Anda di halaman 1dari 10

RESUME GAMBARAN UMUM SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Keuangan Daerah

Dosen Pengampu :

Dwi Sudaryati, S.E., M.Acc., AKT

KELOMPOK 5

1. Asma’ Atika 142150116


2. Dyah Choiria Nuryana W. 142150117
3. Dhimas Amitis W. 142150118
4. Asrifatur Risqi 142150119

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

A. LATAR BELAKANG PERLUNYA SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH


Kebutuhan akan adanya sistem akuntansi bagi pemda tidak terlepas dari aperkembangan
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah seperti yang
telah disebutkan dalam bab-bab sebelumnya antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengeloaan dan


Tanggungjawab Keuangan Negara:

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang StandarAkuntansi Pemerintahan


Berbasis Akrual;

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar
Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akmal pada Pemerintah Daerah.

Secara garis besar, seluruh peraturan perundang-undangan di atas mengamanatkan bahwa


dalam rangka penanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), maka setiap Kepala Daerah harus menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). SAP diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71
tahun 2010 berisi pedoman yang harus diikuti dalam rangka penyusunan dan penyampaian
laporan keuangan bagi setiap pemda. Dalam PP 71 tahun 2010 tersebut disebutkan bahwa SAP
adalah prinsip-prinsip akuntansi yang harus diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan pemda. Dengan demikian, SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan
hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemda di indonesia. Untuk dapat
menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan SAP maka diperlukan adanya sistem akuntansi
yang harus dilaksanakan oleh setiap pemda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa latar
belakang diperlukan sistem akuntansi bagi pemda adalah agar dapat menyusun laporan keuangan
yang sesuai dengan SAP dalam rangka perwujudan pengelolaan keuangan daerah yang
transparan dan akuntabel.

Sistem akuntansi pemerintah daerah (SAPD) secara terperinci telah diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 64 tahun 2013. Dalam pasal 5
Permendagri 64 tahun 2013 disebutkan bahwa SAPD memuat pilihan prosedur dan teknik
akuntansi dalam melakukan identifikasi transaksi, pencatatan pada jurnal, posting ke dalam buku
besar, penyusunan neraca saldo serta penyajian laporan keuangan.

B. RUANG LINGKUP SISTEM AKUNTANSl PEMERINTAH DAERAH (SAPD)

Berdasarkan Permendagri 64 tahun 2013, SAPD terdiri atas: (1) sistem akuntansi Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), dan (2) sistem akuntansi Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD). PPKD adalah kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) yang
mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan. bertindak sebagai bendahara umum
daerah. SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna
anggaran/pengguna barang.

Peraturan Menteri Daiam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 menyebutkan


bahwa sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian prosedur mulai dari proses
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dapat dilakukan secara manual atau menggunakan
aplikasi komputer. Pasai 232 Permendagri Nomor 13 tahun 2006 menyebutkan bahwa sistem
akuntansi tersebut harus diseienggarakan oleh setiap entitas pelaporan dan entitas akuntansi.
Sistem akuntansi Pemda tersebut harus diselenggarakan oleh SKPD dan PPKD. SKPD sebagai
entitas akuntansi menyusun 5 (lima) jenis laporan keuangan yaitu Laporan Realisasi Anggaran
(LRA). Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK). PPKD kemudian akan melakukan konsolidasi laporan keuangan
SKPD sehingga bisa disusun 7 jenis laporan keuangan pemerintah daerah sebagai entitas
pelaporan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo
Anggaran Lebih (SAL), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE),
Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Konsep sistem akuntansi pemda dapat dijelaskan sebagai berikut. Hubungan antara
SKPD dengan PPKD dapat diibaratkan seperti hubungan antara “Kantor Pusat” dengan “Kantor
Cabang”, di mana PPKD sebagai “Kantor Pusat” dan SKPD-SKPD sebagai “Kantor Cabang”.
Hal tersebut akan menyebabkan masing-masing pihak menyelenggarakan rekening timbal balik
(reciprocal accounts) yaitu PPKD menyelenggarakan Rekening Koran SKPD (R/K-SKPD) dan
SKPD menyelenggarakan Rekening Koran PPKD (R/K-PPKD).

RK-SKPD akan diselenggarakan oleh PPKD. Saldo rekening ini menunjukkan


“investasi” PPKD di SKPD atau hak PPKD terhadap SKPD. Rekening ini akan didebit apabila
hak PPKD bertambah dan dikredit apabila hak PPKD berkurang. Rekening ini merupakan
kelompok aset sehingga selalu bersaido debit. Sedangkan R/K PPKD diselenggarakan oleh
SKPDSKPD. R/K PPKD termasuk kelompok rekening ekuitas. Rekening ini akan dikredit
apabila kewajiban SKPD kepada PPKD bertambah dan akan didebit apabila kewajiban SKPD
kepada PPKD berkurang.

Pada praktiknya, sistem akuntansi SKPD dilaksanakan oleh seluruh SKPD di lingkungan
Pemda seperti Dinas, Badan, dan Kantor. Misalnya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas
Pertanian, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kantor Satpol PP, dan sebagainya.
Sementara sistem akuntansi PPKD dilaksanakan oieh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
(SKPKD) yang biasanya dikenal dengan nama Dinas/Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah. Sistem akuntansi yang diselenggarakan oleh SKPKD karenanya terdiri atas:

1. Sistem akuntansi SKPKD selaku SKPD

Sistem akuntansi SKPKD selaku SKPD sama dengan sistem akuntansi yang
diselenggarakan oleh SKPD lainnya. SKPKD seperti SKPD pada umumnya, merupakan
entitas akuntansi yang bertugas menyusun 5 (lima) jenis laporan keuangan yaitu Laporan
Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan
Ekuitas (LPE), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
2. Sistem akuntansi PPKDSebagai PPKD, sistem akuntansi SKPKD dibagi lagi menjadi 2
(dua):

a. Sistem akuntansi PPKD sebagai Bendahara Umum Daerah (BUD) yang


menghasilkan laporan keuangan PPKD berupa LRA, Neraca LO, LPE, dan CaLK.

b. Sistem akuntansi konsolidator pemda yang bertugas menggabungkan/


mengkonsolidasikan seluruh laporan keuangan SKPD dan PPKD sehingga tersusun 7
(tujuh) jenis laporan keuangan pemerintah daerah sebagai entitas pelaporan yang
meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran
Lebih (SAL), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE),
Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Seperti telah dibahas di atas, struktur akuntansi di pemda menggunakan konsep transaksi
Kantor Pusat-Kantor Cabang (Head/Home Office-Branch Office). Kantor Pusat adalah Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sedangkan yang bertindak sebagai Kantor Cabang adalah
SKPD. Pemilihan struktur ini sesuai dengan Undang Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara pasal 10 ayat (3) dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 100 yang menetapkan bahwa pelaksanaan akuntansi dan
pelaporan keuangan dilakukan di tingkat SKPD sebagai entitas akuntansi dan pemda sebagai
entitas pelaporan. Sebagai konsekuensinya dari struktur akuntansi tersebut maka diperlukan
kontrol pencatatan antara PPKD dan SKPD melalui mekanisme akun reslprokal seperti yangtelah
disebutkan di atas yaitu akun RIK-PPKD yang ada di SKPD dan akun R/K-SKPD yang ada di
PPKD.

Akuntansi RIK/PPKD merupakan akuntansi ekuitas di tingkat SKPD Akun R/K PPKD
setara dengan ”Ekuitas“ tetapi penggunaannya khusus SKPD. Hal ini dikarenakan SKPD
merupakan “cabang” dari Pemda, sehingga sebenarnya SKPD tidak memiliki ekuitas atau modal
sendiri melainkan hanya menerima modal dari PPKD melalui mekanisme transfer.

SKPD sebagai entitas akuntansi harus menyelenggarakan akuntansi yang bertujuan untuk
menghasilkan laporan keuangan yang akan disampaikan kepada entitas pelaporan.
Penyelenggaraan akuntansi mengacu kepada Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun
laporan keuangan gabungan dari unit kerja yang berada di lingkup SKPD dan menyampaikannya
kepada gubernur/bupati/walikota melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selaku
entitas pelaporan untuk dilakukan proses konsolidasian. PPKD selaku BUD menyusun laporan
keuangan SKPKD sebagai penanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan daerah yang
selanjutnya akan digabungkan dengan laporan keuangan yang berasal dari SKPD. PPKD
selanjutnya melakukan proses konsolidasian dan menyusun laporan keuangan pemda
berdasarkan laporan keuangan SKPD serta laporan pertanggungjawaban pengelolaan
perbendaharaan daerah dan disampaikan kepada Kepala Daerah untuk selanjutnya disampaikan
ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Proses konsolidasi dapat dilaksanakan dengan mengeliminasi akunakun yang timbal balik
(reciprocal accounts). Jika pemda memiliki Badan Layanan Umum (BLU) maka laporan
keuangan BLU harus digabungkan dalam laporan keuangan konsolidasian pemda yang
membawahi BLU dimaksud. Selain BLU, pemda juga memiliki Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) di mana laporan keuangannya tidak dikonsolidasikan dalam laporan keuangan pemda.
Laporan Keuangan BUMD hanya dilampirkan dalam Laporan Keuangan Konsolidasian pemda.

C. PERSAMAAN DASAR AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

Sistem pencatatan akuntansi pemda berbeda dengan sistem pencatatan akuntansi


komersial karena pemda mempunyai laporan keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran
dengan karakteristik yang berbeda dengan Laporan Laba Rugi pada akuntansi komersial. Untuk
memperjelas bagaimana perbandingan persamaan akuntansi pemda dengan akuntansi komersiai
maka berikut akan diturunkan persamaan dasar akuntansi pemda dari persamaan dasar akuntansi
komersial yang sudah umum kita ketahui.

(1) Aset = Kewajiban + Ekuitas

(2) Aset + Belanja/Beban = Kewajiban + Ekuitas + Pendapatan

(3) Aset + Belanja/Beban + Pengeluaran Pembiayaan = Kewajiban + ekuitas + pendapatan +


penerimaan pembiayaan

Persamaan (1) merupakan persamaan akuntansi yang sering digunakan pada akuntansi
kemersiai. Persamaan (1) dapat digunakan untuk entitas pemda meskipun ekuitas dalam konsep
akuntansi pemda berbeda dengan akuntansi komersial. Persamaan (2) menambahkan akun
Pendapatan (LRA dan atau LO), Belanja (akun LRA), dan akun Beban (akun Laporan
Operasional). Persamaan (2) dikembangkan menjadi persamaan (3) karena adanya transaksi
pembiayaan pada sistem akuntansi PPKD. Oleh karena itu, untuk pencatatan sistem akuntansi
SKPD kita cukup menggunakan persamaan (2). sedangkan untuk sistem akuntansi PPKD dan
pemda secara keseluruhan kita menggunakan persamaan (3).

Dari persamaan di atas dapat disimpulkan:

1) Saldo normal Aset adalah debit. jika bertambah maka didebit, jika berkurang maka
dikredit.

2) Saldo normal Belanja dan Beban adalah debit, jika bertambah maka didebit, jika berkurang
maka dikredit.

3) Saldo normal Pembiayaan-Pengeluaran Daerah (PK) adalah debit, jika bertambah maka
didebit, jika berkurang maka dikredit.

4) Saldo normal Kewajiban adalah kredit, jika bertambah maka dikredit, jika berkurang maka
didebit.

5) Saldo normal Ekuitas adalah kredit, jika bertambah maka dikredit, jika berkurang maka
didebit.

6) Saldo normal Pendapatan (LRA dan/atau LO) adalah kredit, jika bertambah maka dikredit.
jika berkurang maka didebit.

7) Saldo normal Pembiayaan-Penerimaan Daerah (PT) adalah kredit, jika bertambah maka
dikredit, jika berkurang maka didebit.

Dengan menggunakan aturan sederhana di atas maka kita dapat dengan mudah membuat
jurnal untuk transaksi keuangan daerah. Namun harus diperhatikan bahwa akuntansi keuangan
daerah secara prinsip adalah akuntansi anggaran. Dengan demikian setiap transaksi, selain
dicatat pada jumat finansial seperti halnya akuntansi komersial, juga harus dicatat ke dalam
akun-akun LRA dengan jurnal realisasi anggaran. Hal ini merupakan perwujudan akuntansi
akrual sebagaimana amanat PP 71 tahun 2010.

Pendekatan ini berbeda dengan basis akuntansi kas menuju akrual (cash toward accrual),
di mana setiap transaksi dicatat di akun-akun LRA baru kemudian dilakukan jurnal korolari jika
transaksi tersebut terkait secara substansial dengan akun-akun neraca. Contoh transaksi-transaksi
tersebut seperti belanja modal aset tetap, pengeluaran pembiayaan-pembayaran pokok pinjaman,
pengeluaran pembiayaan-penyertaan modal, pengeluaran Pembiayaan pembenan pinjaman,
penerimaan pembiayaan-penerimaan pinjaman, dan sebagainya.

D. PELAKSANA SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

Penyelenggaraan sistem akuntansi keuangan daerah dilakukan dengan memperhatikan


penatausahaan keuangan daerah termasuk. Struktur Organisasi yang menunjukkan tugas pokok
dan fungsi (tupoksi) pihak-pihak yang terkait dalam sistem akuntansi pemerintahan daerah
Struktur organisasi dalam pengelolaan keuangan daerah termasuk di dalamnya adalah sistem
akuntansi pemerintahan daerah. Adapun pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan keuangan
daerah dan penyelenggaran sistem akuntansi pemerintah daerah beserta tupoksinya meliputi:

a. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah Kepala Daerah


(Gubernur/Walikota/Bupati) adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai kewenangan:

1) Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD dan pengelolaan barang daerah;

2) Menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna berang serta bendahara penerimaan dan


atau pengeluaran;

3) Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;

4) Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;

5) Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah; dan
6) Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran.

b. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah Sekretaris Daerah selaku koordinator


pengelolaan keuangan daerah berkaitan dengan peran dan fungsinya dalam membantu
Kepala Daerah menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelengaraan urusan
pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah. Sekretaris Daerah selaku
koordinator pengelolaan keuangan daerah mempunyai tugas koordinasi di bidang:

1) penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD dan barang daerah;

2) penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;

3) penyusunan Raperda APBD perubahan APBD dari pertanggungjawaban pelaksanaan


APBD;

4) tugas-tugas perencana daerah; PPKD dan Pejabat Pengawas Keuangan Daerah; dan

5) penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan


APBD.

Selain tugas koordinasi, Sekretaris Daerah mempunyai tugas:

1) memimpin tim anggaran pemerintah daerah;

2) menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD dengan pengelolaan barang daerah;

3) memberikan persetujuan pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA


-SKPD) dan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran SKPD (DPPA-SKPD): dan

4) melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya berdasarkan


kuasa yang dilimpahkan Kepala Daerah.

c. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)


Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku PPKD mempunyai
tugas:

1) menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah;

2) menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;

3) melaksanakan fungsi BUD;

4) melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

5) menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan


APBD; dan

6) melaksanakan tugas lainnya berdasar kuasa yang dilimpahkan oleh Kepala Daerah.

Kepala SKPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku Bendahara Umum Daerah (BUD)
berwenang untuk

1) menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;

2) mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD;

3) melakukan pengendalian pelaksanan APBD;

4) memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah;

5) melaksanakan pemungutan pajak daerah:

6) menetapkan Surat Penyediaan Dana (SPD)

Anda mungkin juga menyukai