Anda di halaman 1dari 15

REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK

KEBUTUHAN REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK


            Informasi merupakan sarana komunikasi efektif antara anggota masyarakat
dengan anggota masyarakat lainnya atau antara suatu entitas
tertentu dengan masyarakat di sekitarnya. Dibutuhkan standar akuntansi yang
dimaksudkan menjadi acuan dan pedoman bagi para akuntan yang berada dalam
organisasi sektor publik. Standar akuntansi merupakan Prinsip Akuntansi yang
Berlaku Umum (PABU) atau Generally Accepted Accounting Principle (GAAP).
Berlaku umum bermakna bahwa laporan keuangan suatu organisasi dapat
dimengerti oleh siapapun dengan latar belakang apapun, yang terdapat dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 paragraf 9 dan 10 yang
menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat berdasarkan standar akuntansi
tetap bisa memenuhi kebutuhan semua pengguna yang meliputi investor sekarang,
investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, kredit lainnya,
pemerintah dan lembaga-lembaganya, serta masyarakat.

PERKEMBANGAN REGULASI DISEKTOR PUBLIK


1.      Perkembangan Regulasi Terkait Organisasi Nirlaba
A.    Regulasi Tentang Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
Regulasi yang terkait dengan yayasan adalah Undang-Undang RI No. 16 Tahun
2001 tentang Yayasan. Undang-undang ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian
dan ketertiban hukum agar yayasan dapat berfungsi sesuai dengan maksud dan
tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat.
Undang-undang ini diperbaharui dalam beberapa aspek dengan Undang-undang
No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001
tentang Yayasan.
Selain dua Undang-undang yang telah disebutkan untuk lebih menjamin
kepastian hukum, pemerintah juga mengeluarkan peraturan pemerintah No. 63
Tahun 2008 tentang pelaksanaan Undang-undang tentang Yayasan. PP ini
memberikan penjelasan yang lebih detail dan aplikatif dari ketentuan yang telah
diatur dalam Undang-undang tentang Yayasan.

B.     Regulasi Tentang Partai Politik


Regulasi tentang partai politik telah dikembangkan sejak lama, tetapi berkembang
dengan pesat sejak era reformasi dengan system multipartainya. Undang-undang
yang pertama ada setelah era reformasi adalah Undang-undang No. 2 tahun 1999
tentang Partai Politik. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan perubahan
system ketatanegaraan yang dinamis diawal-awal era reformasi, Undang-undang ini
diperbaharui dengan keluarnya Undang-undang No. 31 tahun 2002 tentang partai
politik.
Undang-undang No.31/2002 kembali diperbaharui pada tahun 2008 melalui
Undang-undang No.02/2008 tentang Partai Politik. Secara umum, Undang-undang
No. 2 tahun 2008 ini bersifat melengkapi dan menyerpunakan Undang-undang
No.31 tahun 2002, misalnya memberi pengertian partai politik yang lebih lengkap.
Menurut Undang-undang No.2 tahun 2008, partai politik adalah organisasi yang
bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok WNI secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan Negara, serta memelihara
keutuhan NKRI berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

C.    Regulasi tentang Badan Hukum Milik Negara dan Badan Hukum Pendidikan
Badan Hukum Milik Negara (BHMN) adalah salah satu bentuk Badan Hukum di
Indonesia yang awalnya dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam
rangka “privatisasi” Lembaga Pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri,
khususnya sifat non profit meski berstatus sebagai Badan Usaha.
Universitas yang berstatus BHMN memliki beberapa cirri yang membedakannya
dengan status Universitas lain. Cirri-ciri BHMN adalah sebagai berikut :
1)        Memiliki Majelis Wali Amanat
2)        Memiliki Senat Akademik (SA)
3)        Memiliki Otonomi Manajemen Dana dan Akademik
Pada akhir tahun 2008, terdapat perkembangan baru pada dunia Pendidikan
Tinggi di Indonesia dengan disahkannya UU tentang Badan Hukum Pendidikan
(BHP). BHP adalah Badan Hukum penyelenggaraan pendidikan formal dengan
berprinsip nirlaba yang memiliki kemandirian dalam pengelolaannya dengan tujuan
memajukan satuan pendidikan.
Dalam pengelolaannya, BHP mendasarkan pada 10 prinsip berikut :
1)        Nirlaba
2)        Otonom
3)        Akuntabel
4)        Transparan
5)        Penjaminan mutu
6)        Layanan prima
7)        Akses yang berkeadilan
8)        Keberagaman
9)        Keberlanjutan
10)    Partisipasi atas tanggungjawab Negara

D.    Regulasi tentang Badan Layanan Umum


Badan Layanan umum atau BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan keuntungan. Dalam melakukan
kegiatannya, BLU didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
BLU dibentuk untuk mempromosikan peningkatan pelayanan public melalui
fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU yang dikelola secara professional dengan
menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.

2.      Perkembang Regulasi Terkait Keuangan Negara


A.    UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
UU No.17 tahun 2003 adalah tonggak sejarah penting yang mengawali reformasi
keuangan Negara kita menuju pengelolaan keuangan yang efisien dan modern.
Berikut beberapa hal penting yang diatur dalam Undang-undang ini.
1.      Kekuasaan atas pengelolaan keuangan Negara
2.      Penyusunan dan penetapan APBN
3.      Penyusunan dan penetapan APBD
4.      Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan Bank sentral, pemerintah
daerah, serta pemerintah/lembaga asing
5.      Hubungan keuangan antar pemerintah dan perusahaan Negara, perusahaan
daerah, perusahaan swasta, serta badan pengelolaan dana masyarakaat.
6.      Pertanggung jawaban pelaksanaan APBN dan APBD.

B.     Undang-undang No 1 tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara


Pengelolaan keuangan Negara sebagaimana di maksud dalam UU perlu
dilaksanakan secara propesional, terbuka, dan bertanggungjawab untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat yang di wujudkan dalam APBN dan APBD.
Perbendaharaan Negara dalam UU ini adalah pengelolaan dan pertangggung
jawaban keuangan Negara, termasuk investasi dan kekayaan dan dipisahkan dan di
tetapkan dalam APBN Dan APBD. Sesuai dengan pengertian tersebut, UU No 1
tahun 2004 ini mengatur:
1.      Runag lingkup dan asas umum perbendaharaan Negara
2.      Kewenanangan pejabat perbendaharaan Negara
3.      Pelaksanaan pendapatan dan belanja Negara atau daerah
4.      Pengelolaan uang Negara atau daerah
5.      Pengelolaan piuntang dan utang Negara atau daerah
6.      Pengelolaan investasi dan barang milik Negara atau daerah
7.      Penatausahaan dan pertangungjawaban APBN dabn APBD
8.      Pengendalian intern pemerintah
9.      Penyelesaian kerugian Negara atau daerah
10.  Pengelolaan keuangan badan layanan umum

C.    Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum


Badan layanan umum yang bertugas memberikan layanan kepada
masyarakat berupa barang atau jasa yng diperlukan dalam rangka memajukan
kesejateraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kekayaan Badan
Layanan Umum merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta dikelola
dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelengarakan kegiatan Badan Layanan
Umum yang Bersangkutan.

D.    Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan


Tanggung Jawab Keuangan Negara
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang
dilakukan secara independenn, objektif, dan professional berdasarkan standar
pemeriksaan untuk menilai kebenaran kecermatan, kredibilitas, dan keandalan
informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
Pemeriksaan keuangan Negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
Negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan Negara. Badan pemeriksa
keuangan (BPK) melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan Negara.
Pemeriksaan terdiri atas :
a.    Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan
b.    Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan Negara yang
terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek
efektivitas
c.    Pemeriksaan dengan tujuan tertentu

E.     Pelaksanaan Pemeriksaan


Penentuan objek pemeriksaan, perencanan dan pelaksanaan pemeriksaan,
penentuan waktu dan metode pemeriksaan, seta penyusunan dan penyajian laporan
pemeriksaan dilakukakn secara bebas dan mandiri oleh BPK. Dalam merencanakan
tugas pemeriksaan , BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapatlembaga
perwakilan. Untuk mendapatkan hal itu BPK atau lembaga perwakilan dapat
mengadakan pertemuan konsultasi.

F.     Hasil Pemeriksaan dan Tidak Lanjut


Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai
di lakukan.Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat di
sampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD, selambat-lambatnya dua bulan setelah
menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat. Laporan hasil pemeriksaan
kinerja di sampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.

3.      Perkembangan Regulasi Terkait Otonomi Daerah


Pemberian otonomi luas kepada daerah di arahkan untuk mempercepat terwujud
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pendayaan, dan peran
masyarakat. Disamping itu, melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan, kekhususan, dan keanekaragaman daerah dalam system
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama 3 tahun pelaksanaaan otonomi
daerah, kemudian, pemerintahan menyadari masih terdapat banyak aspek yang
menjadi kelemahan sekaligus celah dalam peraturan perundang yang masih sering
menimbulkan keracunan.

A.       Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah


UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah perubahan dan menyempurnakan
terhadap UU 22/1999 dengan perihal yang sama. Undang-Undang ini mengatur
otonomi yang di definisikan sebagai otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
memiliki kewenangan mengatur semua urusan pemerintahan, selain urusan-urusan
yang menjadi urusan pemerintah, yaitu politik luar negeri, pertahann, keamanan,
yustisi, moneter, dan fiscal nasional serta agama. Selain itu, otonomi di
perkembangkan sejalan dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
Otonomi nyata di bangun atas kehendak untuk menangani urusan pemerintahan
berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan
berpotensi tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi daerah yang
khas.
B.       Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Pertimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah mencangkup
pembagian keuangan antara keuangan pemerintah dan pemerintah secara
proposional, demokratif, adil dan transparan dengan mempertahankan dengan
potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah, penyelenggaraan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintah kepada
daerah secara nyata dan pertanggungjawaban yang harus diikuti peraturan,
pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya nasional secara adil termasuk
pertimbangan keuangan antara pemerintahan daerah.

PERKEMBANGAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK


Di Indonesia beberapa upaya untuk membuat sebuah standar yang relevan dengan
praktik akuntansi di organisasi sector public telah di lakukan baik oleh ikatan
akuntansi Indonesia (IAI) maupun oleh pemerintah sendiri untuk organisasi nirlaba
(Yang di miliki oleh perorangan/swasta, IAI telah menerbitkan kenyataan standar
akuntansi keuangan (PSAK) nomor 45 tentang “Organisasi Nirlaba” PSAK ini berisi
tentang kaidah prinsip-prinsip yang harus di ikuti oleh organisasi nirlaba dalam
membuat laporan keuangan.

1.      Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik (International Public Sector


Accounting Standards---IPSAS)
Federasi Akuntan Internasional (International Federation of Accounting—IFAC)
membentuk sebuah komite khusus yang bertugas menyusun standar akuntansi
sektor publik. Komite tersebut diberi nama “The Public Sectot Committe” dan
bertugas menyusun sebuah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang
berlaku secara internasional yang kemudian disebut International Public Sector
Accounting Standards (IPSAS).
IPSAS bertujuan:
-          Meningkatkan kualitas dari tujuan utama dalam melaporkan keuangan sektor publik
-          Menginformasikan secara lebih jelas pembagian alokasi sumber daya yang
dilakukan oleh entitas sektor publik
-          Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas entitas sektor publik

2.      PSAK 45
PSAK 45 merupakan satu-satu nya pernyataan standar yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang mengatur pelaporan keuangan organisasi
nirlaba. PSAK 45 disusun dengan pemikiran bahwa dalam organisasi nirlaba timbul
transaksi tertentu yang jarang atau bahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi
bisnis dan sulit dibedakan dengan organisasi bisnis pada umumnya. Dengan
demikian, acuan yang jelas dibutuhkan agar pelaporan keuangan organisasi nirlaba
dapat diatur, lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dan daya banding yang
tinggi.

3.      Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)


Komite SAP adalah sebuah cerita panjang seiring dengan perjalanan reformasi
keuangan di Indonesia. Kebutuhan standard dan pembentukan komite penyusunnya
mulai muncul ketika desakan untuk penerapan IPSAS di Indonesia semakin kuat.
KSAP bertujuan mengembangkan program-program pengembangan akuntabilitas
dan manajemen keuangan pemerintahan, termasuk mengembangkan SAP dan
mempromosikan penerapan standar tersebut.

4.      Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)


Standar ini menjadi acuan bagi auditor pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pemeriksa. SPKN ini hanya mengatur mengenai hal-hal yang
belum diatur oleh Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), yang merupakan
standar audit bagi perusahaan. Sebagian acuan audit disektor pemerintahan, SPKN
memberikan kerangka dasar untuk menerapkan secara efektif standar pekerjaan
lapangan dan pelaporan audit.
Standar Umum SPKN:
-          Persyaratan Kemampuan/Keahlian
-          Persyaratan Independensi
-          Penggunaan Kemahiran Profesional secara Cermat dan Seksama
-          Pengendalian Mutu

Regulasi dan Standar Akuntansi Sektor Publik

09.44  A.S.P  6 comments


Regulasi dan Standar Akuntansi Sektor Publik
Standar akuntansi merupakan pedoman umum atau prinsip-prinsip yang
mengatur perlakukan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan untuk tujuan
pelaporan kepada para pengguna laporan keuangan, sedangkan prosedur akuntansi
merupakan praktek khusus yang digunakan untuk mengimplementasikan standar.
Untuk memastikan diikutinya prosedur yang telah ditetapkan, sistem akuntansi
sektor publik harus dilengkapi dengan sistem pengendalian intern atas penerimaan
dan pengeluaran dana publik.
Penetapan standar akuntansi sangat diperlukan untuk memberikan jaminan
dalam aspek konsistensi pelaporan keuangan. Tidak adanya standar akuntansi yang
memadai akan menimbulkan implikasi negatif berupa rendahnya reliabilitas dan
objektivitas informasi yang disajikan, inkonsistensi dalam pelaporan keuangan serta
menyulitkan pengauditan.
Akuntansi sector publik memiliki standar yang sedikit berbeda dengan
akuntansi biasa. Karena, akuntansi biasa belum mencakup pertanggungjawaban
kepada masyarakat yang ada di sektor publik. Ikatan Akuntansi Indonesia
sebenarnya telah memasukan standar untuk organisasi nirlaba di Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Standar ini tercantum pada PSAK nomor 45
tentang organisasi nirlaba. Namun, standar ini belum mengakomodasi praktik-praktik
lembaga pemerintahan ataupun organisasi nirlaba yang dimilikinya. Karna itu,
pemerintah mencoba menyusun suatu standar yang disebut dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Standar akuntansi sektor publik juga telah diatur secara internasional.
Organisasi yang merancang standar ini adalah International Federation of
Accountants-IFAC (Federasi Auntan Internasional). Mereka membuat suatu standar
akuntansi sector publik yang disebut Internation Public Sector Accounting
Standards-IPSAS ( Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik ). Standar ini
menjadi pedoman bagi perancangan standar akuntansi pemerintahan di setiap
Negara di dunia.
Proses penetapan dan pelaksanaan standar akuntansi sektor publik
merupakan masalah yang serius bagi praktek akuntansi, profesi akuntan, dan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan. Pembuatan suatu standar mungkin dapat
bermanfat bagi suatu pihak, namun dapat juga merugkan bagi pihak lain. Penentuan
mekanisme yang terbaik dalam menetapkan keseragaman standar akuntansi
merupakan faktor penting agar standar akuntansi dapat diterima pihak-pihak yang
berkepentingan dan bermanfaat bagi pengembangan akuntansi sektor publik itu
sendiri.
1.      Menurut Mardiasmo (Mardiasmo, 2004) ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam penetapan standar akuntansi, antara lain:
2.      Standar memberikan pedoman tentang informasi yang harus disajikan dalam
laporan posisi keuangan, kinerja, dan aktivitas sebuah organisasi bagi seluruh
pengguna informasi.
3.      Standar memberikan petunjuk dan aturan tindakan bagi auditor yang
memungkinkan pengujian secara hati-hati dan independen saat menggunakan
keahlian dan integritasnya dalam mengaudit laporan suatu organisasi serta saat
membuktikan kewajaran.
4.      Standar memberikan petunjuk tentang data yang perlu disajikan yang berkaitan
dengan berbagai variabel yang patut dipertimbangkan dalam bidang perpajakan,
regulasi, perencanaan serta regulasi ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi
serta tujuan sosial 1ainnya
5.      Standar menghasilkan prinsip dan teori yang penting bagi seluruh pihak yang
berkepentingan dalam disiplin ilmu akuntansi.

Perkembangan Regulasi dan Standar Akuntansi Sektor Publik


Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi
Peraturan dan karakter pengelolaan keuangan daerah  yang ada pada masa
Era pra Reformasi dapat dirincikan sebagai berikut  :
1.      UU 5/1975 tentang  Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan
Daerah
2.      PP 6/1975 tentang  Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan
Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. Indikator kinerja Pemda,yaitu meliputi :
·         Perbandingan anggaran dan realisasi
·         Perbandingan standar dan realisasi
·         Target prosentase fisik proyek
3.      Kepmendagri No.900-099 tahun 1980 tentang Manual Administrasi Keuangan
Daerah. Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi diperkenalkan double entry
bookkeeping.
4.      Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2/1994 tentang  Pelaksanaan APBD.
5.      UU 18/1997 tentang  Pajak dan Retribusi Daerah.
6.      Kepmendagri 3/1999 tentang  Bentuk dan susunan Perhitungan APBD. Bentuk
laporan perhitungan APBD :
·         Perhitungan APBD
·         Nota Perhitungan
·         Perhitungan Kas dan Pencocokan sisa Kas dan sisa Perhitungan (PP/1975)
Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Tujuan dari regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi adalah untuk
mengelola keuangan negara/daerah menuju tata kelola yang baik Bentuk Reformasi
yang ada meliputi :
1.      Penataan peraturan perundang-undangan;
2.      Penataan kelembagaan;
3.      Penataan sistem pengelolaan keuangan negara/daerah; dan
4.      Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan
Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Kebutuhan atas standar akuntansu sektor publik terus berkembang akibat
kedinamisan regulasi pemerintah. Kedinamisan ini ditandai dengan pelaksanaan
otonomi daerah dan reformasi keuangan.
Otonomi daerah berlaku akibat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah. UU ini menjelaskan bahwa pemerintah melaksanakan
otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemeirntah yang lebih
efisien, efektif, dan bertanggun jawab. UU ini mulai berlaku sejak tahun 2001.
Lalu, pemerintah merasa UU Nomor 22 Tahun 1999 tidak lagi sesuai dengan
perkembangan yang ada. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan UU baru,
yaitu :
1.      Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
2.      Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimabangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Undang-undang di atas menjadikan pedoman pelaksanaan otonomi daerah
lebih jelas dan terperinci, khusunya tentang pengelolaan keuangan daerah dan
pertanggungjawaban.
Perubahan undang-undang tersebut merupakan salah satu hal yang
signifikan dalam perkembangan otonomi daerah. Perubahan itu sendiri dilandasi
oleh beberapa hal, antara lain :
1.      Adanya semangan desentralisasi yang menekankan pada upaya efektivitas dan
efisiensi pengelolaan sumber daya daerah.
2.      Adanya semangat tata kelola yang baik (good governance).
3.      Adanya konsekuensi berupa penyerahan urusan dan pendanaan ( money follows
function ) yang mengatur hak dan kewajiban daerah terkait dengan keuangan
daerah.
4.      Perlunya penyelarasan dengan paket Undang-undang (UU) Keuangan Negara,
yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun
2004 tentang perbendeharaan negara, UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang
pemeriksaan pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta UU Nomor
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Peraturan perundangan terus bergerak dinamis khususnya Peraturan
Pemerintahan (PP) sebagai turunan berbagai undang-undang di atas, antara lain :
1.      PP Nomor 23 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
2.      PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
3.      PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
4.      PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
5.      PP Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.
6.      PP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah.
7.      PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengeloalaan Keuangan Daerah.
8.      PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal.
9.      PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah 
PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti
PP 24 tahun 2005
Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah sebagai pengganti PP 24 tahun 2005. Diharapkan setelah PP ini terbit
maka akan diikuti dengan aturan-aturan pelaksanaannya baik berupa Peraturan
Menteri Keuangan untuk pemerintah pusat maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri
untuk pemerintah daerah. Ada yang berbeda antara PP 71 tahun 2010 ini dengan
PP-PP lain. Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah lampiran. Lampiran I
merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Akrual yang akan dilaksanakan
selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan Lampiran II merupakan Standar
Akuntansi Pemerintah berbasis Kas Menuju Akrual yang hanya berlaku hingga tahun
2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh
setiap entitas (strategi pentahapan pemberlakuan akan ditetapkan lebih lanjut oleh
Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri), sedangkan Lampiran II berlaku
selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis
Akrual. Dengan kata lain, Lampiran II merupakan lampiran yang memuat kembali
seluruh aturan yang ada pada PP 24 tahun 2005 tanpa perubahan sedikit pun.
Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual
dimaksudkan  untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, 
baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah,
dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu
prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat
yang diperoleh.
Secara definisi, sistem akuntansi akrual adalah suatu metode pencatatan
transaksi atau peristiwa dan pengakuan biaya (beban) berdasarkan periode
terjadinya peristiwa atau transaksi tersebut. Sedangkan menurut metode single entry
atau cash basis pencatatan dan pengakuan peristiwa dilakukan saat pembayaran
dilakukan.
Dalam sistem akrual, pencatatan biaya depresiasi suatu aset dibebankan ke
periode waktu selama suatu aset tersebut digunakan berdasarkan biaya harga
pembelian aset. Sedangkan menurut sistem akuntansi berbasis kas, biaya
pengadaan aset tersebut dibebankan ke periode saat dilakukan pembayaran atas
harga aset.

Isu tentang pentingnya timing dalam pengakuan / recognition suatu transaksi


atau peristiwa ekonomi merupakan hal yang sangat penting dalam lingkungan sstem
akrual, sehingga lebih membantu dalam meningkatan akuntabilitas pengambilan
keputusan. Angka-angka akuntansi berdasarkan sistem akrual dianggap lebih
informatif, membawa implikasi yang signifikan untuk pimpinan daerah dalam
mengalokasikan sumber daya yang dimiliki.
REGULASI DAN STANDAR SEKTOR PUBLIK
Akuntabilitas publik terjadi jika informasi yang diberikan dapat diterima dan
dimengerti secara meluas di masyarakat. Dengan latar belakang apapun, mereka
dapat memberikan keputusan dari informasi tersebut.Sehingga, informasi tersebut
haruslah memilki standar yang menyeluruh agar terjadi suatu keseragaman bentuk
informasi.
Informasi akuntansi memiliki standar akuntansi yang disebut Prisnsip
akuntansi yang Berlaku Umum-PABU ( Generally Accepted Accounting Principles-
GAAP ). Berlaku umum ini maksudnya informasi akuntansi suatu perusahaan bias
dimengerti oleh siapapun dengan latar belakang apa pun. Sehingga, informasi ini
berguna bagi investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, kreditor lainnya,
pemerintah, dan lembaga-lembaganya, serta masyarakat.
Akuntansi sector publik memiliki standar yang sedikit berbeda dengan akuntansi
biasa. Karena, akuntansi biasa belum mencakup pertanggungjawaban kepada
masyarakat yang ada di sektor publik.
Ikatan Akuntansi Indonesia sebenarnya telah memasukan standar untuk
organisasi nirlaba di Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Standar ini
tercantum pada PSAK nomor 45 tentang organisasi nirlaba. Namun, standar ini
belum mengakomodasi praktik-praktik lembaga pemerintahan ataupun organisasi
nirlaba yang dimilikinya. Karna itu, pemerintah mencoba menyusun suatu standar
yang disebut dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi


Peraturan dan karakter pengelolaan keuangan daerah  yang ada pada
masa Era pra Reformasi dapat dirincikan sebagai berikut  :
1.      UU 5/1975 tentang  Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan
Daerah
2.      PP 6/1975 tentang  Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan
Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD.
Indikator kinerja Pemda,yaitu meliputi :
a)      Perbandingan anggaran dan realisasi
b)      Perbandingan standar dan realisasi
c)      Target prosentase fisik proyek

3.      Kepmendagri No.900-099 tahun 1980 tentang Manual Administrasi Keuangan


Daerah.
Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi diperkenalkan double entry
bookkeeping.
4.      Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2/1994 tentang  Pelaksanaan APBD.
5.      UU 18/1997 tentang  Pajak dan Retribusi Daerah.
6.      Kepmendagri 3/1999 tentang  Bentuk dan susunan Perhitungan APBD.
·         Bentuk laporan perhitungan APBD :
a)      Perhitungan APBD
b)      Nota Perhitungan
c)      Perhitungan Kas dan Pencocokan sisa Kas dan sisa Perhitungan (PP/1975)

Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi


Tujuan dari regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi adalah untuk
mengelola keuangan negara/daerah menuju tata kelola yang baik
Bentuk Reformasi yang ada meliputi :
a)      Penataan peraturan perundang-undangan;
b)      Penataan kelembagaan;
c)      Penataan sistem pengelolaan keuangan negara/daerah; dan
d)     Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan

Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi


Paradigma baru dalam “Reformasi Manajemen Sektor Publik” adalah penerapan
akuntansi dalam praktik pemerintah untuk kegunaan Good Governance.
Terdapat tiga Undang-undang yang digunakan untuk penerapannya, yaitu :
1.      UU No.17/2003 tentang keuangan negara.
Mengatur mengenai semua hak dan kewajiban Negara mengenai keuangan dan
pengelolaan kekayaan Negara, juga mengatur penyusunan APBD dan penyusunan
anggaran kementrian/lembaga Negara (Andayani, 2007)
2.      UU No.1/2004 tentang kebendaharawanan
Mengatur pengguna anggaran atau pengguna barang, bahwa undang-undang ini
mengatur tentang pengelolaan keuangan Negara yang meliputi pengelolaan uang,
utang, piutang, pengelolaan investasi pemerintah dan pengelolaan keuangan badan
layanan hukum. (Andayani, 2007)

3.      UU no.15/2004 tentang pemeriksaan keuangan negara


Mengatur tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara
yang dilaksanakan oleh BPK. BPK menyampaikan laporan hasil pemeriksaan atas
laporan keuangan kepada DPR dan DPD. Sedangkan laporan keuangan pemerintah
daerah disampaikan kepada DPRD. (Andayani, 2007)
Empat Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara yang didasarkan pada ketiga
Undang-undang di atas, yaitu :
1.      Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kineja.
2.      Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah.
3.      Adanya pemeriksa eksternal yang kuat, profesional dan mandiri dalam pelaksanaan
pemeriksaan.
4.      Pemberdayaan manajer profesional.
Selain ketiga UU di atas, juga terdapat peraturan lain, yaitu :
1.      UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional.
2.      UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
3.      UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan
Daerah.
4.      UU No.24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 
BARANG DAN JASA PUBLIK
Pada dasarnya alokasi barang dan jasa dalam suatu masyarakat dapat dilakukan
melalui dua mekanisme yaitu : melalui mekanisme pasar dan kedua melalui
mekanisme birokrasi.mekanisme pasar dianggap sebagai mekanisme yang dapat
mendorong pemakaian sumber daya secarq efisien.namun kenyataannya masih
terjadi kegagalan pasar dalam mengalokasikan sejumlah barang dan jasa seperti
public goods bserta eksternalitasnya.mekanisme barang dan jasa inilah beserta
mixed good dialokasikan kepada masyarakat melalui mekanisme birokrasi.

Etika pengelolaan keuangan public :


   Etika adalah norma / value /nilai yang tidak bertentangan dengan norma / value /
nilai yang ada di masyarakat.

   Etika pengelolaan keuangan public adalah norma / value / nilai dari suatu praktik
pengelolaan / penyelenggaraan keuangan daerah.

KEDUDUKAN DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS


PELAYANAN PUBLIK
Semua masyarakat memiliki hak yang sama atas jaminan sosial dan ekonomi
dari pemerintah sebagai konsekuensi langsung atas pembayaran pajak yang telah
dipenuhi. Kebijakan dan regulasi yang ditetapkan pemerintah bisa berimbas pada
bidang yang lain. Pemerintah mempunyai peran menentukan kualitas tingkat
kehidupan masyarakat secara individual.
Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan
manajemen kualitas jasa, yakni upaya meminimasi kesenjangan antara tingkat
layanan dengan harapan konsumen. Kinerja organisasi layanan publik harus diukur
dari outcome-nya, karena outcome merupakan variabel kinerja yang mewakili misi
organisasi dan aktivitas oprasional, baik aspek keuangan dan nonkeuangan. Dalam
penentuan outcome sangat perlu untuk mempertimbangkan dimensi kualitas
(Mardiasmo, 2009). Selanjutnya, monitoring kinerja perlu dilakukan untuk
mengevaluasi pelayanan publik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Langkah-
langkah penting dalam monitoring kinerja organisasi layanan publik antara lain :
mengembangkan indikator kinerja yang mengembangkan pencapaian tujuan
organisasi, memaparkan hasil pencapaian tujuan berdasarkan indikator kinerja
diatas, mengidentifikasi apakah kegiatan pelayanan sudah efektif dan efisien
sebagai dasar pengusulan program perbaikan kualitas pelayanan (Bastian, 2007).

Anda mungkin juga menyukai