,06
Total PAD 209.914.107.300,96 258.591.409.669,00 270.170.805.366
Rasio Utang
0,31 0,36 0,30
Terhadap PAD
Seperti halnya denga rasio utang terhadap pendapatan, dapat diketahui bahwa rasio ini di
tahun 2016 mengalami kenaikan kemudian di tahun 2017 mengalami penurunan.

BELUM
Rasio Aktivitas

Rasio Keserasian Belanja

o RASIO BELANJA OPERASI

Total Belanja Operasional


𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 =
Total Belanja Daerah

Tahun Anggaran
Uraian
2014 2015 2016
Total Belanja
2.142.009.298.567,13 2.378.540.551.393,25 2.642.623.655.375,69
Operasional
Total belanja
2.605.269.843.328,35 3.061.176.650.637,25 3.277.243.223.082,69
Daerah
Rasio Belanja
82,22% 77,70% 80,64%
Operasi

o RASIO BELANJA MODAL

Total Belanja Operasional


𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 =
Total Belanja Daerah
Tahun Anggaran
Uraian
2014 2015 2016
Total Belanja
463.260.544.761,22 673.026.825.829,00 634.536.951.557,00
Modal
Total Belanja
2.605.269.843.328,35 3.061.176.650.637,25 3.277.243.223.082,69
Daerah
Rasio Belanja
17,78% 21,99% 19,36%
Modal

Rasio Efektivitas Pajak Daerah

Hasil perhitungan Rasio Efektivitas Pajak Daerah adalah sebagai berikut :

Tahun Anggaran
Uraian
2014 2015 2016

Realisasi Penerimaan
561.684.151.009,96 635.647.206.877,06 752.142.501.992,98
Pajak Daerah

Target Penerimaan
785.486.018.000,00 1.053.182.160.000,00
Pajak Daerah

Rasio Efektivitas
80,92% 71,42%
Pajak Daerah

Rasio Efisiensi Belanja

Hasil perhitungan Rasio Efisiensi Belanja adalah sebagai berikut :


Tahun Anggaran
Uraian
2014 2015 2016

Realisasi Belanja 2.605.269.843.328,35 3.061.176.650.637,25 3.277.243.223.082,69

Anggaran Belanja 3.474.797.009.000,00 3.904.790.184.000,00

Rasio Efisiensi
88,10% 83,93%
Belanja Daerah

Dari perhitungan di atas, pada tahun 2015 dan 2016 diperoleh Rasio Efisiensi Belanja Daerah
sebesar 88,10% dan 83,93%. Hal ini berarti belanja pemda Kota Makassar tahun 2015 relatif
lebih efisisen dibandingkan tahun 2016. Pemda Kota Makassar dinilai telah melakukan
efisiensi anggaran karena rasio efisiensinya kurang dari 100%.

A. Pembahasan Tambahan
a. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan rata-rata
kinerja pengelolaan kota Makassar berdasarkan rasio keuangan adalah baik
dan tidak ditemukan adanya penyimpangan pada laporan keuangan yang
didukung oleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan oleh
BPK kepada Kota Makassar. Dilansir dari IDN Times Sulsel, predikat tersebut
telah diperoleh selama 4 tahun berturut-turut dari tahun 2015. Predikat WTP
diberikan BPK sebagai tanda pengelolaan keuangan yang bersih dan
transparan. Dengan WTP itu, berarti tidak ditemukan kesalahan material
dalam laporan keuangan, serta dibuat dengan prinisp akuntansi yang berlaku.
Sumber : IDN Times Sulsel (https://bit.ly/2VotR5N)

b. Kota Makassar juga dikenal sebagai kota wisata dengan jumlah kunjungan
pada tahun
2014 adalah
sebesar 3juta

wisatawan nasional dan 51.000 wisatawan mancanegara. Maka dari itu, tidak
heran jika pertambahan wisatawan dari tahun ke tahun meningkat sekitar 27%
sampai 28% menurut data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Makassar yang
dilansir dari Kompas.com. Meningkatnya jumlah wisatawan juga dapat dilihat
dari Rasio Pertumbuhan PAD kota Makassar pada tahun 2014 – 2016 yang
mengalami peningkatan sebesar 3,86%. Namun peningkatan pendapatan asli
daerah perlu lebih diperhatikan karena kontribusi pendapatan asli daerah
dibandingkan total pendapatan masih relatif lebih kecil.
R
a
s
i
o Pertumbuhan PAD meningkat.

Sumber : Kompas.com
(https://bit.ly/2Q8DEw4)
5,000,000,000,000.00

4,000,000,000,000.00

3,000,000,000,000.00

2,000,000,000,000.00

1,000,000,000,000.00

0.00
2014 2015 2016
PAD Total Pendapatan
Kontribusi Pendapatan Asli Daerah dibandingkan Total Pendapatan masih relatif lebih kecil.
c. Sementara itu, di sisi lain, walaupun rasio pertumbuhan PAD meningkat,
tetapi jika dilihat dari Rasio Ketergantungan Daerah, Kota Makassar masih
memiliki tingkat ketergantungan dengan pusat dengan rata-rata 3 tahun
sebesar 68,20%. Artinya, peran pemerintah pusat masih lebih dominan
d
a
r
i
p
a
d
a

pemerintah Kota Makassar.

Rasio Ketergantungan Daerah Kota Makassar


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan rata-rata
kinerja pengelolaan kota Bogor berdasarkan rasio keuangan adalah baik dan tidak
ditemukan adanya penyimpangan pada laporan keuangan yang didukung oleh
predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan oleh BPK kepada Kota
Makassar. Predikat tersebut telah diperoleh selama 4 tahun berturut-turut dari tahun
2015.
Kota Makassar juga dikenal sebagai kota wisata dengan jumlah kunjungan
pada tahun 2014 adalah sebesar 3juta wisatawan nasional dan 51.000 wisatawan
mancanegara. Maka tidak heran jika pertambahan wisatawan dari tahun ke tahun
meningkat sekitar 27% sampai 28% menurut data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Makassar. Meningkatnya jumlah wisatawan juga dapat dilihat dari Rasio
Pertumbuhan PAD kota Makassar pada tahun 2014 – 2016 yang mengalami
peningkatan sebesar 3,86%. Namun peningkatan pendapatan asli daerah perlu lebih
diperhatikan karena kontribusi pendapatan asli daerah dibandingkan total pendapatan
masih relatif lebih kecil.
Sementara itu, di sisi lain, walaupun rasio pertumbuhan PAD meningkat,
tetapi jika dilihat dari rasio ketergantungan daerah kota Makassar, masih memiliki
tingkat ketergantungan dengan pusat dengan rata-rata 3 tahun sebesar 68,20%.
Artinya, peran pemerintah pusat masih lebih dominan daripada pemerintah kota
Makassar.

DAFTAR PUSTAKA

Mahmudi, 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP


STIM YKPN

Mutiha, Arthaingan H. 2016. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota


Bogor Tahun Anggaran 2010-2014. Laboratorium Akuntansi, Program Vokasi Universitas
Indonesia.

Nugroho, Akram Arif. 2012. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah


Kabupaten Boyolali APBD 2008-2010. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pranata, Aan. 2019. Lima Tahun Pimpin Kota Makassar, Ini Capaian Danny-Ical.
Tersedia pada : https://bit.ly/2VotR5N

Prodjo, Wahyu Adityo. 2015. Wisata Kuliner dan MICE, Cara Makassar Gaet
Wisatawan. Tersedia pada : https://bit.ly/2Q8DEw4

Website Resmi Kota Makassar. Tersedia pada : http://makassarkota.go.id

Anda mungkin juga menyukai