Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi dan Karakteristik
Musyarakah berasal dari kata syirkah, syirkah artinya pencampuran
atau interaksi. Secara terminologi, syirkah adalah persekutuan usaha untuk
mengambil hak atau untuk beroperasi.1[1]
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu. Dalam musyarakah, masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan, sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi dana.2[2]
Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai
suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan
maupun yang baru. Selanjutnya, mitra dapat mengembalikan dana tersebut
dan bagi hasil

yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau

sekaligus kepada entitas ( mitra ) lain. Investasi musyarakah dapat diberikan


dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas, termasuk aset tidak
berwujud, seperti lisensi dan hak paten. Karena setiap mitra tidak dapat
menjamin dana mitra lainnya, setiap mitra dapat meminta mitra lainnya
untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang disengaja ialah (a)
pelanggaran terhadap akad, antara lain penyalahgunaan dana investasi,
manipulasi biaya, dan pendapatan operasional; atau (b) pelaksanaan yang
tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah
yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selama periode akad
bukan dari jumlah invstasi yang disalurkan.3[3]

1[1] Dwi Suwiknyo. Pengantar Akuntansi Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010,
h. 150
2[2] Rizal yahya, dkk. Akuntansi Perbankan Syariah (Teori dan Praktik Kontemporer.
Jakarta: Salemba Empat. 2009, h. 103

B.

Ketentuan Syari, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah

a.

Transaksi Musyarakah
Ketentuan Syari Transaksi Musyarakah
Transaksi musyarakah secara syari terdiri atas dua jeis, yaitu
musyarakah hak milik (syirkatul amlak) dan musyarakah akad (syirkatul
uqud). Musyarakah hak milik adalah persekutuan antara dua orang atau
lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab
kepemilikan seperti jual beli, hibah, atau warisan. Sementara itu, musyaraka
akad adalah akad kerja sama dua orang atau lebih yang bersekutu dalam
modal atau keuntungan.
Berdasarkan perbedaan peran dan tanggung jawab para mitra yang
terlibat, musyarakah akad dapat diklasifikasikan atas musyarakah inan,
musyarakah abdan, musyarakah wujuh, dan musyarakah muwafadhah.
Musyarakah inan adalah kerja sama antar dua orang atau lebih dengan
modal yang mereka miliki bersama untuk membuka usaha yang mereka
lakukan sendiri, lalu berbagi keuntungan bersama. Praktik musyarakah
dalam dunia perbankan umumnya didasarkan atas konsep musyarakah
inan.4[4]
Berdasarkan

perubahan

porsi

dana

para

mitra,

musyarakah

dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:


1. Musyarakah permanen, yaitu musyarakah dengan ketentuan bagian dana
setiap mitra ditentukan saat akad jumlahnya tetap hingga akhir masa akad
(PSAK No. 106 par 04). Contohnya, antara mitra A dan mitra P yang
melakukan akad musyarakah menanamkan modal yang jumlah awal masingmasing Rp 20.000.000, maka sampai akhir akad syirkah modal mereka
2.

masing-masing Rp 20.000.000.
Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha), yaitu musyarakah
dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara
3[3] Ibid. h, 104-105
4[4] Dwi Suwiknyo. Pengantar Akuntansi Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010,
h. 150

bertahap kepada mitra lainnya, sehingga bagian dananya akan menurun dan
pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha
musyarakah tersebut.
akad

Contohnya, antara mitra A dan mitra P melakukan

musyarakah, mitra P menanamkan Rp 10.000.000 dan mitra A

menanamkan

Rp

20.000.000.

Seiring

berjalannya

kerja

sama

akad

musyarakah tersebut, modal mitra P Rp.10.000.000 tersebut akan beralih


kepada mitra A melalui pelunasan secarabertahap yang dilakukan mitra A. 5
[5]
Ketentuan syari transaksi musyarakah yang dilakukan oleh bank
syariah mengacu pada Fatwa DSN Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000. Dalam fatwa
tersebut, diatur berbagai hal terkait ijab kabul, ketentuan tentang pihakpihak yag bertransaksi, objek akad musyarakah, dan biaya operasional yang
disengketakan. Secara detail, fatwa DSN tentang transaksi musyarakah
dibahas dalam bagian rukun transaksi musyarakah berikut.6[6]
b. Rukun Transaksi Musyarakah
Rukun transaksi musyarakah meliputi: dua hak transaktor, objek musyarakah
(modal dan usaha), serta ijab dan qabul yang menunjukkan persetujuan

pihak yang bertransaksi.


Transaktor
Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi musyarakah harus cakap hukum,
serta berkompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
Para mitra harus memperhatikan hal-hal yang terkait dengan ketentuan

syari transaksi musyarakah.


Objek Musyarakah
1. Modal
Berdasarkan fatwa DSN Nomor

Tahun

2000

tentang

musyarakah

disebutkan bahwa modal yang diberikan dapat berupa kas atau aset non kas.
Modal kas dapat dalam bentuk uang tunai emas, perak, dan setara kas
lainnya yang dapat dicairkan secara cepat menjadi uang. Adapun modal
5[5] Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
2009, h.138
6[6] Dwi Suwiknyo. Pengantar Akuntansi Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010,
h. 151

berupa aset non-kas dapat berupa barang pedagangan, properti, aset tetap,
dan lainnya yang digunakan dalam proses usaha. Jika modal berbentuk aset,
harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakai oleh para mitra.
2. Kerja
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 8 tentang musyarakah, partisipasi para mitra
dalam pekerjaan merupkan dasar pelaksanaan musyarakah. Akan tetapi,
kesamaan porsi kerja bukanlah syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan
kerja lebih banyak dari yang lain, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian
keuntungan tambahan bagi dirinya.
3. Keuntungan dan kerugian
Dalam hal keuntungan musyarakah, DSN mewajibkan para mitra untuk
menghitung secara jelas keuntungannya untuk menghindarkan perbedaan
dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan maupun ketika penghentian
musyarakah.
Dalam hal kerugian, DSN mewajibkan kerugian dibagi di antara para mitra
secara proporsional menurut bagian masing-masing. Apabila rugi disebabkan
oleh kelalaian mitra pengeloal, maka rugi tersebut ditanggung oleh mitra

pengelola usaha musyarakah.


Ijab dan kabul
Ijab dan kabul transaksi musyarakah harus dinyatakan oleh para pihak untuk

menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).


c. Pengawasan Syariah Transaksi Musyarakah
Untuk memastikan kesesuaian syariah pada praktik musyarakah yang
dilakukan bank, DPS melakukan pengawasan syariah secara periodik.
Pengawasan tersebut berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia dilakukan untuk:
1. Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap telah disampaikan oleh
bank kepada nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan
investasi musyarakah telah dilakukan;
2. Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan sesuai prinsip
3.

syariah;
Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian investasi

musyarakah;
4. Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat musyarakah;

5.

Memastikan bahwa biaya operasional telah dibebankan pada modal

6.

bersama musyarakah; dan


Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis

kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah.


C. Alur Transaksi Musyarakah
Mitra 1
1. Akad Musyarakah
Mitra 2
4a. Laba/Rugi Mitra 1
4b. Laba/Rugi Mitra 2
2. Proyek Usaha
3. Hasil Usaha:
Apabila untung akan dibagi sesuai nisbah
Apabila rugi, akan ditanggung sesuai proporsi modal

Keterangan:
1. Mitra 1 dan Mitra 2 menyepakati akad musyarakah
2. Proyek usaha sesuai akad musyarakah dikelola bersama
3. Proyek usaha menghasilkan laba atau rugi
4. Jika untung, dibagi sesuai nisbah. Jika rugi, dibagi sesuai proporsi modal. 7[7]
D. Cakupan Standar Akuntansi Transaksi Musyarakah bagi Bank
Syariah (Mitra Pasif)
Menurut PSAK 106, mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha
musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama
7[7] Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
2009, h.136

mitra tersebut. Adapun mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola
usaha musyarakah. Berdasarkan pembedaan jenis mitra tersebut, bank
syariah dalam skema investasi musyarakah yang diberikan cenderung
masuk dalam kategori mitra pasif, karena tidak ikut mengelola usaha
musyarakah.
E. Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Musyarakah
Transaksi Investasi Musyarakah
Pada tanggal 2 Februari 20XA, Bu Nasibah menandatangani

akad

pembiayaan usaha penggilingan padi (membeli padi, menggiling selanjutnya


menjual

beras)

dengan

Bank

Murni

Syariah

(BMS)

dengan

musyarakah sebagai berikut.


Nilai proyek
Kontribusi Bank

Rp 80.000.000
Rp 60.000.000 (pembayaran
tahap

pertama

sebesar

Rp

35.000.000 dilakukan tanggal


12

Februari,

tahap

kedua

pembayaran
sebesar

Rp.

25.000.000, dilakukan tanggal


Kontribusi Bu Nasibah
Nisbah Bagi Hasil

2 Maret
Rp 20.000.000
Bu Nasibah 75% dan BMS

Periode
Biaya Administrasi

25%
6 Bulan
Rp
600.000

Objek Bagi Hasil

pembiayaan bank)
Laba bruto (selisih harga jual
beras

(1%

dikurangi

dari

harga

pembelian)
Skema Pelaporan dan Pembaya Setiap tiga bulan (dua kali
Porsi Bank

masa panen) pada tanggal 2

Skema Pelunasan Pokok

Mei dan 2 Agustus 20XA


Musyarakah
permanendilunasi

pada

saat

akad

skema

berakhir tanggal 2 Agustus


20XA

Penjurnalan Transaksi Musyarakah


Saat akad disepakati
Dalam praktik perbankan, pada saat akad musyarakah disepakati, bank akan
membuka cadangan rekening investasi musyarakah untuk usaha. Pada
tanggal itu juga, bank membebankan biaya administrasi dengan mendebit
rekening nasabah.
Jurnal untuk membuka cadangan investasi musyarakah untuk Bu Nasibah
dan pembebanan biaya administrasi adalah sebagai berikut.
Tanggal
02/02/X
A

Rekening
Db. Pos lawan komitmen

Kredit

(Rp)
60.000.0

(Rp)

administratif pembiayaan
Kr. Kewajibann komitmen
administratif pembiayaan
Db. Kas/rekening nasabah Bu
Nasbibah
Kr. Pendapatan administrasi

Debit

00
60.000.0
00
600.000
600.000

Saat penyerahan investasi musyarakah oleh bank kepada nasabah


Dalam kasus Bu Nasibah, anggaplah bahwa pada pada tanggal 12 Februari
bank mentransfer sebesar Rp.35.000.000 ke rekening Bu Nasibah sebagai
pembayaran tahap pertama. Selanjutnya pada tanggal 2 Maret, bank syariah
menyerahkan dana tahap kedua sebesar Rp.25.000.000.
Adapun bentuk jurnalnya adalah sebagai berikut.
Tanggal
12/02/X

Rekening
Db. Investasi musyarakah

Debit

Kredit

(Rp)
35.000.0

(Rp)

00
Kr. Kas/Rekening nasabah

35.000.0
00

Db.

Kewajiban

komitmen 35.000.0

administratif pembiayaan
00
Kr. Pos lawan komitmen

35.000.0

02/03/X

administratif pembiayaan
Db. Investasi musyarakah

00
25.000.0

00
Kr. Kas/rekening nasabah

25.000.0
00

Db.

Kewajiban

komitmen 25.000.0

administrasi pembiayaan
00
Kr. Pos lawan komitmen

25.000.0

administratif pembiayaan

00

Saat penerimaan bagi hasil bagian bank


Berikut adalah realisasi laba bruto usaha Bu Nasibah selama dua kali masa
panen yang dilaporkan pada tanggal 2 Mei 20XA dan 2 Agustus 20XA
No

periode
Masa Panen

1.

I
Masa Panen

2.

1.

II

Tanggal

Jumlah laba

Porsi Bank

bruto (Rp)

(Rp)

14.000.000

3.500.000

02 Mei

16.000.000

4.000.000

12 Ags

pembayaran
bagi hasil

Transaksi di atas dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu:


Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan
dengan pelaporan bagi hasil, (seperti pada bagi hasil untuk panen I)
Misalkan pada pembayaran bagi hasil musyarakah masa panen I, Bu Nasibah
melaporkan bagi hasil untuk bank syariah pada tanggal 2 Mei. Pada tanggal
tersebut,Bu Nasibah langsung membayar bagi hasil untuk bank syariah
sebesar Rp. 3.500.000. Jurnal untuk mencatat penerimaan bagi hasil
tersebut adalah sebagai berikut.
Tanggal
02/05/X
A

Rekening
Db. Kas/rekening nasabah
Kr. Pendapatan bagi hasil
musyarakah

Debit

Kredit

(Rp)
3.500.00

(Rp)

0
3.500.0
00

2. Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan


tanggal pelaporan bagi hasil, (seperti pada bagi hasil untuk masa panen
II)
Tanggal

Rekening

02/08/X Db. Tagihan pendapatan bagi


A

Debit

Kredit

(Rp)
4.000.00

(Rp)

hasil musyarakah
Kr. Pendapatan bagi hasil

0
4.000.0

musyarakah-akrual
02/08/X
A

00
4.000.00

Db. Kas/rekening nasabah

Kr. Tagihan pendapatan bagi

4.000.0

hasil musyarakah

00

Saat akad berakhir


1. Nasabah pembiayaan mampu mengembalikan modal musyarakah
bank
Tanggal
10/05/
XB

Rekening
Db. Kas/rekening nasabah

Debit

Kredit

(Rp)
60.000.0

(Rp)

00
60.000.0

Kr. Investasi musyarakah


2.

Nasabah

pembiayaan

tidak

mampu

00
mengembalikan

modal

musyarakah
Misalkan Bu Nasibah tidak mampu melunasi modal musyarakah bank, maka
jurnal pada saat jatuh tempo tersebut adalah sebagai berikut.
Rekening
Db. Piutang investasi musyarakah jatuh
tempo
Kr. Investasi musyarakah

Debit (Rp)

Kredit
(Rp)

60.000.00
0
60.000.0
00

Jika dikemudian hari nasabah membayar piutang investasi musyarakah jatuh


tempo, maka jurnalnya adalah sebagai berikut.
Rekening
Db. Kas/rekening nasabah
Kr. Piutang investasi musyarakah jatuh
tempo

Debit (Rp)

Kredit
(Rp)

60.000.00
0
60.000.0
00

Anda mungkin juga menyukai