Anda di halaman 1dari 12

RESUME AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK


Dosen Pengampu : Nurma Sabila Hikmayanti, M.Ak

Oleh :

ENGGAR APRIYANI
NIM. 205221256

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

TAHUN 2023
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK

A. KEBUTUHAN REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK

Informasi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi setiap lapisan masyarakat.
Hal yang sama juga penting untuk dilakukan oleh organisasi sektor publik, yang pada
operasinya menyangkut dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Laporan keuangan
seharusnya merupakan suatu hasil daripada proses akuntansi. Dan untuk keperluan
tersebut, maka dibutuhkan standar acuan dan pedoman bagi akuntan yang berada di
dalam organisasi sektor publik.

B. PERKEMBANGAN REGULASI DI SEKTOR PUBLIK

Regulasi di sektor publik terbagi menjadi dua kategori utama yaitu regulasi pada
organisasi nirlaba dan regulasi pada instansi pemerintah. Kedua kategori ini perlu
dibedakan karena memiliki sifat regulasi yang berbeda dan lebih rumit pada instansi
pemerintah.

1. Perkembangan Regulasi di Sektor Publik


a. Regulasi tentang Yayasan

Yayasan didefinisikan sebagai badan hukum tanpa anggota yang terdiri dari kekayaan
yang dipisahkan dan ditujukan untuk mencapai tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
Adanya kebutuhan regulasi untuk yayasan yang berkembangan di Indonesia menyebabkan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang bertujuan
untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum. Undang-Undang ini kemudian diperbarui
dengan Undang-Untang Nomor 28 Tahun 2004 yang memuat perubahan proses perolehan
status badan hukum, tanggung jawab, dan jangka waktu pengumuman pendirian yayasan.
Selain itu, ada Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 yang memberikan penjelasan
lebih detail tentang yayasan.

b. Regulasi tentang Partai Politik

Regulasi mengenai partai politik pertama kali diterbitkan dalam Undang-Undang Nomor
2 tahun 1999, kemudian diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2001 tentang
Partai Politik. UU ini mengatur hal-hal pokok mengenai partai politik seperti pembentukan
partai politik, asas, ciri, tujuan, fungsi, hak dan kewajiban partai politik, keanggotaan dan
kedaulatan anggota, kepengurusan, peradilan perkara, larangan-larangan, penggabungan
partai politik, dan pengawasan partai politik. Undang-Undang ini kembali diperbarui dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 yang bertujuan untuk melengkapi dan
menyempurnakan UU sebelumnya, termasuk menambahkan kewajiban bagi partai politik
untuk menyusun Laporan Pertanggungjawaban Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan yang
terbuka bagi masyarakat.
c. Regulasi tentang Badan Hukum Milik Negara dan Badan Hukum
Pendidikan

Badan Hukum Milik Negara (BHMN) adalah badan hukum yang dibentuk untuk
mengakomodasi kebutuhan khusus dalam privatisasi lembaga pendidikan. Universitas yang
pertama kali berstatus BHMN adalah 4 universitas negeri (UI, UGM, IPB, dan ITB) dan
memiliki ciri khusus seperti adanya Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, dan otonomi
manajemen dana dan akademik. Pada akhir 2008, Undang-Undang tentang Badan Hukum
Pendidikan (BHP) diterbitkan sebagai badan hukum penyelenggaraan pendidikan formal
dengan prinsip nirlaba. Beberapa prinsip lain yang harus dipegang teguh oleh yayasan seperti
ini adalah otonomi, akuntabel, transparan, penjaminan mutu, layanan prima, akses
berkeadilan, keberagaman, keberlanjutan, dan partisipasi.

d. Regulasi Badan Layanan Umum

Badan Layanan Umum (BLU) adalah satuan kerja pemerintah yang bertugas
memberikan pelayanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan pengelolaan dana,
tanpa mengutamakan keuntungan. BLU memiliki kriteria sebagai berikut: bukan milik
negara/daerah, dikelola secara otonom dan efisiensi, dan berfungsi sebagai agen
menteri/pimpinan lembaga induk. Regulasi terhadap BLU ditentukan oleh Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU yang berada di bawah Direktorat Jendral
Perbendaharaan, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Pembendaharaan Negara.

2. Perkembangan Regulasi Terkait Keuangan Negara


a. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 memuat beberapa hal yang mengatur


tentang pengelolaan keuangan negara di Indonesia. Salah satu hal yang diatur adalah
kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara yang dikuasakan pada Presiden sebagai
Kepala Pemerintahan. Kekuasaan tersebut dikuasakan pada menteri keuangan sebagai
pengelola fiskal, menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran, dan kepada
gubernur/bupati/walikota sebagai kepala pemerintahan daerah.

UU juga mengatur tentang penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan


Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
yang harus sesuai dengan kebutuhan penyelenggara pemerintahan negara dan
kemampuan penghimpunan pendapatan negara.

Terkait hubungan keuangan antara pemerintah dan entitas lain, UU 17/2003


mengatur tentang koordinasi antara pemerintah pusat dan Bank Sentral dalam
penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Pemerintah pusat juga dapat
memberikan dana perimbangan kepada pemerintahan daerah, memberikan
pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari
perusahaan negara/daerah. Menteri keuangan dan gubernur/bupati/walikota
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan negara dan perusahaan
daerah.
Terakhir, UU 17/2003 juga mengatur tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN dan APBD yang wajib disampaikan oleh Presiden dan para kepala daerah
kepada DPR/DPRD.

Dalam rangka memastikan pengelolaan keuangan negara yang baik dan efisien,
UU 17/2003 merupakan tonggak penting yang menjadi dasar bagi pelaksanaan
pengelolaan keuangan negara di Indonesia.

b. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara memuat


aturan mengenai pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk
investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Fungsi pembendaharaan antara lain meliputi perencanaan kas yang baik, pencegahan
kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan paling murah, dan
pemanfaatan idle cash. Undang-Undang ini juga berfungsi untuk memperkokoh
landasan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka NKRI.

c. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Badan Layanan Umum (BLU) dibentuk untuk memperbaiki pelayanan kepada


masyarakat dengan menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan. Kekayaan
BLU merupakan kekayaan negara yang harus dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya
untuk kegiatan BLU. Rencana kerja, anggaran, dan laporan keuangan dan kinerja
BLU harus disusun dan disajikan sebagai bagian dari rencana kerja, anggaran, dan
laporan keuangan dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

d. Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan


dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Pemeriksaan keuangan negara adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan


evaluasi keuangan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara independen,
objektif, dan profesional. Pemeriksaan meliputi pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara dan melibatkan seluruh unsur keuangan negara. Pemeriksaan
dilakukan oleh akuntan publik dan laporan hasil pemeriksaan wajib disampaikan dan
dipublikasikan. Terdapat tiga jenis pemeriksaan: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Semua pemeriksaan dilaksanakan
berdasarkan standar pemeriksaan yang disusun oleh BPK setelah berkonsultasi
dengan pemerintah.

e. Pelaksanaan Pemeriksaan

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan


tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri. BPK dapat
memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat dari lembaga perwakilan dalam
merencanakan tugas pemeriksaan dan mempertimbangkan informasi dari pemerintah,
bank sentral, dan masyarakat. BPK juga dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan
aparat pengawasan intern pemerintah. Dalam melakukan pemeriksaan, pemeriksa
akan menguji dan menilai pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah.
Pemeriksaan juga bisa menjadi investigatif jika ditemukan indikasi kerugian
negara/daerah dan/atau unsur pidana. Apabila unsur pidana ditemukan, BPK akan
melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang.

f. Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut

Laporan hasil pemeriksaan (LHP) dibuat oleh pemeriksa setelah pemeriksaan


selesai dilakukan. LHP dapat berisi opini atas laporan keuangan pemerintah, temuan,
kesimpulan, dan rekomendasi atas kinerja, atau hanya kesimpulan berdasarkan tujuan
tertentu. LHP atas laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah disampaikan oleh
BPK kepada lembaga perwakilan selambat-lambatnya 2 bulan setelah menerima
laporan keuangan. Laporan hasil pemeriksaan kinerja dan dengan tujuan tertentu juga
disampaikan kepada lembaga perwakilan dan presiden/gubernur/bupati/walikota
sesuai kewenangannya. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) disampaikan
kepada lembaga perwakilan dan presiden/gubernur/bupati/walikota selambat-
lambatnya 3 bulan setelah berakhirnya semester. Laporan hasil pemeriksaan terbuka
untuk umum. Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil
pemeriksaan dan memberikan jawaban/penjelasan kepada BPK dalam waktu 60 hari.
BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut dan lembaga perwakilan dapat meminta
penjelasan dan pemeriksaan lanjutan dari BPK atau tindak lanjut dari pemerintah.
Pejabat yang tidak melaksanakan kewajiban dapat dikenai sanksi administratif.

3. Perkembangan Regulasi Terkait Otonomi Daerah

Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, sesuai dengan amanat Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintah daerah dinyatakan berwenang
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Jadi, sejak tahun 2001 atau tepatnya sejak diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah melaksanakan otonomi
daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah yang lebih efisien, efektif, dan
bertanggung jawab . Selain itu, disadari pula bahwa isi Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah yang lebih efisien. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Dengan keluarnya undang-undang
pengganti tersebut, pedoman pelaksanaan otonomi daerah menjadi lebih jelas dan lebih
terperinci, khususnya pada aspek pengelolaan keuangan daerah dan
pertanggungjawabannya. Perubahan undang-undang tentang Pemerintah Daerah ini
merupakan salah satu hal signifikan yang berperan penting dalam perkembangan
pelaksanaan otonomi daerah. Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan


perubahan dan penyempurnaan terhadap Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan
perihal yang sama. Undang undang ini mengatur otonomi yang didefinisikan sebagai
otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah memiliki kewenangan mengatur semua urusan
pemerintahan, selain urusan-urusan yang menjadi urusan pemerintah, yaitu politik luar
negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. Dengan
demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama satu sama lain.
Otonomi yang bertanggung jawab dimaksudkan sebagai otonomi yang dalam
penyelenggaraannya benar-benar sejalan dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi
yang pada dasarnya bertujuan memberdayakan daerah dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan rakyat.

Secara keseluruhan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur pokok-pokok


tentang: pembentukan daerah dan kawasan khusus, pembagian urusan pemerintahan,
pemerintahan daerah, perangkat daerah, keuangan daerah, peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah, kepegawaian daerah, pembinaan dan pengawasan, serta desa. Dari
implikasi ketentuan diatas, daerah berhak mendapatkan sumber keuangan yang antara lain
berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan
pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan
retribusi daerah serta hak mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang
berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak mengelola kekayaan daerah dan
mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.
Dalam konteks pertanggungjawaban dan akuntabilitas keuangan, Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.

Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah mencakup


pembagian keuangan antara kedua belah pihak secara proporsional, demokratis, adil, dan
transparan sesuai dengan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Dalam rangka otonomi
daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan harus diikuti
dengan pengaturan dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil. Pendanaan
penyelenggaraan pemerintahan dapat terlaksana secara efisien dan efektif melalui dana
perimbangan yang berasal dari APBN, yaitu Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi
Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DBH adalah dana dari pendapatan
APBN yang dibagihasilkan kepada daerah, DAU bertujuan bagi pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah, sedangkan DAK merupakan dana tambahan untuk mengatasi
masalah khusus.

C. PERKEMBANGAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK

Beberapa upaya telah dilakukan untuk membuat standar akuntansi yang relevan
dengan praktik-praktik akuntansi di organisasi sektor publik di Indonesia. Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) telah menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Nomor 45 untuk organisasi nirlaba, tetapi belum mengakomodasi praktik-praktik
akuntansi untuk entitas yang dimiliki pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah mencoba
menyusun Standar Akuntansi Pemerintahan. Secara internasional, standar akuntansi bagi
organisasi sektor publik sudah diterbitkan oleh Federasi Akuntan Internasional (IFAC)
dan disebut Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik (IPSAS). IPSAS seharusnya
menjadi acuan bagi negara-negara untuk membuat standar akuntansi bagi organisasi
sektor publik mereka.
1. Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik (International Public Sector
Accounting Standards-IPSAS)

International Public Sector Accounting Standards (IPSAS) adalah standar akuntansi


bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara internasional. IPSAS dibuat oleh
Federasi Akuntan Internasional (IFAC) melalui The Public Sector Committee dan
mengacu pada Standar Akuntansi Internasional (IFRS) dan sumber-sumber lain untuk
menyusun standar akuntansi. IPSAS bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelaporan
keuangan sektor publik, memberikan informasi yang lebih jelas mengenai alokasi sumber
daya oleh entitas sektor publik, dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas entitas
sektor publik. Negara-negara dapat mengadopsi IPSAS sebagai acuan dalam
mengembangkan standar akuntansi sektor publik nasional mereka.

2. PSAK 45

PSAK 45 adalah pernyataan standar pelaporan keuangan organisasi nirlaba yang


dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). PSAK 45 ini diadopsi dari Statement of
Financial Accounting Standard (FAS) Nomor 117 tentang Financial Statements of Not-
for-Profit Organizations. Dalam Amerika, FAS 117 digunakan sebagai acuan untuk
organisasi nirlaba yang dimiliki oleh swasta, sementara organisasi nirlaba yang dimiliki
oleh pemerintah menggunakan Governmental Accounting Standard (GAS) yang
dikeluarkan oleh Governmental Accounting Standard Board (GASB).

PSAK 45 digunakan sebagai acuan untuk seluruh jenis organisasi nirlaba, kecuali
pemerintah dan instansi pemerintah. PSAK 45 ini didesain dengan mempertimbangkan
perbedaan karakteristik organisasi nirlaba dengan organisasi bisnis. Tujuan utama laporan
keuangan bagi organisasi nirlaba adalah memberikan informasi yang relevan dan
memenuhi kepentingan para penyumbang, anggota organisasi, dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya. Dalam PSAK 45, dijelaskan bahwa laporan keuangan berlaku
untuk organisasi nirlaba yang memiliki karakteristik seperti sumber daya berasal dari
penyumbang, tidak menghasilkan laba untuk dibagikan, dan tidak memiliki kepemilikan
seperti organisasi bisnis.

PSAK 45 juga menyatakan bahwa pernyataan ini tidak berlaku bagi lembaga
pemerintah, departemen, dan unit-unit sejenis lainnya karena mereka mengikuti Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam dasar penyusunan laporan keuangannya.

3. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

KSAP (Komite Standar Akuntansi Pemerintah) adalah sebuah lembaga yang dibentuk
oleh pemerintah Indonesia dengan tugas mempersiapkan penyusunan konsep Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai prinsip-
prinsip akuntansi yang wajib diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah. KSAP terdiri atas dua komite,
yaitu Komite Konsultatif dan Komite Kerja. Tujuan dari KSAP adalah untuk
mengembangkan program-program pengembangan akuntabilitas dan manajemen
keuangan pemerintahan, termasuk mengembangkan SAP dan mempromosikan penerapan
standar tersebut. Dalam penyusunannya, SAP telah diharmoniskan dengan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) dan IPSAS. Materi yang digunakan dalam penyusunan SAP
juga diambil dari beberapa lembaga seperti International Federation of Accountant,
International Accounting Standards Committee, International Monetary Fund, Ikatan
Akuntansi Indonesia, Financial Accounting Standards Board, dan Governmental
Accounting Standards Board.

D. STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA (SPKN)

Standard Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) adalah standar yang dikembangkan


oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) sebagai panduan untuk
melaksanakan proses audit di Indonesia. Standar ini memuat persyaratan profesional bagi
auditor pemerintah, mutu pelaksanaan pemeriksaan audit, dan persyaratan laporan
pemeriksaan yang profesional. SPKN berlaku untuk BPK-RI, akuntan publik atau pihak
lain yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,
aparat pengawas internal pemerintah (APIP), dan pihak lain yang ingin menggunakannya.
Dalam penyusunannya, SPKN merujuk pada peraturan perundang-undangan dan
referensi, baik nasional maupun internasional, seperti Standar Audit Pemerintahan BPK-
RI, Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS), Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP), Auditing Standards INTOSAI, dan lain-lain. SPKN memberikan
kerangka dasar untuk menerapkan secara efektif standar pekerjaan lapangan dan
pelaporan audit dan membagi pemeriksaan menjadi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

STANDAR SPKN

Standar Umum SPKN memberikan kerangka dasar untuk menerapkan standar


pekerjaan dan pelaporan efektif. Standar ini terdiri dari empat bagian:

1. Persyaratan Kemampuan/Keahlian: mengharuskan audit dilakukan oleh staf yang


memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang diperlukan untuk melakukan
audit.
2. Persyaratan Independensi: memastikan independensi auditor dan tidak memihak
dalam pendapat dan rekomendasi.
3. Penggunaan Kemahiran Profesional: auditor harus menggunakan kemahiran
profesional secara cermat dan seksama serta memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan
publik.
4. Pengendalian Mutu: organisasi pemeriksa harus memiliki sistem pengendalian mutu
yang memadai yang dapat memastikan standar pemeriksaan dan prosedur
pemeriksaan yang memadai.

E. ORGANISASI SEKTOR PUBLIK


1. Pemerintah

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan
hukum dan peraturan dalam suatu wilayah. Pemerintah terdiri dari pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
a) Pemerintah Pusat

Pemerintah pusat adalah Presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintahan negara. Ini
juga meliputi lembaga tinggi negara yang ada di Indonesia dan diatur dalam UUD 1945 dan
peraturan perundangan turunannya, seperti Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 tentang MPR,
DPR, DPD, dan DPRD.

1) Presiden Republik Indonesia

Presiden RI adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, memegang masa
jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu periode. Presiden dibantu oleh seorang
wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Presiden memiliki beberapa kewenangan seperti
menyatakan perang, membuat perjanjian dengan negara lain (dengan persetujuan DPR),
menyatakan keadaan negara dalam keadaan bahaya, mengangkat duta dan konsul, memberikan
grasi dan memberikan gelar dan tanda kehormatan. Presiden juga memiliki kewenangan
membentuk dewan pertimbangan untuk memberikan nasihat.

2) Majelis Permusyawaratan Rakyat

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah lembaga negara terdiri dari anggota
DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu. Tugas dan wewenang MPR meliputi
mengubah dan menetapkan UUD 1945, melantik presiden dan wakil presiden,
memutuskan usul DPR untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden, memilih
wakil presiden dan presiden apabila terjadi kekosongan jabatan, dan membela dan
melindungi keutuhan NKRI. Anggota MPR memiliki hak-hak seperti mengajukan usul,
membela diri, imunitas, protokoler, dan keuangan. Kewajiban anggota MPR meliputi
memegang teguh Pancasila, melaksanakan UUD 1945, mempertahankan kerukunan
nasional, mendahulukan kepentingan negara, dan melaksanakan peran sebagai wakil
rakyat dan wakil daerah. MPR harus bersidang setidaknya sekali dalam 5 tahun dan
keputusan dalam sidang ditentukan dengan suara terbanyak. MPR dapat mengambil
keputusan bulat apabila memenuhi syarat seperti memenuhi jumlah anggota yang hadir
dan persentase suara yang disetujui.

3) Dewan Perwakilan Rakyat

DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) adalah lembaga negara yang berfungsi sebagai legislasi,
anggaran, dan pengawasan. Anggota DPR terdiri dari anggota partai politik yang dipilih melalui
pemilu dan memiliki masa jabatan selama 5 tahun. Tugas dan wewenang DPR meliputi
pembentukan undang-undang, memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan
terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, dan memperhatikan pertimbangan
DPD dalam hal RUU. Kelembagaan DPR memiliki hak interpelasi, angket, dan menyatakan
pendapat. Anggota DPR memiliki hak-hak seperti mengajukan usul RUU, mengajukan
pertanyaan, membela diri, dan memiliki imunitas. Kewajiban anggota DPR antara lain memegang
teguh Pancasila, melaksanakan UUD 1945, memperjuangkan kesejahteraan rakyat, dan
mempertanggungjawabkan secara moral dan politis kepada konsituen.
4) Dewan Perwakilan Daerah

DPD adalah lembaga negara yang memiliki tugas dan wewenang untuk membahas hal-hal
terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, dan pengelolaan sumber daya ekonomi. DPD
juga bertugas memberikan pertimbangan kepada DPR pada RUU APBN, RUU tentang pajak,
pendidikan dan agama, serta melakukan pengawasan dan menerima hasil pemeriksaan keuangan
negara dari BPK. Anggota DPD terdiri dari 4 orang per provinsi dengan jumlah anggota tidak
lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya dan
memiliki kantor di ibukota provinsi.

5) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah sebuah badan negara yang memiliki tugas untuk
memeriksa dan menilai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. BPK memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, lembaga negara, BUMN, BLU, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang
mengelola keuangan negara. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan usulan DPD
dan diresmikan oleh presiden. BPK memiliki 9 anggota, terdiri dari ketua, wakil ketua, dan 7
anggota lain. BPK memiliki beberapa kewenangan seperti menentukan objek pemeriksaan,
meminta keterangan dan dokumen, melakukan pemeriksaan, menetapkan jenis dokumen yang
wajib disampaikan, memeriksa standar pemeriksaan keuangan negara, membina jabatan
fungsional pemeriksa, dan memberi pertimbangan rancangan sistem pengendalian intern
pemerintah. Hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR/DPRD, DPD, presiden, gubernur,
dan bupati/walikota.

6) Kementerian Agama

Kementerian negara adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dan
dipimpin oleh seorang menteri yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Setiap menteri
membidangi urusan tertentu seperti urusan dalam negeri, luar negeri, pertahanan, hukum,
keuangan, hak asasi manusia, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Fungsi kementerian antara lain
merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan, mengelola barang milik negara,
mengawasi pelaksanaan tugas, melaksanakan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah, dan
melaksanakan kegiatan teknis berskala nasional.

b) Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota dan perangkat daerah sebagai


unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah melaksanakan urusan
pemerintahan dengan prinsip otonomi dan tugas pembantuan, serta mengikuti prinsip
ekonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI. Struktur pemerintah daerah di
tingkat provinsi terdiri dari beberapa organisasi pokok yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

1. Sekretariat Daerah - membantu kepala daerah dalam penyusunan kebijakan dan


mengkoordinasikan dinas dan lembaga teknis daerah. Dipimpin oleh sekretaris daerah
dan bertanggung jawab kepada kepala daerah.
2. Sekretariat DPRD - menyelenggarakan administrasi kesekretariatan dan mendukung
tugas dan fungsi DPRD. Dipimpin oleh sekretaris dewan dan bertanggung jawab
kepada pimpinan DPRD dan kepala daerah.
3. Inspektorat - melakukan pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan. Dipimpin
oleh inspektur dan bertanggung jawab kepada kepala daerah.
4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah - melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan perencanaan pembangunan daerah. Dipimpin oleh kepala
badan dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
5. Dinas Daerah - melaksanakan urusan pemerintahan daerah. Dipimpin oleh kepala
daerah melalui sekretaris daerah dan memiliki Unit Pelaksana Teknis Dinas.
6. Lembaga Teknis Daerah - unsur pendukung tugas kepala daerah dalam melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah. Dapat berbetuk badan, kantor, atau
rumah sakit.
7. Kecamatan - wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah dalam kabupaten/kota.
Dipimpin oleh camat dan bertugas melaksanakan kewenangan pemerintahan dari
bupati/walikota.
8. Kelurahan - wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah dalam kecamatan.
Dipimpin oleh lurah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui camat.

2. Universitas

Universitas adalah salah satu bentuk perguruan tinggi yang menyelenggarakan


program pendidikan akademik dan/atau profesional dalam beberapa disiplin ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian tertentu. Universitas dapat dikelola oleh
pemerintah sebagai universitas negeri atau oleh masyarakat sebagai universitas swasta.
Universitas negeri ditetapkan atas dasar keputusan presiden atas usulan menteri
pendidikan nasional sedangkan universitas swasta harus berbentuk yayasan atau badan
bersifat sosial.

3. Rumah Sakit

Dalam kategorisasi rumah sakit, terdapat beberapa jenis rumah sakit yang berdasarkan
fungsinya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit umum
adalah rumah sakit yang melayani hampir seluruh penyakit umum dan biasanya memiliki
fasilitas perawatan darurat dan berbagai fasilitas lain seperti fasilitas bedah, laboratorium,
dan ruang bersalin. Rumah sakit terspesialisasi adalah rumah sakit yang memiliki
spesialisasi terhadap suatu penyakit yang membutuhkan penanganan khusus. Rumah sakit
penelitian/pendidikan adalah rumah sakit yang terkait dengan kegiatan penelitian dan
pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu universitas/lembaga pendidikan tinggi.
Rumah sakit lembaga/perusahaan adalah rumah sakit yang didirikan oleh suatu
lembaga/perusahaan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada anggota
lembaga/perusahaan tersebut. Klinik adalah fasilitas medis yang lebih kecil dari rumah
sakit dan hanya melayani keluhan tertentu.
Berdasarkan kepemilikannya, rumah sakit di Indonesia dibedakan menjadi rumah
sakit milik pemerintah dan rumah sakit swasta. Rumah sakit milik pemerintah dapat
dikenal sebagai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) yang merupakan milik pemerintah
pusat, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang merupakan milik pemerintah
provinsi dan kabupaten atau kota. Sementara itu, rumah sakit swasta adalah rumah sakit
yang didirikan oleh individu atau perusahaan yang bertujuan untuk mencari keuntungan.

4. Yayasan

Yayasan adalah badan hukum dengan tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
yang didirikan sesuai dengan persyaratan formal yang ditentukan dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014. Pendirian yayasan harus dilakukan melalui akta notaris dan harus
mendapatkan pengesahan dari Menteri kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Yayasan
memiliki organ pembina, pengurus, dan pengawas, dengan pengelolaan kekayaan dan
kegiatan dilakukan oleh pengurus. Yayasan yang memiliki kekayaan dalam jumlah
tertentu harus diaudit oleh akuntan publik dan laporan tahunannya harus diumumkan.
Gabungan yayasan atau bubar yayasan dapat dilakukan dengan syarat tertentu.

5. Partai Politik

Partai politik adalah organisasi nasional yang dibentuk oleh sekelompok Warga
Negara Indonesia (WNI) atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan
negara, serta memelihara keutuhan NKRI. Partai politik memiliki tugas sebagai sarana
untuk pendidikan politik, penciptaan iklim yang kondusif, penyerap, penghimpun, dan
penyalur aspirasi politik masyarakat, wadah partisipasi politik bagi WNI, dan rekrutmen
politik dalam pengisian jabatan politik. Partai politik memperoleh pendanaan dari
beberapa sumber seperti iuran anggota, sumbangan yang sah, dan bantuan keuangan dari
APBN/APBD. Sumbangan dapat berasal dari perseorangan anggota partai politik,
perseorangan bukan anggota partai politik, dan perusahaan/badan usaha. Pengurus partai
wajib menyusun laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan
partai yang terbuka untuk diketahui masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai